Muhammad sang inisiator perdamaian
Halaman 1 dari 1 • Share
Muhammad sang inisiator perdamaian
Umat Islam di seluruh penjuru dunia saat ini umumnya memperingati Maulid atau Kelahiran Rasulullah SAW. Terlepas dari perdebatan sisi hukum syariatnya, mempelajari dan menghayati kehidupan dan pengorbanan Rasulullah SAW adalah suatu keharusan dan, bahkan tidak berlebihan jika dikatakan, menjadi kewajiban syara' (agama) bagi setiap Muslim. Ada dua alasan pokok yang dapat dikemukakan:
Pertama: Islam menghendaki "ketaatan" kepada Allah. Tanpa ketaatan kepada Allah, sesungguhnya tiada Islam. Untuk taat kepada Allah dibutukan "ketaatan" kepada Rasulullah. Berbagai ayat dalam Al Qur'an memerintahkan ketaatan kepadaNya, namun sekaligus memerintahkan ketaatan kepada RasulNya. Sebaliknya, bermaksiat kepada Allah dikaitkan langsung dengan kemaksiatan kepada RasulNya.
Kedua: Rasulullah telah dijadikan, tidak saja sebagai "muballigh" (conveyer), namun sekaligus sebagai contoh tauladan "hidup" bagi seluruh pengikutnya. Ketauladanan menuntut sebuah komitmen untuk mengikut. Sedangkan untuk mengikut kepada seseorang atau sesuatu diperlukan pengetahuan tentangnya.
Dengan demikian, dan sesuai dasar Ushul fiqh: "Maa laa yatimmu bihil waajibu illa bihii fahuwa wajibun" (sesuatu yang hanya dengannya suatu kewajiban menjadi terlaksana, maka ia menjadi wajib), maka mendalami sirah (sejarah hidup) Rasulullah adalah merupakan kewajiban yang tidak dapat ditawar. Hanya dengan mengetahui sirah Rasulullah SAW, kita mampu melakukan ketaatan yang benar serta mampu mengikuti jejak langkah kehidupan Rasulullah dalam kehidupan ini.
Mispersepsi Mengenai Rasulullah SAW
Tak disangkal bahwa mispersepsi (kesalah fahaman) mengenai Rasulullah banyak terjadi, yang boleh jadi karena beberapa factor, yang dapat disebutkan antara lain, karena memang kebodohan akan Islam dan Rasululullah SAW, manipulasi informasi yang sesungguhnya khususnya oleh media massa, dan juga lebih karena disebabkan oleh sikap dan perilaku dari pengikut Muhammad SAW yang masih jauh dari suri tauladan beliau.
Salah satu kekeliruan faham yang sering kita temui adalah bahwa Rasulullah SAW merupakan sosok yang keras, kaku, serta berwatak anti damai. Lebih jauh, watak ini ditafsirkan bahwa sesungguhnya Islam itu telah disebarkan ke seluruh penjuru dunia dengan mata pedang. Tapi betulkah bahwa Rasulullah SAW berwatak kasar serta anti damai perdamaian? Betulkah pula bahwa Islam telah disebarkan dengan kekuatan pedang?
Mengawali respon kepada klaim tersebut di atas, ada baiknya dimulai dengan beberapa kutipan dari para tokoh dunia maupun cendekiawan yang justeru dari pihak agama lain:
Mahatma Gandhi (The Young Indian, 1924):
"I wanted to know the best of the life of one who holds today an undisputed sway over the hearts of millions of mankind. I became more than ever convinced that it was not the sword that won a place for Islam in those days in the scheme of life. It was the rigid simplicity, the utter self-effecement, his devotion to his friends and followers, his fearlessness and his absolute devotion and trust in his Lord. These and not the sword carried everything before them"
Sir George Bernard Show (1936):
"If any religion had the chance of ruling over England and Europe within the next hundred years, it could be Islam. I have always held the religion of Muhammad in high estimation because of its wonderful vitality. It is the only religion which appears to me to passes that assimilating capacity to the changing phase of existence which can make itself appeal to every age. I have studied him - the wonderful man and in my opinion far from being anti Christ, he must be called the savior of humanity"
De Lacy O'Leary (1923):
"History makes it clear, however, that the legend of fanatical Muslims sweeping through the world and forcing Islam at the point of swords upon conquered races is one of the most fantastically absurd myths that historians have repeated".
Demikian beberapa kesaksian non Muslim sekaligus tokoh terkenal tentang ketinggian budi dan kelembutan perilaku serta jauhnya Rasulullah SAW dari tuduhan kekerasan dan anti perdamaian. Pada intinya, banyak ahli yang sepakat bahwa Muhammad telah membawa ajaran yang damai serta telah disampaikan ke penjuru alam dengan pendekatan damai, jauh dari kekerasan dan pemaksaan seperti yang digambarkan selama ini. Bahkan tuduhan penyebaran Islam dengan memakai pendekatan kekerasan/pemaksaan, dinilai sebagai bentuk mitos yang sangat luar biasa.
Memang dapat ditegaskan bahwa tidak ada dan tak akan ada suatu agama maupun sistim sosial lainnya yang akan mampu menyamai cara pendekatan Islam dan Rasulullah SAW dalam membangun dan memelihara perdamaian dan keadilan bagi umat manusia. Baik ditinjau dari sisi ajaran maupun sejarah, keduanya menunjukkan bahwa Islam dan RasululNya telah mampu, tidak saja menjadi simbol perdamaian tapi justeru menjadi inisiator dan pencipta perdamaian (peace maker). Beberapa alasan dapat dikemukakan untuk mendukung perntaan ini, al:
Pertama: Fleksibilitas dalam Melakukan Perjanjian Damai
Bukti pertama akan ketinggian komitmen Rasulullah dalam upaya perdamaian adalah kelapangan dada dan fleksibilitas beliau dalam menerima hasil-hasil pembicaraan damai, yang justeru oleh pertimbangan kebanyakan orang awam dianggap sebagai kekalahan. Tapi oleh Rasulullah, demi menghindari konflik dan peperangan, beliau menerimanya dengan visi dan tujuan yang lebih besar. Kebesaran visi menyadarkan beliau bahwa kemenangan justeru tidak selalu diraih lewat sebuah keberhasilan jangka pendek.
Berikut dikutip sebagian dari sekian banyak persetujuan (perjanjian/treaties) yang belia telah lakukan bersama warga lain sepanjang sejarah hidup beliau:
1. Jauh sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi Rasul Allah SWT, beliau telah menunjukkan diri sebagai juru damai bagi berbagai kelompok suku yang sering terlibat dalam peperangan itu. Salah satu yang dapat disebutkan, ketika "Hajar Aswad" (batu hitam) terjatuh dari tempat aslinya di sudut Ka'bah akibat banjir. Ketika itu, hampir saja terjadi pertumpahan darah karena semua suku merasa paling berhak untuk mengembalikan ke tempat aslinya, dipandang sebagai salah satu kehormatan dan prestise kesukuan bangsa Makkah.
Muhammad SAW, yang ketika itu baru berumur belia, justeru keluar dengan ide yang cemerlang dan diterima oleh semua suku yang bersengketa. Beliau mengusulkan bahwa penentuan siapa yang berhak mengembalikan "hajar aswad" ke posisi semula ditentukan oleh siapa yang paling dini memasuki masjidil haram. Ternyata, dari sekian banyak pembesar Makkah yang berminat memasuki masjidil haram pertama kali, beliau jugalah yang melakukannya. Namun demikian, beliu menyadari bahwa kendati beliau berhak melakukan pengembalian hajar aswad, pasti akan timbul rasa "kurang enak" di kalangan para pembesar suku Makkah itu. Untuk itu, beliau menaruh "hajar aswad" dengan tangannya ke atas sebuah sorban, lalu semua kepala suku dipersilahkan untuk mengangkatnya secara bersama-sama dan diletakkan kembali ke posisi aslinya. Subhanallah!
Tindakan cemerlang nan bijak tersebut telah menghindarkan pertumpahan darah, bahkan lebih jauh mengajarkan kebersamaan dan keinginan untuk mencapai kebaikan secara gotong royong. Keberhasilan Muhammad muda SAW tersebut merupakan cerminan watak asli yang damai serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mewujudkan perdamaian di antara sesama manusia.
2. Di awal hijrah Rasulullah, beliau menerima kedatangan utusan kafir Makkah di Madinah yang berakhir dengan beberapa kesepakatan. Salah satu isi kesepakatan tersebut bahwa "jikalau ada pengikut Muhammad SAW melarikan diri dari Madinah ke Makkah, yang bersangkutan tidak harus dikembalikan ke Madinah. Sebaliknya, jika ada pengikut Muhammad yang melarikan diri dari Makkah ke Madinah, yang bersangkutan harus dipulangkan ke Makkah".
Bagi pemikiran umum, persetujuan tersebut sangat tidak adil. Namun Rasulullah, dengan komitmen yang sangat tinggi untuk menghindari konflik dan membangun perdamaian, mau menerimanya.
3. Perjanjian Hudaibiyah adalah salah satu perjanjian yang sangat popular dalam sejarah Islam. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah bahwa Rasulullah tahun itu harus kembali ke Madinah, dan hanya boleh melakukan ibadah ke Makkah setahun kemudian. Selain itu, nama yang dipakai pada perjanjian tersebut tidak boleh menggunakan title "Rasulullah", tapi memakai kebiasaan arab membaggakan nama bapaknya, yaitu Muhammad bin Abdullah.
Bagi kebanyakan sahabat, isi perjanjian tersebut sangat melecehkan, bahkan dianggap kekalahan di pihak Rasulullah SAW. Umar bahkan meng-ekspresikan resistensinya kepada Rasulullah untuk tidak menerima persetujuan tersebut. Namun demikian, ternyata sang pecinta damai (peace loving man), Rasulullah SAW, tidak berkeberatan untuk menerima hasilnya.
4. Perjanjian dengan delegasi Najran (Treaty of Najran) juga menjadi saksi sejarah kebesaran jiwa Rasulullah SAW serta komitmennya yang tinggi dalam upaya mewujudkan perdamaian. Pada tahun 10 Hijrah (631 M), beliau didatangi oleh 60 orang delegasi dari penduduk Kristen Najran, sebuah daerah yang terletak sekitar 450 mil sebelah selatan Madinah. Mereka diterima oleh Rasulullah di masjid Nabawi dan diperbolehkan untuk melakukan ibadah dalam masjid sesuai keyakinan dan tatacara agama mereka.
Selama tiga hari tiga malam, mereka dan Rasulullah SAW melakukan dialog tentang "tabiat" Tuhan (nature of God) dan Isa a.s. Namun akhirnya mereka tetap pada pendirian mereka, dan menyatakan bahwa ajaran Muhammad SAW tidak akan bisa diterima karena bertentangan dengan ajaran Kristen yang mereka yakini.
Kendati perbedaan teologis dengan mereka, Rasulullah SAW tetap melakukan persetujuan damai yang dikenal dengan "'Ahd Najran" (Treaty of Najran). Perjanjian damai tersebut berisikan antara lain, bahwa "warga Kristen Najran mendapat keamanan Allah dan rasulNya, baik bagi kehidupan, agama, harta kekayaan mereka. Tidak akan ada intervensi dalam agama dan peribadatan mereka. Tak akan ada perubahan dalam hak-hak dan kelebihan bagi mereka. Tak akan ada pengrusakan bagi rumah ibadah atau symbol-simbol keagamaan lainnya. Jika ada di antara mereka yang mencari keadilan atas orang-orang Islam, maka keadilan akan ditegakkan di antara mereka".
Treaty atau berbagai perjanjian yang disebutkan di atas, menunjukkan komitmen yang luar biasa dari seorang rasul dan pemimpin, negarawan, politikus sekaligus diplomat ulung yang tiada bandingnya dalam sejarah. Yang mengagumkan dari semua itu, betapa visi beliau begitu jauh ke depan melihat kemaslahatan yang lebih besar diatas kepentingan jangka pendek. Komitmen Rasulullah SAW kepada kedamaian dan perdamaian menjadi karakter dasar dari semua ini.
Kedua: Rasulullah Membuktikan Ajaran Islam yang Cinta Damai
Rasulullah SAW adalah pembawa risalah yang agung. Sebagai pembawa risalah, tentu beliau dituntut untuk, tidak saja menyampaikan, tapi sekaligus mencontohkannya secara konkrit bagaimana pelaksanaanya. Untuk itu, jika kita kembali kepada ajaran-ajaran dasar Rasulullah SAW (al-Islam), akan didapati dengan mudah bahwa Islam memang mengajarkan dan mewujudkan kedamaian serta menjunjung tinggi perdamaian.
Pengambilan nama bagi agama ini, yaitu Islam yang bersumber dari "salama" yang berarti selamat dan juga "silm dan salaam" (damai) menegaskan karakter dasar dari ajaran Islam itu sendiri. Berbagai aspek Islam kemudian, semuanya bermuara kepada aspek luhur ini, bahkan termasuk perintah berperang sekalipun, tidak lain bertujuan untuk menegakkan kedamaian dan keadilan. Sehingga tak satupun substasi agama Islam kecuali membawa kepada nilai-nilai kedamaian dan perdamaian.
Shalat misalnya, adalah bentuk ibadah tertinggi dalam Islam. Shalat dimulai dengan takbir, yaitu menjunjung tinggi Asma Allah menhunjam erat ke dalam jiwa sang pelaku. Maka shalat adalah bentuk dzikir (mengingat Allah) tertinggi, yang dengannya seorang Muslim merasakan kedamaian bathin yang tak terhingga. Namun kedamaian jiwa tidak berakhir, tapi harus diteruskan dengan kedamaian yang lebih luas, yaitu kedamaian sosial. Untuk itu, shalat tak akan menjadi valid ketika tidak diakhiri dengan komitmen menyebarkan perdamaian kepada sesama. Salam yang diucapkan di akhir shalat adalah bentuk komitmen tertinggi dari seorang Muslim dalam mewujudkan perdamaian sosial.
Demikian pentingnya "damai" dan "perdamaian" dalam pandangan Islam, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Kamu tak akan masuk Syurga sehingga kamu saling mencintai. Hendakkah saya tnjukkan padamu sesuatu yang jika kamu melakukannya, niscaya kamu akan saling mencintai?" Sahabat menjawab: "Betul wahai Rasulullah". Sabda beliau: "Tebarkan salam (damai) di antara kalian".
Menyebarkan salam menurut hadits tersebut tentu bukan hanya mengumbar kata-kata. Tapi yang terpenting, adanya komitmen kita untuk mewujudkan salam yang menyeluruh (comprehesive peace); salam (damai) secara individu danjuga damai secara sosial. Dimulai dengan kata, dihayati dalam jiwa dan dibuktikan dengan amalan nyata.
Orang-orang beriman seperti inilah yang digelari "hamba-hamba Allah" ('IbaadurRahmaan), yang jika berjalan di atas bumi ini, mereka rendah hati. Bahkan jika disapa secara jahil (uncivilized manner) oleh orang-orang bodoh, mereka tetap merespon dengan "Salaam" (in peaceful manner). Mereka tidak akan dan tidak perlu melakukan reaksi spontan yang terjatuh dari norma-norma damai. Mereka sadar, bahwa Islam sangat meninggikan reaksi positif yang dilandaskan kepada kemaslahatan besar serta senantiasa berbasiskan kedamaian.
Ketiga: Al Qur'an Diturunkan dalam Suasana Damai
Selain mengandung berbagai komitmen damai dan perdamaian, al Qur'an juga digambarkan diturunkan dalam sebuah malam yang penuh kedamaian. Di S. al Qadar disebutkan: "Dan para Malaikat turun ke bawah dan juga Ruh (jibril) atas perintah Tuhan mereka dengan (membawa) semua perintah. (Malam itu penuh dengan) "Salaam" atau kedamaian sehingga fajar telah tiba".
Gambaran turunnya Al Qur'an seperti ini tidak lain dimaksudkan bahwa ia datang dalam suasana yang sangat damai, dan sudah pasti ditujukan untuk menciptakan suasana damai yang abadi, sehingga masa yang ditunggu tiba, yaitu Kiamat. Kata-kata "salaam hiya hatta mahtla'il fajar" boleh jadi gambaran kedamaian abadi sehingga "fajar" kebesaran Ilahi tiba dalam bentuk al Qiyaamah tiba kelak.
Keempat: Suasana Syurga Digambarkan penuh dengan "Kedamaian"
Nama Syurga itu sendiri, salah satunya, adalah "Rumah Kedamaian" (Daarussalam). Allah menfirmankan: "Dan Bagi mereka "Darussalam / Rumah Kedamaian di sisi Tuhannya dan Allah adalah Wali bagi mereka atas apa yang mereka telah perbuat".
Di saat Allah ditemui oleh para hambaNya di Syurga kelak, mereka mengucapkan "Salaam" (Kedamaian). Allah berfirman: "Salam penghormatan kepada mereka di saat menjumpaiNya adalah "Salaam", dan Allah menyediakan bagi mereka pahala yang besar".
Setiap kali Malaikat memasuki dan menjenguk mereka, para Malaikat mengucapkan "Salaam": "Dan para malaikat masuk kepada mereka seraya berkata: Salaam (selamat/peace) atas kamu semua atas kesabarannya. Sungguh indah rumah abadi (Syurga)".
Kelima: Allah Menamakan diriNya serta Sumber Kedamaian (Salaam)
Allah sendiri menamai diriNya dengan, salah satunya, as-Salaam (Yang Damai). "Dialah Allah, tiada tuhan selain Dia yang Menguasai, Yang Suci, Yang Damai…". Bahkan Allah disebutkan oleh Rasulullah dalam salah satu sunnah dzikir sebagai "Sumber dan tempat kembali" kedamaian abadi, sebagaimana disebutkan dalam dzikir: "Allahumma Antas Salaam wa minKa as Salaam, fahayyinaa Rabbanaa bissalaam…..".
Keenam: Perintah Allah untuk Berbuat Baik (al-ihsan)
Allah dalam Al Qur'an memerintahkan RasulNya untuk berbuat baik tanpa ada batasan dan diskriminasi: "Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat kepadamu".
Sebagian ulama menilai, perintah kepada Rasulullah ini adalah perintah yang sangat luar biasa. Bagaimana mungkin Rasulullah yang manusia biasa, dengan segala keterbatasan manusiawi seperti pertimbangan akal, perasaan, dll., akan mampu menyamai Allah dalam perbuatan baik (ihsan)? Untuk itu, tidak ada maksud lain dari ayat ini kecuali bahwa perbuatan baik dalam kacamata Islam tidak dibatasi oleh berbagai batasan manusia. Kiranya, perbuatan baik (ihsan) tidak dilakukan secara diskriminatif karena suku, golongan, warna kulit, tingkat sosial ekonomi, bahkan keyakinan agama sekalipun.
Rasulullah SAW telah membuktikannya. Beliau bertetanggan dengan Yahudi, mengadakan perjanjian dengan kaum Kristiani, dan semua mengakui ketinggian "ihsan" (budi luhur) Rasulullah SAW. Maka sangat wajar, jika Allah sendiri yang memberikan pengakuan: "Sungguh tiada kuutus kamu kecuali sebagai rahmatan bagi seluruh jagad". Bahkan lebih jauh: "Engkau adalah sosok yang berbudi luhur yang maha tinggi" (S. al Qalam).
Rasa kasih dan sayang Rasulullah ini, tidak saja terbatas pada bangsa manusia apalagi kaum Muslim saja. Tapi juga telah dibuktikan terhadap seluruh makhluk ciptaan Allah, bahkan kepada hewan sekalipun. Beliau menceritakan: "Suatu ketika, ada seorang lelaki yang sangat kehausan karena panas terik yang menggigit. Untuk menghapus rasa dahaga tersebut, sang lelaki menemukan sebuah sumur yang dalam. Beliau pun memasukinya dan minum sepuasnya, lalu memanjat ke atas. Sesampai di atas, beliau menemukan seekor anjing yang kehausan dan hampir mati darinya. Maka beliau sekali lagi memasuki sumur tersebut, mengisi sepatunya dengan air dan menggigitnya seraya memanjat dinding sumur ke atas. Sesampai di atas, belaiu memberikanya kepada sang anjing. Karena perbiatan baiknya kepada anjing ini, Allah mengampuni dosanya dan memasukkannya ke dalam Syurga" Para sahabat bertanya: "Adakah pahala yang didapatkan dari seekor hewan?" Belaiu menjawab: "Pada semua makhluk hiudp ada pahala kebaikan".
Bahkan suatu ketika, beliau menemukan sebuah saran semut dibakar. Beliau bertanya: "Siapa yang melakukan ini?" Para sahabat menjawab bahwa merekalah yang melakukannya. Beliau kemudian mengatakan: "Tidak ada yang berhak mempergunakan api untuk membakar kecuali Tuhan api itu sendiri".
Semua ini membuktikan bahwa "ihsan" (komitmen kebaikan) Rasulullah SAW adalah universal, tanpa ada diksriminasi, bahkan kepada hewan sekalipun. Jauh sebelum organisasi-organisasi hak-hak hewan (animal rights organizations) tumbuh di dunia barat, Islam dan RasulNya telah mengajarkan kasih sayang kepada hewan. Hadits lain mengisahkan: "Seorang wanita masuk neraka hanya karena mengikat seekor kucing tanpa memberikan makan, dan tidak juga membiarkannya mencari makannya".
Akhirnya, tuduhan klasik yang tidak berdasar terhadap Rasulullah masih dapatkah dipertahankan? Apakah tuduhan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok yang kaku, keras, serta anti damai masih dapat diterima? Saya yakin, dengan berbagai fakta sejarah dan merujuk kepada kenyataan ajaran Islam yang sedemikian agung, tak seorang manusia berakal pun yang akan menolak bahwa Muhammad, Rasulullah SAW, tidak saja merupakan simbol kedamaian dan perdamaian sejati, tapi telah menjadi "Peace Initiator" dan "Peace Maker" sepanjang sejarah manusia.
Pertama: Islam menghendaki "ketaatan" kepada Allah. Tanpa ketaatan kepada Allah, sesungguhnya tiada Islam. Untuk taat kepada Allah dibutukan "ketaatan" kepada Rasulullah. Berbagai ayat dalam Al Qur'an memerintahkan ketaatan kepadaNya, namun sekaligus memerintahkan ketaatan kepada RasulNya. Sebaliknya, bermaksiat kepada Allah dikaitkan langsung dengan kemaksiatan kepada RasulNya.
Kedua: Rasulullah telah dijadikan, tidak saja sebagai "muballigh" (conveyer), namun sekaligus sebagai contoh tauladan "hidup" bagi seluruh pengikutnya. Ketauladanan menuntut sebuah komitmen untuk mengikut. Sedangkan untuk mengikut kepada seseorang atau sesuatu diperlukan pengetahuan tentangnya.
Dengan demikian, dan sesuai dasar Ushul fiqh: "Maa laa yatimmu bihil waajibu illa bihii fahuwa wajibun" (sesuatu yang hanya dengannya suatu kewajiban menjadi terlaksana, maka ia menjadi wajib), maka mendalami sirah (sejarah hidup) Rasulullah adalah merupakan kewajiban yang tidak dapat ditawar. Hanya dengan mengetahui sirah Rasulullah SAW, kita mampu melakukan ketaatan yang benar serta mampu mengikuti jejak langkah kehidupan Rasulullah dalam kehidupan ini.
Mispersepsi Mengenai Rasulullah SAW
Tak disangkal bahwa mispersepsi (kesalah fahaman) mengenai Rasulullah banyak terjadi, yang boleh jadi karena beberapa factor, yang dapat disebutkan antara lain, karena memang kebodohan akan Islam dan Rasululullah SAW, manipulasi informasi yang sesungguhnya khususnya oleh media massa, dan juga lebih karena disebabkan oleh sikap dan perilaku dari pengikut Muhammad SAW yang masih jauh dari suri tauladan beliau.
Salah satu kekeliruan faham yang sering kita temui adalah bahwa Rasulullah SAW merupakan sosok yang keras, kaku, serta berwatak anti damai. Lebih jauh, watak ini ditafsirkan bahwa sesungguhnya Islam itu telah disebarkan ke seluruh penjuru dunia dengan mata pedang. Tapi betulkah bahwa Rasulullah SAW berwatak kasar serta anti damai perdamaian? Betulkah pula bahwa Islam telah disebarkan dengan kekuatan pedang?
Mengawali respon kepada klaim tersebut di atas, ada baiknya dimulai dengan beberapa kutipan dari para tokoh dunia maupun cendekiawan yang justeru dari pihak agama lain:
Mahatma Gandhi (The Young Indian, 1924):
"I wanted to know the best of the life of one who holds today an undisputed sway over the hearts of millions of mankind. I became more than ever convinced that it was not the sword that won a place for Islam in those days in the scheme of life. It was the rigid simplicity, the utter self-effecement, his devotion to his friends and followers, his fearlessness and his absolute devotion and trust in his Lord. These and not the sword carried everything before them"
Sir George Bernard Show (1936):
"If any religion had the chance of ruling over England and Europe within the next hundred years, it could be Islam. I have always held the religion of Muhammad in high estimation because of its wonderful vitality. It is the only religion which appears to me to passes that assimilating capacity to the changing phase of existence which can make itself appeal to every age. I have studied him - the wonderful man and in my opinion far from being anti Christ, he must be called the savior of humanity"
De Lacy O'Leary (1923):
"History makes it clear, however, that the legend of fanatical Muslims sweeping through the world and forcing Islam at the point of swords upon conquered races is one of the most fantastically absurd myths that historians have repeated".
Demikian beberapa kesaksian non Muslim sekaligus tokoh terkenal tentang ketinggian budi dan kelembutan perilaku serta jauhnya Rasulullah SAW dari tuduhan kekerasan dan anti perdamaian. Pada intinya, banyak ahli yang sepakat bahwa Muhammad telah membawa ajaran yang damai serta telah disampaikan ke penjuru alam dengan pendekatan damai, jauh dari kekerasan dan pemaksaan seperti yang digambarkan selama ini. Bahkan tuduhan penyebaran Islam dengan memakai pendekatan kekerasan/pemaksaan, dinilai sebagai bentuk mitos yang sangat luar biasa.
Memang dapat ditegaskan bahwa tidak ada dan tak akan ada suatu agama maupun sistim sosial lainnya yang akan mampu menyamai cara pendekatan Islam dan Rasulullah SAW dalam membangun dan memelihara perdamaian dan keadilan bagi umat manusia. Baik ditinjau dari sisi ajaran maupun sejarah, keduanya menunjukkan bahwa Islam dan RasululNya telah mampu, tidak saja menjadi simbol perdamaian tapi justeru menjadi inisiator dan pencipta perdamaian (peace maker). Beberapa alasan dapat dikemukakan untuk mendukung perntaan ini, al:
Pertama: Fleksibilitas dalam Melakukan Perjanjian Damai
Bukti pertama akan ketinggian komitmen Rasulullah dalam upaya perdamaian adalah kelapangan dada dan fleksibilitas beliau dalam menerima hasil-hasil pembicaraan damai, yang justeru oleh pertimbangan kebanyakan orang awam dianggap sebagai kekalahan. Tapi oleh Rasulullah, demi menghindari konflik dan peperangan, beliau menerimanya dengan visi dan tujuan yang lebih besar. Kebesaran visi menyadarkan beliau bahwa kemenangan justeru tidak selalu diraih lewat sebuah keberhasilan jangka pendek.
Berikut dikutip sebagian dari sekian banyak persetujuan (perjanjian/treaties) yang belia telah lakukan bersama warga lain sepanjang sejarah hidup beliau:
1. Jauh sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi Rasul Allah SWT, beliau telah menunjukkan diri sebagai juru damai bagi berbagai kelompok suku yang sering terlibat dalam peperangan itu. Salah satu yang dapat disebutkan, ketika "Hajar Aswad" (batu hitam) terjatuh dari tempat aslinya di sudut Ka'bah akibat banjir. Ketika itu, hampir saja terjadi pertumpahan darah karena semua suku merasa paling berhak untuk mengembalikan ke tempat aslinya, dipandang sebagai salah satu kehormatan dan prestise kesukuan bangsa Makkah.
Muhammad SAW, yang ketika itu baru berumur belia, justeru keluar dengan ide yang cemerlang dan diterima oleh semua suku yang bersengketa. Beliau mengusulkan bahwa penentuan siapa yang berhak mengembalikan "hajar aswad" ke posisi semula ditentukan oleh siapa yang paling dini memasuki masjidil haram. Ternyata, dari sekian banyak pembesar Makkah yang berminat memasuki masjidil haram pertama kali, beliau jugalah yang melakukannya. Namun demikian, beliu menyadari bahwa kendati beliau berhak melakukan pengembalian hajar aswad, pasti akan timbul rasa "kurang enak" di kalangan para pembesar suku Makkah itu. Untuk itu, beliau menaruh "hajar aswad" dengan tangannya ke atas sebuah sorban, lalu semua kepala suku dipersilahkan untuk mengangkatnya secara bersama-sama dan diletakkan kembali ke posisi aslinya. Subhanallah!
Tindakan cemerlang nan bijak tersebut telah menghindarkan pertumpahan darah, bahkan lebih jauh mengajarkan kebersamaan dan keinginan untuk mencapai kebaikan secara gotong royong. Keberhasilan Muhammad muda SAW tersebut merupakan cerminan watak asli yang damai serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mewujudkan perdamaian di antara sesama manusia.
2. Di awal hijrah Rasulullah, beliau menerima kedatangan utusan kafir Makkah di Madinah yang berakhir dengan beberapa kesepakatan. Salah satu isi kesepakatan tersebut bahwa "jikalau ada pengikut Muhammad SAW melarikan diri dari Madinah ke Makkah, yang bersangkutan tidak harus dikembalikan ke Madinah. Sebaliknya, jika ada pengikut Muhammad yang melarikan diri dari Makkah ke Madinah, yang bersangkutan harus dipulangkan ke Makkah".
Bagi pemikiran umum, persetujuan tersebut sangat tidak adil. Namun Rasulullah, dengan komitmen yang sangat tinggi untuk menghindari konflik dan membangun perdamaian, mau menerimanya.
3. Perjanjian Hudaibiyah adalah salah satu perjanjian yang sangat popular dalam sejarah Islam. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah bahwa Rasulullah tahun itu harus kembali ke Madinah, dan hanya boleh melakukan ibadah ke Makkah setahun kemudian. Selain itu, nama yang dipakai pada perjanjian tersebut tidak boleh menggunakan title "Rasulullah", tapi memakai kebiasaan arab membaggakan nama bapaknya, yaitu Muhammad bin Abdullah.
Bagi kebanyakan sahabat, isi perjanjian tersebut sangat melecehkan, bahkan dianggap kekalahan di pihak Rasulullah SAW. Umar bahkan meng-ekspresikan resistensinya kepada Rasulullah untuk tidak menerima persetujuan tersebut. Namun demikian, ternyata sang pecinta damai (peace loving man), Rasulullah SAW, tidak berkeberatan untuk menerima hasilnya.
4. Perjanjian dengan delegasi Najran (Treaty of Najran) juga menjadi saksi sejarah kebesaran jiwa Rasulullah SAW serta komitmennya yang tinggi dalam upaya mewujudkan perdamaian. Pada tahun 10 Hijrah (631 M), beliau didatangi oleh 60 orang delegasi dari penduduk Kristen Najran, sebuah daerah yang terletak sekitar 450 mil sebelah selatan Madinah. Mereka diterima oleh Rasulullah di masjid Nabawi dan diperbolehkan untuk melakukan ibadah dalam masjid sesuai keyakinan dan tatacara agama mereka.
Selama tiga hari tiga malam, mereka dan Rasulullah SAW melakukan dialog tentang "tabiat" Tuhan (nature of God) dan Isa a.s. Namun akhirnya mereka tetap pada pendirian mereka, dan menyatakan bahwa ajaran Muhammad SAW tidak akan bisa diterima karena bertentangan dengan ajaran Kristen yang mereka yakini.
Kendati perbedaan teologis dengan mereka, Rasulullah SAW tetap melakukan persetujuan damai yang dikenal dengan "'Ahd Najran" (Treaty of Najran). Perjanjian damai tersebut berisikan antara lain, bahwa "warga Kristen Najran mendapat keamanan Allah dan rasulNya, baik bagi kehidupan, agama, harta kekayaan mereka. Tidak akan ada intervensi dalam agama dan peribadatan mereka. Tak akan ada perubahan dalam hak-hak dan kelebihan bagi mereka. Tak akan ada pengrusakan bagi rumah ibadah atau symbol-simbol keagamaan lainnya. Jika ada di antara mereka yang mencari keadilan atas orang-orang Islam, maka keadilan akan ditegakkan di antara mereka".
Treaty atau berbagai perjanjian yang disebutkan di atas, menunjukkan komitmen yang luar biasa dari seorang rasul dan pemimpin, negarawan, politikus sekaligus diplomat ulung yang tiada bandingnya dalam sejarah. Yang mengagumkan dari semua itu, betapa visi beliau begitu jauh ke depan melihat kemaslahatan yang lebih besar diatas kepentingan jangka pendek. Komitmen Rasulullah SAW kepada kedamaian dan perdamaian menjadi karakter dasar dari semua ini.
Kedua: Rasulullah Membuktikan Ajaran Islam yang Cinta Damai
Rasulullah SAW adalah pembawa risalah yang agung. Sebagai pembawa risalah, tentu beliau dituntut untuk, tidak saja menyampaikan, tapi sekaligus mencontohkannya secara konkrit bagaimana pelaksanaanya. Untuk itu, jika kita kembali kepada ajaran-ajaran dasar Rasulullah SAW (al-Islam), akan didapati dengan mudah bahwa Islam memang mengajarkan dan mewujudkan kedamaian serta menjunjung tinggi perdamaian.
Pengambilan nama bagi agama ini, yaitu Islam yang bersumber dari "salama" yang berarti selamat dan juga "silm dan salaam" (damai) menegaskan karakter dasar dari ajaran Islam itu sendiri. Berbagai aspek Islam kemudian, semuanya bermuara kepada aspek luhur ini, bahkan termasuk perintah berperang sekalipun, tidak lain bertujuan untuk menegakkan kedamaian dan keadilan. Sehingga tak satupun substasi agama Islam kecuali membawa kepada nilai-nilai kedamaian dan perdamaian.
Shalat misalnya, adalah bentuk ibadah tertinggi dalam Islam. Shalat dimulai dengan takbir, yaitu menjunjung tinggi Asma Allah menhunjam erat ke dalam jiwa sang pelaku. Maka shalat adalah bentuk dzikir (mengingat Allah) tertinggi, yang dengannya seorang Muslim merasakan kedamaian bathin yang tak terhingga. Namun kedamaian jiwa tidak berakhir, tapi harus diteruskan dengan kedamaian yang lebih luas, yaitu kedamaian sosial. Untuk itu, shalat tak akan menjadi valid ketika tidak diakhiri dengan komitmen menyebarkan perdamaian kepada sesama. Salam yang diucapkan di akhir shalat adalah bentuk komitmen tertinggi dari seorang Muslim dalam mewujudkan perdamaian sosial.
Demikian pentingnya "damai" dan "perdamaian" dalam pandangan Islam, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Kamu tak akan masuk Syurga sehingga kamu saling mencintai. Hendakkah saya tnjukkan padamu sesuatu yang jika kamu melakukannya, niscaya kamu akan saling mencintai?" Sahabat menjawab: "Betul wahai Rasulullah". Sabda beliau: "Tebarkan salam (damai) di antara kalian".
Menyebarkan salam menurut hadits tersebut tentu bukan hanya mengumbar kata-kata. Tapi yang terpenting, adanya komitmen kita untuk mewujudkan salam yang menyeluruh (comprehesive peace); salam (damai) secara individu danjuga damai secara sosial. Dimulai dengan kata, dihayati dalam jiwa dan dibuktikan dengan amalan nyata.
Orang-orang beriman seperti inilah yang digelari "hamba-hamba Allah" ('IbaadurRahmaan), yang jika berjalan di atas bumi ini, mereka rendah hati. Bahkan jika disapa secara jahil (uncivilized manner) oleh orang-orang bodoh, mereka tetap merespon dengan "Salaam" (in peaceful manner). Mereka tidak akan dan tidak perlu melakukan reaksi spontan yang terjatuh dari norma-norma damai. Mereka sadar, bahwa Islam sangat meninggikan reaksi positif yang dilandaskan kepada kemaslahatan besar serta senantiasa berbasiskan kedamaian.
Ketiga: Al Qur'an Diturunkan dalam Suasana Damai
Selain mengandung berbagai komitmen damai dan perdamaian, al Qur'an juga digambarkan diturunkan dalam sebuah malam yang penuh kedamaian. Di S. al Qadar disebutkan: "Dan para Malaikat turun ke bawah dan juga Ruh (jibril) atas perintah Tuhan mereka dengan (membawa) semua perintah. (Malam itu penuh dengan) "Salaam" atau kedamaian sehingga fajar telah tiba".
Gambaran turunnya Al Qur'an seperti ini tidak lain dimaksudkan bahwa ia datang dalam suasana yang sangat damai, dan sudah pasti ditujukan untuk menciptakan suasana damai yang abadi, sehingga masa yang ditunggu tiba, yaitu Kiamat. Kata-kata "salaam hiya hatta mahtla'il fajar" boleh jadi gambaran kedamaian abadi sehingga "fajar" kebesaran Ilahi tiba dalam bentuk al Qiyaamah tiba kelak.
Keempat: Suasana Syurga Digambarkan penuh dengan "Kedamaian"
Nama Syurga itu sendiri, salah satunya, adalah "Rumah Kedamaian" (Daarussalam). Allah menfirmankan: "Dan Bagi mereka "Darussalam / Rumah Kedamaian di sisi Tuhannya dan Allah adalah Wali bagi mereka atas apa yang mereka telah perbuat".
Di saat Allah ditemui oleh para hambaNya di Syurga kelak, mereka mengucapkan "Salaam" (Kedamaian). Allah berfirman: "Salam penghormatan kepada mereka di saat menjumpaiNya adalah "Salaam", dan Allah menyediakan bagi mereka pahala yang besar".
Setiap kali Malaikat memasuki dan menjenguk mereka, para Malaikat mengucapkan "Salaam": "Dan para malaikat masuk kepada mereka seraya berkata: Salaam (selamat/peace) atas kamu semua atas kesabarannya. Sungguh indah rumah abadi (Syurga)".
Kelima: Allah Menamakan diriNya serta Sumber Kedamaian (Salaam)
Allah sendiri menamai diriNya dengan, salah satunya, as-Salaam (Yang Damai). "Dialah Allah, tiada tuhan selain Dia yang Menguasai, Yang Suci, Yang Damai…". Bahkan Allah disebutkan oleh Rasulullah dalam salah satu sunnah dzikir sebagai "Sumber dan tempat kembali" kedamaian abadi, sebagaimana disebutkan dalam dzikir: "Allahumma Antas Salaam wa minKa as Salaam, fahayyinaa Rabbanaa bissalaam…..".
Keenam: Perintah Allah untuk Berbuat Baik (al-ihsan)
Allah dalam Al Qur'an memerintahkan RasulNya untuk berbuat baik tanpa ada batasan dan diskriminasi: "Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat kepadamu".
Sebagian ulama menilai, perintah kepada Rasulullah ini adalah perintah yang sangat luar biasa. Bagaimana mungkin Rasulullah yang manusia biasa, dengan segala keterbatasan manusiawi seperti pertimbangan akal, perasaan, dll., akan mampu menyamai Allah dalam perbuatan baik (ihsan)? Untuk itu, tidak ada maksud lain dari ayat ini kecuali bahwa perbuatan baik dalam kacamata Islam tidak dibatasi oleh berbagai batasan manusia. Kiranya, perbuatan baik (ihsan) tidak dilakukan secara diskriminatif karena suku, golongan, warna kulit, tingkat sosial ekonomi, bahkan keyakinan agama sekalipun.
Rasulullah SAW telah membuktikannya. Beliau bertetanggan dengan Yahudi, mengadakan perjanjian dengan kaum Kristiani, dan semua mengakui ketinggian "ihsan" (budi luhur) Rasulullah SAW. Maka sangat wajar, jika Allah sendiri yang memberikan pengakuan: "Sungguh tiada kuutus kamu kecuali sebagai rahmatan bagi seluruh jagad". Bahkan lebih jauh: "Engkau adalah sosok yang berbudi luhur yang maha tinggi" (S. al Qalam).
Rasa kasih dan sayang Rasulullah ini, tidak saja terbatas pada bangsa manusia apalagi kaum Muslim saja. Tapi juga telah dibuktikan terhadap seluruh makhluk ciptaan Allah, bahkan kepada hewan sekalipun. Beliau menceritakan: "Suatu ketika, ada seorang lelaki yang sangat kehausan karena panas terik yang menggigit. Untuk menghapus rasa dahaga tersebut, sang lelaki menemukan sebuah sumur yang dalam. Beliau pun memasukinya dan minum sepuasnya, lalu memanjat ke atas. Sesampai di atas, beliau menemukan seekor anjing yang kehausan dan hampir mati darinya. Maka beliau sekali lagi memasuki sumur tersebut, mengisi sepatunya dengan air dan menggigitnya seraya memanjat dinding sumur ke atas. Sesampai di atas, belaiu memberikanya kepada sang anjing. Karena perbiatan baiknya kepada anjing ini, Allah mengampuni dosanya dan memasukkannya ke dalam Syurga" Para sahabat bertanya: "Adakah pahala yang didapatkan dari seekor hewan?" Belaiu menjawab: "Pada semua makhluk hiudp ada pahala kebaikan".
Bahkan suatu ketika, beliau menemukan sebuah saran semut dibakar. Beliau bertanya: "Siapa yang melakukan ini?" Para sahabat menjawab bahwa merekalah yang melakukannya. Beliau kemudian mengatakan: "Tidak ada yang berhak mempergunakan api untuk membakar kecuali Tuhan api itu sendiri".
Semua ini membuktikan bahwa "ihsan" (komitmen kebaikan) Rasulullah SAW adalah universal, tanpa ada diksriminasi, bahkan kepada hewan sekalipun. Jauh sebelum organisasi-organisasi hak-hak hewan (animal rights organizations) tumbuh di dunia barat, Islam dan RasulNya telah mengajarkan kasih sayang kepada hewan. Hadits lain mengisahkan: "Seorang wanita masuk neraka hanya karena mengikat seekor kucing tanpa memberikan makan, dan tidak juga membiarkannya mencari makannya".
Akhirnya, tuduhan klasik yang tidak berdasar terhadap Rasulullah masih dapatkah dipertahankan? Apakah tuduhan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok yang kaku, keras, serta anti damai masih dapat diterima? Saya yakin, dengan berbagai fakta sejarah dan merujuk kepada kenyataan ajaran Islam yang sedemikian agung, tak seorang manusia berakal pun yang akan menolak bahwa Muhammad, Rasulullah SAW, tidak saja merupakan simbol kedamaian dan perdamaian sejati, tapi telah menjadi "Peace Initiator" dan "Peace Maker" sepanjang sejarah manusia.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Muhammad sang inisiator perdamaian
ichreza wrote:Pertama: Islam menghendaki "ketaatan" kepada Allah. Tanpa ketaatan kepada Allah, sesungguhnya tiada Islam. Untuk taat kepada Allah dibutukan "ketaatan" kepada Rasulullah. Berbagai ayat dalam Al Qur'an memerintahkan ketaatan kepadaNya, namun sekaligus memerintahkan ketaatan kepada RasulNya. Sebaliknya, bermaksiat kepada Allah dikaitkan langsung dengan kemaksiatan kepada RasulNya.
taat 'allah', allahnya siapa?
taat rasul', rasul yang mana?
ichreza wrote:Kedua: Rasulullah telah dijadikan, tidak saja sebagai "muballigh" (conveyer), namun sekaligus sebagai contoh tauladan "hidup" bagi seluruh pengikutnya. Ketauladanan menuntut sebuah komitmen untuk mengikut. Sedangkan untuk mengikut kepada seseorang atau sesuatu diperlukan pengetahuan tentangnya.
rasululah yang mana, muhammad?
apanya ang harus diteladani?
ichreza wrote:Salah satu kekeliruan faham yang sering kita temui adalah bahwa Rasulullah SAW merupakan sosok yang keras, kaku, serta berwatak anti damai. Lebih jauh, watak ini ditafsirkan bahwa sesungguhnya Islam itu telah disebarkan ke seluruh penjuru dunia dengan mata pedang. Tapi betulkah bahwa Rasulullah SAW berwatak kasar serta anti damai perdamaian? Betulkah pula bahwa Islam telah disebarkan dengan kekuatan pedang?
benar
itulah faktanya, lihat aja ayat-ayatnya!
ichreza wrote:1. Jauh sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi Rasul Allah SWT, beliau telah menunjukkan diri sebagai juru damai bagi berbagai kelompok suku yang sering terlibat dalam peperangan itu. Salah satu yang dapat disebutkan, ketika "Hajar Aswad" (batu hitam) terjatuh dari tempat aslinya di sudut Ka'bah akibat banjir. Ketika itu, hampir saja terjadi pertumpahan darah karena semua suku merasa paling berhak untuk mengembalikan ke tempat aslinya, dipandang sebagai salah satu kehormatan dan prestise kesukuan bangsa Makkah.
Muhammad SAW, yang ketika itu baru berumur belia, justeru keluar dengan ide yang cemerlang dan diterima oleh semua suku yang bersengketa. Beliau mengusulkan bahwa penentuan siapa yang berhak mengembalikan "hajar aswad" ke posisi semula ditentukan oleh siapa yang paling dini memasuki masjidil haram. Ternyata, dari sekian banyak pembesar Makkah yang berminat memasuki masjidil haram pertama kali, beliau jugalah yang melakukannya. Namun demikian, beliu menyadari bahwa kendati beliau berhak melakukan pengembalian hajar aswad, pasti akan timbul rasa "kurang enak" di kalangan para pembesar suku Makkah itu. Untuk itu, beliau menaruh "hajar aswad" dengan tangannya ke atas sebuah sorban, lalu semua kepala suku dipersilahkan untuk mengangkatnya secara bersama-sama dan diletakkan kembali ke posisi aslinya. Subhanallah!
Tindakan cemerlang nan bijak tersebut telah menghindarkan pertumpahan darah, bahkan lebih jauh mengajarkan kebersamaan dan keinginan untuk mencapai kebaikan secara gotong royong. Keberhasilan Muhammad muda SAW tersebut merupakan cerminan watak asli yang damai serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mewujudkan perdamaian di antara sesama manusia.
ide biasa saja..
lagian apa bener pasang batu terjatuh aja seribut itu?
ichreza wrote:2. Di awal hijrah Rasulullah, beliau menerima kedatangan utusan kafir Makkah di Madinah yang berakhir dengan beberapa kesepakatan. Salah satu isi kesepakatan tersebut bahwa "jikalau ada pengikut Muhammad SAW melarikan diri dari Madinah ke Makkah, yang bersangkutan tidak harus dikembalikan ke Madinah. Sebaliknya, jika ada pengikut Muhammad yang melarikan diri dari Makkah ke Madinah, yang bersangkutan harus dipulangkan ke Makkah".
Bagi pemikiran umum, persetujuan tersebut sangat tidak adil. Namun Rasulullah, dengan komitmen yang sangat tinggi untuk menghindari konflik dan membangun perdamaian, mau menerimanya.
komkitmen apanya?
ia yang melanggar poin erhjanjian hudaibiyah tak mau mengembalikan quraisy yang bergabung dengannya di madinah bahkan akhirnya dia sendiri yang membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak tanpa alasan yang jelas
ichreza wrote:Kedua: Rasulullah Membuktikan Ajaran Islam yang Cinta Damai
Rasulullah SAW adalah pembawa risalah yang agung. Sebagai pembawa risalah, tentu beliau dituntut untuk, tidak saja menyampaikan, tapi sekaligus mencontohkannya secara konkrit bagaimana pelaksanaanya. Untuk itu, jika kita kembali kepada ajaran-ajaran dasar Rasulullah SAW (al-Islam), akan didapati dengan mudah bahwa Islam memang mengajarkan dan mewujudkan kedamaian serta menjunjung tinggi perdamaian.
contoh konkrit:
hanya berawal dari keributan kecil di pasar yahudi, seorang pengikutnya secara beringas melakukan pembunuhan yang akhirnya dihakimi massa, alih-alih menyelesaikan masalah, muhammad justeru memperbesar masalah yang berujung pada pengusiran seluruh orang yahudi dari madinah, tempat yang sudah mereka diami sejak nenek-moyang, sedang muhammad sendiri hanyalah orang pindahan, yang ketika masih miskin justeru mereka tolong dengan dipinjami peralatan bertani/berkebun, sungguh tak tahu adat dan tak tahu balas budi
yang lain males ngomentari, bikin mules
lebay dan penuh dusta
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Muhammad sang inisiator perdamaian
TAMBAHAN BUAT BUNG ADMIN
@SEGOROWEDI! PERHATIKAN BAIK2 ARTIKEL DIBAWAH INI!!!
Pada tahun 628 Nabi Muhammad SAW mengeluarkan Piagam Anugerah kepada biarawan St. Catherine Monastery di Mt. Sinai. Berisi beberapa klausul yang melingkupi aspek-aspek hak asasi manusia termasuk perlindungan bagi umat Kristen, kebebasan beribadah dan bergerak, kebebasan untuk menunjuk hakim-hakim dan menjaga property mereka, pembebasan dari wajib militer, dan hak untuk dilindungi dalam perang.
Image of Patent from Prophet Muhammad to the Christians of St. Catherine’s Monastery, Mt. Sinai
Berikut ini terjemahan dalam bahasa Inggris atas dokumen tersebut:
“This is a message from Muhammad ibn Abdullah, as a covenant to those who adopt Christianity, near and far, we are with them.
Verily I, the servants, the helpers, and my followers defend them, because Christians are my citizens; and by Allah! I hold out against anything that displeases them.
No compulsion is to be on them.
Neither are their judges to be removed from their jobs nor their monks from their monasteries.
No one is to destroy a house of their religion, to damage it, or to carry anything from it to the Muslims’ houses.
Should anyone take any of these, he would spoil God’s covenant and disobey His Prophet. Verily, they are my allies and have my secure charter against all that they hate.
No one is to force them to travel or to oblige them to fight.
The Muslims are to fight for them.
If a female Christian is married to a Muslim, it is not to take place without her approval. She is not to be prevented from visiting her church to pray.
Their churches are to be respected. They are neither to be prevented from repairing them nor the sacredness of their covenants.
No one of the nation (Muslims) is to disobey the covenant till the Last Day (end of the world).”
TERJEMAHAN:
Ini adalah pesan dari Muhammad ibn Abdullah, sebagai perjanjian bagi siapapun yang menganut Kekristenan, jauh dan dekat, bahwa kami mendukung mereka.
Sesungguhnya saya, para pelayan, para penolong, dan para pengikut saya membela mereka, karena orang-orang Kristen adalah penduduk saya; dan karena Allah! Saya bertahan melawan apapun yang tidak menyenangkan mereka.
Tidak ada paksaan yang dapat dikenakan pada mereka.
Sekalipun oleh para hakim-hakim mereka, maka akan dikeluarkan dari pekerjaan mereka maupun dari para biarawan-biarawan mereka, maka akan dikeluarkan dari biara mereka.
Tidak ada yang boleh menghancurkan rumah ibadah mereka, atau merusaknya, atau membawa apapun daripadanya ke rumah-rumah umat Islam.
Jika ada yang mengambil hal-hal tersebut,maka ia akan merusak perjanjian Allah dan tidak menaati Rasul-Nya. Sesungguhnya, mereka adalah sekutu saya dan mendapatkan piagam keamanan melawan apapun yang mereka benci.
Tidak ada yang dapat memaksa mereka untuk bepergian atau mengharuskan mereka untuk berperang.
Umat Islam wajib bertempur untuk mereka.
Jika ada perempuan Kristen menikahi pria Muslim, hal ini tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan perempuan itu. Dia tidak dapat dilarang untuk mengunjungi gerejanya untuk berdoa.
Gereja-gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dilarang memperbaikinya dan menjaga perjanjian-perjanjian sakral mereka.
Tidak ada dari antara bangsa (Muslim) yang boleh tidak mematuhi perjanjian ini hingga Hari Akhir (akhir dunia).
Pada tahun 1517, piagam asli diambil oleh Sultan Selim I dari Turki dan saat ini berada di Musium Topkapi di Istanbul, akan tetapi Sultan memberikan salinan atas piagam tersebut kepada para biarawan, dan melegalisir isi piagam tersebut.
Dari koleksi besar gulungan kuno dan modern yang diawetkan di perpustakaan biara, jelas bahwa Perjanjian Nabi, apakah asli maupun salinan, memberikan hak dan perlindungan bagi umat Kristen
@SEGOROWEDI! PERHATIKAN BAIK2 ARTIKEL DIBAWAH INI!!!
Pada tahun 628 Nabi Muhammad SAW mengeluarkan Piagam Anugerah kepada biarawan St. Catherine Monastery di Mt. Sinai. Berisi beberapa klausul yang melingkupi aspek-aspek hak asasi manusia termasuk perlindungan bagi umat Kristen, kebebasan beribadah dan bergerak, kebebasan untuk menunjuk hakim-hakim dan menjaga property mereka, pembebasan dari wajib militer, dan hak untuk dilindungi dalam perang.
Image of Patent from Prophet Muhammad to the Christians of St. Catherine’s Monastery, Mt. Sinai
Berikut ini terjemahan dalam bahasa Inggris atas dokumen tersebut:
“This is a message from Muhammad ibn Abdullah, as a covenant to those who adopt Christianity, near and far, we are with them.
Verily I, the servants, the helpers, and my followers defend them, because Christians are my citizens; and by Allah! I hold out against anything that displeases them.
No compulsion is to be on them.
Neither are their judges to be removed from their jobs nor their monks from their monasteries.
No one is to destroy a house of their religion, to damage it, or to carry anything from it to the Muslims’ houses.
Should anyone take any of these, he would spoil God’s covenant and disobey His Prophet. Verily, they are my allies and have my secure charter against all that they hate.
No one is to force them to travel or to oblige them to fight.
The Muslims are to fight for them.
If a female Christian is married to a Muslim, it is not to take place without her approval. She is not to be prevented from visiting her church to pray.
Their churches are to be respected. They are neither to be prevented from repairing them nor the sacredness of their covenants.
No one of the nation (Muslims) is to disobey the covenant till the Last Day (end of the world).”
TERJEMAHAN:
Ini adalah pesan dari Muhammad ibn Abdullah, sebagai perjanjian bagi siapapun yang menganut Kekristenan, jauh dan dekat, bahwa kami mendukung mereka.
Sesungguhnya saya, para pelayan, para penolong, dan para pengikut saya membela mereka, karena orang-orang Kristen adalah penduduk saya; dan karena Allah! Saya bertahan melawan apapun yang tidak menyenangkan mereka.
Tidak ada paksaan yang dapat dikenakan pada mereka.
Sekalipun oleh para hakim-hakim mereka, maka akan dikeluarkan dari pekerjaan mereka maupun dari para biarawan-biarawan mereka, maka akan dikeluarkan dari biara mereka.
Tidak ada yang boleh menghancurkan rumah ibadah mereka, atau merusaknya, atau membawa apapun daripadanya ke rumah-rumah umat Islam.
Jika ada yang mengambil hal-hal tersebut,maka ia akan merusak perjanjian Allah dan tidak menaati Rasul-Nya. Sesungguhnya, mereka adalah sekutu saya dan mendapatkan piagam keamanan melawan apapun yang mereka benci.
Tidak ada yang dapat memaksa mereka untuk bepergian atau mengharuskan mereka untuk berperang.
Umat Islam wajib bertempur untuk mereka.
Jika ada perempuan Kristen menikahi pria Muslim, hal ini tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan perempuan itu. Dia tidak dapat dilarang untuk mengunjungi gerejanya untuk berdoa.
Gereja-gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dilarang memperbaikinya dan menjaga perjanjian-perjanjian sakral mereka.
Tidak ada dari antara bangsa (Muslim) yang boleh tidak mematuhi perjanjian ini hingga Hari Akhir (akhir dunia).
Pada tahun 1517, piagam asli diambil oleh Sultan Selim I dari Turki dan saat ini berada di Musium Topkapi di Istanbul, akan tetapi Sultan memberikan salinan atas piagam tersebut kepada para biarawan, dan melegalisir isi piagam tersebut.
Dari koleksi besar gulungan kuno dan modern yang diawetkan di perpustakaan biara, jelas bahwa Perjanjian Nabi, apakah asli maupun salinan, memberikan hak dan perlindungan bagi umat Kristen
satria bergitar- LETNAN DUA
-
Age : 38
Posts : 1396
Location : Karawang
Join date : 08.12.11
Reputation : 59
Re: Muhammad sang inisiator perdamaian
di quran dan hadis kagak ada
muslim pada percaya kagak?
muslim pada percaya kagak?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Muhammad sang inisiator perdamaian
wo...wo...
Besar amat kebencianmu sama Nabi Muhammad SAW......
Bisa dipastikan bahwa anda menganggap bodoh kepada Michael H. Hart yg dalam bukunya ''the 100'' atau 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah, menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama....
wo...woo...
Pasti anda anggap Michael H. Hart telah dirasuki setan sehingga menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan pertama...
wo...woo...
Anda itulah yang saat ini sedang disesatkan setan untuk membenci ajaran Islam dan Nabi Muhammad, itu pengakuan (benci kpda Islam) anda sendiri toh didalam suatu Thread saya baca...
Wo..woo..
Besar amat kebencianmu sama Nabi Muhammad SAW......
Bisa dipastikan bahwa anda menganggap bodoh kepada Michael H. Hart yg dalam bukunya ''the 100'' atau 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah, menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama....
wo...woo...
Pasti anda anggap Michael H. Hart telah dirasuki setan sehingga menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan pertama...
wo...woo...
Anda itulah yang saat ini sedang disesatkan setan untuk membenci ajaran Islam dan Nabi Muhammad, itu pengakuan (benci kpda Islam) anda sendiri toh didalam suatu Thread saya baca...
Wo..woo..
bahdar- SERSAN MAYOR
-
Posts : 259
Kepercayaan : Islam
Join date : 23.12.11
Reputation : 5
Similar topics
» tanda kiamat: perdamaian islam dan kristen
» Logika Netanyahu : Penelitian Tembok Ratapan = Penolakan Terhadap Yahudi = Mengancam Perdamaian
» Adakah Maulud Muhammad Semulia Natal Yesus Almasih?
» Kebengkalaian Sang Buddha
» Sang Hyang Yesus
» Logika Netanyahu : Penelitian Tembok Ratapan = Penolakan Terhadap Yahudi = Mengancam Perdamaian
» Adakah Maulud Muhammad Semulia Natal Yesus Almasih?
» Kebengkalaian Sang Buddha
» Sang Hyang Yesus
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik