memberi nafkah kepada penuntut ilmu
Halaman 1 dari 1 • Share
memberi nafkah kepada penuntut ilmu
Termasuk kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syari’at (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia berkata.
“Artinya : Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [1] dan (saudaranya) yang lain bekerja [2]. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu [3] kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia” [4]
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulai Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesibukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja), bahwa semestinya ia tidak mengungkit-ngungkit nafkahnya kepada saudaranya, dengan anggapan bahwa rizki itu datang karena dia bekerja. Padahal ia tidak tahu bahwasanya Allah membukakan pintu rizki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan kepada saudaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.
Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa salllam.
“Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia”
Yang menggunakan shigat majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, “Yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rizki karena berkahnya. Dan bukan berarti dia diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaanmu kepadanya” [Murqatul Mafatih, 9/171]
Al-Alamah Ath-Thaibi berkata : “Makna ‘mudah-mudahan’ dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘ mudah-mudahan engkau’, bisa kembali kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga berfungsi untuk memberikan kepastian (bahwa dia mendapatkan rizki karena berkah saudaranya) dan menegur (bahwa dia mendapatkan rizki bukan karena pekerjaannya). Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits.
“Artinya : Bukankah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah di antara kalian ?”
Tetapi bisa pula kembali kepada orang yang diajaknya bicara untuk mengajaknya berfikir dan merenungkan, sehingga ia menjadi sadar” [Murqatul Mafatih, 9/171]
Demikianlah, dan sebagian ulama telah menyebutkan [Lihat Tafsir Al-Manar, 3/88] bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu agama secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok yang disinggung dalam firman Allah.
“Artinya : (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di mukai bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 273]
Imam Al-Ghazali berkata :”Ia harus mencari orang yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa mengkhususkan kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau, “Mengapa tidak engkau berikan kepada orang secara umum?” Beliau menjawab. ‘Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Jika hati para ulama itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya), niscaya ia tidak bisa memberi perhatian sepenuhnya kepada ilmu, serta tidak akan bisa belajar (dengan baik). Karena itu, membuat mereka bisa mempelajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih utama’. [Dinukil dari Tafsir Al-Qasimi, 3/250]
[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau’il Kitab was Sunnah, edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah hal 68-71, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Darul Haq]
Foote Note.
[1] Yakni untuk mencari ilmu dan pengetahuan [Murqatul Mafatih, 9/170]
[2] Dan sepertinya mereka berdua makan dari hasil kerjanya [Op.cit, 9/170]
[3] Yakni mengapa saudaranya tidak mau membantunya dalam bekerja atau mencari pekerjaan lain. [Op.cit, 9/170-171]
[4] Jami’ut Tirmidzi, Abwabuz Zuhd, bab Ma Ja’a fiz Zahadati fid Dunya, no. 2448, 7/8 dan lafazh ini miliknya ; Al-Mustadzrak alas Shahihain, Kitabul Ilm, 1/93-94. Imam Hakim berkata,’Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim. Para perawinya tsiqat (terpercaya), tetapi hadits ini tidak dikeluarkan (diriwayatkan) oleh Al-Bukhari dan Muslim (Op.cit., 1/94). Dan hal ini disepakati oleh Al-Hafizh Adz-Dzhabai (Lihat, At-Talkish, 1/94), Syaikh Al-Albani berkata, ‘Shahih’ [Shahih Sunan At-Tirmidizi, 2/274]
“Artinya : Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [1] dan (saudaranya) yang lain bekerja [2]. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu [3] kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia” [4]
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulai Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesibukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja), bahwa semestinya ia tidak mengungkit-ngungkit nafkahnya kepada saudaranya, dengan anggapan bahwa rizki itu datang karena dia bekerja. Padahal ia tidak tahu bahwasanya Allah membukakan pintu rizki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan kepada saudaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.
Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa salllam.
“Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia”
Yang menggunakan shigat majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, “Yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rizki karena berkahnya. Dan bukan berarti dia diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaanmu kepadanya” [Murqatul Mafatih, 9/171]
Al-Alamah Ath-Thaibi berkata : “Makna ‘mudah-mudahan’ dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘ mudah-mudahan engkau’, bisa kembali kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga berfungsi untuk memberikan kepastian (bahwa dia mendapatkan rizki karena berkah saudaranya) dan menegur (bahwa dia mendapatkan rizki bukan karena pekerjaannya). Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits.
“Artinya : Bukankah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah di antara kalian ?”
Tetapi bisa pula kembali kepada orang yang diajaknya bicara untuk mengajaknya berfikir dan merenungkan, sehingga ia menjadi sadar” [Murqatul Mafatih, 9/171]
Demikianlah, dan sebagian ulama telah menyebutkan [Lihat Tafsir Al-Manar, 3/88] bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu agama secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok yang disinggung dalam firman Allah.
“Artinya : (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di mukai bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 273]
Imam Al-Ghazali berkata :”Ia harus mencari orang yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa mengkhususkan kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau, “Mengapa tidak engkau berikan kepada orang secara umum?” Beliau menjawab. ‘Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Jika hati para ulama itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya), niscaya ia tidak bisa memberi perhatian sepenuhnya kepada ilmu, serta tidak akan bisa belajar (dengan baik). Karena itu, membuat mereka bisa mempelajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih utama’. [Dinukil dari Tafsir Al-Qasimi, 3/250]
[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau’il Kitab was Sunnah, edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah hal 68-71, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Darul Haq]
Foote Note.
[1] Yakni untuk mencari ilmu dan pengetahuan [Murqatul Mafatih, 9/170]
[2] Dan sepertinya mereka berdua makan dari hasil kerjanya [Op.cit, 9/170]
[3] Yakni mengapa saudaranya tidak mau membantunya dalam bekerja atau mencari pekerjaan lain. [Op.cit, 9/170-171]
[4] Jami’ut Tirmidzi, Abwabuz Zuhd, bab Ma Ja’a fiz Zahadati fid Dunya, no. 2448, 7/8 dan lafazh ini miliknya ; Al-Mustadzrak alas Shahihain, Kitabul Ilm, 1/93-94. Imam Hakim berkata,’Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim. Para perawinya tsiqat (terpercaya), tetapi hadits ini tidak dikeluarkan (diriwayatkan) oleh Al-Bukhari dan Muslim (Op.cit., 1/94). Dan hal ini disepakati oleh Al-Hafizh Adz-Dzhabai (Lihat, At-Talkish, 1/94), Syaikh Al-Albani berkata, ‘Shahih’ [Shahih Sunan At-Tirmidizi, 2/274]
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» Beyond Belief - Senjata Buddhisme untuk Memerangi Kristenisasi
» Benarkah israel tidak mau berdamai & memberi kemerdekaan kepada palestina ???
» Karunia Memberi Membawa Kepada Hidup Yang Berkelimpahan - Ps. Petrus Agung
» Memberi Hadiah Kepada Anak-Anak
» oleh sebab apakah tuhan menjadi daging mencari nafkah dan makan minum di bumi??
» Benarkah israel tidak mau berdamai & memberi kemerdekaan kepada palestina ???
» Karunia Memberi Membawa Kepada Hidup Yang Berkelimpahan - Ps. Petrus Agung
» Memberi Hadiah Kepada Anak-Anak
» oleh sebab apakah tuhan menjadi daging mencari nafkah dan makan minum di bumi??
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik