"Memang Ada yang Salah kalau Asal Bukan Ahok?"

http://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/15/14152701/.memang.ada.yang.salah.kalau.asal.bukan.ahok.

JAKARTA, KOMPAS.com -
Anggota DPD Partai Gerindra Provinsi DKI Jakarta Syarif mengatakan bahwa Koalisi Kekeluargaan terbentuk karena semangat kebersamaan tujuh partai politik di Jakarta. Selain Gerindra, enam partai politik yang tergabung dalam Koalisi Kekeluargaan adalah PDI Perjuangan, PPP, PKB, PKS, PAN, dan Partai Demokrat.

Syarif menjelaskan, ada beberapa skenario untuk Pilkada DKI Jakarta 2017. Apakah Koalisi Kekeluargaan akan maju bersama dengan satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur atau PDI-P sebagai partai dengan kursi mayoritas di DPRD DKI Jakarta maju dengan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sendiri.

"Tapi intinya, tidak mencalonkan Ahok (petahana Basuki Tjahaja Purnama). Ketemu di situ," kata Syarif, kepada wartawan, di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (15/8/2016).

Ketua Tim Penjaringan Cagub DKI dari Partai Gerindra tersebut mengatakan banyak konstituen yang menginginkan figur baru sebagai pemimpin Jakarta. Kemudian, lanjut Syarif, partai politik ingin mengakomodir keinginan masyarakat tersebut.

"Memang lawannya Ahok, ada yang salah? Ya memang ada yang salah kalau Asal Bukan Ahok? Menurut saya, enggak ada yang salah," kata Syarif.

"Tapi intinya begini, kami ingin meneruskan apa yang sudah dicapai oleh Ahok dan mengoreksi kesalahan Ahok. (Program) yang sudah baik sama Ahok, diteruskan, yang salah, kami koreksi dan ganti kepemimpinan," kata Syarif.

Kalimat "Asal Bukan Ahok" ini kerap disampaikan oleh Ahok sebagai sindiran kepada sekelompok orang maupun partai politik yang kerap mengkritik kebijakannya. Ahok memandang parpol lebih sibuk mencari strategi mengalahkan dirinya dibanding memikirkan program yang akan diajukan pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Enggak, kami enggak ingin mengalahkan Ahok, tapi ingin mengganti (gubernur) secara konstitusional. (Koalisi Kekeluargaan) mencari pemimpin menggunakan batin bukan kekuasaan," kata Syarif.

jujur saya suka dengan ketiga calon pilkada DKI .... tapi kalau modalnya cuma ASBAK ... yang beginian mah kelaut ajah
apalagi kalau program-nya cuma melanjutkan petahana (ga punya program lainnya) ... tapi sibuk kampanye ASBAK (asal bukan ahok)

cape deh ... bikin malu



mudah2an yang beginian ga terjadi waktu kampanye

setuju Say...

asal bukan ahok mirip dengan asal bukan trump

njlajahweb wrote:asal bukan ahok mirip dengan asal bukan trump

mirip juga dengan asal bukan hillary ... asal bukan anies ... asal bukan agus

so point-nya bukan hanya di kalimat "asal bukan si anu atau si anu" ... tapi kembali ke konteks kalimat saya paling awal (misalnya yang merah)

jujur saya suka dengan ketiga calon pilkada DKI .... tapi kalau modalnya cuma ASBAK ... yang beginian mah kelaut ajah
apalagi kalau program-nya cuma melanjutkan petahana (ga punya program lainnya) ... tapi sibuk kampanye ASBAK (asal bukan ahok)

cape deh ... bikin malu

tulisan merah ini nyambung dengan artikel yang saya bawa ... misalnya pada kalimat :

"Tapi intinya begini, kami ingin meneruskan apa yang sudah dicapai oleh Ahok dan mengoreksi kesalahan Ahok. (Program) yang sudah baik sama Ahok, diteruskan, yang salah, kami koreksi dan ganti kepemimpinan," kata Syarif.

begitu say ...

kalau menurut dirimu pribadi, apa arti yang paling tepat dari kata "petahana"

njlajahweb wrote:kalau menurut dirimu pribadi, apa arti yang paling tepat dari kata "petahana"

sesuai wiki :

Petahana (bahasa Inggris: incumbent), berasal dari kata "tahana", yang berarti kedudukan, kebesaran, atau kemuliaan,[1] dalam politik, adalah istilah bagi pemegang suatu jabatan politik yang sedang menjabat. Istilah ini biasanya digunakan dalam kaitannya dengan pemilihan umum, di mana sering terjadi persaingan antara kandidat petahana dan non petahana. Sebagai contoh, pada Pemilihan umum Presiden Indonesia 2009, Susilo Bambang Yudhoyono adalah petahana, karena ialah presiden yang sedang menjabat pada saat pemilihan umum untuk pelaksanaan pemilihan presiden berikutnya. Dalam persaingan kursi-terbuka (di mana sang petahana tidak mencalonkan diri), istilah "petahana" terkadang digunakan untuk merujuk kepada kandidat dari partai yang masih memegang jabatan kekuasaan

terimakasih Cayang...

njlajahweb wrote:terimakasih Cayang...

sama sama



----------------------------

saya tambahin ah ...

jadi kalau nyambung dengan kalimat saya sebelumnya

jujur saya suka dengan ketiga calon pilkada DKI .... tapi kalau modalnya cuma ASBAK ... yang beginian mah kelaut ajah
apalagi kalau program-nya cuma melanjutkan petahana (ga punya program lainnya) ... tapi sibuk kampanye ASBAK (asal bukan ahok)

so ... bila ternyata anies dan agus punya program lain sebagai alternatif program-nya ahok ... mereka (anies dan agus) tidak bisa disebut asbak

sepanjang yang saya ikuti di media ... baru agus yang sudah menjelaskan program-nya (walaupun masih seputar penggusuran - belum tentang program lainnya) tapi bagus juga "ide" nya ... sementara anies masih bicara soal "mengkaji dan menganalisa" dalam segala aspek di Jakarta

sebetulnya yang repot untuk anies dan agus dalam pilkada ini (menurut saya loh ya) ... kalau dibanding ahok ... mereka berdua jelas kalah start dalam hal pilkada ini :

1. sebagai petahana ... ahok pasti sudah menyiapkan "amunisi" untuk menang pilkada 2017  ... selama 2 tahun ahok jadi gub atau bahkan sejak era Jokowi >>> bandingkan dengan anies dan agus yang baru terpilih pada saat2 terakhir batas pendaftaran calon di KPU ... artinya persiapan mereka juga "tertinggal" dibandingkan tim-nya ahok

2. tidak hanya bicara tentang program ... tapi termasuk juga tim sukses itu sendiri berikut perangkat2nya ... (tim cyber-nya untuk unggul di keyword google, tim kampanye-nya untuk menguasai media sosial dan mendekati rakyat) ... dsb dsb >>> intinya bisa dikatakan ahok dan tim sudah lebih siap menghadapi pilkada dibanding tim agus atau tim anies

3. sebagai petahana ... ahok sudah punya pengalaman trial and error untuk masing2 program di jakarta ... sehingga program yang dia usung lebih relevan (karena sudah diuji coba selama dia jadi gubernur) .... pun program itu bisa berkembang terus selama 2 tahun, sehingga kemasannya lebih lengkap.

Misalnya ... dulu era Jokohok katakanlah programnya bikin kue bolu (misalnya) ... karena ahok sudah punya pengalaman sebagai petahana ... kue bolu ini bisa berkembang dengan penambahan2 seperti dikasih rasa yang lebih enak, hiasan yang lebih menarik, dst dst .... intinya program ahok jadi lebih matang dibanding pesaingnya (anies atau agus) >>> kalau baca program-nya ahok bahkan dia bawa2 standar ISO segala

JADI ... dalam hal ini Agus dan Anies harus lebih giat, kreatif, dan cepat bicara tentang program ... yaitu : program yang cukup matang (artinya bukan sekedar ide mentah yang tidak jelas bagaimana menjalankannya) ... sekaligus program tersebut belum pernah dilakukan petahana tapi bisa jadi solusi di jakarta >>> dan yang ini lumayan sulit karena Ahok sudah dinilai warga cukup berhasil dalam "membenahi" Jakarta (diluar bagaimana sikap dan perilaku-nya loh ya)

tapi ... walaupun sulit bukan ga mungkin mengalahkan ahok lewat program ... karena betapapun ahok punya kelemahan dari segi emosi .... jadi walaupun program Agus dan Anies tidak "secanggih" ahok ... asal ada program yang relevan saja (tidak perlu canggih2 amat) dan dengan soft approach yang baik pada warga ... harusnya Anies dan Agus bisa jadi pesaing "kompeten" bagi ahok  

NAH ... yang saya sayangkan .... menurut saya loh ya ... kejadian ribut2 masalah Al Maidah 51 (apalagi MUI sampai ikut2) ... justru merugikan Anies dan Agus ... karena warga jakarta sudah tidak bisa dikasih issue SARA beginian

kenapa tidak bisa ?? bukan karena mereka lebih rasional juga sih ... tapi mereka memang ga ngurusin SARA ... komunitas di jakarta sudah terlalu majemuk untuk bicara sara (apalagi dalam ruang publik) ... kalau antar teman (1 - 5 orang) masih mungkin lah .... tapi kalau sudah masuk ruang publik .... saya yakin tidak ada yang mau bicara sara .... kalaupun mau dibicarakan jatuh2nya hanya berakhir dengan joke ala stand up comedy ... artinya jarang ada yang tersinggung karena masalah sara

balik ke merah >>>> maka ... dengan kondisi yang diatas ini ... ketika topik sara muncul menyerang salah satu kandidat (misalnya ahok) ... oleh timses ahok justru akan dibalik untuk kembali menyerang anies atau agus (ditambah kemampuan timses mereka yang juga sudah lebih solid dibanding timses anies dan agus)

issue Al Maidah 51 ... itu cuma jadi makanan-nya orang luar Jakarta ... sementara publik jakarta-nya sendiri sudah cukup mendapat puluhan (atau bahkan ratusan) berita pro dan kontra tentang masalah ini .... yang akhirnya mereka juga ga ngurusin (tidak pro ahok atau kontra ahok dalam kaitan Al Maidah 51) ... balik2nya mereka akan melihat dari program dan karakter masing2 calon lagi

kembali ke biru

point saya ... kampanye dengan prgram yang ga jelas hanya karena asbak ... tidak akan "dimakan" oleh penduduk Jakarta

misalnya kampanye-nya seperti ini .... "Bila Anies atau Agus terpilih ... mereka akan mendirikan terminal terbang untuk mengurangi kemacetan (misalnya loh ya) ... lalu mereka juga akan menjadikan jakarta lebih manusiawi ... tidak otoriter, merugikan rakyat miskin dengan penggusuran, suka memaki2, kasar dan arogan" >>> ini namanya kampanye asbak ... kenapa saya sebut asbak :

1. yang orange itu tidak realistis ... artinya tidak ada yang percaya
2. yang ungu itu tidak jelas implementasi dan definisi-nya bagaimana .... warga pasti tanya maksudnya manusiawi itu gimana ?? kepada siapa manusiawinya ?? "kalau kepada koruptor masih harus manusiawi ga ??" ... dst dst
3. yang hijau itu ujung2nya hanya menjatuhkan kandidat lain .... ga akan kemakan juga bagi warga DKI

gitu2 lah