mencela muslim adalah kefasikan; memerangi muslim adalah kekufuran
Halaman 1 dari 1 • Share
mencela muslim adalah kefasikan; memerangi muslim adalah kekufuran
Sesuai dengan yang telah kami jelaskan, bahwa membenci orang-orang muslim, memutuskan hubungan, serta berselingkuh dengan mereka adalah aktivitas yang diharamkan. Maka mencela seorang muslim adalah sebuah perbuatan fasiq dan menghalalkan peperangan dengan mereka adalah perbuatan kufur.
Hadits yang cukup menjelaskan topik tersebut adalah hadits yang menceritakan Sayidina Khalid bin Walid ra, ketika bersama Sariyyah (pasukan perang yang tidak dipimpin Rasulullah) untuk mendakwahkan Bani Judzaimah ke jalan Islam. Tatkala Khalid sampai pada Bani Judzaimah, mereka menyambut kedatangan Khalid, maka berkatalah Khalid kepada mereka, "Berislamlah kalian!" Mereka menjawab, "Kami ini adalah orang-orang muslim." Berkata Khalid, "(Kalau begitu) lemparkan senjata-senjata kalian!" Mereka menjawab, "Tidak! Demi Allah, kalau kami meletakkan senjata, nanti akan terjadi pembunuhan (pada kami). Dan kami tidak percaya kepadamu dan juga pada pasukanmu." Berkata Khalid, "(Jika demikian) maka tidak ada jaminan bagi kalian (untuk tidak kami perangi), kecuali kalian bersedia melucuti (senjata kalian)." Akhirnya sebagian mau melucuti senjatanya, dan sebagian yang lain bercerai berai.
Dalam riwayat yang lain disebutkan sebagai berikut. Telah sampai Khalid pada kaum itu, dan mereka menyambutnya (seraya bersenjata), maka Khalid berkata, "Siapa kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang muslim, kami telah melaksanakan sholat dan kami membenarkan Muhammad SAW. Kami juga membangun masjid-masjid di tempat kami, dan juga beradzan untuk memanggil orang-orang sholat." Dan disebabkan oleh ucapan Khalid yang kasar, yaitu, "Kalian ini muslim atau kafir?" Maka akhirnya mereka tidak berbuat baik terhadap ucapan keislaman mereka dan seraya berkata, "(Kalau demikian) kami keluar saja dari Islam." Maka Khalid berkata, "Untuk apa kalian memegang senjata" Mereka menjawab, "Sesungguhnya antara kami dan kaum yang lain dari kalangan Bangsa Arab memiliki permusuhan dan kami khawatir bahwa engkau termasuk dari mereka (kaum Arab), oleh karena itu kami (sekarang) memegang senjata." Khalid berkata, "Jika demikian, letakkan senjata kalian!" Akhirnya mereka meletakkan senjata tersebut. Kemudian Khalid berkata lagi, "Menyerahlah kalian untuk menjadi tawanan kami!" Maka sebagian dari mereka akhirnya menyerahkan diperintah menjadi tawanan seraya meletakkan tangan-tangan mereka di belakang pundaknya (sehingga perasaan jengkel mereka terhadap Khalid menjadi bertambah kuat). Khalid membagi-bagikan tawanan tersebut pada sahabat-sahabat yang ikut dengannya. Ketika waktu menjelang Shubuh telah tiba, berserulah ajudan Khalid, "Barang siapa yang membawa tawanan, supaya membunuhnya." Maka Bani Sulaim (yang ikut rombongan perang Khalid) membunuh tawanan yang bersamanya. Sedangkan orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshor radliyallahu 'anhum melepaskan tawanan tersebut (tidak membunuhnya). Ketika kejadian tersebut sampai pada Rasulullah, beliau bersabda, "Ya Allah, sesungguhnya saya berlepas tangan padamu dari perbuatan Khalid tersebut". Dan beliau mengulanginya sampai dua kali.
Ada yang berpendapat (terhadap peristiwa Khalid tersebut), dengan mengatakan bahwa menurut pemahaman Khalid, perkataan mereka : "Kalau begitu kami keluar dari Islam" adalah suatu kesombongan bagi mereka, yang menganggap diri mereka sudah besar dan kuat, serta tidak adanya ketundukan terhadap Islam (sehingga akhirnya Khalid memutuskan untuk menawan mereka). Sedangkan pengingkaran Rasulullah terhadap kejadian tersebut disebabkan ketergesa-gesaan Khalid dalam mengambil keputusan tanpa ada penelitian terlebih dahulu terhadap perkara mereka sebelum mengerti dan memahami maksud ucapan mereka tentang "Kami keluar dari Islam." Padahal pada kesempatan yang lain Rasulullah pernah memuji Khalid bin Walid dengan perkataan sebagai berikut,
"Sebagus-bagusnya hamba Allah dari rumpun Arab adalah Kholid bin Walid, dia adalah pedang dari sekian pedang-pedang Allah, yang Allah menghunusnya terhadap orang-orang kafir dan munafiq."
Maksud dari keterangan ini adalah bahwa kesalahan yang dilakukan Khalid bukan kesalahan fatal, tetapi kesalahan dalam menentukan skala prioritas, mana yang terbaik yang seharusnya dilakukan oleh Khalid, dengan indikasi perkataan Rasulullah bahwa Khalid adalah sebagus-bagusnya hamba Allah sehingga tidak mungkin akan melakukan aktivitas yang kesalahannya sangat fatal dan mengakibatkan ia kufur karenanya.
Demikian juga kisah Sayidina Usamah bin Zaid, seorang yang dicintai Rasulullah SAW dan juga anak dari orang yang dicintai Rasulullah SAW yaitu Zaid bin Haritsah. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Bukhari, dari Abu Dlobyan, ia berkata, "Saya mendengar Usamah bin Zaid berkata, 'Rasulullah SAW mengutus kami ke Huroqoh. Kemudian kami menyerang kaum itu pagi-pagi sekali, sehingga bisa mengalahkan mereka. (Ketika itu) saya dan seorang laki-laki dari kalangan Anshor mengejar seorang laki-laki kaum itu. Tatkala kami bisa menyergapnya maka tiba-tiba ia berkata, "Laa ilaaha illallaah." Kemudian laki-laki Anshor tersebut mencegah/menahan supaya laki-laki dari kaum (Huraqoh) tersebut tidak dibunuh, karena sudah mengucapkan tahlil. Namun saat itu juga saya menusuknya dengan tombak, sehingga ia mati. Ketika berita tersebut sampai pada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda, "Wahai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa ilaaha illallaah ?" Maka saya menjawab, "Ia hanya berlindung dari ucapan itu." Namun Rasulullah terus mengulang-ulang pertanyaan tersebut, sehingga saya menganggap bahwa pada hari itu saya bukan orang Islam (karena merasa bersalah dengan perbuatan tersebut). Dan dalam riwayat yang lain, Rasulullah bersabda kepadanya, "Mengapa tidak kamu bedah saja hatinya, sehingga engkau bisa mengetahui apakah ia jujur atau bohong (terhadap ucapannya itu)." Maka Usamah berkata, "Saya tidak akan memerangi orang-orang yang telah bersaksi bahwa tidak ada ilaah kecuali Allah.' " Riwayat yang juga termasuk menjelaskan topik ini adalah jawaban Ali ra ketika ditanya tentang orang-orang yang menentangnya, apakah kelompok mereka tersebut kufur? Ali menjawab, "Tidak, karena mereka jauh dan berlari dari sifat kufur." Apakah mereka munafiq? Ali menjawab, "Juga tidak, karena orang-orang munafiq tidak berdzikir pada Allah kecuali sedikit saja, sedangkan mereka berdzikir sangat banyak pada Allah SWT." Kalau begitu, apa posisi mereka? Maka Ali menjawab, "Mereka adalah kaum yang tertimpa fitnah, sehingga mereka buta dan tuli (dari kebenaran)." ([1])
TAUDHIH
1. Mencela seorang muslim adalah perbuatan yang dilarang Allah. Karena perbuatan tersebut mampu memecah-belah ukhuwah islamiyyah yang seharusnya dibangun oleh abnaul Islam, agar kekuatan Islam bisa dan mampu menyingkirkan kekuatan dari idiologi-idiologi selain Islam, seperti Sosialis dan Kapitalis.
Ukhuwah yang telah menjadi kekuatan umat Islam tersebut diketahui oleh dunia Barat (Sosialis dan Kapitalislis), dan sekaligus mereka paham akan kelemahan umat Islam, yaitu kerapuhan pemikiran umat Islam, sehingga dapat mempengaruhi kerapuhan ukhuwah islamiyyah. Dari kelemahan umat Islam ini, mereka akhirnya "mengadu domba", dengan berbagai macam dalih, apakah untuk menjaga "perdamaian dunia", atau dengan dalih memerangi teroris dan penjahat-penjahat dunia yang kesemuanya itu diarahkan pada negeri-negeri muslim yang tidak bersedia tunduk pada "Dajjal Modern", yaitu Amerika. Maka lahirlah peperangan antara negeri-negeri muslim, yang semuanya didalangi oleh Amerika dan Rusia, seperti konfrontasi Iran dengan Iraq, Iraq dengan Kuwait, Sudan dengan Mesir, serta perang saudara yang terjadi di Somalia, dan lain sebagainya. Mereka menabur benih permusuhan pada negeri-negeri yang ada di Timur Tengah dengan menjadi juru damai antara Palestina dan Israel, yang berakibat semakin merenggangnya hubungan Sudan dengan Mesir yang menyetujui perdamaian tersebut. Demikian juga di kalangan negeri-negeri Timur Tengah, persahabatan sangat transparan, karena perdamaian antara Palestina dan Israel telah mengukir api kontroversi di antara mereka.
Demikianlah makar-makar Yahudi dan Nasrani yang berusaha menghapus ide-ide Islam di dunia Internasional ini dengan menghancurkan puing-puing ukhuwah islamiyyah. Namun jika umat Islam sadar akan kesalahannya, dan bersedia untuk membangun kembali puing-puing ukhuwah islamiyyah dengan sungguh-sungguh dan serius, maka Allah akan menghancurkan makar-makar mereka, karena dialah sebaik-baik pembuat makar, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ali Imran : 54,
"Mereka itu membuat makar, dan Allah (membalas) dengan makar-Nya, dan Allah-lah sebaik-baik Pembuat makar."
Dan Allah sendiri telah memberi jalan kepada manusia untuk membangun puing-puing ukhuwah islamiyyah, dengan jalan sebagai berikut :
a. Selalu mengadakan ishlah, perbaikan di antara yang bertikai, sebagaimana firman Allah dalam QS Al Hujurat : 10,
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang beriman saja yang bersaudara, maka damaikanlah di antara saudara-saudaramu."
Sedangkan ishlah/perdamaian tidak akan mungkin bisa terjadi, kecuali mengikuti aturan sebagai berikut : Perdamaian itu harus berdasarkan prinsip adil. Yang dimaksud adil di sini adalah sesuai dengan tuntunan syara' yang di dalamnya pasti mengandung mashlahat, sebab di mana ada syara', di situ pasti ada mashlahat.
Allah telah berfirman dalan QS Al Hujurat : 9,
"Hendaklah kamu damaikan keduanya dengan (prinsip) adil, dan berlakulah adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil."
Dan Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil di dunia akan berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari permata di hadapan Allah 'azza wa jalla, karena aktivitasnya yang adil yang dilakukan di dunia." (HR Ibnu Abi Hasim dan An Nasa'i) ([2])
b. Membangun kesamaan dalam pemikiran (konsep-konsep) Islam yang mendasar, sehingga bisa melahirkan kesamaan akan perasaan berislam, dan juga melahirkan kesamaan perasaan cemburu jika Islam dihina. Sehingga yang terjadi akhirnya adalah tolong-menolong dalam kebaikan pada diri umat Islam. Inilah yang akan memperkuat bangunan ukhuwah islamiyyah. (QS Al Maidah : 2)
c. Dengan meningkatkan rasa taqwa pada Allah, sebab dengan rasa taqwa ini akan membuat manusia (umat Islam) takut untuk melanggar aturan-aturan Allah. Dan jika umat Islam sudah ta'at kepada-Nya, dengan rasa taqwa yang tinggi, maka umat Islam bisa membedakan mana yang seharusnya sebagai lawan dan mana yang seharusnya sebagai saudara. (QS Al Hujurat : 10)
d. Dengan tidak melakukan hal-hal yang bersifat mencela/meremehkan kelompok-kelompok lain sesama Islam, dan juga tidak diperbolehkan memanggil dengan sebutan yang tidak disenangi oleh kelompok tersebut, sebab bisa jadi yang mencela/meremehkan itu lebih tercela/remah daripada yang dicela. (QS Al Hujurat : 11)
e. Supaya umat Islam menjauhi sifat-sifat suka ber-su'udzon dengan orang lain, meng-ghibah, memfitnah atau memata-matai untuk mencari kelemahan orang/kelompok lain. (QS Al Hujurat : 12)
Demikianlah cara membangun ukhuwah islamiyyah, sehingga dengan cara itu umat Islam akan kokoh dan kuat.
2. Dari uraian DR. As Sayid Muhammad Alawi Al Maliky Al Hasany di atas,bisa disimpulkan bahwa
a. Orang yang mengucapkan kalimat syahadat tidak boleh diperangi.
b. Orang mengucapkan kalimat syahadat dengan keyakinan dan pembenaran yang pasti akan ucapan itu, maka ia akan masuk surga, meskipun mengerjakan perbuatan maksiat, meskipun harus "mampir" dulu ke neraka untuk membersihkan perbuatan-perbuatan maksiat tersebut, dan perbuatan maksiat yang dilakukannya tidak diyakini sebagai perbuatan yang halal, namun ia melakukannya karena lalai, lupa atau karena kebodohannya tentang hukum-hukum Allah.
Hal ini berdasarkan hujjah sebagai berikut :
Bahwa Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda,
"Dlolim itu ada 3 (tiga), yaitu dlolim yang tidak diampuni Allah dan dlolim yang diampuni- Nya, serta dlolim yang Allah tidak meninggalkan darinya pada sesuatu apapun." ([3])
1. Dholim yang tidak diampuni Allah adalah sirik, menyekutukan Allah dengan yang lain. Ini sesuai dengan firman Allah QS Luqman : 13
"Sesungguhnya sirik itu adalah kedloliman yang besar."
Dan termasuk dalam kategori dlolim di atas adalah bertahkim pada hukum-hukum selain yang dibuat Allah, mencampur sebagian dan membuang sebagian yang lain dari hukum-hukum Allah. Dalam kondisi seperti ini tidak akan diampuni dosa-dosa mereka, meskipun mereka sholat, puasa dan berhaji. Karena mereka telah men-sirikkan dan menandingi hukum-hukum Allah dengan hukum-hukum mereka sendiri. Allah berfirman dalam QS Al-Maidah : 44,
"Barang siapa yang tidak bertahkim dengan hukum Allah maka mereka termasuk orang-orang kafir."
Dalam ayat yang lain disebutkan,
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak bertahkim kepada taghut (selain hukum Islam). Padahal mereka telah diperintah untuk mengingkarinya." (QS An Nisa' : 60)
Demikian juga dalam ayat Allah QS An Nisa' : 150-151,
"... Mereka berkata, 'Kami beriman kepada yang sebagian dan kafir kepada sebagian yang lain ...'"
"Mereka itu adalah orang-orang kafir yang sebenarnya ..."
2. Dholim yang bisa diampuni Allah adalah dholimnya hamba terhadap Tuhannya dalam bentuk perbuatan-perbuatan maksiat, selama tidak menggugurkan keyakinannya pada kalimat Laa ilaaha illallaah dan perbuatan maksiat tersebut dikarenakan kelalaian dan kealpaannya atau karena kebodohannya, maka ia masih termasuk ahli surga, meskipun "mampir" dulu di neraka. Diriwayatkan oleh Syaikhoni dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Tidak seorang hambapun yang berkata Laa ilaaha illallaah, kemudian ia mati dengan tetap pada perkataan tersebut, kecuali ia masuk surga". Saya berkata, "Meskipun berzina dan mencuri?" Rasulullah menjawab, "Meskipun berzina dan mencuri." Saya berkata lagi, "Meskipun berzina dan mencuri?" Beliau menjawab, "Meskipun berzina dan mencuri." (sampai tiga kali). Dan berkata Rasulullah yang keempat kalinya, "Meskipun Abu Dzar terpaksa yang demikian itu ..." ([4])
"Barangsiapa yang mati dan dia tahu bahwa tiada ilaah kecuali Allah maka ia masuk surga" (HR Muslim)[5]
Oleh karena itu, seorang muslim yang sejati harus mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya secara menyeluruh, sehingga bisa masuk surga tanpa mampir dulu ke neraka.
2. Adapun dholim yang ketiga adalah berkaitan dengan pendholiman hamba yang satu dengan hamba yang lain hingga saling menghinakan / merendahkan satu sama lain. Dalam kondisi seperti ini, saling mema'afkan dan saling menghormati akan dapat menghilangkan dosa dholim tersebut.
Demikianlah hujjah dari kesimpulan di atas, bahwa tidak diperkenankan bagi kita untuk memerangi orang-orang Islam yang masih meyakini Laa ilaaha illallaah. Namun jika melihat fakta yang ada sekarang ini, banyak sekali orang-orang yang mengaku Islam, meskipun idiologi mereka adalah idiologi Sosialis dan Kapitalis atau dicampurkan dengan ajaran lokal, seperti Islam Kejawen, Islam Sejati, Gato Loco, Darmo Gandul dan lain sebagainya. Maka sikap kita pada mereka adalah memastikan mereka sebagai orang kufur, karena telah menafikan sebagian hukum-hukum Allah serta mencampurkan dengan hukum-hukum mereka. Dan sebagai hamlud dakwah hendaknya kita berusaha untuk ber-jidal dengan mereka guna mematahkan argumentasi-argumentasi mereka dan membangun argumentasi-argumentasi yang kuat berdasarkan pada nur syari'at Islam. Dan tidak melakukan peperangan dengan mereka, kecuali :
a. Diperintahkan oleh Amirul mu'minin (Penguasa Islam). Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar yang memerintahkan untuk memerangi pembangkang-pembangkang yang tidak membayar zakat.
b. Jika mereka menyerang kita, maka kita wajib mempertahankan diri dan menyerang balik kepada mereka.
Adapun peperangan yang dilakukan oleh para sahabat, seperti sahabat Ali ra dengan Mu'awiyyah ra dan Ali ra dengan Aisyah ra maka dalam hal ini ulama'-ulama' dari kalangan Sunni berpendapat agar tidak mengomentari peperang mereka, sebagaimana yang dikatakan Imam Abu Hanifah, Hasan Al Basriy dan Umar bin Abdul Aziz, di antara mereka berkata,
"Itulah darah-darah yang telah tertumpah, yang Allah membersihkan tanganku daripada percikannya, maka tidaklah aku suka darah itu melumuri lidahku."
Dan juga dikatakan oleh Ahli Hikmah, "Dan apa yang terjadi di antara sahabat, kami memilih sikap diam."
Wallahu A'lam bish Showaab
[1] As Sayid Muhammad Alawi Al Maliky Al Hasany, Mafahim, hal. 7-8
[2] Ibnu Katsir, Mukhtashor, jilid III, hal.363
[3] Ibnu Katsir, Muhtashor, jilid I, hal. 401
[4] Ibnu Katsir, Muhtashor, jilid I, hal. 401
[5] Shohih Muslim, jilid I, hal. 38
Hadits yang cukup menjelaskan topik tersebut adalah hadits yang menceritakan Sayidina Khalid bin Walid ra, ketika bersama Sariyyah (pasukan perang yang tidak dipimpin Rasulullah) untuk mendakwahkan Bani Judzaimah ke jalan Islam. Tatkala Khalid sampai pada Bani Judzaimah, mereka menyambut kedatangan Khalid, maka berkatalah Khalid kepada mereka, "Berislamlah kalian!" Mereka menjawab, "Kami ini adalah orang-orang muslim." Berkata Khalid, "(Kalau begitu) lemparkan senjata-senjata kalian!" Mereka menjawab, "Tidak! Demi Allah, kalau kami meletakkan senjata, nanti akan terjadi pembunuhan (pada kami). Dan kami tidak percaya kepadamu dan juga pada pasukanmu." Berkata Khalid, "(Jika demikian) maka tidak ada jaminan bagi kalian (untuk tidak kami perangi), kecuali kalian bersedia melucuti (senjata kalian)." Akhirnya sebagian mau melucuti senjatanya, dan sebagian yang lain bercerai berai.
Dalam riwayat yang lain disebutkan sebagai berikut. Telah sampai Khalid pada kaum itu, dan mereka menyambutnya (seraya bersenjata), maka Khalid berkata, "Siapa kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang muslim, kami telah melaksanakan sholat dan kami membenarkan Muhammad SAW. Kami juga membangun masjid-masjid di tempat kami, dan juga beradzan untuk memanggil orang-orang sholat." Dan disebabkan oleh ucapan Khalid yang kasar, yaitu, "Kalian ini muslim atau kafir?" Maka akhirnya mereka tidak berbuat baik terhadap ucapan keislaman mereka dan seraya berkata, "(Kalau demikian) kami keluar saja dari Islam." Maka Khalid berkata, "Untuk apa kalian memegang senjata" Mereka menjawab, "Sesungguhnya antara kami dan kaum yang lain dari kalangan Bangsa Arab memiliki permusuhan dan kami khawatir bahwa engkau termasuk dari mereka (kaum Arab), oleh karena itu kami (sekarang) memegang senjata." Khalid berkata, "Jika demikian, letakkan senjata kalian!" Akhirnya mereka meletakkan senjata tersebut. Kemudian Khalid berkata lagi, "Menyerahlah kalian untuk menjadi tawanan kami!" Maka sebagian dari mereka akhirnya menyerahkan diperintah menjadi tawanan seraya meletakkan tangan-tangan mereka di belakang pundaknya (sehingga perasaan jengkel mereka terhadap Khalid menjadi bertambah kuat). Khalid membagi-bagikan tawanan tersebut pada sahabat-sahabat yang ikut dengannya. Ketika waktu menjelang Shubuh telah tiba, berserulah ajudan Khalid, "Barang siapa yang membawa tawanan, supaya membunuhnya." Maka Bani Sulaim (yang ikut rombongan perang Khalid) membunuh tawanan yang bersamanya. Sedangkan orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshor radliyallahu 'anhum melepaskan tawanan tersebut (tidak membunuhnya). Ketika kejadian tersebut sampai pada Rasulullah, beliau bersabda, "Ya Allah, sesungguhnya saya berlepas tangan padamu dari perbuatan Khalid tersebut". Dan beliau mengulanginya sampai dua kali.
Ada yang berpendapat (terhadap peristiwa Khalid tersebut), dengan mengatakan bahwa menurut pemahaman Khalid, perkataan mereka : "Kalau begitu kami keluar dari Islam" adalah suatu kesombongan bagi mereka, yang menganggap diri mereka sudah besar dan kuat, serta tidak adanya ketundukan terhadap Islam (sehingga akhirnya Khalid memutuskan untuk menawan mereka). Sedangkan pengingkaran Rasulullah terhadap kejadian tersebut disebabkan ketergesa-gesaan Khalid dalam mengambil keputusan tanpa ada penelitian terlebih dahulu terhadap perkara mereka sebelum mengerti dan memahami maksud ucapan mereka tentang "Kami keluar dari Islam." Padahal pada kesempatan yang lain Rasulullah pernah memuji Khalid bin Walid dengan perkataan sebagai berikut,
"Sebagus-bagusnya hamba Allah dari rumpun Arab adalah Kholid bin Walid, dia adalah pedang dari sekian pedang-pedang Allah, yang Allah menghunusnya terhadap orang-orang kafir dan munafiq."
Maksud dari keterangan ini adalah bahwa kesalahan yang dilakukan Khalid bukan kesalahan fatal, tetapi kesalahan dalam menentukan skala prioritas, mana yang terbaik yang seharusnya dilakukan oleh Khalid, dengan indikasi perkataan Rasulullah bahwa Khalid adalah sebagus-bagusnya hamba Allah sehingga tidak mungkin akan melakukan aktivitas yang kesalahannya sangat fatal dan mengakibatkan ia kufur karenanya.
Demikian juga kisah Sayidina Usamah bin Zaid, seorang yang dicintai Rasulullah SAW dan juga anak dari orang yang dicintai Rasulullah SAW yaitu Zaid bin Haritsah. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Bukhari, dari Abu Dlobyan, ia berkata, "Saya mendengar Usamah bin Zaid berkata, 'Rasulullah SAW mengutus kami ke Huroqoh. Kemudian kami menyerang kaum itu pagi-pagi sekali, sehingga bisa mengalahkan mereka. (Ketika itu) saya dan seorang laki-laki dari kalangan Anshor mengejar seorang laki-laki kaum itu. Tatkala kami bisa menyergapnya maka tiba-tiba ia berkata, "Laa ilaaha illallaah." Kemudian laki-laki Anshor tersebut mencegah/menahan supaya laki-laki dari kaum (Huraqoh) tersebut tidak dibunuh, karena sudah mengucapkan tahlil. Namun saat itu juga saya menusuknya dengan tombak, sehingga ia mati. Ketika berita tersebut sampai pada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda, "Wahai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa ilaaha illallaah ?" Maka saya menjawab, "Ia hanya berlindung dari ucapan itu." Namun Rasulullah terus mengulang-ulang pertanyaan tersebut, sehingga saya menganggap bahwa pada hari itu saya bukan orang Islam (karena merasa bersalah dengan perbuatan tersebut). Dan dalam riwayat yang lain, Rasulullah bersabda kepadanya, "Mengapa tidak kamu bedah saja hatinya, sehingga engkau bisa mengetahui apakah ia jujur atau bohong (terhadap ucapannya itu)." Maka Usamah berkata, "Saya tidak akan memerangi orang-orang yang telah bersaksi bahwa tidak ada ilaah kecuali Allah.' " Riwayat yang juga termasuk menjelaskan topik ini adalah jawaban Ali ra ketika ditanya tentang orang-orang yang menentangnya, apakah kelompok mereka tersebut kufur? Ali menjawab, "Tidak, karena mereka jauh dan berlari dari sifat kufur." Apakah mereka munafiq? Ali menjawab, "Juga tidak, karena orang-orang munafiq tidak berdzikir pada Allah kecuali sedikit saja, sedangkan mereka berdzikir sangat banyak pada Allah SWT." Kalau begitu, apa posisi mereka? Maka Ali menjawab, "Mereka adalah kaum yang tertimpa fitnah, sehingga mereka buta dan tuli (dari kebenaran)." ([1])
TAUDHIH
1. Mencela seorang muslim adalah perbuatan yang dilarang Allah. Karena perbuatan tersebut mampu memecah-belah ukhuwah islamiyyah yang seharusnya dibangun oleh abnaul Islam, agar kekuatan Islam bisa dan mampu menyingkirkan kekuatan dari idiologi-idiologi selain Islam, seperti Sosialis dan Kapitalis.
Ukhuwah yang telah menjadi kekuatan umat Islam tersebut diketahui oleh dunia Barat (Sosialis dan Kapitalislis), dan sekaligus mereka paham akan kelemahan umat Islam, yaitu kerapuhan pemikiran umat Islam, sehingga dapat mempengaruhi kerapuhan ukhuwah islamiyyah. Dari kelemahan umat Islam ini, mereka akhirnya "mengadu domba", dengan berbagai macam dalih, apakah untuk menjaga "perdamaian dunia", atau dengan dalih memerangi teroris dan penjahat-penjahat dunia yang kesemuanya itu diarahkan pada negeri-negeri muslim yang tidak bersedia tunduk pada "Dajjal Modern", yaitu Amerika. Maka lahirlah peperangan antara negeri-negeri muslim, yang semuanya didalangi oleh Amerika dan Rusia, seperti konfrontasi Iran dengan Iraq, Iraq dengan Kuwait, Sudan dengan Mesir, serta perang saudara yang terjadi di Somalia, dan lain sebagainya. Mereka menabur benih permusuhan pada negeri-negeri yang ada di Timur Tengah dengan menjadi juru damai antara Palestina dan Israel, yang berakibat semakin merenggangnya hubungan Sudan dengan Mesir yang menyetujui perdamaian tersebut. Demikian juga di kalangan negeri-negeri Timur Tengah, persahabatan sangat transparan, karena perdamaian antara Palestina dan Israel telah mengukir api kontroversi di antara mereka.
Demikianlah makar-makar Yahudi dan Nasrani yang berusaha menghapus ide-ide Islam di dunia Internasional ini dengan menghancurkan puing-puing ukhuwah islamiyyah. Namun jika umat Islam sadar akan kesalahannya, dan bersedia untuk membangun kembali puing-puing ukhuwah islamiyyah dengan sungguh-sungguh dan serius, maka Allah akan menghancurkan makar-makar mereka, karena dialah sebaik-baik pembuat makar, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ali Imran : 54,
"Mereka itu membuat makar, dan Allah (membalas) dengan makar-Nya, dan Allah-lah sebaik-baik Pembuat makar."
Dan Allah sendiri telah memberi jalan kepada manusia untuk membangun puing-puing ukhuwah islamiyyah, dengan jalan sebagai berikut :
a. Selalu mengadakan ishlah, perbaikan di antara yang bertikai, sebagaimana firman Allah dalam QS Al Hujurat : 10,
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang beriman saja yang bersaudara, maka damaikanlah di antara saudara-saudaramu."
Sedangkan ishlah/perdamaian tidak akan mungkin bisa terjadi, kecuali mengikuti aturan sebagai berikut : Perdamaian itu harus berdasarkan prinsip adil. Yang dimaksud adil di sini adalah sesuai dengan tuntunan syara' yang di dalamnya pasti mengandung mashlahat, sebab di mana ada syara', di situ pasti ada mashlahat.
Allah telah berfirman dalan QS Al Hujurat : 9,
"Hendaklah kamu damaikan keduanya dengan (prinsip) adil, dan berlakulah adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil."
Dan Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil di dunia akan berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari permata di hadapan Allah 'azza wa jalla, karena aktivitasnya yang adil yang dilakukan di dunia." (HR Ibnu Abi Hasim dan An Nasa'i) ([2])
b. Membangun kesamaan dalam pemikiran (konsep-konsep) Islam yang mendasar, sehingga bisa melahirkan kesamaan akan perasaan berislam, dan juga melahirkan kesamaan perasaan cemburu jika Islam dihina. Sehingga yang terjadi akhirnya adalah tolong-menolong dalam kebaikan pada diri umat Islam. Inilah yang akan memperkuat bangunan ukhuwah islamiyyah. (QS Al Maidah : 2)
c. Dengan meningkatkan rasa taqwa pada Allah, sebab dengan rasa taqwa ini akan membuat manusia (umat Islam) takut untuk melanggar aturan-aturan Allah. Dan jika umat Islam sudah ta'at kepada-Nya, dengan rasa taqwa yang tinggi, maka umat Islam bisa membedakan mana yang seharusnya sebagai lawan dan mana yang seharusnya sebagai saudara. (QS Al Hujurat : 10)
d. Dengan tidak melakukan hal-hal yang bersifat mencela/meremehkan kelompok-kelompok lain sesama Islam, dan juga tidak diperbolehkan memanggil dengan sebutan yang tidak disenangi oleh kelompok tersebut, sebab bisa jadi yang mencela/meremehkan itu lebih tercela/remah daripada yang dicela. (QS Al Hujurat : 11)
e. Supaya umat Islam menjauhi sifat-sifat suka ber-su'udzon dengan orang lain, meng-ghibah, memfitnah atau memata-matai untuk mencari kelemahan orang/kelompok lain. (QS Al Hujurat : 12)
Demikianlah cara membangun ukhuwah islamiyyah, sehingga dengan cara itu umat Islam akan kokoh dan kuat.
2. Dari uraian DR. As Sayid Muhammad Alawi Al Maliky Al Hasany di atas,bisa disimpulkan bahwa
a. Orang yang mengucapkan kalimat syahadat tidak boleh diperangi.
b. Orang mengucapkan kalimat syahadat dengan keyakinan dan pembenaran yang pasti akan ucapan itu, maka ia akan masuk surga, meskipun mengerjakan perbuatan maksiat, meskipun harus "mampir" dulu ke neraka untuk membersihkan perbuatan-perbuatan maksiat tersebut, dan perbuatan maksiat yang dilakukannya tidak diyakini sebagai perbuatan yang halal, namun ia melakukannya karena lalai, lupa atau karena kebodohannya tentang hukum-hukum Allah.
Hal ini berdasarkan hujjah sebagai berikut :
Bahwa Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda,
"Dlolim itu ada 3 (tiga), yaitu dlolim yang tidak diampuni Allah dan dlolim yang diampuni- Nya, serta dlolim yang Allah tidak meninggalkan darinya pada sesuatu apapun." ([3])
1. Dholim yang tidak diampuni Allah adalah sirik, menyekutukan Allah dengan yang lain. Ini sesuai dengan firman Allah QS Luqman : 13
"Sesungguhnya sirik itu adalah kedloliman yang besar."
Dan termasuk dalam kategori dlolim di atas adalah bertahkim pada hukum-hukum selain yang dibuat Allah, mencampur sebagian dan membuang sebagian yang lain dari hukum-hukum Allah. Dalam kondisi seperti ini tidak akan diampuni dosa-dosa mereka, meskipun mereka sholat, puasa dan berhaji. Karena mereka telah men-sirikkan dan menandingi hukum-hukum Allah dengan hukum-hukum mereka sendiri. Allah berfirman dalam QS Al-Maidah : 44,
"Barang siapa yang tidak bertahkim dengan hukum Allah maka mereka termasuk orang-orang kafir."
Dalam ayat yang lain disebutkan,
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak bertahkim kepada taghut (selain hukum Islam). Padahal mereka telah diperintah untuk mengingkarinya." (QS An Nisa' : 60)
Demikian juga dalam ayat Allah QS An Nisa' : 150-151,
"... Mereka berkata, 'Kami beriman kepada yang sebagian dan kafir kepada sebagian yang lain ...'"
"Mereka itu adalah orang-orang kafir yang sebenarnya ..."
2. Dholim yang bisa diampuni Allah adalah dholimnya hamba terhadap Tuhannya dalam bentuk perbuatan-perbuatan maksiat, selama tidak menggugurkan keyakinannya pada kalimat Laa ilaaha illallaah dan perbuatan maksiat tersebut dikarenakan kelalaian dan kealpaannya atau karena kebodohannya, maka ia masih termasuk ahli surga, meskipun "mampir" dulu di neraka. Diriwayatkan oleh Syaikhoni dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Tidak seorang hambapun yang berkata Laa ilaaha illallaah, kemudian ia mati dengan tetap pada perkataan tersebut, kecuali ia masuk surga". Saya berkata, "Meskipun berzina dan mencuri?" Rasulullah menjawab, "Meskipun berzina dan mencuri." Saya berkata lagi, "Meskipun berzina dan mencuri?" Beliau menjawab, "Meskipun berzina dan mencuri." (sampai tiga kali). Dan berkata Rasulullah yang keempat kalinya, "Meskipun Abu Dzar terpaksa yang demikian itu ..." ([4])
"Barangsiapa yang mati dan dia tahu bahwa tiada ilaah kecuali Allah maka ia masuk surga" (HR Muslim)[5]
Oleh karena itu, seorang muslim yang sejati harus mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya secara menyeluruh, sehingga bisa masuk surga tanpa mampir dulu ke neraka.
2. Adapun dholim yang ketiga adalah berkaitan dengan pendholiman hamba yang satu dengan hamba yang lain hingga saling menghinakan / merendahkan satu sama lain. Dalam kondisi seperti ini, saling mema'afkan dan saling menghormati akan dapat menghilangkan dosa dholim tersebut.
Demikianlah hujjah dari kesimpulan di atas, bahwa tidak diperkenankan bagi kita untuk memerangi orang-orang Islam yang masih meyakini Laa ilaaha illallaah. Namun jika melihat fakta yang ada sekarang ini, banyak sekali orang-orang yang mengaku Islam, meskipun idiologi mereka adalah idiologi Sosialis dan Kapitalis atau dicampurkan dengan ajaran lokal, seperti Islam Kejawen, Islam Sejati, Gato Loco, Darmo Gandul dan lain sebagainya. Maka sikap kita pada mereka adalah memastikan mereka sebagai orang kufur, karena telah menafikan sebagian hukum-hukum Allah serta mencampurkan dengan hukum-hukum mereka. Dan sebagai hamlud dakwah hendaknya kita berusaha untuk ber-jidal dengan mereka guna mematahkan argumentasi-argumentasi mereka dan membangun argumentasi-argumentasi yang kuat berdasarkan pada nur syari'at Islam. Dan tidak melakukan peperangan dengan mereka, kecuali :
a. Diperintahkan oleh Amirul mu'minin (Penguasa Islam). Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar yang memerintahkan untuk memerangi pembangkang-pembangkang yang tidak membayar zakat.
b. Jika mereka menyerang kita, maka kita wajib mempertahankan diri dan menyerang balik kepada mereka.
Adapun peperangan yang dilakukan oleh para sahabat, seperti sahabat Ali ra dengan Mu'awiyyah ra dan Ali ra dengan Aisyah ra maka dalam hal ini ulama'-ulama' dari kalangan Sunni berpendapat agar tidak mengomentari peperang mereka, sebagaimana yang dikatakan Imam Abu Hanifah, Hasan Al Basriy dan Umar bin Abdul Aziz, di antara mereka berkata,
"Itulah darah-darah yang telah tertumpah, yang Allah membersihkan tanganku daripada percikannya, maka tidaklah aku suka darah itu melumuri lidahku."
Dan juga dikatakan oleh Ahli Hikmah, "Dan apa yang terjadi di antara sahabat, kami memilih sikap diam."
Wallahu A'lam bish Showaab
[1] As Sayid Muhammad Alawi Al Maliky Al Hasany, Mafahim, hal. 7-8
[2] Ibnu Katsir, Mukhtashor, jilid III, hal.363
[3] Ibnu Katsir, Muhtashor, jilid I, hal. 401
[4] Ibnu Katsir, Muhtashor, jilid I, hal. 401
[5] Shohih Muslim, jilid I, hal. 38
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» Berdasarkan QS. 2:191 & QS. 22:40, Muslim Pasca Rasulullah, Tidaklah Dapat Dikatakan "Memerangi"
» hikmah adanya maksiat dan kekufuran
» Jack Sparrow adalah seorang muslim
» sholat adalah kewajiban bagi muslim
» Kenafa muslim terus berusaha menyangkal kalo ISLAM adalah anti kristus ???
» hikmah adanya maksiat dan kekufuran
» Jack Sparrow adalah seorang muslim
» sholat adalah kewajiban bagi muslim
» Kenafa muslim terus berusaha menyangkal kalo ISLAM adalah anti kristus ???
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik