sejarah Yahudi Amerika
Halaman 1 dari 1 • Share
sejarah Yahudi Amerika
Sudah sejak lama
dunia menyaksikan konsolidasi AS dan Rezim Zionis, serta dukungan Gedung Putih
kepada Zionisme dalam memperkuat kekuasaan Israel di kawasan Timur Tengah.
Pembunuhan warga Palestina, instabilitas di Suriah dan Lebanon, perluasaan
gudang senjata nuklir Israel, dan masalah-masalah lainnya adalah hasil
persekongkolan Washington-Tel Aviv yang membahayakan situasi di kawasan.
Zionisme yang
merupakan sebuah gerakan politik itu, mengumumkan eksistensinya pada tahun
1897. Bersamaan dengan dimulainya perang dunia pertama, keterkaitan kepentingan
kekuatan-kekuatan besar dunia dengan gerakan Zionisme menjadi pemicu
penandatangan deklarasi Balfour yang berujung dengan terbentuknya rezim ilegal
Zionis di tanah Palestina. Tepatnya tanggal 2 November 1917, Menteri Luar
Negeri Inggris yang waktu dijabat oleh Arthur James Balfour, mengeluarkan
pernyataan yang berisi keterangan mengenai pembentukan “tanah air bangsa
Yahudi” di Palestina. Kebanyakan para pemimpin Zionis saat itu adalah
orang-orang liberal yang tidak mempercayai agama Yahudi. Mereka pada awalnya
tidak memandang Palestina sebagai negeri yang akan menjadi milik orang-orang
Yahudi.
Untuk pertama
kalinya masalah pembentukan negara Zionis diketengahkan oleh negara-negara
kolonialis Eropa. Pembentukan negara Zionis di tanah Palestina itu dimaksudkan
untuk menjaga kepentingan negara-negara Eropa di kawasan strategis Timur
Tengah. Palestina yang terletak di pusat pemerintahan Ottoman serata dekat
dengan Mediteranian dan terusan Suez, merupakan kawasan penting untuk Eropa.
Dalam hal ini seorang kritikus besar Yahudi anti Zionis, Moshe Manuhin
mengatakan, “Hingga abad 19 tidak ada yang namanya Zionisme. Kesombongan
Eropa-lah yang menciptakan politik nasionalisme pembawa bencana dan kekonyolan
untuk orang-orang Yahudi, dengan nama Zionisme.
Seandainya Zionisme tidak ada, pemerintah Inggris pasti akan menciptakan
gerakan seperti ini.”
Ada beberapa
faktor yang mendorong Zionisme menyatakan eksistensinya di dunia. Faktor
tersebut adalah runtuhnya pemerintahan Ottoman di Turki, pecahnya perang dunia
pertama, serta pro dan kontra kepentingan Eropa. Di awal abad 20 pemerintah
Inggris sudah menyiapkan pembentukan negara Zionis di tanah air bangsa
Palestina. Jelas bahwa Inggris tidak dapat menerima kehadiran kekuatan lain di
kawasan Timur Tegah yang berada di bawah kekuasaanya. Inggris berpikir untuk
tetap menjaga kepentingannya di kawasan. Dengan alasan inilah, Inggris
mengijinkan orang-orang Yahudi untuk berimigrasi dan tinggal di Palestina, yang
untuk selanjutnya dimanfaatkan membentuk negara Yahudi di sana. Dengan
demikian, Inggris berharap bisa memperkuat kekuasaannya di dunia Arab.
Setelah tiga
dekade berlalu dari pendudukan Inggris atas Palestina, seluruh infrastuktur
Palestina dihancurkan oleh gerakan Zionis dan diubah menjadi pusat-pusat
perekonomian, budaya, dan politik Zionis. Setelah 30 tahun berlalu, masa keemasan hubungan Zionis dan pemerintah
Inggris berakhir bersamaan dengan dimulainya perang dunia kedua serta
kebangkitan rakyat Palestina melawan Zionisme dan Inggris. London yang merasa
kepentingannya terancam mengambil kebijakan yang berbeda dengan gerakan Zionis
dengan tujuan untuk menjaga hubungan dengan dunia Arab. Hasilnya adalah,
gerakan Zionisme harus berhadapan dengan Inggris.
Yang menarik
adalah, orang-orang Eropa pendukung Zionisme sendiri menyadari bahwa dalam
sejarah tidak ada bukti-bukti hak kepemilikan kaum Yahudi atas negeri
Palestina. Pada tahun 1920, para bangsawan Inggris yang bergelar Lord terlibat
pembahasan sengit menyangkut penguasaan Inggris atas Palestina dan deklarasi
Balfour. Salah seorang bangsawan Inggris bernama Lord Sydenham mengatakan,
“Palestina bukan negeri orang-orang Yahudi. Akan tetapi orang-orang Yahudi
merampasnya setelah sebelumnya melakukan pembunuhan terhadap warga Palestina.
Jika orang-orang Yahudi dapat memiliki Palestina, orang-orang Romawi juga bisa
mengklaim kepemilikan mereka atas Inggris”.
Namun dengan pecahnya perang dunia kedua, AS muncul sebagai
kekuatan baru di kancah politik dunia internasional dan kawasan Timteng. Dari
satu sisi, kekuatan militer dan keuangan AS, dan dari sisi lain, pengaruh
orang-orang Zionis dalam pemerintahan AS merupakan dua faktor yang mendorong
gerakan Zionisme bernaung di bawah payung AS dan melawan Inggris. Hal ini
ditambah lagi dengan ketamakan imperialis AS yang akhirnya menjadikan gerakan
Zionisme sebagai sekutunya di kawasan Timur Tengah. Khususnya pada tahun 1930
saat Washington mengincar sumber-sumber minyak
di Arab Saudi dan Teluk Persia.
Saat itulah AS menandatangani berbagai kontrak penting dengan para pemimpin
negara-negara Arab untuk mengeksploitasi minyak di kawasan. Di sisi lain, AS
juga memandang kawasan Timur Tengah khususnya negara-negara Arab sebagai pasar
yang sangat menjanjikan untuk konsumsi barang-barang produksi AS. Beranjak dari
sini, ketika diadakan konferensi Zionis di hotel Bilt More,
New York, pada tahun 1942, pemerintah Washington menyatakan
dukungannya kepada pembentukan negara Yahudi di Palestina.
Kekuatan Inggris
pada saat itu sudah sangat lemah akibat perang dunia kedua. Inggris tidak lagi
mampu menyatukan sekutu-sekutunya untuk menghadapi tekanan Amerika Serikat.
Untuk itu, pada tahun 1948, pemerintah Inggris secara resmi mengakhiri masa
pendudukannya selama 30 tahun atas negeri Palestina. Selanjutnya, masalah
Palestina dilimpahkan kepada Perserikatan Bangsa-bangsa yang saat itu masih
seumur jagung. Sayangnya, PBB yang banyak dipengaruhi oleg kekuatan-kekuatan
imperialis dunia semisal AS mengeluarkan keputusan yang bertolak belakang
dengan tuntutan dan kemauan rakyat Palestina dan bangsa Arab, dengan membagi
negeri Palestina menjadi dua bagian, Palestina dan Yahudi pada tanggal 29
November 1947.
Keputusan yang
disahkan oleh Majleis Umum PBB itu ditindaklanjuti oleh orang-orang Zionis
untuk mengumumkan pembentukan rezim dengan nama Israel pada tanggal 14 Mei
tahun 1948. Pembentukan rezim tak legal dengan dukungan AS ini, diumumkan hanya
selang beberapa jam setelah Inggris secara resmi keluar dari Palestina. Sejak
itulah, kaum Zionis mengusai sebagian besar wilayah negeri Palestina.
Infiltrasi dan
kekuasaan zionisme di berbagai struktur pemerintahan AS, termasuk di jantung
gedung putih, adalah masalah yang berkali-kali dibicarakan di lembaga-lembaga
politik dunia. Kekuasaan atas media massa, struktur politik, militer dan sosial
di AS, dan pada akhirnya infiltrasi serta kekuasaan zionisme di dalam sistem
perekonomian AS, adalah sesuatu yang selalu muncul di dunia sebagai faktor saling pengaruh-mempengaruhi antara AS
dan rezim zionis. David Luchins, wakil ketua Asosiasi Kerjasama Yahudi Ortodoks
AS, dalam hal ini berkata, “Kami bukan sebagai kelompok minoritas, tetapi
bagian dari mayoritas dimana segala sesuatu yang kami inginkan, pasti akan
berlaku.”
Oleh sebab
itulah, dengan mempelajari sejarah 55 tahun pendudukan Palestina dan deklarasi
keberadaan ilegal rezim zionis, kita lihat bahwa semua presiden AS tanpa
terkecuali, pasti melakukan pertemuan dan dialog dengan para pemimpin Yahudi
dan pemimpin Israel. Dokumen-dokumen terpercaya juga menunjukkan bahwa
pertahunnya 1/5 dari seluruh bantuan luar negeri AS diberikan kepada rezim
zionis. Selain itu, berbagai kedutaan dam konsulat luar negeri AS selalu
memiliki diplomat-diplomat yang bertugas mempelajari berbagai jalan perluasan
hubungan dengan warga Yahudi Amerika, dalam rangka menjaga interes negara
mereka. Di kalangan para diplomat asing, beredar pemeo terkenal sebagai
berikut; “Jika Anda ingin memperoleh mediator yang handal di AS untuk
menyelesaikan kesulitan-kesulitan negara Anda, maka Anda dapat memanfaatkan
pengaruh warga Yahudi Amerika.”
Akan tetapi
siapakah tokoh-tokoh Yahudi dan bagaimana sejarah kehadiran mereka di dalam
berbagai struktur pemerintahan AS? Jawabannya ialah sebagaimana tercatat dalam
sejarah sebagai berikut:
Di awal abad
ke-20 di tahun 1916, Loise de Brandis, diutus oleh kader kepemimpinan zionisme
di Eropa untuk menarik dukungan warga Yahudi Amerika. Idenya untuk
memperkenalkan zionisme bukan sebagai sebuah gerakan nasionalis, akan tetapi
sebagai gerakan pencari jalan keluar untuk menyelamatkan bangsa Yahudi, membuat
para pendukung zionisme di AS melonjak dari 12 ribu orang menjadi 150 ribu
orang. Brandis sendiri berkata :
“Dukungan kepada
zionisme bukan berarti hijrahnya seorang Yahudi atau perolehan kewaraganegaraan
asing. Tetapi, untuk menciptakan Amerika yang lebih baik, kita harus menjadi
Yahudi yang baik, dan untuk menjadi Yahudi yang baik, kita harus menjadi
seorang zionis.”
Efektifitas
slogan seperti itu dalam menarik keanggotaan dari masyarakat Yahudi Amerika,
telah membuka peluang yang amat luas bagi terbentuk dan terlembaganya
masyarakat Yahudi Amerika. Dengan demikian, setelah berabad-abad, melalui warga
Yahudi imigran dan dengan bantuan zionis Eropa, terbentuklah masyarakat Yahudi
AS; dan Amerika pun dipilih sebagai tempat yang dianggap paling sesuai untuk
pusat aktifitas mereka.
Jelas sekali
bahwa terlepas dari kepentingan-kepentingan berbagai kekuatan imperialis,
borjuisme baru kemunculan Yahudi Eropa di abad ke-20, adalah para pendukung dan
pendiri gerakan zionisme dan keberadaan Yahudi di AS dan Israel. Sesungguhnya,
borjuisme Yahudi di paruh kedua abad ke-19, bahu-membahu dengan imperialisme
Eropa, memiliki peran utama dalam menciptakan gerakan zionisme dan rancangan
penempatan Yahudi di Palestina.
Karena, melihat
kondisi perekonomian dan sosial abad ke-19 serta munculnya aliran-aliran baru
di tengah masyarakat Yahudi Eropa dengan tujuan beraktifitas di negara-negara
tuan rumah, berbagai kepentingan borjuisme Yahudi dan para pemimpin agama
Yahudi benar-benar menghadapi bahaya. Berbareng dengan munculnya kapitalisme,
kepungan-kepungan di sekeliling warga Yahudi hancur dan masyarakat Yahudi
secara perlahan mulai di terima dan melebur ke dalam bangsa-bangsa Eropa.
Dari sisi ini,
warga Yahudi yang telah merdeka di Barat tidak lagi memandang diri mereka
sebagai warga terkucil, tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa
Eropa. Bahkan pada saat itu mereka telah disebut sebagai Yahudi Inggris,
Perancis dan negara-negara Eropa lainnya. Perubahan di abad ke-20 ini
menimpakan pukulan berat pada Judaisme yang selama itu merupakan sandaran utama
para bankir, pemilik pabrik dan kalangan bisnis Yahudi.
Perbedaan kelas
dan perselisihan ras di dalam masyarakat Yahudi dan upaya kalangan elit kaya
Yahudi untuk keluar dari kontrol para pemimpin agama, membuat mereka berusaha
merebut kendali masyarakat Yahudi dari para pemuka agama, dengan tujuan
menegakkan dan menguatkan Judaisme terpusat. Kepemimpinan ini juga harus berputar di sekitar
poros gerakan zionisme.
Sebagai sebuah
gerakan murni politik dan dengan memanfaatkan atau lebih tepatnya
menyalahgunakan, agama Yahudi, zionisme mampu bekerja sebagai sumber kekuatan
borjuisme Yahudi. Tak diragukan, bahwa zionisme diciptakan oleh para kapitalis
Yahudi dengan tujuan menegakkan kembali kekuasaan dan kekuatan yang hilang,
juga untuk mencegah meleburnya warga Yahudi di negara-negara Eropa serta
menarik kekayaan Yahudi di Barat ke sebuah pusat tertentu.
Oleh karena
itulah lembaga-lembaga keuangan dan politik Yahudi serta organisasi-organisasi
internasional zionisme didirikan oleh para kapitalis Yahudi Eropa dan dengan
berada di AS kemudian Palestina, mereka menjalin ikatan diantara keduanya. Di abad ke-21 ini, salah satu pemimpin
organisasi Yahudi Amerika, berkata,
“Hari ini, kita
masyarakat Yahudi Amerika, telah berhasil, baik di tingkat internal dan
nasional, maupun di tingkat internasional, merealisasikan sesuatu yang tidak
pernah diimpikan oleh nenek moyang kita. Melanjutkan perjuangan mereka, kini
putra-putra mereka telah berhasil memperoleh kekuatan yang sedemikian besar di
Amerika. Ini semua adalah berkat kerjasama lembaga-lembaga Yahudi zionis di
AS.”
Dari sisilah maka saat ini, setelah lewat beberapa dekade,
kita menyaksikan bahwa kaum zionis berhasil memperoleh berbagai jabatan di
dalam struktur politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan AS; dan dengan leluasa
mereka mengendalikan kebijakan AS kemana pun mereka kehendaki. Sementara itu,
dukungan-dukungan penuh lembaga-lembaga eksekutif dan selain eksekutif AS kepada
Israel, juga infiltrasi rezim zionis di dalam struktur diplomasi Washington,
terutama dalam pengambilan kebijakan AS di Timur Tengah, sangat kentara
menunjukkan adanya pengaruh lobi zionis di AS.
dunia menyaksikan konsolidasi AS dan Rezim Zionis, serta dukungan Gedung Putih
kepada Zionisme dalam memperkuat kekuasaan Israel di kawasan Timur Tengah.
Pembunuhan warga Palestina, instabilitas di Suriah dan Lebanon, perluasaan
gudang senjata nuklir Israel, dan masalah-masalah lainnya adalah hasil
persekongkolan Washington-Tel Aviv yang membahayakan situasi di kawasan.
Zionisme yang
merupakan sebuah gerakan politik itu, mengumumkan eksistensinya pada tahun
1897. Bersamaan dengan dimulainya perang dunia pertama, keterkaitan kepentingan
kekuatan-kekuatan besar dunia dengan gerakan Zionisme menjadi pemicu
penandatangan deklarasi Balfour yang berujung dengan terbentuknya rezim ilegal
Zionis di tanah Palestina. Tepatnya tanggal 2 November 1917, Menteri Luar
Negeri Inggris yang waktu dijabat oleh Arthur James Balfour, mengeluarkan
pernyataan yang berisi keterangan mengenai pembentukan “tanah air bangsa
Yahudi” di Palestina. Kebanyakan para pemimpin Zionis saat itu adalah
orang-orang liberal yang tidak mempercayai agama Yahudi. Mereka pada awalnya
tidak memandang Palestina sebagai negeri yang akan menjadi milik orang-orang
Yahudi.
Untuk pertama
kalinya masalah pembentukan negara Zionis diketengahkan oleh negara-negara
kolonialis Eropa. Pembentukan negara Zionis di tanah Palestina itu dimaksudkan
untuk menjaga kepentingan negara-negara Eropa di kawasan strategis Timur
Tengah. Palestina yang terletak di pusat pemerintahan Ottoman serata dekat
dengan Mediteranian dan terusan Suez, merupakan kawasan penting untuk Eropa.
Dalam hal ini seorang kritikus besar Yahudi anti Zionis, Moshe Manuhin
mengatakan, “Hingga abad 19 tidak ada yang namanya Zionisme. Kesombongan
Eropa-lah yang menciptakan politik nasionalisme pembawa bencana dan kekonyolan
untuk orang-orang Yahudi, dengan nama Zionisme.
Seandainya Zionisme tidak ada, pemerintah Inggris pasti akan menciptakan
gerakan seperti ini.”
Ada beberapa
faktor yang mendorong Zionisme menyatakan eksistensinya di dunia. Faktor
tersebut adalah runtuhnya pemerintahan Ottoman di Turki, pecahnya perang dunia
pertama, serta pro dan kontra kepentingan Eropa. Di awal abad 20 pemerintah
Inggris sudah menyiapkan pembentukan negara Zionis di tanah air bangsa
Palestina. Jelas bahwa Inggris tidak dapat menerima kehadiran kekuatan lain di
kawasan Timur Tegah yang berada di bawah kekuasaanya. Inggris berpikir untuk
tetap menjaga kepentingannya di kawasan. Dengan alasan inilah, Inggris
mengijinkan orang-orang Yahudi untuk berimigrasi dan tinggal di Palestina, yang
untuk selanjutnya dimanfaatkan membentuk negara Yahudi di sana. Dengan
demikian, Inggris berharap bisa memperkuat kekuasaannya di dunia Arab.
Setelah tiga
dekade berlalu dari pendudukan Inggris atas Palestina, seluruh infrastuktur
Palestina dihancurkan oleh gerakan Zionis dan diubah menjadi pusat-pusat
perekonomian, budaya, dan politik Zionis. Setelah 30 tahun berlalu, masa keemasan hubungan Zionis dan pemerintah
Inggris berakhir bersamaan dengan dimulainya perang dunia kedua serta
kebangkitan rakyat Palestina melawan Zionisme dan Inggris. London yang merasa
kepentingannya terancam mengambil kebijakan yang berbeda dengan gerakan Zionis
dengan tujuan untuk menjaga hubungan dengan dunia Arab. Hasilnya adalah,
gerakan Zionisme harus berhadapan dengan Inggris.
Yang menarik
adalah, orang-orang Eropa pendukung Zionisme sendiri menyadari bahwa dalam
sejarah tidak ada bukti-bukti hak kepemilikan kaum Yahudi atas negeri
Palestina. Pada tahun 1920, para bangsawan Inggris yang bergelar Lord terlibat
pembahasan sengit menyangkut penguasaan Inggris atas Palestina dan deklarasi
Balfour. Salah seorang bangsawan Inggris bernama Lord Sydenham mengatakan,
“Palestina bukan negeri orang-orang Yahudi. Akan tetapi orang-orang Yahudi
merampasnya setelah sebelumnya melakukan pembunuhan terhadap warga Palestina.
Jika orang-orang Yahudi dapat memiliki Palestina, orang-orang Romawi juga bisa
mengklaim kepemilikan mereka atas Inggris”.
Namun dengan pecahnya perang dunia kedua, AS muncul sebagai
kekuatan baru di kancah politik dunia internasional dan kawasan Timteng. Dari
satu sisi, kekuatan militer dan keuangan AS, dan dari sisi lain, pengaruh
orang-orang Zionis dalam pemerintahan AS merupakan dua faktor yang mendorong
gerakan Zionisme bernaung di bawah payung AS dan melawan Inggris. Hal ini
ditambah lagi dengan ketamakan imperialis AS yang akhirnya menjadikan gerakan
Zionisme sebagai sekutunya di kawasan Timur Tengah. Khususnya pada tahun 1930
saat Washington mengincar sumber-sumber minyak
di Arab Saudi dan Teluk Persia.
Saat itulah AS menandatangani berbagai kontrak penting dengan para pemimpin
negara-negara Arab untuk mengeksploitasi minyak di kawasan. Di sisi lain, AS
juga memandang kawasan Timur Tengah khususnya negara-negara Arab sebagai pasar
yang sangat menjanjikan untuk konsumsi barang-barang produksi AS. Beranjak dari
sini, ketika diadakan konferensi Zionis di hotel Bilt More,
New York, pada tahun 1942, pemerintah Washington menyatakan
dukungannya kepada pembentukan negara Yahudi di Palestina.
Kekuatan Inggris
pada saat itu sudah sangat lemah akibat perang dunia kedua. Inggris tidak lagi
mampu menyatukan sekutu-sekutunya untuk menghadapi tekanan Amerika Serikat.
Untuk itu, pada tahun 1948, pemerintah Inggris secara resmi mengakhiri masa
pendudukannya selama 30 tahun atas negeri Palestina. Selanjutnya, masalah
Palestina dilimpahkan kepada Perserikatan Bangsa-bangsa yang saat itu masih
seumur jagung. Sayangnya, PBB yang banyak dipengaruhi oleg kekuatan-kekuatan
imperialis dunia semisal AS mengeluarkan keputusan yang bertolak belakang
dengan tuntutan dan kemauan rakyat Palestina dan bangsa Arab, dengan membagi
negeri Palestina menjadi dua bagian, Palestina dan Yahudi pada tanggal 29
November 1947.
Keputusan yang
disahkan oleh Majleis Umum PBB itu ditindaklanjuti oleh orang-orang Zionis
untuk mengumumkan pembentukan rezim dengan nama Israel pada tanggal 14 Mei
tahun 1948. Pembentukan rezim tak legal dengan dukungan AS ini, diumumkan hanya
selang beberapa jam setelah Inggris secara resmi keluar dari Palestina. Sejak
itulah, kaum Zionis mengusai sebagian besar wilayah negeri Palestina.
Infiltrasi dan
kekuasaan zionisme di berbagai struktur pemerintahan AS, termasuk di jantung
gedung putih, adalah masalah yang berkali-kali dibicarakan di lembaga-lembaga
politik dunia. Kekuasaan atas media massa, struktur politik, militer dan sosial
di AS, dan pada akhirnya infiltrasi serta kekuasaan zionisme di dalam sistem
perekonomian AS, adalah sesuatu yang selalu muncul di dunia sebagai faktor saling pengaruh-mempengaruhi antara AS
dan rezim zionis. David Luchins, wakil ketua Asosiasi Kerjasama Yahudi Ortodoks
AS, dalam hal ini berkata, “Kami bukan sebagai kelompok minoritas, tetapi
bagian dari mayoritas dimana segala sesuatu yang kami inginkan, pasti akan
berlaku.”
Oleh sebab
itulah, dengan mempelajari sejarah 55 tahun pendudukan Palestina dan deklarasi
keberadaan ilegal rezim zionis, kita lihat bahwa semua presiden AS tanpa
terkecuali, pasti melakukan pertemuan dan dialog dengan para pemimpin Yahudi
dan pemimpin Israel. Dokumen-dokumen terpercaya juga menunjukkan bahwa
pertahunnya 1/5 dari seluruh bantuan luar negeri AS diberikan kepada rezim
zionis. Selain itu, berbagai kedutaan dam konsulat luar negeri AS selalu
memiliki diplomat-diplomat yang bertugas mempelajari berbagai jalan perluasan
hubungan dengan warga Yahudi Amerika, dalam rangka menjaga interes negara
mereka. Di kalangan para diplomat asing, beredar pemeo terkenal sebagai
berikut; “Jika Anda ingin memperoleh mediator yang handal di AS untuk
menyelesaikan kesulitan-kesulitan negara Anda, maka Anda dapat memanfaatkan
pengaruh warga Yahudi Amerika.”
Akan tetapi
siapakah tokoh-tokoh Yahudi dan bagaimana sejarah kehadiran mereka di dalam
berbagai struktur pemerintahan AS? Jawabannya ialah sebagaimana tercatat dalam
sejarah sebagai berikut:
Di awal abad
ke-20 di tahun 1916, Loise de Brandis, diutus oleh kader kepemimpinan zionisme
di Eropa untuk menarik dukungan warga Yahudi Amerika. Idenya untuk
memperkenalkan zionisme bukan sebagai sebuah gerakan nasionalis, akan tetapi
sebagai gerakan pencari jalan keluar untuk menyelamatkan bangsa Yahudi, membuat
para pendukung zionisme di AS melonjak dari 12 ribu orang menjadi 150 ribu
orang. Brandis sendiri berkata :
“Dukungan kepada
zionisme bukan berarti hijrahnya seorang Yahudi atau perolehan kewaraganegaraan
asing. Tetapi, untuk menciptakan Amerika yang lebih baik, kita harus menjadi
Yahudi yang baik, dan untuk menjadi Yahudi yang baik, kita harus menjadi
seorang zionis.”
Efektifitas
slogan seperti itu dalam menarik keanggotaan dari masyarakat Yahudi Amerika,
telah membuka peluang yang amat luas bagi terbentuk dan terlembaganya
masyarakat Yahudi Amerika. Dengan demikian, setelah berabad-abad, melalui warga
Yahudi imigran dan dengan bantuan zionis Eropa, terbentuklah masyarakat Yahudi
AS; dan Amerika pun dipilih sebagai tempat yang dianggap paling sesuai untuk
pusat aktifitas mereka.
Jelas sekali
bahwa terlepas dari kepentingan-kepentingan berbagai kekuatan imperialis,
borjuisme baru kemunculan Yahudi Eropa di abad ke-20, adalah para pendukung dan
pendiri gerakan zionisme dan keberadaan Yahudi di AS dan Israel. Sesungguhnya,
borjuisme Yahudi di paruh kedua abad ke-19, bahu-membahu dengan imperialisme
Eropa, memiliki peran utama dalam menciptakan gerakan zionisme dan rancangan
penempatan Yahudi di Palestina.
Karena, melihat
kondisi perekonomian dan sosial abad ke-19 serta munculnya aliran-aliran baru
di tengah masyarakat Yahudi Eropa dengan tujuan beraktifitas di negara-negara
tuan rumah, berbagai kepentingan borjuisme Yahudi dan para pemimpin agama
Yahudi benar-benar menghadapi bahaya. Berbareng dengan munculnya kapitalisme,
kepungan-kepungan di sekeliling warga Yahudi hancur dan masyarakat Yahudi
secara perlahan mulai di terima dan melebur ke dalam bangsa-bangsa Eropa.
Dari sisi ini,
warga Yahudi yang telah merdeka di Barat tidak lagi memandang diri mereka
sebagai warga terkucil, tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa
Eropa. Bahkan pada saat itu mereka telah disebut sebagai Yahudi Inggris,
Perancis dan negara-negara Eropa lainnya. Perubahan di abad ke-20 ini
menimpakan pukulan berat pada Judaisme yang selama itu merupakan sandaran utama
para bankir, pemilik pabrik dan kalangan bisnis Yahudi.
Perbedaan kelas
dan perselisihan ras di dalam masyarakat Yahudi dan upaya kalangan elit kaya
Yahudi untuk keluar dari kontrol para pemimpin agama, membuat mereka berusaha
merebut kendali masyarakat Yahudi dari para pemuka agama, dengan tujuan
menegakkan dan menguatkan Judaisme terpusat. Kepemimpinan ini juga harus berputar di sekitar
poros gerakan zionisme.
Sebagai sebuah
gerakan murni politik dan dengan memanfaatkan atau lebih tepatnya
menyalahgunakan, agama Yahudi, zionisme mampu bekerja sebagai sumber kekuatan
borjuisme Yahudi. Tak diragukan, bahwa zionisme diciptakan oleh para kapitalis
Yahudi dengan tujuan menegakkan kembali kekuasaan dan kekuatan yang hilang,
juga untuk mencegah meleburnya warga Yahudi di negara-negara Eropa serta
menarik kekayaan Yahudi di Barat ke sebuah pusat tertentu.
Oleh karena
itulah lembaga-lembaga keuangan dan politik Yahudi serta organisasi-organisasi
internasional zionisme didirikan oleh para kapitalis Yahudi Eropa dan dengan
berada di AS kemudian Palestina, mereka menjalin ikatan diantara keduanya. Di abad ke-21 ini, salah satu pemimpin
organisasi Yahudi Amerika, berkata,
“Hari ini, kita
masyarakat Yahudi Amerika, telah berhasil, baik di tingkat internal dan
nasional, maupun di tingkat internasional, merealisasikan sesuatu yang tidak
pernah diimpikan oleh nenek moyang kita. Melanjutkan perjuangan mereka, kini
putra-putra mereka telah berhasil memperoleh kekuatan yang sedemikian besar di
Amerika. Ini semua adalah berkat kerjasama lembaga-lembaga Yahudi zionis di
AS.”
Dari sisilah maka saat ini, setelah lewat beberapa dekade,
kita menyaksikan bahwa kaum zionis berhasil memperoleh berbagai jabatan di
dalam struktur politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan AS; dan dengan leluasa
mereka mengendalikan kebijakan AS kemana pun mereka kehendaki. Sementara itu,
dukungan-dukungan penuh lembaga-lembaga eksekutif dan selain eksekutif AS kepada
Israel, juga infiltrasi rezim zionis di dalam struktur diplomasi Washington,
terutama dalam pengambilan kebijakan AS di Timur Tengah, sangat kentara
menunjukkan adanya pengaruh lobi zionis di AS.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» >>SEJARAH Yahudi<<
» Ingin tahu bagaimana caranya orang yahudi bisa "lenyap" dari tanah arab ???
» Kongres Yahudi Dunia 2013 Didemo Anti-Yahudi
» Yesus Keturunan Yahudi atau Bangsa Yahudi ??
» Amerika dan Indian
» Ingin tahu bagaimana caranya orang yahudi bisa "lenyap" dari tanah arab ???
» Kongres Yahudi Dunia 2013 Didemo Anti-Yahudi
» Yesus Keturunan Yahudi atau Bangsa Yahudi ??
» Amerika dan Indian
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik