Terimakasih Telah Menyebut Denpasar Kota Paling Islami
Halaman 1 dari 1 • Share
Terimakasih Telah Menyebut Denpasar Kota Paling Islami
http://popbali.com/terimakasih-telah-menyebut-denpasar-kota-paling-islami/
Terimakasih Telah Menyebut Denpasar Kota Paling Islami
May 19, 2016
“Denpasar baru saja mendapat predikat Kota Paling Islami di Indonesia. Apa pendapat Admin?” tanya semeton pembaca popbali via inbox FB.
Pertama, popbali berterimakasih karena telah dimintai pendapat; ini artinya popbali cukup didengarkan oleh publik, paling tidak oleh sebagian semeton Bali.
Kedua, sebelum menyampaikan pendapat dan sikap sendiri, terlebih dahulu popbali ingin menyarankan agar semeton mendengarkan pendapat yang disampaikan oleh tokoh-tokoh publik di Bali, terutama yang kritis dan konsisten membela Bali dengan tulus ikhlas—seperti: I Gusti Putu Artha (mantan Ketua KPU Pusat,) Arya Wedakarna (anggota komisi III DPD RI), kru LSM Cakrawayu dan tokoh publik lainnya.
Ketiga, popbali mahami keresahan semeton Bali terkait predikat “Denpasar Kota Paling Islami” ini, dengan pertimbangan-pertimbangan sbb:
Sehingga, sekalilagi, bisa saya pahami jika masyarakat Bali merasa perlu menunjukkan sikap serius terhadap predikat “Denpasar Kota Paling Islami.”
Namun demikian, mohon diperhatikan, popbali memilih untuk berpikir dan bersikap positive saja terhadap pemberian predikat ini. Apalagi Buya Maarif adalah salahsatu tokoh lintas-agama yang saya pribadi kagumi.
Bahkan, melalui tulisan ini, saya pribadi atas nama popbali ingin secara khusus mengucapkan terimakasih kepada Buya Maarif dan rekan-rekan peneliti di Maarif Institue.
Terlepas apapun tujuan sesungguhnya di balik penelitian ini (tentu hanya mereka sendiri yang tahu), ada beberapa point positive yang penting untuk kita pahami dan apresiasi. Setidaknya 2 hal berikut ini:
(1) Tingkat keamanan;
(2) Tingkat kesejahteraan; dan
(3) Tingkat kebahagian masyarakat.
Dan, Denpasar adalah salahsatu dari 3 kota yang memperoleh point tertinggi (80 point).
Ini adalah bentuk pengakuan terbuka bahwa: Denpasar yang dihuni oleh mayoritas pemeluk Hindu mampu menghadirkan rasa aman, mampu memberikan peluang hidup sejahtera, dan mampu melahirkan kebahagiaan, bagi semua umat beragama, dengan lebih baik dibandingkan kota-kota lainnya.
Ini sekaligus menjadi masukan bagi kota-kota lain di Indonesia agar mereka banyak belajar dari Denpasar, dari umat Hindu di Bali pada umumnya, tentang cara hidup yang baik (menjaga keamanan, membuka peluang-peluang kerja dan usaha yang dapat mensejahterakan, dan menciptakan pola hidup yang membahagiakan.)
Dalam wawasan kebangsaan, Bali dengan mayoritas pemeluk Hindu bisa dijadikan contoh bagi daerah lain dalam membina hubungan harmonis antar-umat beragama.
Ini sangat masuk akal sebab, adalah fakta bahwa Denpasar (dan Bali pada umumnya) minim konflik SARA karena umat Hindu di Bali sangat toleran terhadap umat lain termasuk Islam. Sebagai salahsatu contoh saja, jarang ada (bahkan mungkin tidak ada samasekali) konflik terkait pembangunan tempat ibadah non-Hindu di Bali. Ini sangat bertolakbelakang dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Konflik pembangungan Gereja di Bogor yg tak kunjung usai misalnya. Atau kasus pembakaran Gereja di Aceh sebagai contoh lainnya.
Dengan kata lain, jika kota lain (termasuk kota dimana umat Islam menjadi mayoritas) ingin menciptakan lingkungan yang aman, sejahtera dan membahagiakan, perlu meniru cara-cara umat Hindu di Bali dalam bertoleransi.
Saya tahu. Temuan fakta ini bisa saja disalahartikan oleh umat Islam di luar sana bahwa: Denpasar menjadi begitu aman, sejahtera, dan membahagiakan karena umat Islam di sini sangat toleran terhadap umat Hindu dan umat agama lainnya. Atau, bahkan, boleh jadi disalahmaksudkan oleh pihak peneliti sendiri bahwa: umat islam di Indonesia perlu meniru sikap toleran umat Islam yang ada di Denpasar (dan Bali pada umumnya) terhadap umat Hindu dan umat lain.
Akan tetapi, jikapun disalahartikan atau disalahmaksudkan, saya yakin semeton Bali (dan publik luas yang berpikiran waras) tahu persis bahwa pola pikir seperti demikian (=minoritas di Bali yang toleran hanya karena merasa mayoritas di Indonesia) samasekali tidak logis, kecuali merasa superior (dan arogansi) ego yang berlebihan. Pola pikir seperti ini tidak perlu ditiru. Biarlah mereka yang diluaran berpikir begitu. Kita di Bali tidak usah ikutan; tetap konsisten dengan pola toleransi dua arah yang sudah berjalan selama ini. Bagaimanapun juga, “toleransi” adalah termin 2-arah, bukan 1-arah.
Ironisnya, masih menurut penelitian yang sama, kota dengan tingkat ‘keamanan-kesejahteraan-kebahagiaan (=indeks islami) terendah itu justru merupakan daerah-daerah dimana Perda Syariah diterapkan dan mengklaim diri sebagai daerah yang paling Syariah.
“Ada perda yang bersifat syariah di Aceh, Padang, Mataram dan Tasikmalaya contohnya, namun justru mereka berada di kelompok kota yang paling tidak Islami,” terang Ahmad Imam Mujadid Rais, ketua koordinator penelitian indeks kota Islami (17/05), seperti dikutip oleh Viva News.
Apa artinya?
Mungkin ini kritik untuk kalangan Islam sendiri, bahwa: penerapan konsep Syariah samasekali bukan jaminan yang bisa memberikan tingkat keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan, bagi masyarakat di suatu daerah, termasuk umat muslim itu sendiri. Jika ketiga indikator ini dipandang sebagai tolok ukur “hidup yang baik” maka bisa dikatakan bahwa: konsep Syariah tidak baik untuk diterapkan, setidaknya di Bumi Nusantara yang beragam ini.
Itu lah pesan yang bisa dibaca melalui simpulan penelitian “Indeks Kota Islami” dari Maarif Institute.
Apa artinya bagi kita di Bali?
Tentu saja, popbali merasa perlu berterimakasih kepada peneliti atas temuan ini. Ini sangat baik bagi Bali.
Apalagi kita tahu bahwa Muhhamadiyah (dan tentunya juga Maarif Institute) memiliki komitmen yang tinggi dalam menjaga keutuhan NKRI. Bagaimanapun juga keutuhan NKRI menjadi perioritas utama bagi mereka.
Saya pribadi semakin sumringah membaca statement Ahmad Imam Mujadid Rais berikut ini:
Popbali tidak (mau) melihat kemungkinan maksud lain (jika ada) di balik sikap “lemah lembut” yang dimaksud. Popbali memandang, mungkin paradigma sikap lemah-lembut inilah gambaran “Islam Modern” ala Indonesia yang hendak diwujudkan oleh Mumahhamadiyah dan Nahdatul Ulama.
Tentunya, popbali (saya yakin semeton Bali lainnya juga) sangat mendukung upaya mulia ini.
(1) Jika IYA, bagus.
(2) Jika TIDAK, maka cari tahu:
Sekalilagi, terimakasih kepada peneliti yang telah menyimpulkan “Denpasar Kota Yang Paling Islami.” Temuan ini sehat dan bisa menjadi bahan pemikiran bagi semua pihak untuk perbaikan-perbaikan ke depannya.
Terimakasih Telah Menyebut Denpasar Kota Paling Islami
May 19, 2016
“Denpasar baru saja mendapat predikat Kota Paling Islami di Indonesia. Apa pendapat Admin?” tanya semeton pembaca popbali via inbox FB.
Pertama, popbali berterimakasih karena telah dimintai pendapat; ini artinya popbali cukup didengarkan oleh publik, paling tidak oleh sebagian semeton Bali.
Kedua, sebelum menyampaikan pendapat dan sikap sendiri, terlebih dahulu popbali ingin menyarankan agar semeton mendengarkan pendapat yang disampaikan oleh tokoh-tokoh publik di Bali, terutama yang kritis dan konsisten membela Bali dengan tulus ikhlas—seperti: I Gusti Putu Artha (mantan Ketua KPU Pusat,) Arya Wedakarna (anggota komisi III DPD RI), kru LSM Cakrawayu dan tokoh publik lainnya.
Ketiga, popbali mahami keresahan semeton Bali terkait predikat “Denpasar Kota Paling Islami” ini, dengan pertimbangan-pertimbangan sbb:
- Denpasar Adalah Kota Seni Budaya – Bagaiamanapun juga, disamping sebagai Ibu Kota Provinsi Bali, selama ini Denpasar dikenal sebagai pusat aktivitas pelestarian seni-budaya dan adat Bali yang bernafaskan Hindu, thus pemberian predikat “kota paling islami” dapat mengubah bahkan merusak image tersebut.
- Ada Wacana “Desa Wisata Syariah” – Baru beberapa bulan lalu masyarakat Bali didera oleh wacana pengembangan “Desa Wisata Syariah” oleh pihak tertentu. Terlepas apakah ada kesalahpahaman atau tidak dalam wacana tersebut, bagaimanapun juga predikat “Kota Paling Islami” ini langsung atau tak langsung telah mengingatkan masyarakat Bali kembali akan wacana tersebut.
- Tujuan (Terselubung) Di Balik Penelitian “Indeks Kota Islami” – Bagaimanapun juga, menurut Viva News, penelitian ini dilakukan di 29 kota, jelas biayanya besar, dan sudah tentu ada tujuannya. Mengikutsertakan Denpasar yang selama ini dikenal publik sebagai Kota seni-Budaya dan adat bernafaskan Hindu, dalam kajian islami, sudah pasti juga dengan maksud tertentu. Dan, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Maarif Institue adalah lembaga strategis (think-thank) Islam yang didirikan oleh Ahmad Syafii Maarif (Mantan Ketua PP Muhammadyah), jelas juga memiliki tujuan yang sifatnya strategis, yakni: demi kebaikan (bisa dibaca: keuntungan) Islam itu sendiri. Bahwa seorang Buya Maarif (panggilan akrab Syafii Maarif)—dalam kapasitas pribadinya—adalah salahsatu tokoh pemersatu bangsa yang cinta Indonesia dengan segala keberagamannya, seperti halnya Gusdur, IYA. Tetapi, secara kelembagaan, tetap saja misinya adalah untuk keuntungan Islam itu sendiri. Ini jelas.
Sehingga, sekalilagi, bisa saya pahami jika masyarakat Bali merasa perlu menunjukkan sikap serius terhadap predikat “Denpasar Kota Paling Islami.”
Namun demikian, mohon diperhatikan, popbali memilih untuk berpikir dan bersikap positive saja terhadap pemberian predikat ini. Apalagi Buya Maarif adalah salahsatu tokoh lintas-agama yang saya pribadi kagumi.
Bahkan, melalui tulisan ini, saya pribadi atas nama popbali ingin secara khusus mengucapkan terimakasih kepada Buya Maarif dan rekan-rekan peneliti di Maarif Institue.
Terlepas apapun tujuan sesungguhnya di balik penelitian ini (tentu hanya mereka sendiri yang tahu), ada beberapa point positive yang penting untuk kita pahami dan apresiasi. Setidaknya 2 hal berikut ini:
1. Pujian Bagi Denpasar (dan Bali): Lingkungan Hindu Lebih Bagus
Seperti disampaikan oleh Viva News, penelitian “Indeks Kota Islami” ini menggunakan 3 indikator utama, yaitu:(1) Tingkat keamanan;
(2) Tingkat kesejahteraan; dan
(3) Tingkat kebahagian masyarakat.
Dan, Denpasar adalah salahsatu dari 3 kota yang memperoleh point tertinggi (80 point).
Ini adalah bentuk pengakuan terbuka bahwa: Denpasar yang dihuni oleh mayoritas pemeluk Hindu mampu menghadirkan rasa aman, mampu memberikan peluang hidup sejahtera, dan mampu melahirkan kebahagiaan, bagi semua umat beragama, dengan lebih baik dibandingkan kota-kota lainnya.
Ini sekaligus menjadi masukan bagi kota-kota lain di Indonesia agar mereka banyak belajar dari Denpasar, dari umat Hindu di Bali pada umumnya, tentang cara hidup yang baik (menjaga keamanan, membuka peluang-peluang kerja dan usaha yang dapat mensejahterakan, dan menciptakan pola hidup yang membahagiakan.)
Dalam wawasan kebangsaan, Bali dengan mayoritas pemeluk Hindu bisa dijadikan contoh bagi daerah lain dalam membina hubungan harmonis antar-umat beragama.
Ini sangat masuk akal sebab, adalah fakta bahwa Denpasar (dan Bali pada umumnya) minim konflik SARA karena umat Hindu di Bali sangat toleran terhadap umat lain termasuk Islam. Sebagai salahsatu contoh saja, jarang ada (bahkan mungkin tidak ada samasekali) konflik terkait pembangunan tempat ibadah non-Hindu di Bali. Ini sangat bertolakbelakang dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Konflik pembangungan Gereja di Bogor yg tak kunjung usai misalnya. Atau kasus pembakaran Gereja di Aceh sebagai contoh lainnya.
Dengan kata lain, jika kota lain (termasuk kota dimana umat Islam menjadi mayoritas) ingin menciptakan lingkungan yang aman, sejahtera dan membahagiakan, perlu meniru cara-cara umat Hindu di Bali dalam bertoleransi.
Saya tahu. Temuan fakta ini bisa saja disalahartikan oleh umat Islam di luar sana bahwa: Denpasar menjadi begitu aman, sejahtera, dan membahagiakan karena umat Islam di sini sangat toleran terhadap umat Hindu dan umat agama lainnya. Atau, bahkan, boleh jadi disalahmaksudkan oleh pihak peneliti sendiri bahwa: umat islam di Indonesia perlu meniru sikap toleran umat Islam yang ada di Denpasar (dan Bali pada umumnya) terhadap umat Hindu dan umat lain.
Akan tetapi, jikapun disalahartikan atau disalahmaksudkan, saya yakin semeton Bali (dan publik luas yang berpikiran waras) tahu persis bahwa pola pikir seperti demikian (=minoritas di Bali yang toleran hanya karena merasa mayoritas di Indonesia) samasekali tidak logis, kecuali merasa superior (dan arogansi) ego yang berlebihan. Pola pikir seperti ini tidak perlu ditiru. Biarlah mereka yang diluaran berpikir begitu. Kita di Bali tidak usah ikutan; tetap konsisten dengan pola toleransi dua arah yang sudah berjalan selama ini. Bagaimanapun juga, “toleransi” adalah termin 2-arah, bukan 1-arah.
2. Oto-Kritik ke Dalam: Konsep Syariah Tidak Jaminan
Disamping menemukan Denpasar, Yogyakarta dan Bandung, sebagai kota paling ‘aman-sejahtera-dan-membahagiakan’ thus membuat umat Islam di ketiga kota ini bisa menjalankan konsep islam secara benar, penelitian yang sama juga menemukan kota-kota lain sebagai Kota yang paling tidak Islami, seperti:- Kota Banda Aceh (Ibu kota Nangroe Aceh Darussalam), berada di urutan 19 dengan tingkat keamanan yang sangat rendah; atau
- Kota Padang (Ibukota Sumatera Barat), berada di urutan ke-28 (dari 29), dengan tingkat keamanan rendah, tingkat kesejahteraan yang juga rendah dan nilai kebahagian yang tak kalah rendahnya.
Ironisnya, masih menurut penelitian yang sama, kota dengan tingkat ‘keamanan-kesejahteraan-kebahagiaan (=indeks islami) terendah itu justru merupakan daerah-daerah dimana Perda Syariah diterapkan dan mengklaim diri sebagai daerah yang paling Syariah.
“Ada perda yang bersifat syariah di Aceh, Padang, Mataram dan Tasikmalaya contohnya, namun justru mereka berada di kelompok kota yang paling tidak Islami,” terang Ahmad Imam Mujadid Rais, ketua koordinator penelitian indeks kota Islami (17/05), seperti dikutip oleh Viva News.
Apa artinya?
Mungkin ini kritik untuk kalangan Islam sendiri, bahwa: penerapan konsep Syariah samasekali bukan jaminan yang bisa memberikan tingkat keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan, bagi masyarakat di suatu daerah, termasuk umat muslim itu sendiri. Jika ketiga indikator ini dipandang sebagai tolok ukur “hidup yang baik” maka bisa dikatakan bahwa: konsep Syariah tidak baik untuk diterapkan, setidaknya di Bumi Nusantara yang beragam ini.
Itu lah pesan yang bisa dibaca melalui simpulan penelitian “Indeks Kota Islami” dari Maarif Institute.
Apa artinya bagi kita di Bali?
- Konsep hidup kita (umat Hindu) di Bali sudah baik. Praktek bertoleransi yang dipraktekkan oleh semua umat beragama di Bali (Hindu, Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Kong Hu Chu) sudah baik.
- Sehingga, menolak keras wacana pengembangan konsep pariwisata Syariah, sudah tepat. Hal ini, bahkan, dibuktikan oleh penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga peneliti Islam sendiri.
Tentu saja, popbali merasa perlu berterimakasih kepada peneliti atas temuan ini. Ini sangat baik bagi Bali.
Apalagi kita tahu bahwa Muhhamadiyah (dan tentunya juga Maarif Institute) memiliki komitmen yang tinggi dalam menjaga keutuhan NKRI. Bagaimanapun juga keutuhan NKRI menjadi perioritas utama bagi mereka.
Saya pribadi semakin sumringah membaca statement Ahmad Imam Mujadid Rais berikut ini:
Sikap “lemah lembut” adalah wajah Islam yang diharapkan tidak hanya oleh Umat Islam itu sendiri, melainkan juga oleh semua umat beragama di seluruh dunia, thus sangat universal sifatnya.“Kami mengukur kota Islami dengan melihat sikap lemah lembut seseorang dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.”
Popbali tidak (mau) melihat kemungkinan maksud lain (jika ada) di balik sikap “lemah lembut” yang dimaksud. Popbali memandang, mungkin paradigma sikap lemah-lembut inilah gambaran “Islam Modern” ala Indonesia yang hendak diwujudkan oleh Mumahhamadiyah dan Nahdatul Ulama.
Tentunya, popbali (saya yakin semeton Bali lainnya juga) sangat mendukung upaya mulia ini.
P.S.: PR Bagi Denpasar dan Bali
Setelah membaca simpulan penelitian ini, saya merasa perlu menyertakan Pekerjaan Rumah (PR) bagi umat Hindu dan Pemerintah di semua Kabupaten dan kota di Bali, termasuk popbali dan semua adminnya. PR-nya: Jika umat Islam di Denpasar (dan mungkin di Bali pada umumnya) merasa ‘aman-sejahtera-dan-bahagia,’ apakah umat Hindu sendiri merasakan hal yang sama?(1) Jika IYA, bagus.
(2) Jika TIDAK, maka cari tahu:
- Mengapa umat Islam yang minoritas di Bali merasa aman sementara Umat Hindu sebagai mayoritas merasakan sebaliknya? Apa yang terjadi sesungguhnya?
- Mengapa umat Islam bisa sejahtera sementara Umat Hindu tidak? Apakah karena merasa terlalu nyaman di daerah sendiri sehingga menjadi kurang ulet dalam mengusahakan kesejahteraan? Atau hanya karena kurang bersukur saja? Atau ada faktor lain? Pelajari, introspeksi dan perbaiki.
- Mengapa umat Islam sebagai minoritas merasa bahagia hidup di Bali sementara umat Hindu yang mayoritas justru merasa tidak bahagia? Cari tahu, gali, introspeksi dan perbaiki.
Sekalilagi, terimakasih kepada peneliti yang telah menyimpulkan “Denpasar Kota Yang Paling Islami.” Temuan ini sehat dan bisa menjadi bahan pemikiran bagi semua pihak untuk perbaikan-perbaikan ke depannya.
Rindu- SERSAN MAYOR
-
Posts : 333
Kepercayaan : Lain-lain
Location : bumi
Join date : 09.05.14
Reputation : 7
Re: Terimakasih Telah Menyebut Denpasar Kota Paling Islami
jgnkan Denpasar, Irlandia aja dibilang negara paling Islami, wkwkwkwkwk
http://internasional.kompas.com/read/2014/06/10/2151008/Studi.Irlandia.Negara.Paling.Islami.di.Dunia
dublindailyphotos.com Pemandangan salah satu sudut ibu kota Irlandia, Dublin.
WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Hossein Askari, seorang guru besar politik dan bisnis internasional di Universitas George Washington, AS, melakukan sebuah studi yang unik.
Askari melakukan studi untuk mengetahui di negara manakah di dunia ini nilai-nilai Islam paling banyak diaplikasikan. Hasil penelitian Askari yang meliputi 208 negara itu ternyata sangat mengejutkan karena tak satu pun negara Islam menduduki peringkat 25 besar.
Dari studi itu, Askari mendapatkan Irlandia, Denmark, Luksemburg, dan Selandia Baru sebagai negara lima besar yang paling Islami di dunia. Negara-negara lain yang menurut Askari justru menerapkan ajalan Islam paling nyata adalah Swedia, Singapura, Finlandia, Norwegia, dan Belgia.
Lalu, bagaimana dengan negara-negara Islam? Malaysia hanya menempati peringkat ke-33. Sementara itu, negara Islam lain di posisi 50 besar adalah Kuwait di peringkat ke-48, sedangkan Arab Saudi di posisi ke-91 dan Qatar ke-111.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Askari mengatakan, kebanyakan negara Islam menggunakan agama sebagai instrumen untuk mengendalikan negara.
"Kami menggarisbawahi bahwa banyak negara yang mengakui diri Islami tetapi justru kerap berbuat tidak adil, korup, dan terbelakang. Faktanya mereka sama sekali tidak Islami," ujar Askari.
Askari menambahkan, justru negara-negara Barat yang merefleksikan ajaran Islam, termasuk dalam pengembangan perekonomiannya.
"Jika sebuah negara memiliki ciri-ciri tak ada pemilihan, korup, opresif, memiliki pemimpin yang tak adil, tak ada kebebasan, kesenjangan sosial yang besar, tak mengedepankan dialog dan rekonsiliasi, negara itu tidak menunjukkan ciri-ciri Islami," lanjut Askari.
Dalam melakukan penelitiannya, Askari mencoba membandingkan idealisme Islam dalam hal pencapaian ekonomi, pemerintahan, hak rakyat dan hak politik, serta hubungan internasional.
Hasil penelitian Profesor Askari dan Profesor Scheherazade S Rehman ini dipublikasikan dalam Global Economy Journal.
Di Irlandia, diperkirakan sebanyak 49.000 warganya memeluk Islam. Dr Ali Selim, anggota senior Pusat Kebudayaan Islam Irlandia (ICCI), mengatakan, umat Muslim dan warga Irlandia lainnya bisa hidup berdampingan karena sama-sama memiliki kesamaan sejarah.
"Irlandia pernah menjadi wilayah jajahan dan banyak rakyat Irlandia menderita diskriminasi rasial dan selalu diasosiasikan dengan terorisme. Umat Muslim juga mengalami hal serupa," ujar Selim.
Selain itu, lanjut Selim, para imigran Muslim di Irlandia mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, termasuk dalam bidang ekonomi.
"Al Quran menganjurkan umat Muslim untuk hidup sejahtera dan Dublin merupakan salah satu pusat investasi Islam terbesar di Eropa," ujar Selim.
http://internasional.kompas.com/read/2014/06/10/2151008/Studi.Irlandia.Negara.Paling.Islami.di.Dunia
Studi: Irlandia, Negara Paling Islami di Dunia
Selasa, 10 Juni 2014 | 21:51 WIBdublindailyphotos.com Pemandangan salah satu sudut ibu kota Irlandia, Dublin.
WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Hossein Askari, seorang guru besar politik dan bisnis internasional di Universitas George Washington, AS, melakukan sebuah studi yang unik.
Askari melakukan studi untuk mengetahui di negara manakah di dunia ini nilai-nilai Islam paling banyak diaplikasikan. Hasil penelitian Askari yang meliputi 208 negara itu ternyata sangat mengejutkan karena tak satu pun negara Islam menduduki peringkat 25 besar.
Dari studi itu, Askari mendapatkan Irlandia, Denmark, Luksemburg, dan Selandia Baru sebagai negara lima besar yang paling Islami di dunia. Negara-negara lain yang menurut Askari justru menerapkan ajalan Islam paling nyata adalah Swedia, Singapura, Finlandia, Norwegia, dan Belgia.
Lalu, bagaimana dengan negara-negara Islam? Malaysia hanya menempati peringkat ke-33. Sementara itu, negara Islam lain di posisi 50 besar adalah Kuwait di peringkat ke-48, sedangkan Arab Saudi di posisi ke-91 dan Qatar ke-111.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Askari mengatakan, kebanyakan negara Islam menggunakan agama sebagai instrumen untuk mengendalikan negara.
"Kami menggarisbawahi bahwa banyak negara yang mengakui diri Islami tetapi justru kerap berbuat tidak adil, korup, dan terbelakang. Faktanya mereka sama sekali tidak Islami," ujar Askari.
Askari menambahkan, justru negara-negara Barat yang merefleksikan ajaran Islam, termasuk dalam pengembangan perekonomiannya.
"Jika sebuah negara memiliki ciri-ciri tak ada pemilihan, korup, opresif, memiliki pemimpin yang tak adil, tak ada kebebasan, kesenjangan sosial yang besar, tak mengedepankan dialog dan rekonsiliasi, negara itu tidak menunjukkan ciri-ciri Islami," lanjut Askari.
Dalam melakukan penelitiannya, Askari mencoba membandingkan idealisme Islam dalam hal pencapaian ekonomi, pemerintahan, hak rakyat dan hak politik, serta hubungan internasional.
Hasil penelitian Profesor Askari dan Profesor Scheherazade S Rehman ini dipublikasikan dalam Global Economy Journal.
Di Irlandia, diperkirakan sebanyak 49.000 warganya memeluk Islam. Dr Ali Selim, anggota senior Pusat Kebudayaan Islam Irlandia (ICCI), mengatakan, umat Muslim dan warga Irlandia lainnya bisa hidup berdampingan karena sama-sama memiliki kesamaan sejarah.
"Irlandia pernah menjadi wilayah jajahan dan banyak rakyat Irlandia menderita diskriminasi rasial dan selalu diasosiasikan dengan terorisme. Umat Muslim juga mengalami hal serupa," ujar Selim.
Selain itu, lanjut Selim, para imigran Muslim di Irlandia mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, termasuk dalam bidang ekonomi.
"Al Quran menganjurkan umat Muslim untuk hidup sejahtera dan Dublin merupakan salah satu pusat investasi Islam terbesar di Eropa," ujar Selim.
Rindu- SERSAN MAYOR
-
Posts : 333
Kepercayaan : Lain-lain
Location : bumi
Join date : 09.05.14
Reputation : 7
Similar topics
» Daftar kota paling toleran & paling tidak toleran di Indonesia
» LAGU ISLAMI PALING MERDU SEDUNIA
» 'Selandia Baru Negara Paling Islami di Dunia'
» Hukum syariah versi mana yang paling islami ???
» [ yg bisa terkait bisnis ] JNE Ngajak Online 2021 - Goll..Aborasi Bisnis Online - Kota Denpasar
» LAGU ISLAMI PALING MERDU SEDUNIA
» 'Selandia Baru Negara Paling Islami di Dunia'
» Hukum syariah versi mana yang paling islami ???
» [ yg bisa terkait bisnis ] JNE Ngajak Online 2021 - Goll..Aborasi Bisnis Online - Kota Denpasar
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik