menggagas kebangkitan islam
Halaman 1 dari 1 • Share
menggagas kebangkitan islam
Allah SWT menciptakan manusia dengan dua ketentuan: ketentuan bersifat mutlak sebagai kehendak Allah yang disebut iradah kauniyyah, dan ketentuan yang menghendaki menusia berjalan menuju kepada kebenaran, atau disebut iradah syar'iyyah. Dalam iradah kauniyyah, manusia tidak dimintai pertanggungjawaban atas kehendak Allah yang terjadi padanya; mengapa ia menjadi seorang pria atau wanita, mengapa mukanya oval atau bulat, mengapa berbadan tinggi, dan yang semacamnya.
Ketentuan kedua Allah, iIradah syar'iyyah, menghendaki manusia berjalan menuju kebenaran. Untuk tujuan tersebut, Allah memberikan sejumlah perangkat. Pengutusan para rasul yang ditutup oleh Nabi kita, Muhammad saw. adalah salah satunya. Barang siapa yang menerima dan memegang komitmen dalam hidupnya sesuai dengan kehendak Allah, dia selamat dunia maupun akhirat (lihat An-Nahl: 97). Tetapi sebaliknya, jika menolak dengan berpegang pada isme-isme buatan jin dan manusia, dia tersesat di dunia dan merugi di akhirat (lihat Taha: 124--126). Atas dasar itu, terjadilah tarik-menarik antara kebenaran dan kebatilan. Bendera kebenaran dibawa oleh para Nabi, sedangkan bendera kebatilan dibawa oleh para setan dari jin dan manusia (Al-An'am: 112). Maka, sejak iblis diusir dari neraka, dia bersumpah untuk menyesatkan seluruh manusia, kecuali hamba Allah yang bersyukur (Al-A'raf: 12--18). Upaya penyesatan itu berlangsung sampai hari kiamat. Maka, sejak itu terjadi dua kelompok yang tarik-menarik, seperti firman Allah SWT yang artinya, "Orang yang beriman di jalan Allah, sedangkan orang-orang kafir berjuang di jalan tagut, maka perangilah pembela-pembela setan, sesungguhnya tipu daya setan itu lemah." (An-Nisa: 76).
Upaya perusakan setan dilakukan melalui dua arah. Pertama, fitnah syubhat berupa wacana pemikiran dan keyakinan yang berlawanan dengan kebenaran. Fitnah ini diusung oleh non-muslim (baca: kafir) atau juga lewat orang muslim yang berpenyakit (baca: munafik). Kedua, fitnah syahwat dalam perilaku seksual. Jika seorang muslim terkena salah satu fitnah tersebut atau bahkan keduanya, daya memperjuangkan Islamnya akan lumpuh.
Dalam melumpuhkan kekuatan umat Islam, musuh-musuh Islam menggunakan segala macam cara yang terus-menerus dikembangkan, baik melalui eksternal (vis to vis dengan kaum muslimin), maupun internal (pembusukan dari dalam). Hal itu dilakukan sepanjang sejarah perjuangan umat Islam, sejak dari negara pimpinan Nabi, lalu dinasti Umayyah, Abbasiyyah, dinasti-dinasti lain, dan sampai yang terakhir, Utsmaniyah. Dicatat oleh Dr. Abdul Halim dalam kitabnya, Sebab-Sebab Kejatuhan 30 Negara Islam), bahwa kejatuhan negara-negara Islam umumnya disebabkan oleh hal-hal di atas; dari penyimpangan ideologi sampai penyimpangan moralitas.
Faktor Eksternal yang Menggerogoti Umat Islam
Kerja sama zionisme dan salibisme internasional dalam menghadapi umat Islam dicatat Dr. Umar al-Faruk dalam bukunya Segi Tiga: Penjajahan, Orientalisme, dan Kristenisasi sebagai usaha yang memporakporandakan kekuatan umat Islam di seluruh dunia.
Jika menengok kepada lembaran kelam penjajahan atas negeri ini, kita akan melihat bagaimana Portugal, Inggris, dan Belanda menjadikan segi tiga doktrin di atas (penjajahan, orientalisme, dan kristenisasi) menjadi suatu acuan langkah kongkret usaha mereka, dan ternyata berhasil mengangkangi umat Islam Indonesia selama berabad-abad. Mereka memperlakukan umat Islam sekehendaknya, dan bagi yang menentang, dikenakan tuduhan ektremis, fundamentalis, dan lain-lain.
Ketika penjajah sudah hengkang, peranan mereka digantikan oleh kaum intelektual yang menjadi perpanjangan tangan para orientalis dengan mengampanyekan paham-paham mereka atas nama nasionalisme, modernisme, sekularisasi, desakralisasi, reaktualisasi, pribumisasi, dan semacamnya. Hal ini diungkap R. William Lidle dalam bukunya Islam, Politik, dan Modernisasi. Di antara wacana-wacana itu, yang kini lumayan naik daun adalah Islam Liberal.
Wacana Islam Liberal memang telah mendominasi para intelektual kita, dan terus berkembang seiring intensitas kajian mereka. Greg Burton dalam bukunya Islam Liberal di Indonesia menyebutkan, paling tidak ada tiga nama besar pembawa gagasan paham ini di Indonesia, yaitu Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, dan Johan Effendi.
Ditinjau dari sudut pemerintahan, perjalanan peran umat Islam dipegang oleh tiga elemen. Pertama, elemen nasionalis muslim yang dipelopori Soekarno, dilanjutkan oleh Soeharto, lalu Habibie. Mereka adalah tipe pemimpin sekular yang mengadopsi paham Islam formalistik. Kepemimpinan model ini telah gagal menciptakan kesejahteraan umat, bahkan keadaannya malah termarjinalkan. Kedua, elemen kelompok modernis dan Islam liberal. Di bawah kepemimpinan Gus Dur, model ini juga terbukti gagal. Ketiga, elemen yang membuat kaum kafirin sangat khawatir akan perkembangannya; fundamentalis, demikian sebut mereka. Sebuah elemen yang nantinya akan membawa kemenangan dan kesejahteraan bagi Islam melalui kekuasaan secara de facto dan de jure.
Roger Garaudy menyebut fundamentalisme sebagai antitesis bagi sekularisme. Sementara, mantan presiden Amerika, Richard Nixon, setidaknya menginventarisasi lima pemicu munculnya kaum fundamentalis dalam Islam. Pertama, mereka yang digerakkan kebencian terhadap Barat/anti-Barat. Kedua, mereka yang bersikeras mengembalikan peradaban Islam masa lampau. Ketiga, mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam. Keempat, mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara. Kelima, mereka yang menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun masa depan, mereka ini bukan orang-orang konservatif namun cukup revolusioner (Adian Husaini, Yusril Versus Masyumi, hlm. 49).
Fundamentalisme benar-benar dianggap ancaman oleh blok kafir yang dikomandoi Barat. Mata dunia terbuka lebar ketika menyaksikan Sovyet yang kokoh bertekuk lutut di hadapan para mujahidin Afghanistan yang oleh mereka disebut muslim fundamentalis. Sebuah bukti bahwa kekuatan fisik dan mesin-mesin perang tidak cukup ampuh melawan gelora jihad (mereka menyebutnya fundamentalisme). Maka, tidak mengherankan jika kemudian tesis Samuel Huntington The Class of Civilisation/Benturan Peradaban dijadikan kemudi untuk menyudutkan umat Islam di seluruh dunia. Lalu dibuatlah isu terorisme untuk membungkam gelora jihad umat Islam sehingga ia tidak mempunyai perlawanan lagi. Betul kata Nabi saw. yang artinya, "Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad, kecuali akan hina."
Adapun gerakan Kristenisasi yang berjalan terus semenjak masa penjajahan hingga kini, imbasnya jelas-jelas dirasakan oleh umat Islam di berbagai pelosok daerah. Grafik statistik kependudukan tentang kuantitas kaum muslimin yang menurun drastis adalah bukti yang otentik. Padahal, Indonesia mempunyai piranti undang-undang yang melarang pemaksaan agama.
Jika memperhatikan keadaan umat Islam, akan kita dapati berbagai indikasi dekadensi di hampir seluruh aspek kehidupan, baik akidah, ibadah, ataupun moralitas. Fenomena kemusyrikan terjadi di mana-mana. Di antara yang paling menonjol adalah praktik perdukunan. Ditambah lagi dengan pesatnya perkembangan aliran-aliran sesat yang memanfaatkan kebodohan umat.
Dalam ibadah ritual, umat Islam masih jauh dari masjid, terutama salat subuh. Dari segi moralitas, sudah nyata-nyata bobrok. Sebagai ilustrasi, Jakarta yang penduduknya 80% muslim, dengan jumlah masjid 2.400, musala 5.500, dan majlis taklim 6.750 (data statistik 1997), mencetak rekor tertinggi dalam peredaran narkoba skala nasional, sekitar 60% . Sedang sisanya, tersebar di wilayah-wilayah lainnya.
Budaya munafik, sikap ulama yang tidak berpihak kepada umat dalam bentuk pembodohan atas nama ketaatan, sikap para penguasa muslim dengan komitmen Islam yang lemah, sikap masa bodoh para pengusaha muslim dalam mengentaskan kemiskinan, dan tampilnya ulama-ulama kagetan yang bodoh tetapi sok pintar, serta berbagai macam penyakit umat yang sudah sangat kronis, pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama dengan melibatkan semua elemen umat Islam yang terampil untuk bangkit menyelamatkan umat dari jurang kehancuran, dari kezaliman menuju keadilan Islam, dari kebodohan menuju kesadaran Islam.
Dakwah sebagai Solusi bagi Problematika Umat Islam Indonesia
Jika ditinjau lebih jauh, masyarakat muslim di berbagai pelosok Indonesia terpecah-pecah dalam berbagai sekat kelompok, organisasi dan model dakwah variatif lainnya, dengan klaim masing-masing kelompok paling benar. Realita itulah yang menyebabkan kekuatan dakwah tercecer.
Berbicara tentang dakwah, berarti berbicara risalah Islam. Sudahkah ia terimplementasi dengan baik? Seberapa jauh pemahaman dai kita tentang metode dakwah Rasulullah? Seberapa banyak dai yang diterjunkan ke dalam masyarakat? Setingkat apa kualifikasi mereka? Bagaimana intensifitas dakwah mereka? Sejauh mana mereka dapat menghindarkan masyarakat muslim dari keterperosokan moral? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk direnungkan, mengingat bahwa kebangkitan umat Islam dari multidekadensi yang dialaminya sangat bergantung pada keberhasilan peranan dakwah.
Dalam tataran lokal (Indonesia), kelemahan dakwah telah sampai pada tingkat yang luar biasa, sehingga sulit mengharapkan sebuah kebangkitan Islam dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi kelemahan tersebut antara lain:
1. masih meratanya tingkat kebodohan tentang Islam;
2. banyaknya syirik, bidah, khurafat dan takhayul;
3. dekadensi moral yang mengerikan;
4. permusuhan antarumat yang kerap terjadi hanya karena sebuah perbedaan;
5. integritas pribadi para dai yang bermasalah;
6. masjid-masjid banyak kosong dan difungsikan hanya untuk salat;
7. pendidikan agama di sekolah-sekolah mengkhawatirkan;
8. mayoritas masyarakat muslim enggan menampakkan penampilan Islamnya;
9. banyak daerah yang tidak terjamah dakwah, karena kurangnya dai dan diperparah oleh penyebaran aliran sesat yang sangat luas;
10. fanatisme masing-masing kelompok yang sulit dipertemukan satu sama lain;
11. dan lain-lain.
Hal tersebut di atas masih sangat sedikit. Jika mau, deretan antrian masalah masih bisa diungkap. Itulah penyakit masyarakat yang harus segera diobati oleh para dai. Bagaimanapun, dai adalah satu-satunya dokter bagi penyakit kronis umat ini. Tentunya ia sendiri harus sehat/terbebas dari berbagai penyakit itu. Imam Syafii berkata, "Dai itu bagaikan dokter. Kalau dokternya sakit, bagaimana umatnya?"
Apa Solusinya?
Seperti kata Imam Malik rhm., umat Islam di akhir zaman tidak akan berjaya apabila tidak menapaki jejak yang ditempuh salaf as-shalih (orang-orang terdahulu yang saleh).
Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma'ad menyebutkan 13 langkah yang ditempuh Nabi saw. dalam membangun umat sebagai refleksi-realitatif perintah Allah, "Dan berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad …." (Al-Hajj: 78)
Langkah-langkah itu berupa langkah perbaikan pribadi melalui empat tahapan. Pertama, menguatkan keimanan. Kedua, beramal saleh. Ketiga, berdakwah. Keempat, sabar dalam proses berdakwah.
Kemudian, langkah membentengi pengaruh setan yang datang dari dua arah: fitnah syubhat dan fitnah shahwat.
Lalu, langkah menghadapi orang-orang zalim melalui tiga tahapan. Pertama, mengubah kemungkaran mereka dengan tangan. Kedua, dengan lisan. Ketiga, menolak dengan hati.
Berikutnya, langkah menghadapi kaum kafir melalui empat tahapan. Pertama, menghadapi mereka dengan lisan. Kedua, dengan jiwa. Ketiga, dengan harta. Keempat, menolak mereka dengan kalbu (hati).
Semua hal terus dilakukan Nabi saw melalui pembinaan terus-menerus kepada para sahabat, dengan basis rumah dan masjid. Dari dua tempat itu, mereka berhasil membentuk persaudaraan umat yang kokoh, membentengi mereka dari pengaruh luar yang negatif melalui perjanjian Madinah, dan menyusun kekuatan untuk menghalau musuh.
Kondisi kita memerlukan sebuah kebersamaan semua elemen umat. Para pejabat dan politikus muslim hendaknya menegakkan keadilan Islam. Para ulama, intelektual, dan aktifis dakwah serempak menimba ilmu dan mengarahkan umat. Para pengusaha dan ekonom muslim memegang peranan dengan kedermawanan mereka. Para pemuda dan pejuang Islam menjaga umat dengan keberanian dan kekuatannya. Sedangkan orang-orang saleh memberikan suri teladan bagi umat ini.
Koordinasi antarelemen umat adalah bagian dari keberhasilan langkah, sedangkan target-target strategis maupun taktis merupakan kemudi bagi keberlangsungan umat dalam jangka pendek dan panjang.
Dengan cara demikian, mudah-mudahan kita mampu menjawab tuduhan terorisme yang berkonotasi negatif itu. Maka, kita perlua membuat jaringan dakwah secara nasional dan internasional: jaringan pendidikan, jaringan ekonomi, jaringan politik, dan sebagainya. Wallhu 'alam bi ash-shawab. (Farid Achmad Okbah)
Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Ketentuan kedua Allah, iIradah syar'iyyah, menghendaki manusia berjalan menuju kebenaran. Untuk tujuan tersebut, Allah memberikan sejumlah perangkat. Pengutusan para rasul yang ditutup oleh Nabi kita, Muhammad saw. adalah salah satunya. Barang siapa yang menerima dan memegang komitmen dalam hidupnya sesuai dengan kehendak Allah, dia selamat dunia maupun akhirat (lihat An-Nahl: 97). Tetapi sebaliknya, jika menolak dengan berpegang pada isme-isme buatan jin dan manusia, dia tersesat di dunia dan merugi di akhirat (lihat Taha: 124--126). Atas dasar itu, terjadilah tarik-menarik antara kebenaran dan kebatilan. Bendera kebenaran dibawa oleh para Nabi, sedangkan bendera kebatilan dibawa oleh para setan dari jin dan manusia (Al-An'am: 112). Maka, sejak iblis diusir dari neraka, dia bersumpah untuk menyesatkan seluruh manusia, kecuali hamba Allah yang bersyukur (Al-A'raf: 12--18). Upaya penyesatan itu berlangsung sampai hari kiamat. Maka, sejak itu terjadi dua kelompok yang tarik-menarik, seperti firman Allah SWT yang artinya, "Orang yang beriman di jalan Allah, sedangkan orang-orang kafir berjuang di jalan tagut, maka perangilah pembela-pembela setan, sesungguhnya tipu daya setan itu lemah." (An-Nisa: 76).
Upaya perusakan setan dilakukan melalui dua arah. Pertama, fitnah syubhat berupa wacana pemikiran dan keyakinan yang berlawanan dengan kebenaran. Fitnah ini diusung oleh non-muslim (baca: kafir) atau juga lewat orang muslim yang berpenyakit (baca: munafik). Kedua, fitnah syahwat dalam perilaku seksual. Jika seorang muslim terkena salah satu fitnah tersebut atau bahkan keduanya, daya memperjuangkan Islamnya akan lumpuh.
Dalam melumpuhkan kekuatan umat Islam, musuh-musuh Islam menggunakan segala macam cara yang terus-menerus dikembangkan, baik melalui eksternal (vis to vis dengan kaum muslimin), maupun internal (pembusukan dari dalam). Hal itu dilakukan sepanjang sejarah perjuangan umat Islam, sejak dari negara pimpinan Nabi, lalu dinasti Umayyah, Abbasiyyah, dinasti-dinasti lain, dan sampai yang terakhir, Utsmaniyah. Dicatat oleh Dr. Abdul Halim dalam kitabnya, Sebab-Sebab Kejatuhan 30 Negara Islam), bahwa kejatuhan negara-negara Islam umumnya disebabkan oleh hal-hal di atas; dari penyimpangan ideologi sampai penyimpangan moralitas.
Faktor Eksternal yang Menggerogoti Umat Islam
Kerja sama zionisme dan salibisme internasional dalam menghadapi umat Islam dicatat Dr. Umar al-Faruk dalam bukunya Segi Tiga: Penjajahan, Orientalisme, dan Kristenisasi sebagai usaha yang memporakporandakan kekuatan umat Islam di seluruh dunia.
Jika menengok kepada lembaran kelam penjajahan atas negeri ini, kita akan melihat bagaimana Portugal, Inggris, dan Belanda menjadikan segi tiga doktrin di atas (penjajahan, orientalisme, dan kristenisasi) menjadi suatu acuan langkah kongkret usaha mereka, dan ternyata berhasil mengangkangi umat Islam Indonesia selama berabad-abad. Mereka memperlakukan umat Islam sekehendaknya, dan bagi yang menentang, dikenakan tuduhan ektremis, fundamentalis, dan lain-lain.
Ketika penjajah sudah hengkang, peranan mereka digantikan oleh kaum intelektual yang menjadi perpanjangan tangan para orientalis dengan mengampanyekan paham-paham mereka atas nama nasionalisme, modernisme, sekularisasi, desakralisasi, reaktualisasi, pribumisasi, dan semacamnya. Hal ini diungkap R. William Lidle dalam bukunya Islam, Politik, dan Modernisasi. Di antara wacana-wacana itu, yang kini lumayan naik daun adalah Islam Liberal.
Wacana Islam Liberal memang telah mendominasi para intelektual kita, dan terus berkembang seiring intensitas kajian mereka. Greg Burton dalam bukunya Islam Liberal di Indonesia menyebutkan, paling tidak ada tiga nama besar pembawa gagasan paham ini di Indonesia, yaitu Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, dan Johan Effendi.
Ditinjau dari sudut pemerintahan, perjalanan peran umat Islam dipegang oleh tiga elemen. Pertama, elemen nasionalis muslim yang dipelopori Soekarno, dilanjutkan oleh Soeharto, lalu Habibie. Mereka adalah tipe pemimpin sekular yang mengadopsi paham Islam formalistik. Kepemimpinan model ini telah gagal menciptakan kesejahteraan umat, bahkan keadaannya malah termarjinalkan. Kedua, elemen kelompok modernis dan Islam liberal. Di bawah kepemimpinan Gus Dur, model ini juga terbukti gagal. Ketiga, elemen yang membuat kaum kafirin sangat khawatir akan perkembangannya; fundamentalis, demikian sebut mereka. Sebuah elemen yang nantinya akan membawa kemenangan dan kesejahteraan bagi Islam melalui kekuasaan secara de facto dan de jure.
Roger Garaudy menyebut fundamentalisme sebagai antitesis bagi sekularisme. Sementara, mantan presiden Amerika, Richard Nixon, setidaknya menginventarisasi lima pemicu munculnya kaum fundamentalis dalam Islam. Pertama, mereka yang digerakkan kebencian terhadap Barat/anti-Barat. Kedua, mereka yang bersikeras mengembalikan peradaban Islam masa lampau. Ketiga, mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam. Keempat, mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara. Kelima, mereka yang menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun masa depan, mereka ini bukan orang-orang konservatif namun cukup revolusioner (Adian Husaini, Yusril Versus Masyumi, hlm. 49).
Fundamentalisme benar-benar dianggap ancaman oleh blok kafir yang dikomandoi Barat. Mata dunia terbuka lebar ketika menyaksikan Sovyet yang kokoh bertekuk lutut di hadapan para mujahidin Afghanistan yang oleh mereka disebut muslim fundamentalis. Sebuah bukti bahwa kekuatan fisik dan mesin-mesin perang tidak cukup ampuh melawan gelora jihad (mereka menyebutnya fundamentalisme). Maka, tidak mengherankan jika kemudian tesis Samuel Huntington The Class of Civilisation/Benturan Peradaban dijadikan kemudi untuk menyudutkan umat Islam di seluruh dunia. Lalu dibuatlah isu terorisme untuk membungkam gelora jihad umat Islam sehingga ia tidak mempunyai perlawanan lagi. Betul kata Nabi saw. yang artinya, "Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad, kecuali akan hina."
Adapun gerakan Kristenisasi yang berjalan terus semenjak masa penjajahan hingga kini, imbasnya jelas-jelas dirasakan oleh umat Islam di berbagai pelosok daerah. Grafik statistik kependudukan tentang kuantitas kaum muslimin yang menurun drastis adalah bukti yang otentik. Padahal, Indonesia mempunyai piranti undang-undang yang melarang pemaksaan agama.
Jika memperhatikan keadaan umat Islam, akan kita dapati berbagai indikasi dekadensi di hampir seluruh aspek kehidupan, baik akidah, ibadah, ataupun moralitas. Fenomena kemusyrikan terjadi di mana-mana. Di antara yang paling menonjol adalah praktik perdukunan. Ditambah lagi dengan pesatnya perkembangan aliran-aliran sesat yang memanfaatkan kebodohan umat.
Dalam ibadah ritual, umat Islam masih jauh dari masjid, terutama salat subuh. Dari segi moralitas, sudah nyata-nyata bobrok. Sebagai ilustrasi, Jakarta yang penduduknya 80% muslim, dengan jumlah masjid 2.400, musala 5.500, dan majlis taklim 6.750 (data statistik 1997), mencetak rekor tertinggi dalam peredaran narkoba skala nasional, sekitar 60% . Sedang sisanya, tersebar di wilayah-wilayah lainnya.
Budaya munafik, sikap ulama yang tidak berpihak kepada umat dalam bentuk pembodohan atas nama ketaatan, sikap para penguasa muslim dengan komitmen Islam yang lemah, sikap masa bodoh para pengusaha muslim dalam mengentaskan kemiskinan, dan tampilnya ulama-ulama kagetan yang bodoh tetapi sok pintar, serta berbagai macam penyakit umat yang sudah sangat kronis, pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama dengan melibatkan semua elemen umat Islam yang terampil untuk bangkit menyelamatkan umat dari jurang kehancuran, dari kezaliman menuju keadilan Islam, dari kebodohan menuju kesadaran Islam.
Dakwah sebagai Solusi bagi Problematika Umat Islam Indonesia
Jika ditinjau lebih jauh, masyarakat muslim di berbagai pelosok Indonesia terpecah-pecah dalam berbagai sekat kelompok, organisasi dan model dakwah variatif lainnya, dengan klaim masing-masing kelompok paling benar. Realita itulah yang menyebabkan kekuatan dakwah tercecer.
Berbicara tentang dakwah, berarti berbicara risalah Islam. Sudahkah ia terimplementasi dengan baik? Seberapa jauh pemahaman dai kita tentang metode dakwah Rasulullah? Seberapa banyak dai yang diterjunkan ke dalam masyarakat? Setingkat apa kualifikasi mereka? Bagaimana intensifitas dakwah mereka? Sejauh mana mereka dapat menghindarkan masyarakat muslim dari keterperosokan moral? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk direnungkan, mengingat bahwa kebangkitan umat Islam dari multidekadensi yang dialaminya sangat bergantung pada keberhasilan peranan dakwah.
Dalam tataran lokal (Indonesia), kelemahan dakwah telah sampai pada tingkat yang luar biasa, sehingga sulit mengharapkan sebuah kebangkitan Islam dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi kelemahan tersebut antara lain:
1. masih meratanya tingkat kebodohan tentang Islam;
2. banyaknya syirik, bidah, khurafat dan takhayul;
3. dekadensi moral yang mengerikan;
4. permusuhan antarumat yang kerap terjadi hanya karena sebuah perbedaan;
5. integritas pribadi para dai yang bermasalah;
6. masjid-masjid banyak kosong dan difungsikan hanya untuk salat;
7. pendidikan agama di sekolah-sekolah mengkhawatirkan;
8. mayoritas masyarakat muslim enggan menampakkan penampilan Islamnya;
9. banyak daerah yang tidak terjamah dakwah, karena kurangnya dai dan diperparah oleh penyebaran aliran sesat yang sangat luas;
10. fanatisme masing-masing kelompok yang sulit dipertemukan satu sama lain;
11. dan lain-lain.
Hal tersebut di atas masih sangat sedikit. Jika mau, deretan antrian masalah masih bisa diungkap. Itulah penyakit masyarakat yang harus segera diobati oleh para dai. Bagaimanapun, dai adalah satu-satunya dokter bagi penyakit kronis umat ini. Tentunya ia sendiri harus sehat/terbebas dari berbagai penyakit itu. Imam Syafii berkata, "Dai itu bagaikan dokter. Kalau dokternya sakit, bagaimana umatnya?"
Apa Solusinya?
Seperti kata Imam Malik rhm., umat Islam di akhir zaman tidak akan berjaya apabila tidak menapaki jejak yang ditempuh salaf as-shalih (orang-orang terdahulu yang saleh).
Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma'ad menyebutkan 13 langkah yang ditempuh Nabi saw. dalam membangun umat sebagai refleksi-realitatif perintah Allah, "Dan berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad …." (Al-Hajj: 78)
Langkah-langkah itu berupa langkah perbaikan pribadi melalui empat tahapan. Pertama, menguatkan keimanan. Kedua, beramal saleh. Ketiga, berdakwah. Keempat, sabar dalam proses berdakwah.
Kemudian, langkah membentengi pengaruh setan yang datang dari dua arah: fitnah syubhat dan fitnah shahwat.
Lalu, langkah menghadapi orang-orang zalim melalui tiga tahapan. Pertama, mengubah kemungkaran mereka dengan tangan. Kedua, dengan lisan. Ketiga, menolak dengan hati.
Berikutnya, langkah menghadapi kaum kafir melalui empat tahapan. Pertama, menghadapi mereka dengan lisan. Kedua, dengan jiwa. Ketiga, dengan harta. Keempat, menolak mereka dengan kalbu (hati).
Semua hal terus dilakukan Nabi saw melalui pembinaan terus-menerus kepada para sahabat, dengan basis rumah dan masjid. Dari dua tempat itu, mereka berhasil membentuk persaudaraan umat yang kokoh, membentengi mereka dari pengaruh luar yang negatif melalui perjanjian Madinah, dan menyusun kekuatan untuk menghalau musuh.
Kondisi kita memerlukan sebuah kebersamaan semua elemen umat. Para pejabat dan politikus muslim hendaknya menegakkan keadilan Islam. Para ulama, intelektual, dan aktifis dakwah serempak menimba ilmu dan mengarahkan umat. Para pengusaha dan ekonom muslim memegang peranan dengan kedermawanan mereka. Para pemuda dan pejuang Islam menjaga umat dengan keberanian dan kekuatannya. Sedangkan orang-orang saleh memberikan suri teladan bagi umat ini.
Koordinasi antarelemen umat adalah bagian dari keberhasilan langkah, sedangkan target-target strategis maupun taktis merupakan kemudi bagi keberlangsungan umat dalam jangka pendek dan panjang.
Dengan cara demikian, mudah-mudahan kita mampu menjawab tuduhan terorisme yang berkonotasi negatif itu. Maka, kita perlua membuat jaringan dakwah secara nasional dan internasional: jaringan pendidikan, jaringan ekonomi, jaringan politik, dan sebagainya. Wallhu 'alam bi ash-shawab. (Farid Achmad Okbah)
Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: menggagas kebangkitan islam
Pada tahun 1963 seorang petualang Jerman, Paul Schmidt menulis sebuah buku spesial berjudul Al Islam Quwwatul Ghad (Islam kekuatan masa depan). Dalam buku itu ia menulis: "Komponen kekuatan di timur Islam terangkum dalam tiga faktor:
Pada kekuatan Islam (sebagai agama), keyakinan kepadanya, dan pada nilai idealismenya, kekuatan dalam mempersaudarakan berbagai suku bangsa, ras, dan tsaqofah (kebudayaan).
Pada sumber kekayaan alam yang melimpah ruah di tanah Islam yamng terbentang dari samudera atlantik sampai lautan teduh, yang dibatasi oleh negeri Maroko sebelah barat dan batas-batas teritorial Indonesia untuk bagian timur. Jika potensi alam ini dieksploitasi dengan baik demi untuk persatuan perekonomian sehingga menjadi kuat dan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sesungguhnya umat Islam tak butuh pada Eropa dan negara lainnya, kalau mereka saling menolong dan bersatu.
Kekuatan fertilitas (kesuburan kelahiran) bagi kaum muslimin yang dapat memperkokoh kekuatan yang ada.
Lebih lanjut ia menulis: "Bila ketiga kekuatan ini berhimpun menjadi satu, dan kaum muslimin menjalankan ukhuwwah dalam satu kesatuan aqidah dan tauhidullah, lantas sumber daya alamnya itu dipergunakan secara optiomal untuk memenuhi kebutuhannya, niscaya bahaya Islam amat potensial mengancam kehancuran Eropa dan membahayakan supremasi globalnya di sebuah negeri yang merupakan pusat dunia seluruhnya." Ia juga mengusulkan barat bersatu, baik pemerintahan maupun bangsanya untuk mengulangi perang salib dalam bentuk lain yang sesuai dengan zaman dan strategi yang jitu.
Dalam prinsip sebuah pertarungan ideologi sebagaimana sebuah tinju, hal terbaik yang harus dilakukan oleh seorang petinju adalah mengetahui potensi dan kelemahan lawan, kemudian mengukur kemampuan diri sendiri untuk mengalahkan lawannya, dan itulah yang dilakukan oleh barat terhadap Islam dan Umat Islam. Penelitian yang dilakukan oleh para orientalis (orang barat yang mempelajari budaya ketimuran dan Islam) seperti Paul Schmidt itulah yang kemudian dijadikan rujukan oleh para pemimpin barat. Politik yang dijalankan oleh Belanda selama menjajah Indonesia berpegangan kepada penelitian Dr. Snouck Horgroenye, seorang orientalis yang sempat menimba ilmu di Mekkah kemudian mengganti namanya menjadi Abdul Gafur, begitu juga USA selama dekade tahun 90-an menjadikan penasehat pemerintahnya S. Huntington yang menulis buku Clash Civilization, dimana dia katakan bahwa pasca perang dingin Amerika dan Uni soviet, musuh utama barat adalah Islam.
Bila sebegitu hebat ketakutan musuh-musuh Islam terhadap kebangkitan Islam, sebagaimana dikatakan oleh Prof. HAR Gibb bahwa gerakan Islam biasanya berkembang cepat luar biasa dan begitu mencengangkan, meledak dengan amat menggegerkan, sebelum tampak tanda-tanda kebangkitannya yang menggugah para pengintainya untuk membumihanguskannya, maka hal ini haruslah menjadi sebuah optimisme bagi kebangkitan Umat Islam untuk kembali tampil menyelamatkan dunia dari kerusakan, meluruskan sistem jahiliyyah yang terbukti tidak mampu menata ulang dunia dengan baik, menyebarkan kasih sayang kepada seluruh umat manusia, menegakan keadilan yang sesungguhnya, serta menjadi contoh teladan bagi umat yang lain.
Sebenarnya ada lima alasan optimisme kebangkitan itu harus tetap digelorakan oleh umat Islam karena ia adalah merupakan energi kebangkitan di tengah keterpurukan umat di berbagai bidang, dan penindasan bangsa barat. Di samping 3 hal yang telah disebutkan oleh Schmidt dalam penelitiannya, ada dua hal penting lainnya yang akan menjadi energi kebangkitan dan akan merubah 3 potensi tadi menjadi tenaga penggerak umat, dua hal itu ialah:
Potensi warisan sejarah, di mana umat Islam di masa lampau mampu berjaya memegang kendali peradaban lebih dari tujuh abad lamanya, dan belum pernah ada satu agama maupun ideologi yang mampu melebihi Islam. Peradaban barat pun hari ini baru berumur 450 tahun. Jika kaum Muslimin pada masa itu mampu menguasai peradaban, tentulah mereka mampu menguasainya untuk masa depan.
Janji Allah yang tidak pernah diingkari. Bahwa Allah akan memberikan kekhilafahan di muka bumi kepada orang-orang yang beriman (Q.S. 24:55).
Merubah mental kaum muslimin yang terjangkiti penyakit mental inferior (rendah diri) merupakan pekerjaan berat para da'i (penyeru kebenaran). Kejatuhan mental kaum muslimin setelah penjajahan bangsa barat di era kolonialisme yang membabat habis potensi umat di kala itu dan mengeksploitasi semua kekayaan alamnya, mengharuskan umat menata ulang jejak langkah kebangkitannya, dan merajutnya kembali menjadi sebuah kekuatan. Dengan mengingatkan kembali kejayaan umat Islam dan memberikan keyakinan akan janji Allah, maka penyakit inferior itu akan hilang berganti dengan gelora semangat optimisme, disertai tambahan vitalitas dan dedikasi, yang kesemuanya itu akan memutar jarum jam sejarah pada janji Allah.
Itulah yang Allah ajarkan pada Nabiyullah Musa ketika diutus kepada bangsa Isra'il yang menjadi budak Fir'aun. Dengan mengingatkan kembali sejarah kejayaan nenek moyang mereka dan dengan meyakinkan janji Allah, itu semua tidak lain untuk mengikis habis penyakit inferior dan menumbuhkan semangat juang yang telah lama padam. Begitu juga yang Allah ajarkan pada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallam, ketika beliau ditimpa kesedihan, bimbang dalam melangkah Allah kuatkan dengan sejarah kenabian.
"Dan semua kisah dari Rasul-rasul itu, Kami ceritakan kepadamu, agar dengannya Kami teguhkan hatimu." (Q.S. Hud:120).
Inilah satu mata rantai yang hilang dari kaum muslimin, kebodohan mereka terhadap sejarah kejayaan Islam telah membutakan mereka hingga terjerembab dalam keterlenaan penindasan, serta kelemahan dan kehinaan, ketidaktahuan dan ketidakyakinan mereka terhadap janji Allah menghilangkan optimisme yang akan merubahnya menjadi energi kebangkitan, Dan Allah tidak akan merubah suatu umat sampai mereka sendiri merubah sikap mental mereka. "Dan janganlah kalian merasa hina, serta sedih, sebab kalian adalah umat yang tertinggi jika kalian benar-benar beriman (meyakini janji Allah)." (zaki, diolah dari berbagai sumber).
Pada kekuatan Islam (sebagai agama), keyakinan kepadanya, dan pada nilai idealismenya, kekuatan dalam mempersaudarakan berbagai suku bangsa, ras, dan tsaqofah (kebudayaan).
Pada sumber kekayaan alam yang melimpah ruah di tanah Islam yamng terbentang dari samudera atlantik sampai lautan teduh, yang dibatasi oleh negeri Maroko sebelah barat dan batas-batas teritorial Indonesia untuk bagian timur. Jika potensi alam ini dieksploitasi dengan baik demi untuk persatuan perekonomian sehingga menjadi kuat dan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sesungguhnya umat Islam tak butuh pada Eropa dan negara lainnya, kalau mereka saling menolong dan bersatu.
Kekuatan fertilitas (kesuburan kelahiran) bagi kaum muslimin yang dapat memperkokoh kekuatan yang ada.
Lebih lanjut ia menulis: "Bila ketiga kekuatan ini berhimpun menjadi satu, dan kaum muslimin menjalankan ukhuwwah dalam satu kesatuan aqidah dan tauhidullah, lantas sumber daya alamnya itu dipergunakan secara optiomal untuk memenuhi kebutuhannya, niscaya bahaya Islam amat potensial mengancam kehancuran Eropa dan membahayakan supremasi globalnya di sebuah negeri yang merupakan pusat dunia seluruhnya." Ia juga mengusulkan barat bersatu, baik pemerintahan maupun bangsanya untuk mengulangi perang salib dalam bentuk lain yang sesuai dengan zaman dan strategi yang jitu.
Dalam prinsip sebuah pertarungan ideologi sebagaimana sebuah tinju, hal terbaik yang harus dilakukan oleh seorang petinju adalah mengetahui potensi dan kelemahan lawan, kemudian mengukur kemampuan diri sendiri untuk mengalahkan lawannya, dan itulah yang dilakukan oleh barat terhadap Islam dan Umat Islam. Penelitian yang dilakukan oleh para orientalis (orang barat yang mempelajari budaya ketimuran dan Islam) seperti Paul Schmidt itulah yang kemudian dijadikan rujukan oleh para pemimpin barat. Politik yang dijalankan oleh Belanda selama menjajah Indonesia berpegangan kepada penelitian Dr. Snouck Horgroenye, seorang orientalis yang sempat menimba ilmu di Mekkah kemudian mengganti namanya menjadi Abdul Gafur, begitu juga USA selama dekade tahun 90-an menjadikan penasehat pemerintahnya S. Huntington yang menulis buku Clash Civilization, dimana dia katakan bahwa pasca perang dingin Amerika dan Uni soviet, musuh utama barat adalah Islam.
Bila sebegitu hebat ketakutan musuh-musuh Islam terhadap kebangkitan Islam, sebagaimana dikatakan oleh Prof. HAR Gibb bahwa gerakan Islam biasanya berkembang cepat luar biasa dan begitu mencengangkan, meledak dengan amat menggegerkan, sebelum tampak tanda-tanda kebangkitannya yang menggugah para pengintainya untuk membumihanguskannya, maka hal ini haruslah menjadi sebuah optimisme bagi kebangkitan Umat Islam untuk kembali tampil menyelamatkan dunia dari kerusakan, meluruskan sistem jahiliyyah yang terbukti tidak mampu menata ulang dunia dengan baik, menyebarkan kasih sayang kepada seluruh umat manusia, menegakan keadilan yang sesungguhnya, serta menjadi contoh teladan bagi umat yang lain.
Sebenarnya ada lima alasan optimisme kebangkitan itu harus tetap digelorakan oleh umat Islam karena ia adalah merupakan energi kebangkitan di tengah keterpurukan umat di berbagai bidang, dan penindasan bangsa barat. Di samping 3 hal yang telah disebutkan oleh Schmidt dalam penelitiannya, ada dua hal penting lainnya yang akan menjadi energi kebangkitan dan akan merubah 3 potensi tadi menjadi tenaga penggerak umat, dua hal itu ialah:
Potensi warisan sejarah, di mana umat Islam di masa lampau mampu berjaya memegang kendali peradaban lebih dari tujuh abad lamanya, dan belum pernah ada satu agama maupun ideologi yang mampu melebihi Islam. Peradaban barat pun hari ini baru berumur 450 tahun. Jika kaum Muslimin pada masa itu mampu menguasai peradaban, tentulah mereka mampu menguasainya untuk masa depan.
Janji Allah yang tidak pernah diingkari. Bahwa Allah akan memberikan kekhilafahan di muka bumi kepada orang-orang yang beriman (Q.S. 24:55).
Merubah mental kaum muslimin yang terjangkiti penyakit mental inferior (rendah diri) merupakan pekerjaan berat para da'i (penyeru kebenaran). Kejatuhan mental kaum muslimin setelah penjajahan bangsa barat di era kolonialisme yang membabat habis potensi umat di kala itu dan mengeksploitasi semua kekayaan alamnya, mengharuskan umat menata ulang jejak langkah kebangkitannya, dan merajutnya kembali menjadi sebuah kekuatan. Dengan mengingatkan kembali kejayaan umat Islam dan memberikan keyakinan akan janji Allah, maka penyakit inferior itu akan hilang berganti dengan gelora semangat optimisme, disertai tambahan vitalitas dan dedikasi, yang kesemuanya itu akan memutar jarum jam sejarah pada janji Allah.
Itulah yang Allah ajarkan pada Nabiyullah Musa ketika diutus kepada bangsa Isra'il yang menjadi budak Fir'aun. Dengan mengingatkan kembali sejarah kejayaan nenek moyang mereka dan dengan meyakinkan janji Allah, itu semua tidak lain untuk mengikis habis penyakit inferior dan menumbuhkan semangat juang yang telah lama padam. Begitu juga yang Allah ajarkan pada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallam, ketika beliau ditimpa kesedihan, bimbang dalam melangkah Allah kuatkan dengan sejarah kenabian.
"Dan semua kisah dari Rasul-rasul itu, Kami ceritakan kepadamu, agar dengannya Kami teguhkan hatimu." (Q.S. Hud:120).
Inilah satu mata rantai yang hilang dari kaum muslimin, kebodohan mereka terhadap sejarah kejayaan Islam telah membutakan mereka hingga terjerembab dalam keterlenaan penindasan, serta kelemahan dan kehinaan, ketidaktahuan dan ketidakyakinan mereka terhadap janji Allah menghilangkan optimisme yang akan merubahnya menjadi energi kebangkitan, Dan Allah tidak akan merubah suatu umat sampai mereka sendiri merubah sikap mental mereka. "Dan janganlah kalian merasa hina, serta sedih, sebab kalian adalah umat yang tertinggi jika kalian benar-benar beriman (meyakini janji Allah)." (zaki, diolah dari berbagai sumber).
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: menggagas kebangkitan islam
kondisi kejayaan islam seperti apa yang diharapkan untuk bangkit?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Similar topics
» kebangkitan islam
» panduan kebangkitan islam
» kebangkitan islam dan negara-negara kawasan arab
» QS. 4:159 tentang "Kebangkitan Kedua?"
» Tubuh manusia pasca kebangkitan
» panduan kebangkitan islam
» kebangkitan islam dan negara-negara kawasan arab
» QS. 4:159 tentang "Kebangkitan Kedua?"
» Tubuh manusia pasca kebangkitan
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik