menepis fitnah terhadap tsa'labah
Halaman 1 dari 1 • Share
menepis fitnah terhadap tsa'labah
Mukaddimah
Ibnu Abbas berkata : "Janganlah kalian mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah sesaat itu lebih baik dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat puluh tahun)". (Hadits Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih. Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469, Takhrij Syaikh Al-Albani).
Menjunjung tinggi nama baik shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan kewajiban syar'i dan merupakan tuntunan agama. Memberikan penghormatan, keridhaan, serta pujian kepada mereka adalah salah satu prinsip dasar dari prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Tulisan di bawah ini sengaja kami angkat dengan maksud untuk Meluruskan Cerita Tentang Tsa'labah bin Hathib, dimana sebagian dari kaum muslimin sering membawakan riwayat Tsa'labah untuk contoh kebakhilan, tanpa berusaha untuk merujuk atau memeriksa kembali kebenaran dari riwayat tersebut.
HADITS TSA'LABAH BIN HATHIB
"Artinya : Celaka engkau wahai Tsa'labah ! Sedikit engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah ? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku".
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy, Al-Baghawy, Ibnu Qani', Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua meriwayatkan dari jalan Mu'aan bin Rifa'ah As-Salamy dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Baahiliy, ia berkata : "Bahwasanya Tsa'labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata : 'Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar aku dikaruniai harta'. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "(Ia menyebutkan lafadz hadits di atas)".
Kemudian ia berkata, demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya (zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : 'Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa'labah'.
Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. Lalu kambing itu tumbuh beranak sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya. Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah (desa). Karena kesibukannya, ia hanya berjama'ah pada shalat Dhuhur dan Ashar saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama'ah sampai shalat Jum'ah pun ia tinggalkan.
Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para shahabat : "Apa yang dilakukan Tsa'labah ?" Mereka menjawab : "Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya ...." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil zakatnya seraya berkata : "Pergilah kalian ke tempat Tsa'labah dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua". Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa'labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya di sana dibacakan surat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Serta merta Tsa'labah berkata : "Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ? Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini !.
Lalu keduanya pulang dan menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihat keduanya (pulang tidak membawa hasil), sebelum berbicara, beliau bersabda : "Celaka engkau, wahai Tsa'labah ! Lalu turun ayat :
"Artinya : Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah : 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)".
(At-Taubah : 75-76).
Setelah ayat ini turun, Tsa'labah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia mohon agar diterima zakatnya. Beliau langsung menjawab : "Allah telah melarangku menerima zakatmu". Sampai Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak mau menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, Umar, serta Usman-pun tidak mau menerima zakatnya di masa khilafah mereka.
KOREKSI ILMIAH DERAJAT KEBENARAN RIWAYAT TERSEBUT
Hadits ini sangat Lemah Sekali.
Dalam sanad hadits ini ada dua rawi yang lemah :
1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik, seorang rawi yang sangat lemah.
* Imam Al-Bukhari dalam kitabnya berkata : "Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik Al-Alhany Ad-Dimasyqy adalah rawi munkarul hadits". (Lihat : Adh Dhu'afaa'us Shaghiir No. 255).
* Imam Nasa'i berkata : "Ia meriwayatkan dari Qasim (bin Abdur Rahman), ia matrukul hadits". (Lihat : Adh-Dhua'faa wal Matrukiin No. 455).
* Imam Daruquthny berkata : "Ia seorang matruk (yang ditinggalkan)".
* Imam Abu Zur'ah berkata : "Ia bukan orang yang kuat". (Periksa : Mizanul I'tidal 3:161, Taqribut Tahdzib 2:46, Al-Jarhu wat Ta'dil 6:208, Lisanul Mizan 7 :314).
2. Mu'aan bin Rifaa'ah As-Salamy, seorang rawi yang lemah.
* Ibnu Hajar berkata : "Ia rawi lemah dan sering memursalkan hadits". (Periksa : Taqribut Tahdzib :258).
* Kata Imam Adz-Dzahabi : "Ia tidak kuat haditsnya". (Periksa Mizanul I'tidal 4:134).
Para Ulama yang melemahkan hadits-hadits ini diantaranya ialah :
* Ibnu Hazm, ia berkata : "Riwayat ini Bathil". (Al-Muhalla 11:207-208).
* Al-Iraqy berkata : "Riwayat ini Dha'if". (Lihat Takhrij Ahadist Ihya Ulumudin 3:272)
* Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : "Riwayat tersebut Dha'if dan tidak boleh dijadikan hujjah". (Lihat : Fathul Bari 3 :266).
* Ibnu Hamzah menukil perkataan Baihaqi : "Dha'if". (Lihat Al-Bayan wat Ta'rif 3:66-67).
* Al-Manawi berkata : "Dha'if" (Lihat : Faidhul Qadir 4:527).
RIWAYAT YANG BENAR
Tsa'labah bin Hathib adalah seorang shahabat yang ikut dalam perang Badar sebagaimana disebutkan oleh :
* Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqaat 3:36.
* Ibnu Abdil Barr dalam kitab Ad-Durar. halaman 122.
* Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla 11:208
* Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitab Al-Ishaabah fil Tamyiizis Shahaabah I:198
Dalam buku At-Tasfiyah wat Tarbiyah wa Atsarihima Fisti'nafil Hayat Al-Islamiyyah (hal. 28-29) oleh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary disebutkan pembelaan terhadap shahabat Tsa'labah bin Hathib, ia berkata : "Tsa'labah bin Hathib adalah shahabat yang ikut (hadir) dalam perang Badr".
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang ahli Badar.
"Artinya : Tidak akan masuk Neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah".
(Hadits Riwayat Ahmad 3:396).
SIKAP KITA
Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat ini maka tidak halal bagi kita membawakan riwayat Tsa'labah bin Hathib untuk contoh kebakhilan, karena bila kita bawakan riwayat itu berarti :
1. Kita berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Kita menuduh shahabat ahli Surga dengan tuduhan yang jelek.
3. Kita berdusta kepada orang yang kita sampaikan cerita tersebut kepadanya.
Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela, memaki atau menuduh dengan tuduhan yang jelek kepada para shahabat Rasululluh shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau bersabda :
"Artinya : Barangsiapa mencela shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia".
(Hadits Riwayat Thabrani).
Wallaahu a'lam bish shawaab.
(Yazid Abdul Qadir Jawwas)
Wasiat Para Imam Salaf
Tentang Sikap Muslim Terhadap Pemberitaan Miring Terhadap Sahabat
Imam Ahmad berkata: "termasuk hujjah yang terang menyebutkan semua kebaikan-kebaikan semua sahabat-sahabat Rasulullah dan menahan diri dari menyebut-nyebut kekurangan-kekurangan mereka dan mengungkit-ngungkit pertikaian yang terjadi diantara mereka. Maka siapapun yang memaki sahabat Rasulullah atau salah seorang diantara mereka atau merendahkan, melecehkan, membeberkan aib mereka atau menghujat salah seorang dari mereka adalah pembuat bid'ah (mubtadi'), tergolong Rafidhah (Syi'ah), jahat dan menentang. Allah tidak akan menerimanya sama sekali. Bahkan mencintai mereka termasuk sunnah, mendoakan mereka termasuk ibadah [QS. Al-Hasyr: 10] meneladani mereka termasuk wasilah dan berpegang teguh pada atsar (jejak) mereka adalah suatu keutamaan. Sahabat-sahabat Rasulullah adalah manusia yang terbaik yang tidak boleh menyebut kekurangan-kekurangan mereka sedikitpun dan tidak pula melecehkan salah seorang dari mereka dengan menyebutkan aib dan kekurangan mereka" [As-Sunnah: 78]
Imam Thahawi mengenai aqidah ahlusunnah wal jama'ah berkata: "kami mencintai sahabat-sahabat Rasulullah namun tidak berlebihan (dari batas syari'at) dalam mencintai salah seorang dari mereka. Kami tidak pula berlepas tangan dari salah seorang dari mereka. Tetapi kami membenci orang yang membenci mereka serta orang yang menyebut selain kebaikan mereka. Kami hanya menyebut kebaikan mereka, mencintai mereka adalah sebagian dari iman, dan ihsan, sedang membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan, serta kesewenang-wenangan." [Syarh Aqidah Thahawiyah 464, Ibnu Abi Al-'Izzin]
Demikian pula Imam 'Ubaidilah ibn Baththah berkata: "dan setelah itu tinggalkanlah pembicaraan tentang apa yang dipertikaikan diantara sahabat-sahabat Rasulullah itu, karena mereka telah ikut berperang dengan Nabi dalam berbagai peperangan, mereka telah mengungguli orang lain dengan keutamaan, maka Allah mengampuni mereka sedangkan kamu disuruh memohonkan ampunan buat mereka dan bertaqarrub kepada-Nya dengan mencintain para sahabat itu, Allah mewajibkan hal itu lewat sabda Nabi. Padahal Dia tahu yang akan terjadi pada sahabat-sahabat itu, termasuk peperangan yang terjadi diantara mereka. Hanya saja mereka telah diberikan keutamaan atas semua manusia lantaran Allah telah menghapus kesalahan mereka baik yang disengaja maupun tidak. Tetang perselisihan diantara mereka telah diampuni oleh Allah." [Al-Ibanah 260]
Imam Abu 'Utsman As-Sabuni dalam kitabnya As-Salaf wa ash-hab al-hadits (juz I / 129): "mereka (salaf assholeh) melihat harus menghentikan perbincangan tentang semua pertikaian dikalangan semua sahabat Rasul, membersihkan lidah dari menyebut aib dan kekurangan mereka yang ada pada diri mereka, sementara itu berpandangan agar menanam kasih sayang pada semua sahabat dan berpihak kepada sesama mereka."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "memelihara hati dan lisan terhadap sahabat Rasulullah adalah prinsip Ahlussunnah wal jama'ah. Demikian pula meninggalkan cara-cara yang ditempuh oleh golongan-golongan Rafidhah yang membenci dan menghujat sahabat dan menyakiti ahlul bait dengan ucapan atau perbuatan. Ahlusunnah menghentikan perbincangan tentang pertikaian yang terjadi dikalangan sahabat dengan mengatakan: riwayat atsar yang menyebut aib mereka, sebagian adalah bohong sebagian lagi ada yang dilebih-lebihkan, dikurangi dan dirubah dari bentuk aslinya. Mengenai berita yang sahih, sahabat telah dimaafkan, kedudukan mereka mungkin sebagai mujtahid yang benar atau mujtahid yang salah. Namun mereka tidak meyakini kemaksuman masing-masing sahabat dari dosa besar dan kecil, bahkan secara umum boleh saja mereka berbuat dosa, tapi sahabat itu adalah perintis (al-swabiq) dan mempunyai kelebihan yang berhak memperoleh ampunan atas kesalahannya yang tidak diberikan kepada orang lain sesudah mereka. Karena mereka mengantongi sejumlah kebaikan yang dapat menghapuskan segala keburukan-keburukan. Yang kebaikan-kebaikan itu tidak dimiliki oleh orang-orang sesudah mereka. Siapa yang meneliti perjalanan hidup golongan sahabat itu dengan kaca mata ilmu dan mata hati serta meneliti keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah kepada mereka pastilah dia tahu bahwa para sahabat itu adalah manusia yang terbaik sesudah Nabi yang tidak pernah dan tidak akan ada bandingnya. Dan mereka adalah orang-orang pilihan dari ummat yang terbaik dan termulia dalam padangan Allah ini." [Aqidah Washithiyah 166-176]
Imam Adz-Dzahabi berkata: "sudah seyogyanya ditekadkan menahan diri dari banyak memperbincangkan pertikaian dan perperangan yang terjadi diantara sahabat dan riwayat-riwayat itu akan terus kita lalui dalam ensiklopedia, kitab dan artikel-artikel (ajza') yang kebanyakan munqati' (terputus sanadnya) dan dha'if (lemah), dan sebagian lagi adalah kebohongan belaka. Jadi apa yang ada di tangan mereka dan para ulama kita seyogyanya kita lipat dan kita sembunyikan bahkan perlu disingkirkan untuk membersihkan hati serta memupuk kecintaan dan kerelaan kita terhadap para sahabat, menyembunyikan masalah ini adalah suatu kemestian bagi kalangan umum dan ulama sebagai individu memang boleh dibaca secara rahasia oleh seorang ulama yang alim, yang jujur, bersih dari hawa nafsu. [Siyar A'lam An-Nubala' X/92]
Mereka para sahabat itu sudah menyandang penghargaan sebagai perintis. Amalan-amalannya dapat menutupi kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Jihadnya dapat menghapuskan dosa-dosanya.
Ibnu Abbas berkata : "Janganlah kalian mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah sesaat itu lebih baik dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat puluh tahun)". (Hadits Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih. Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469, Takhrij Syaikh Al-Albani).
Menjunjung tinggi nama baik shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan kewajiban syar'i dan merupakan tuntunan agama. Memberikan penghormatan, keridhaan, serta pujian kepada mereka adalah salah satu prinsip dasar dari prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Tulisan di bawah ini sengaja kami angkat dengan maksud untuk Meluruskan Cerita Tentang Tsa'labah bin Hathib, dimana sebagian dari kaum muslimin sering membawakan riwayat Tsa'labah untuk contoh kebakhilan, tanpa berusaha untuk merujuk atau memeriksa kembali kebenaran dari riwayat tersebut.
HADITS TSA'LABAH BIN HATHIB
"Artinya : Celaka engkau wahai Tsa'labah ! Sedikit engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah ? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku".
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy, Al-Baghawy, Ibnu Qani', Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua meriwayatkan dari jalan Mu'aan bin Rifa'ah As-Salamy dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Baahiliy, ia berkata : "Bahwasanya Tsa'labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata : 'Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar aku dikaruniai harta'. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "(Ia menyebutkan lafadz hadits di atas)".
Kemudian ia berkata, demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya (zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : 'Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa'labah'.
Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. Lalu kambing itu tumbuh beranak sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya. Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah (desa). Karena kesibukannya, ia hanya berjama'ah pada shalat Dhuhur dan Ashar saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama'ah sampai shalat Jum'ah pun ia tinggalkan.
Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para shahabat : "Apa yang dilakukan Tsa'labah ?" Mereka menjawab : "Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya ...." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil zakatnya seraya berkata : "Pergilah kalian ke tempat Tsa'labah dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua". Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa'labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya di sana dibacakan surat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Serta merta Tsa'labah berkata : "Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ? Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini !.
Lalu keduanya pulang dan menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihat keduanya (pulang tidak membawa hasil), sebelum berbicara, beliau bersabda : "Celaka engkau, wahai Tsa'labah ! Lalu turun ayat :
"Artinya : Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah : 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)".
(At-Taubah : 75-76).
Setelah ayat ini turun, Tsa'labah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia mohon agar diterima zakatnya. Beliau langsung menjawab : "Allah telah melarangku menerima zakatmu". Sampai Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak mau menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, Umar, serta Usman-pun tidak mau menerima zakatnya di masa khilafah mereka.
KOREKSI ILMIAH DERAJAT KEBENARAN RIWAYAT TERSEBUT
Hadits ini sangat Lemah Sekali.
Dalam sanad hadits ini ada dua rawi yang lemah :
1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik, seorang rawi yang sangat lemah.
* Imam Al-Bukhari dalam kitabnya berkata : "Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik Al-Alhany Ad-Dimasyqy adalah rawi munkarul hadits". (Lihat : Adh Dhu'afaa'us Shaghiir No. 255).
* Imam Nasa'i berkata : "Ia meriwayatkan dari Qasim (bin Abdur Rahman), ia matrukul hadits". (Lihat : Adh-Dhua'faa wal Matrukiin No. 455).
* Imam Daruquthny berkata : "Ia seorang matruk (yang ditinggalkan)".
* Imam Abu Zur'ah berkata : "Ia bukan orang yang kuat". (Periksa : Mizanul I'tidal 3:161, Taqribut Tahdzib 2:46, Al-Jarhu wat Ta'dil 6:208, Lisanul Mizan 7 :314).
2. Mu'aan bin Rifaa'ah As-Salamy, seorang rawi yang lemah.
* Ibnu Hajar berkata : "Ia rawi lemah dan sering memursalkan hadits". (Periksa : Taqribut Tahdzib :258).
* Kata Imam Adz-Dzahabi : "Ia tidak kuat haditsnya". (Periksa Mizanul I'tidal 4:134).
Para Ulama yang melemahkan hadits-hadits ini diantaranya ialah :
* Ibnu Hazm, ia berkata : "Riwayat ini Bathil". (Al-Muhalla 11:207-208).
* Al-Iraqy berkata : "Riwayat ini Dha'if". (Lihat Takhrij Ahadist Ihya Ulumudin 3:272)
* Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : "Riwayat tersebut Dha'if dan tidak boleh dijadikan hujjah". (Lihat : Fathul Bari 3 :266).
* Ibnu Hamzah menukil perkataan Baihaqi : "Dha'if". (Lihat Al-Bayan wat Ta'rif 3:66-67).
* Al-Manawi berkata : "Dha'if" (Lihat : Faidhul Qadir 4:527).
RIWAYAT YANG BENAR
Tsa'labah bin Hathib adalah seorang shahabat yang ikut dalam perang Badar sebagaimana disebutkan oleh :
* Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqaat 3:36.
* Ibnu Abdil Barr dalam kitab Ad-Durar. halaman 122.
* Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla 11:208
* Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitab Al-Ishaabah fil Tamyiizis Shahaabah I:198
Dalam buku At-Tasfiyah wat Tarbiyah wa Atsarihima Fisti'nafil Hayat Al-Islamiyyah (hal. 28-29) oleh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary disebutkan pembelaan terhadap shahabat Tsa'labah bin Hathib, ia berkata : "Tsa'labah bin Hathib adalah shahabat yang ikut (hadir) dalam perang Badr".
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang ahli Badar.
"Artinya : Tidak akan masuk Neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah".
(Hadits Riwayat Ahmad 3:396).
SIKAP KITA
Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat ini maka tidak halal bagi kita membawakan riwayat Tsa'labah bin Hathib untuk contoh kebakhilan, karena bila kita bawakan riwayat itu berarti :
1. Kita berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Kita menuduh shahabat ahli Surga dengan tuduhan yang jelek.
3. Kita berdusta kepada orang yang kita sampaikan cerita tersebut kepadanya.
Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela, memaki atau menuduh dengan tuduhan yang jelek kepada para shahabat Rasululluh shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau bersabda :
"Artinya : Barangsiapa mencela shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia".
(Hadits Riwayat Thabrani).
Wallaahu a'lam bish shawaab.
(Yazid Abdul Qadir Jawwas)
Wasiat Para Imam Salaf
Tentang Sikap Muslim Terhadap Pemberitaan Miring Terhadap Sahabat
Imam Ahmad berkata: "termasuk hujjah yang terang menyebutkan semua kebaikan-kebaikan semua sahabat-sahabat Rasulullah dan menahan diri dari menyebut-nyebut kekurangan-kekurangan mereka dan mengungkit-ngungkit pertikaian yang terjadi diantara mereka. Maka siapapun yang memaki sahabat Rasulullah atau salah seorang diantara mereka atau merendahkan, melecehkan, membeberkan aib mereka atau menghujat salah seorang dari mereka adalah pembuat bid'ah (mubtadi'), tergolong Rafidhah (Syi'ah), jahat dan menentang. Allah tidak akan menerimanya sama sekali. Bahkan mencintai mereka termasuk sunnah, mendoakan mereka termasuk ibadah [QS. Al-Hasyr: 10] meneladani mereka termasuk wasilah dan berpegang teguh pada atsar (jejak) mereka adalah suatu keutamaan. Sahabat-sahabat Rasulullah adalah manusia yang terbaik yang tidak boleh menyebut kekurangan-kekurangan mereka sedikitpun dan tidak pula melecehkan salah seorang dari mereka dengan menyebutkan aib dan kekurangan mereka" [As-Sunnah: 78]
Imam Thahawi mengenai aqidah ahlusunnah wal jama'ah berkata: "kami mencintai sahabat-sahabat Rasulullah namun tidak berlebihan (dari batas syari'at) dalam mencintai salah seorang dari mereka. Kami tidak pula berlepas tangan dari salah seorang dari mereka. Tetapi kami membenci orang yang membenci mereka serta orang yang menyebut selain kebaikan mereka. Kami hanya menyebut kebaikan mereka, mencintai mereka adalah sebagian dari iman, dan ihsan, sedang membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan, serta kesewenang-wenangan." [Syarh Aqidah Thahawiyah 464, Ibnu Abi Al-'Izzin]
Demikian pula Imam 'Ubaidilah ibn Baththah berkata: "dan setelah itu tinggalkanlah pembicaraan tentang apa yang dipertikaikan diantara sahabat-sahabat Rasulullah itu, karena mereka telah ikut berperang dengan Nabi dalam berbagai peperangan, mereka telah mengungguli orang lain dengan keutamaan, maka Allah mengampuni mereka sedangkan kamu disuruh memohonkan ampunan buat mereka dan bertaqarrub kepada-Nya dengan mencintain para sahabat itu, Allah mewajibkan hal itu lewat sabda Nabi. Padahal Dia tahu yang akan terjadi pada sahabat-sahabat itu, termasuk peperangan yang terjadi diantara mereka. Hanya saja mereka telah diberikan keutamaan atas semua manusia lantaran Allah telah menghapus kesalahan mereka baik yang disengaja maupun tidak. Tetang perselisihan diantara mereka telah diampuni oleh Allah." [Al-Ibanah 260]
Imam Abu 'Utsman As-Sabuni dalam kitabnya As-Salaf wa ash-hab al-hadits (juz I / 129): "mereka (salaf assholeh) melihat harus menghentikan perbincangan tentang semua pertikaian dikalangan semua sahabat Rasul, membersihkan lidah dari menyebut aib dan kekurangan mereka yang ada pada diri mereka, sementara itu berpandangan agar menanam kasih sayang pada semua sahabat dan berpihak kepada sesama mereka."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "memelihara hati dan lisan terhadap sahabat Rasulullah adalah prinsip Ahlussunnah wal jama'ah. Demikian pula meninggalkan cara-cara yang ditempuh oleh golongan-golongan Rafidhah yang membenci dan menghujat sahabat dan menyakiti ahlul bait dengan ucapan atau perbuatan. Ahlusunnah menghentikan perbincangan tentang pertikaian yang terjadi dikalangan sahabat dengan mengatakan: riwayat atsar yang menyebut aib mereka, sebagian adalah bohong sebagian lagi ada yang dilebih-lebihkan, dikurangi dan dirubah dari bentuk aslinya. Mengenai berita yang sahih, sahabat telah dimaafkan, kedudukan mereka mungkin sebagai mujtahid yang benar atau mujtahid yang salah. Namun mereka tidak meyakini kemaksuman masing-masing sahabat dari dosa besar dan kecil, bahkan secara umum boleh saja mereka berbuat dosa, tapi sahabat itu adalah perintis (al-swabiq) dan mempunyai kelebihan yang berhak memperoleh ampunan atas kesalahannya yang tidak diberikan kepada orang lain sesudah mereka. Karena mereka mengantongi sejumlah kebaikan yang dapat menghapuskan segala keburukan-keburukan. Yang kebaikan-kebaikan itu tidak dimiliki oleh orang-orang sesudah mereka. Siapa yang meneliti perjalanan hidup golongan sahabat itu dengan kaca mata ilmu dan mata hati serta meneliti keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah kepada mereka pastilah dia tahu bahwa para sahabat itu adalah manusia yang terbaik sesudah Nabi yang tidak pernah dan tidak akan ada bandingnya. Dan mereka adalah orang-orang pilihan dari ummat yang terbaik dan termulia dalam padangan Allah ini." [Aqidah Washithiyah 166-176]
Imam Adz-Dzahabi berkata: "sudah seyogyanya ditekadkan menahan diri dari banyak memperbincangkan pertikaian dan perperangan yang terjadi diantara sahabat dan riwayat-riwayat itu akan terus kita lalui dalam ensiklopedia, kitab dan artikel-artikel (ajza') yang kebanyakan munqati' (terputus sanadnya) dan dha'if (lemah), dan sebagian lagi adalah kebohongan belaka. Jadi apa yang ada di tangan mereka dan para ulama kita seyogyanya kita lipat dan kita sembunyikan bahkan perlu disingkirkan untuk membersihkan hati serta memupuk kecintaan dan kerelaan kita terhadap para sahabat, menyembunyikan masalah ini adalah suatu kemestian bagi kalangan umum dan ulama sebagai individu memang boleh dibaca secara rahasia oleh seorang ulama yang alim, yang jujur, bersih dari hawa nafsu. [Siyar A'lam An-Nubala' X/92]
Mereka para sahabat itu sudah menyandang penghargaan sebagai perintis. Amalan-amalannya dapat menutupi kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Jihadnya dapat menghapuskan dosa-dosanya.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» menepis perpecahan menuju persatuan
» fitnah dunia
» Fitnah ala detik.com
» Yang Lebih Mulya
» Fitnah Dajjal merajalela
» fitnah dunia
» Fitnah ala detik.com
» Yang Lebih Mulya
» Fitnah Dajjal merajalela
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik