FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Empty POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim

Post by dade Mon Mar 19, 2012 8:52 pm

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Poligami10056nz9
POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Nikahi_Janda_19909

ALLAH telah menetapkan bahwa manusia harus berkembang biak bergenerasi melalaui hubungan seksual suami istri. Hal ini sudah berlaku semenjak manusia pertama dalam Tatasurya kita, dapat diperhatikan pada maksud Ayat 4/1 dan:

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا
فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلاً خَفِيفاً فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَت دَّعَوَا اللّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحاً لَّنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ

7/189. DIA-lah yang menciptakan kamu dari satu diri, dan menjadikan daripadanya suaminya untuk tinggal
padanya. Ketika itu menutupinya hamilah dia dengan kandungan ringan, keduanya menyeru TUHAN mereka:
“Jika ENGKAU beri kami anak shaleh, akan jadilah kami termasuk orang-orang bersyukur.”



Memang demikianlah keadaannya, wajar dan logis. Kalau ALLAH menghendaki, DIA boleh saja menciptakan manusia ramai dari pertumbuhan benda lain, bukan dilahirkan ibunya, tetapi DIA menentukan adanya pernikahan, penghamilan, dan kelahiran genarasi penerus karena dengan begitu manusia dapat diuji dalam hak dan kewajiban tentang amar makruf nahi munkar. Untuk kelangsungan hidup demikian, manusia sengaja dilengkapi denga syahwat antara dua jenis dan alat kebutuhan secukupnya di permukaan planet, kemudian disempurnakan lagi dengan Firman yang mengandung tuntunan ke arah bahagia bersama. Secara lengkap tuntunan itu telah terkandung dalam Alquran.

Peraturan bagi suatu pernikahan dapat dilihat pada Ayat-ayat Suci tertentu, tetapi orang tidak pernah mendapatkan suatu perintah untuk menikahi gadis perawan, karena hal itu memang sudah menjadi kehendak syahwat semua lelaki. Perintah untuk menikahi hanyalah termuat pada Ayat 4/3 agar lelaki yang berkesanggupan menikahi janda beranak yatim; Perintah untuk menikahkan tercantum pada Ayat 24/32, sementara Ayat 24/33 memberi keizinan menikah bagi para remaja sebagai realisasi dari maksud Ayat 4/1.

Jadi perintah untuk menikahi gadis remaja memang tidak diperlukan, yang ada adalah perintah kepada ibu-bapak dan para pejabat untuk menikahkan para remaja yang sudah berkesanggupan. Dalam hal ini dapat dilihat susunan masyarakat yang dikendaki Islam di mana kaum remajanya senantiasa hidup dalam pengawasan dan bimbingan tertentu, terhindar dari pergaulan bebas memenuhi kehendak syahwat.

Namun Alquran memuat ketentuan yang jadi kelanjutan semua itu, bahwa dalam kehidupan umum sering didapati musibah di mana kematian lebih banyak menimpa kaum lelaki, mungkin saja dalam pekerjaan sehari-hari, di jalan raya, atau dalam peperangan. Semua itu menyebabkan istri kehilangan suami dan anak-anak menjadi yatim tanpa penanggung jawab atas kelanjutan hidup mereka. Maka dalam hal tersebut, ALLAH memberikan perintah kepada lelaki yang berkesanggupan agar menikahi janda beranak yatim untuk mengurangi tekanan hidup yang mereka alami dan untuk menjaga stabilitas keamanan masyaraka. Kalau selama ini pernah berlaku bahwa seorang lelaki beristri lebih dari satu, sedangkan tiada dari istrinya itu beranak yatim, maka lelaki itu tidak memiliki dasar hukum atas perbuatannya. Hal ini tentulah menjadi tanggung jawab pejabat NTR yang telah mengurus pernikahannya. Hukum berpoligami hanyalah Ayat 4/3 bagi masyarakat umum tentang mana pejabat NTR harus paham secukupnya hingga tidak berlaku kekeliruan dan salah pasang.

Keizinan poligami bermaksud agar terdapat susunan sosial yang normal hingga dalam masyarakat tidak berlaku kepincangan menyolok di mana segolongan orang hidup mewah berlebihan sementara yang lain hidup melarat dan dengan tekanan batin. Islam sangat mencela sikap hidup yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa mengindahkan keadaan orang lain. Kematian seorang bapak menyebabkan adanya anak yatim dan seorang ibu yang kekurangan biaya hidup serta penderitaan batin, maka seorang lelaki yang berkesanggupan hendaklah menikahi janda itu dengan maksud membantu mengurangi penderitaannya dan anaknya.

Poligami dalam Islam bukanlah didasarkan pelepas syahwat tetapi sesuai dengan maksud Ayat 4/3 hanyalah untuk kestabilan hidup anak yatim dan ibunya yang janda, maka menikahnya suami dengan perempuan lain menyebabkan istri mempunyai madu. Tentang ini hendaklah masing-masing istri tidak merasa kecil hati tetapi harus berlapang dada dalam imam mematuhi hukum ALLAH untuk membantu keselamatan hidup masyarakat setempat. Selaku orang beriman, si istri hendaklah menjalankan dan mematuhi hukum agama untuk mendapatkan keredhaan ALLAH, karena hukum itu sendiri adalah untuk keberuntungan hidup bersama di antara manusia di mana kepentingan sendiri tidak boleh menonjol.

Seorang istri hendaklah dapat merasakan betapa sedihnya hati perempuan kehilangan suami dan susahnya hidup anak kehilangan bapak. Dia harus memahami bahwa hidup ini hanyalah sementara di mana segala sesuatu mengandung ujian tentang iman, ilmu dan amal, bahwa hidup sebenarnya ialah di Akhirat nanti di mana dia mendapat keampunan dan kebahagiaan dari ALLAH yang dia sembah. Perbantuan terhadap janda beranak yatim lebih efektif jika disalurkan melalui poligami daripada melalui Baitul Maal atau jawatan yang membiayai hidup fakir miskin. Perbantuan Baitul Maal hanyalah di segi ekonomi lahiriah sedangkan bantuan poligami dapat meladeni kehidupan lahir batin pada janda beranak yatim yang sesungguhnya sangat membutuhkan.

Hendaklah disadari bahwa masyarakat terdiri dari rumah-rumah tangga keluarga dimodali oleh suami istri yang hidup dengan kebutuhan syahwat dan biaya diri. Jika dua kebutuhan ini terpenuhi maka bahagialah masyarakat itu menurut tingkat peradabannya. Tetapi bilamana suatu keluarga menjadi janda dan anak yatim, tentulah kebahagiaan masyarakat jadi terganggu, karena sebagai manusia, janda beranak yatim itu akan selalu berusaha mendapatkan kedua macam kebutuhan hidupnya. Waktu itu mungkin berlaku tindakan jahat melawan hukum serta mengacau keadaan rumah tangga lain, maka penyelesaian adalah poligami bagi lelaki yang berkesanggupan.

Ditinjau dari kesanggupan diri pribadi lelaki memiliki kesempatan dan kekuatan lebih banyak selaku makhluk bersyahwat, sementara itu perempuan seringkali berhalangan seperti dalam keadaan haid, melahirkan, dan sebagainya. Dalam hal demikian, lelaki yang mampu hendaklah diberi peluang untuk poligami menikahi perempuan lain yang beranak yatim. Jika hukum poligami demikian dihalangi, akan timbullah proses lain yang mungkin lebih merugikan segala fihak. Dan sayangnya, tradisi poligami yang berlaku selama ini dalam masyarakat Islam bukan berdasarkan Ayat 4/3 tetapi poligami bebas sembarangan yang karena salah paham telah menimbulkan sikap sekuler dalam diri perempuan bahkan juga membuka jalan bagi usaha emansipasi. Atau sebaliknya Ayat 4/3 sengaja dijadikan salah pasang untuk pelampias syahwat bagi lelaki kaya mata keranjang, namun keduanya telah menjatuhkan nilai Islam dalam pandangan dunia internasional.

Dan ditinjau dari kerukunan bermasyarakat maka Ayat 4/3 mengandung fungsi bahwa:

a. Anak yatim dapat dibantu dengan mengadakan baginya seorang bapak tiri yang akan membelanjai dan mendidiknya atau sekurang-kurangnya akan memimpin selaku kepala keluarga dalam rumah tangga itu.

b. Perempuan janda dapat dinikahi lelaki berkesanggupan untuk membantunya meringankan kesusahan ekonomi dan tekanan batin. Sekiranya hal ini tidak diselesaikan, akan timbullah kemiskinan dan kemeleratan yang dideritanya bahkan mungkin pula dia berontak mendapatkan kebutuhan yang diperlukannya, terjadilah penipuan, pelacuran, bujuk rayu berebut kasih, kekacauan pergaulan, dan masalah lain yang rumit diselesaikan.

c. Istri, yang memiliki suami berpoligami, jika tidak mengindahkan keadaan suaminya, maka sikap demikian berarti tidak mematuhi hukum ALLAH, membiarkan berlakunya kekacauan dalam pergaulan umum, mementingkan diri sendiri, tidak memperdulikan janda beranak yatim hidup menderita, dan sebaliknya merusak kerukunan rumah tangganya sendiri.


Dari semua alasan dan keadaan di atas ini dapat diketahui bahwa poligami dalam Islam mengandung unsur sosial serba guna, bukan saja berdasarkan kelebihan daya insaniah pada lelaki, ataupun hanya untuk membantu perempuan janda beranak yatim, tetapi juga buat kestabilan hidup masyarakat dalam segala bidang.

Seorang suami harus mempergauli keluarganya secara amar makruf nahi mungkar, sementara dalam berbuat dan berkata hendaklah yang mengandung pengertian baik saja. Dia harus mendidik anak-anak untuk mematuhi hukum yang diturunkan ALLAH, merencanakan masa depan anak-anaknya agar termasuk orang-orang yang menjalankan hukum ALLAH sebagai manusia berguna dalam masyarakat untuk keberuntungan hidup du dunia kini dan di Akhirat nanti. Ketentuan itu termuat dalam berbagai Ayat Alquran.

Demikian pula dalam berpoligami bahwa dia harus pandai membagi waktu bergaul dan pemberian belanja pada istri-istri dan anak-anak secara adil hingga tidak menimbulkan keresahan dan rasa tidak senang di suatu fihak. Dia juga harus mendidik anak yatim yang ada dalam penjagaannya sampai pada waktu tertentu bahwa anak itu telah sanggup mengurus diri sendiri. Ketika itu dia harus memberikan harta benda kepadanya, jika dia ternyata bodoh, maka peliharalah dia sesanggup mungkin hingga ALLAH membukakan kesempatan lain. Untuk semua itu hendaklah orang memperhatikan Firman Suci yang artinya:


وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْساً فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَّرِيئاً
4/4. Dan berilah perempuan itu belanjanya berketerusan. Jika mereka merasa baik tentang
sesuatu untukmu secara pribadi, makanlah dia sepuas sesuka hati.


وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً

4/5. Jangan berikan pada orang bodoh hartamu yang ALLAH jadikan bagimu untuk berdiri. Belanjailah
mereka dalam hal itu dan berilah mereka pakaian serta katanlah pada mereka perkataan yang makruf.


وَابْتَلُواْ الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ
رُشْداً فَادْفَعُواْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلاَ تَأْكُلُوهَا إِسْرَافاً وَبِدَاراً أَن يَكْبَرُواْ وَمَن كَانَ
غَنِيّاً فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيراً فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُواْ عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللّهِ حَسِيباً

4/6. Dan ujilah anak-anak yatim hingga ketika mereka sampai untuk nikah. Jika kamu melihat kesadaran dari
mereka maka serahkanlah kepada mereka harta mereka, jangan memakannya secara boros dan sembrono menjelang
mereka besar. Siapa yang kaya hendaklah bersabar hati dan siapa yang melarat boleh memakan secara makruf. Ketika kamu
menyerahkan kepada mereka harta mereka maka jadikanlah saksi atas mereka, dan cukupkanlah ALLAH jadi penghitung.


وَإِنْ أَرَدتُّمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ
وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنطَاراً فَلاَ تَأْخُذُواْ مِنْهُ شَيْئاً أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَاناً وَإِثْماً مُّبِينا

4/20. Jika kamu ingin pergantian istri pada tempat istri lain sedangkan kamu telah
memberi seorang mereka sepikul, maka jangan ambil daripadanya suatu juga. Apakah kamu
akan mengambilnya dengan kebingungan dan dosa nyata?


وَلَن تَسْتَطِيعُواْ أَن تَعْدِلُواْ بَيْنَ النِّسَاء وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ
تَمِيلُواْ كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِن تُصْلِحُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُوراً رَّحِيماً

4/129. Tidaklah kamu akan sanggup adil antara perempuan-perempuan (dalam poligami) walaupun
kamu mengharapkan, maka janganlah rubuh pada tiap kerubuhan lalu kamu biarkan dia seperti lintah.
Jika kamu shaleh dan menginsyafi maka ALLAH pengampun penyayang.



Dari ketentuan ALLAH pada Ayat 4/3 dan 4/129 dapat diambil kesimpulan bahwa keizinan berpoligami bagi lelaki berkesanggupan hanyalah menikahi janda beranak yatim yang kepadanya dipentingkan pemberian bantuan dan perawatan sebagai anggota keluarga. Suami tidak mungkin benar-benar berbuat adil di antara istrinya yang lebih dari seorang, terutama dalam hubungan batin, karenanya nyatalah keizinan berpoligami bagi lelaki bukan untuk menikahi beberapa perempuan yang disukai karena cantik dan perawan. Ayat 4/129 memperingatkan agar lelaki tidak terpengaruh oleh kecantikan perempuan lalu menikahinya untuk jadi istri kedua atau ketiga, karena yang demikian akan menyebabkan istri pertama terkatung-katung berupa pacet.

Namun perintah berpoligami bagi yang sanggup adalah keshalehan yang menguntungkan masyarakat, dan tidak begitu merugikan istri pertama dalam hubungan lahir batin. Tentang inilah dia diharapkan bertabah hati dan sedikit mengalah untuk kepentingan sosial ekonomi dan kestabilan masyarakat lingkungan di mana dia juga ikut bertanggung jawab. Dengan begitu dia tidak membiarkan janda beranak yatim hidup berupa pacet menjilat tanah.

Ingatlah bahwa poligami hanya diperintahkan bagi lelaki berkesanngupan untuk menikahi janda beranak yatim. Orang mengira bahwa hukum 4/3 hanya berupa keizinan bukan perintah, padahal Ayat Suci secara jelas menyatakan perintah untuk keselamatan hidup anak yatim, ibunya yang janda, dan masyarakat sekitarnya. Namun Islam tidak pernah membolehkan poligami sembarangan karena poligami begini bukan memperbaiki keadaan masyarakat tetapi sebaliknya menambah parah keadaan masyarakat dengan jumlah janda beranak yatim yang semakin banyak.


Misalnya saja, seorang lelaki kaya sehat diizinkan menikahi perempuan sembarangan menurut keinginan hati, maka hal demikian akan menimbulkan:

1. Rasa sakit hati di antara perempuan yang dipermadukan. Masing-masing istri akan berusaha dengan segala daya untuk mempengaruhi hati suaminya agar lebih sayang pada dirinya. Keadaan begitu membuka pintu bagi kepalsuan dan kejahatan tersembunyi, atau menyebabkan perempuan itu mencari jalan lain di luar keizinan suaminya, bahkan mungkin melakukan dosa besar.

2. Adanya rasa cemburu di antara permpuan-perempuan yang dipermadukan. Masing-masing akan menjadikan madunya selaku saingan yang harus dikalahkan hingga akhirnya berbentuk permusuhan dan perbantahan. Hal ini menimbulkan kerugian di segala fihak serta kekacauan yang sulit diselesaikan.

3. Lelaki yang berpologami itu akan merasakan kekayaannya memang berkuasa, pada dirinya timbul sikap angkuh dan pandangan rendah terhadap derajat perempuan karena dapat diperistrinya dengan bantuan kekayaan. Sikap demikian menyebabkan dia menceraikan istri untuk nikah lagi dengan permpuan lain yang dia sukai. Akibatnya jumlah perempuan janda bertambah banyak dengan anak-anak yang tidak terurus, dan kehidupan masyarakat bahkan jadi tidak stabil.

4. Malah jumlah perempuan janda beranak yatim jadi bertambah banyak untuk jadi beban masyarakat keliling. Ingatlah bahwa kematian lebih mudah berlaku pada kaum lelaki karena mereka selalu didampingi bahaya dalam perjuangan hidup.

5. Jumlah perempuan janda semakin banyak yang tidak mendapat suami lagi, dan jumlah anak yatim jadi meningkat, pada mana perintah yang terkandung pada Ayat 4/3 dan 24/32 jadi semaki sulit terlaksana.


Jadi tradisi poligami yang berlaku selama ini nyatanya menimbulkan kericuhan hidup masyarakat dalam berbagai bidang di mana ekonomi jatuh merosot dengan janda beranak yatim yang semakin banyak. Maka cara menghilangkan kericuhan itu hanyalah melaksanakan maksud Ayat 4/3 yang memerintahkan orang berkesanggupan untuk menikahi janda beranak yatim, dua, tiga sampai empat orang. Kini ternyata Ayat 4/3 itu menjadi obat masyarakat, melindungi perempuan secara baik da wajar zahir batin, bukanlah suatu yang merendahkan derajat perempuan sebagaimana selama ini dituduhkan penganut agama asing. Perhatikanlah pula maksud Ayat Suci yang artinya sebaga berikut:


وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاء قُلِ اللّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي
الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاء الَّلاتِي لاَ تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَن تَنكِحُوهُنَّ
وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْوِلْدَانِ وَأَن تَقُومُواْ لِلْيَتَامَى بِالْقِسْطِ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِهِ عَلِيماً

4/127. Mereka menanyai engkau tentang perempuan. Katakanlah: “ALLAH menerangkan padamu tentang mereka,
begitupun yang dianalisakan atasmu dalam Kitab tentang perempuan beranak yatim yang tidak kamu beriapa yang diwajibkan
untuk mereka sedangkan kamu rindu menikahinya, juga yang tertindas dari anak-anak. Agar kamu berdiri untuk
anak-anak yatim secara efektif. Apapun yang kamu lakukan dari kebaikan maka ALLAH mengetahuinya.”




Ayat Suci 4/127 secara nyata memperlihatkan adanya kehendak berpoligami dalam masyarakat, tetapi salurkanlah kehendak itu dengan maksud Ayat 4/3 yaitu menikahi perempuan janda beranak yatim saja terhadap siapa sikap efektif harus dilaksanakan, maka janganlah kehendak berpoligami itu ditujukan kepada perempuan cantik menurut kehendak syahwat yang akibatnya menambah jumlah anak yatim yang tidak terurus. Sekali lagi dinyatan di sini bahwa Ayat 4/3 bukanlah keburukan tetapi obat dan cara terbaik untuk kesempurnaan hidup manusia ramai.

Jadi Ayat 4/3 dan 24/32 bukanlah mengandung keizinan atau kebolehan sebagaimana selama ini dianggap orang, untuk berpoligami sembarangan dengan mana pihak lelaki dapat beristri lebih dari satu untuk pemuas kehendak syahwatnya. Ayat 4/3 telah ditanggapi secara keliru oleh para penterjemah, bahkan sering dijadikan penganut agama lain untuk merendahkan nilai ajaran Islam mengenai derajat perempuan, dan sebagai bukti, cobalah perhatikan kutipan di bawah ini:

A. Alquran dan Terjemahnya, diterbitkan oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran Departemen Agama RI halaman 115
Juz 4 no. 4 An-Nisa’ (wanita) Ayat:

3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga,
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.

dade
dade
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 46
Posts : 207
Location : bEkAsi
Join date : 04.03.12
Reputation : 11

http://myquran.org

Kembali Ke Atas Go down

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Empty Re: POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim

Post by dade Mon Mar 19, 2012 8:58 pm

B. Tafsir Alquran oleh A. Hassan halaman 150 Juz ke-4 surat ke-4 Surat An-Nisa’ (perempuan) Ayat:


وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى
وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ

3. Dan jika kamu takut, bahwa kamu tidak akan bisa berlaku adil tentang (perkawinan kamu dengan)
anak-anak yatim, maka kawinilah beberapa perempuan yang kamu sukai: dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat,
tetapi jika kamu takut bahwa kamu tidak akan bisa berlaku adil (pula), maka (kawinilah) seorang sahaya, atau hamba-hamba
yang dimiliki tangan kanan kamu. Yang demikian itu, lebih hampir buat kamu terhindar dari berlaku aniaya.



Catatan:

(494)... Kalau kamu merasa tidak bisa adil juga, maka janganlah kamu kawin melainkan
seorang saja, atau pakai hamba-hamba perempuan yang di dalam milik kamu. Dengan demikian itu
satu cara yang menjauhkan kamu daripada berlaku aniaya kepada diri-diri kamu.



Dalam terjemahan dan tafsiran Ayat 4/3 di atas ini kita dapati beberapa kekeliruan yang antara lain sebagai berikut:

1. Dikatakan bahwa orang tidak bisa berlaku adil kalau menikahi anak yatim, maka dia hendaklah mengawini perempuan lain yang disenangi sebanyak empat orang. Pendapat demikian sangat bertantangan dengan maksud Ayat 4/3 yang sengaja diturunkan ALLAH untuk keselamatan hidup anak-anak yatim atau untuk membantu meringankan kesengsaraan janda beranak yatim. Jika terjemahan di atas tadi dilaksanakan, bukannya anak yatim dapat dibantu dan bukan kesengsaraan ibunya dikurangi, bahkan semakin menambah jumlah anak yatim dan janda baru.

2. Dikatakan bahwa orang boleh menikahi anak-anak yatim, padahal anak yatim tidak wajar dinikahi karena masih tergolong anak-anak di bawah umur. Kalau anak-anak yatim itu sudah dewasa, maka mereka bukan dinamakan “perempuan yatim” tetapi tergolong para perempuan biasa umumnya. Dalam hal ini juga terjemahan 4/3 tersebut nyatanya keliru.

3. Dikatakan bahwa orang boleh menikahi anak-anak yatim, padahal mereka terdiri dari lelaki dan perempuan, sementara Ayat 4/3 menyebutnya dengan istilah “yatama” berarti “anak-anak yatim” tanpa membedakan lelaki dan perempuan. Istilah itu plural dari “yatiim” masculine gender. Karena anak-anak yatim itu biasanya terdiri dari lelaki dan perempuan, maka terjemahan tersebut kurang tepat, sebab yang lelaki tidak mungkin dinikahi jadi istri.

4. Dikatakan bahwa orang hendaklah mengawini budak, padahal dalam masyarakat Islam tiada yang dinamakan budak.
Kalau orang menemui budak maka harus dimerdekakan dan langsung dijadikan warga masyarakat biasa. Orang hendaklah memahami bahwa Ayat 4/3 adalah hukum yang berfungsi untuk seluruh zaman, sedangkan pada awal abad ke-15 Hijriah saja, tiada seorangpun yang berstatus budak di muka bumi. Dalam hal ini ternyata penterjemah telah keliru tentang istilah “aimaan.”


Kini timbul pertanyaan yang harus dijawab dan diselesaikan oleh ahli hukum:

a. Bukankah satu-satunya dalil hukum untuk poligami dalam masyarakat Islam hanya Ayat 4/3 yang berfungsi sampai ke akhir zaman sebagai hukum perlindungan dan bantuan terhadap janda beranak yatim?

b. Apakah terjemahan sebagai di kutipkan tadi akan dibiarkan terus, dan dijadikan bahan hinaan terhadap hukum Islam?

c. Tidakkah terjemahan demikian menyatakan adanya budak dalam masyarakat Islam yang sesungguhnya tidak mengizinkan perbudakan?

d. Tidakkah mungkin terjemahan demikian menimbulkan ide bagi sementara orang untuk menjadikan pembantu rumah tangganya selaku perempuan yang boleh dipakai tanpa nikah?


Padahal Ayat 4/3 mengandung penjelasan tentang kehidupan janda beranak yatim. Perempuan itu hendaklah dinikahi oleh lelaki yang berkesanggupan sebagai sikap bersusila tinggi dalam sosial ekonomi masyarakat, hingga dengan demikian janda beranak yatim terpelihara dari kekurangan kebutuhan hidup dan dari petualangan tanpa pelindung zahir batin. Hal ini sekaligus mengurangi kemungkinan lacur sangat berbahaya.

Memang menikahi janda beranak yatim sangat berat bagi pemuda, terutama sekali bagi mereka yang menganggap pernikahan sebagai pelepas kehendak syahwat. Tetapi bagi lelaki yang lebih mementingkan keredhaan ALLAH serta keselamatan umum, maka menikahi janda selaku istri pertama mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya dan rumah tangganya. Hal ini dulu telah dilakukan oleh Muhammad sewaktu berumur 25 tahun, menurut catatan sejarah, telah menikahi janda berumur 40 tahun selaku istri pertama. Walaupun ketika itu beliau belum jadi Nabi, tetapi telah bersikap sesuai dengan maksud Firman ALLAH yang termuat pada Ayat 4/3 dan 24/33.

Kini jelaslah bahwa perintah berpoligami dengan menikahi janda beranak yatim tercantum pada Ayat 4/3 tidak ditujukan kepada sembarang lelaki tetapi khusus pada orang yang berkesanggupan agar tidak berlaku kesombongan dan ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat. Seterusnya tentang pernikahan di antara para remaja sebagaimana umumnya, tercantum pada Ayat 24/33. Kedua Ayat suci itu, baiklah dikutipkan artinya sekali lagi untuk jadi bahan penganalisaan dan perbandingan:


وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم
مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ

4/3. Jika kamu cemas tidak dapat berbuat efektif pada anak-anak yatim maka nikahilah yang baik bagimu dari
perempuan (beranak yatim) dua dan tiga dan empat. Jika kamu cemas tidak dapat berbuat adil maka satu saja atau
yang dimiliki tatahukummu (yang sudah dinikahi). Demikian lebih rendah agar kamu tidak berbuat sombong.


وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمْ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْراً
وَآتُوهُم مِّن مَّالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاء إِنْ أَرَدْنَ
تَحَصُّناً لِّتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَن يُكْرِههُّنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِن بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

24/33. Hendaklah sabar orang-orang yang tidak dapat nikah hingga menyelamatkam mereka dengan
kurnia-NYA. Dan orang-orang yang mencari ketetapan (nikah) dari yang dimiliki tatahukummu maka
tetapkanlah mereka jika kamu ketahui ada kebaikan pada mereka. Dan berikanlah mereka dari harta yang
ALLAH berikan padamu. Jangan paksa bujang-bujangmu untuk mencari (pernikahan) jika mereka ingin
terjaga (tinggal gadis) karena kamu mencari kesenangan hidup dunia. Siapa yang memaksanya
maka ALLAH sesudah pemaksaan (nikah) itu pengampun penyayang.



Tetapi untuk sekian lama Ayat 24/33 diterjemahkan dengan secara keliru disebabkan salah makna tentang istilah AIMAAN yang mereka artikan “budak” padahal seharusnya diterjemahkan dengan “TATAHUKUM” dapat dilihat pada Ayat 4/3, 4/36, 5/89, 6/109, 9/12, 16/71, 16/92, 16/94, 24/33, 35/42, 66/2, 68/39 dan lain-lain, yaitu ketentuan hukum yang berlaku dalam kehidupan, maka ketentuan hukum yang berlaku dalam Islam disebut “Aiman”, begitu pula ketentuan hukum yang berlaku dalam keluarga karena terikat oleh pernikahan. Oleh sebab itu MAA MALAKAT AIMAANUKUM berarti “siapa yang dimiliki tatahukummmu” karena terikat oleh pernikahan. Dalam hal ini termasuk mertua, ipar, anak tiri, menantu, anak, dan cucu. Maka anggota keluarga yang hendak menikah, hendaklah dibantu dengan kemudahan dan harta serta ongkos seperlunya, sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan.
Tetapi jangan paksa anak gadismu atau keluargamu yang masih gadis untuk menikah, jika dia enggan atau masih berniat untuk hidup gadis sampai pada waktunya. Namun jika dia dipaksa juga dengan alasan wajar, maka ALLAH memberi ampun tentang paksaan itu. Pada Ayat 24/33 tersebut dapat dilihat adanya kebebasan berfikir atau memiliki pertimbangan bagi anggota keluarga.


Kita sempat membaca beberapa terjemahan, salah satu diantaranya dikutipkan di bawah ini terjemahan Ayat 24/33 dari Bacaan Mulia tulisan H. B. Jassin diterbitkan oleh Djambatan Jakarta tahun 1978: Surat 24 Ayat 33.


Hendaklah orang yang tiada mampu Kawin, menjaga kesucian dirinya, sampai
ALLAH memberinya persyaratan dari karuniaNya. Dan mereka (budak-budak) yang dimiliki
tangan kananmu, Yang mengiginkan perjanjian tertulis (untuk memungkinkan mereka mendapatkan
kebebasannya dengan membayar suatu jumlah), berikan mereka perjanjian demikian, jika ada kebaikan pada dirinya.
Dan berilah mereka sebagian harta Allah yang dikaruniakan kepadamu. Dan jangan kamu paksa budak-budak wanitamu
melakukan pelacuran bila mereka menghendaki kesuciaan, Karena kamu mencari keuntungan duniawi. Barang
siapa memaksa mereka, sesudah pemaksaan demikian, sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.



Kita sangat heran memperhatikan betapa Ayat Suci yang menyangkut dengan hukum nikah demikian diterjemahkan orang dengan memasukkan istilah “budak” ke dalamnya, seolah-olah masyarakat Islam banyak memiliki budak. Istilah MIMMAA MALAKAT AIMAANUKUM mereka maksudkan “budak-budak” padahal berarti DARI YANG DIMILIKI TATAHUKUMMU yaitu para remaja dalam keluarga. Begitu pula FATAYAATIKUM mereka artikan “budak-budak wanitamu” padahal berarti BUJANG-BUJANG PEREMPUANMU yaitu gadis-gadis dalam keluarga atau yang dimiliki tatahukum tadi.

Lebih hebat kekeliruan mereka dalam menterjemahkan akhir Ayat 24/33 dengan menyatakan bahwa ALLAH mengampuni orang yang memaksa budaknya melacur, padahal Ayat Suci itu menjelaskan bahwa ALLAH mengampuni orang yang memaksa gadisnya bersuami.

Terjemahan mereka demikian semakin menghina hukum Islam dengan menerangkan adanya golongan budak dalam masyarakat, bahkan menyatakan ALLAH mengampuni orang memaksa budak perempuan melacur. Padahal perbuatan itu sangat terkutuk. Jangankan memaksa melacur, sedangkan berzina bahkan mendekati zina dengan pergaulan bebas saja sudah sangat terlarang. Sekali lagi kita dapati kekeliruan besar, dan banyak pula yang lainnya, harus menjadi tugas para ahli hukum Islam untuk menyelesaikan.

Sementara itu, disebabkan salah tafsir demikian juga sering didengar guru-guru agama menerangkan bahwa usaha pembatasan kehamilan diizinkan menurut hukum Islam, padahal ALLAH sangat membenci dan mengancam dengan hukuman berat, sebaliknya memerintahkan beranak banyak yang nantinya menjadi hamba-hamba shaleh pada generasi mendatang.
dade
dade
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 46
Posts : 207
Location : bEkAsi
Join date : 04.03.12
Reputation : 11

http://myquran.org

Kembali Ke Atas Go down

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Empty Re: POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim

Post by dade Sun May 20, 2012 7:24 pm

Tapi yang kita lihat di dalam masyarakat yang dijadikan istri kedua adalah yang perempuan yang masih gadis.
dade
dade
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 46
Posts : 207
Location : bEkAsi
Join date : 04.03.12
Reputation : 11

http://myquran.org

Kembali Ke Atas Go down

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Empty Re: POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim

Post by Yishmael Avrahami Sun May 20, 2012 10:08 pm

Jeritan Hati Seorang Perawan Tua

Fenomena bertambahnya jumlah wanita yang terlambat menikah (perawan tua) menjadi satu perkara yang menakutkan saat ini, mengancam kebanyakan pemudi-pemudi di masyarakat kita yang Islami, bahkan di seluruh dunia. Berikut ini marilah kita mendengarkan salah satu jeritan mereka :

Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqa’dah 1420 H menuliskan jeritan seorang perawan tua dari Madinah Munawaroh,”Semula saya sangat bimbang sebelum menulis untuk kalian karena ketakutan terhadap kaum wanita karena saya tahu bahwasanya mereka akan mengatakan bahwa aku ini sudah gila, atau kesurupan. Akan tetapi, realita yang aku alami dan dialami pula oleh sejumlah besar perawan-perawan tua, yang tidak seorang pun mengetahuinya, membuatku memberanikan diri. Saya akan menuliskan kisahku ini dengan ringkas.

Ketika umurku mulai mendekati 20 tahun, saya seperti gadis lainnya memimpikan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu saya membangun pemikiran serta harapan-harapan; bagaimana kami hidup nanti dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami… dan.. dan…

Saya adalah salah seorang yang sangat memerangi ta’adud (poligami). Hanya semata mendengar orang berkata kepadaku, “Fulan menikah lagi yang kedua”, tanpa sadar saya mendoakan agar ia celaka. Saya berkata, “Kalau saya adalah istrinya -yang pertama- pastilah saya akan mencampakkannya, sebagaimana ia telah mencampakkanku’. Saya sering berdiskusi dengan saudaraku dan terkadang dengan pamanku mengenai masalah ta’addud. Mereka berusaha agar saya mau menerima ta’addud, sementara saya tetap keras kepala tidak mau menerima syari’at ta’addud. Saya katakan kepada mereka, ‘Mustahil wanita lain akan bersama denganku mendampingi suamiku”. Terkadang saya menjadi penyebab munculnya problema-problema antara suami-istri karena ia ingin memadu istri pertamanya; saya menghasutnya sehingga ia melawan kepada suaminya.

Begitulah, hari terus berlalu sedangkan aku masih menanti pemuda impianku. Saya menanti… akan tetapi ia belum juga datang dan saya masih terus menanti. Hampir 30 tahun umurku dalam penantian. Telah lewat 30 tahun… oh Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah saya harus keluar untuk mencari pengantin laki-laki? Saya tidak sanggup, orang-orang akan berkata wanita ini tidak punya malu. Jadi, apa yang akan saya kerjakan? Tidak ada yang bisa saya perbuat, selain dari menunggu.

Pada suatu hari ketika saya sedang duduk-duduk, saya mendengar salah seorang dari wanita berkata, ‘Fulanah jadi perawan tua”. Aku berkata kepada diriku sendiri, “Kasihan Fulanah jadi perawan tua”, akan tetapi… fulanah yang dimaksud itu ternyata aku. Ya Illahi! Sesungguhnya itu adalah namaku… saya telah menjadi perawan tua. Bagaimanapun saya melukiskannya kepada kalian, kalian tidak akan bisa merasakannya. Saya dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai perawan tua. Saya mulai mengulang kembali perhitungan-perhitunganku, apa yang saya kerjakan?

Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan saya ingin menjerit. Saya ingin seorang suami, seorang laki-laki tempat saya bernaung di bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku… Saudaraku yang laki-laki memang tidak melalaikanku sedikit pun, tetapi dia bukan seperti seorang suami. Saya ingin hidup; ingin melahirkan, dan menikmati kehidupan. Akan tetapi, saya tidak sanggup mengucapkan perkataan ini kepada kaum laki-laki. Mereka akan mengatakan, “Wanita ini tidak malu”. Tidak ada yang bisa saya lakukan selain daripada diam. Saya tertawa… akan tetapi bukan dari hatiku. Apakah kalian ingin saya tertawa, sedangkan tanganku menggenggam bara api? Saya tidak sanggup…

Suatu hari, saudaraku yang paling besar mendatangiku dan berkata, “Hari ini telah datang calon pengantin, tapi saya menolaknya…” Tanpa terasa saya berkata, “Kenapa kamu lakukan? Itu tidak boleh!” Ia berkata kepadaku, “Dikarenakan ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan saya tahu kalau kamu sangat memerangi ta’addud (poligami)”. Hampir saja saya berteriak di hadapannya, “Kenapa kamu tidak menyetujuinya?” Saya rela menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat… Kedua tanganku di dalam api. Saya setuju, ya saya yang dulu memerangi ta’addud, sekarang menerimanya. Saudaraku berkata, “Sudah terlambat”

Sekarang saya mengetahui hikmah dalam ta’addud. Satu hikmah ini telah membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain? Ya ALlah, ampunilah dosaku. Sesungguhnya saya dahulu tidak mengetahui. Kata-kata ini saya tujukan untuk kaum laki-laki, “Berta’addud-lah, nikahilah satu, dua, tiga, atau empat dengan syarat mampu dan adil. Saya ingatkan kalian dengan firman-Nya, “… Maka nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak mampu berlaku adil, maka satu…” Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami.”

Dan kata-kata berikut saya tujukan kepada saudariku muslimah yang telah bersuami, “Syukurilah nikmat ini karena kamu tidak merasakan panasnya api menjadi perawan tua. Saya harap kamu tidak marah apabila suamimu ingin menikah lagi dengan wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi doronglah ia. Saya tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan tetapi, harapkanlah pahala di sisi ALlah. Lihatlah keadaan suadarimu yang menjadi perawan tua, wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati; siapa yang akan mengayomi mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang sangat besar dengan kesabaranmu”

Engkau mungkin mengatakan kepadaku, “Akan datang seorang bujangan yang akan menikahinya”. Saya katakan kepadamu, “Lihatlah sensus penduduk. Sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya banyak dari wanita-wanita kita yang menjadi perawan tua. Jangan hanya memikirkan diri sendiri saja. Akan tetapi, pikirkan juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada dalam posisinya”.

Engkau mungkin juga mengatakan, “Semua itu tidak penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi.” Saya katakan kepadamu, “Tangan yang berada di air tidak seperti tangan yang berada di bara api. Ini mungkin terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain, ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal. Janganlah kamu egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”. (1)

Demi ALlah, kalau kamu merasakan api menjadi perawan tua, kemudian kamu menikah, kamu pasti akan berkata kepada suamimu “Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia”. Ya ALlah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih”

A.A.N -Madinah

1. HR. Bukhari dalam kitan Iman no 13 dan Muslim no 45.

Disalin oleh Jilbab Online dari buku “Istriku Menikahkanku”, As-Sayid bin Abdul Aziz As-Sa’dani, Darul Falah, cet. Agustus 2004

(muslimahzone)
Yishmael Avrahami
Yishmael Avrahami
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Posts : 272
Kepercayaan : Islam
Location : Neturei Karta
Join date : 10.10.11
Reputation : 6

http://www.nkusa.org/

Kembali Ke Atas Go down

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Empty Re: POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim

Post by Yishmael Avrahami Tue May 22, 2012 10:26 pm

kalo kasusnya seperti diatas gimana ya?

apa musti si perawan tua punya anak dulu baru boleh dipoligami? Lha punya anaknya gimana, zina dulu gitu ya????
Yishmael Avrahami
Yishmael Avrahami
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Posts : 272
Kepercayaan : Islam
Location : Neturei Karta
Join date : 10.10.11
Reputation : 6

http://www.nkusa.org/

Kembali Ke Atas Go down

POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim Empty Re: POLIGAMI: Nikahi Janda Beranak Yatim

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik