SKB 3 menteri: pendirian rumah ibadah
Halaman 1 dari 1 • Share
SKB 3 menteri: pendirian rumah ibadah
Natan Setiabudi, ketua umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), menyatakan bahwa Presiden SB Yudhoyono menugasi menteri agama untuk menelaah secara seksama surat keputusan bersama (SKB) tentang pendirian rumah ibadah. Surat keputusan tersebut ditandatangani menteri agama dan menteri dalam negeri pada 1969.
Hal pertama yang harus dilakukan sebelum menanggapi kabar ini adalah melakukan tabayun atau klarifikasi ke Presiden apakah benar ia telah membuat pernyataan seperti yang dikutip oleh Natan. Jika benar, apa yang ia maksud dengan ''menugasi'' dan ''menelaah'' tersebut. Juga, apakah pernyataan itu cuma bersifat 'menyenangkan' atau memang itu genuine dan keluar dari lubuk hati Presiden.
Apapun, kita tahu bahwa sudah lama masalah ini disuarakan oleh umat Kristen maupun umat Katolik. Mereka menganggap bahwa SKB tersebut bersifat diskriminatif dan tidak adil.
Namun sebelum kita menelaah suara seperti itu, kita perlu melihat latar belakang lahirnya aturan itu. Tentunya, pemerintah Orde Baru yang terbukti sangat represif dan diskriminatif terhadap umat Islam di awal Orde Baru maupun di puncak kejayaan Orde Baru tentu memiliki dasar pemikirannya sendiri dalam mengeluarkan SKB tersebut. Apalagi aturan tersebut diterbitkan justru bukan di saat Orde Baru mulai rapuh dan kemudian mencari sandaran ke umat Islam, tapi di saat umat Islam mulai dipinggirkan dan tidak diajak-serta di pemerintahan baru. Pada periode berikutnya bahkan umat Islam dikuyo-kuyo dan dimiskinkan.
Rezim Orde Baru juga melahirkan mantra SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dalam menjaga stabilitas. Agama, tentu di dalamnya pendirian rumah ibadah, merupakan aspek utama dalam hal SARA. Karena itu rezim tersebut sangat peka terhadap isu SARA. Hingga kini pun terbukti, bahwa soal SARA merupakan hal yang tak mudah diurai.
Pada intinya, SKB tersebut menyebutkan ''apabila dianggap perlu'' maka dalam hal pemberian izin pendirian rumah ibadah ''dapat meminta pendapat dari organisasi-organisasi keagamaan dan ulama/rohaniwan setempat''. Selain itu, aturan tersebut juga menyertakan kata ''mempertimbangkan kondisi dan keadaan setempat''. Dua hal inilah yang kemudian dianggap bahwa aturan tersebut diskriminatif dan tidak adil. Betulkah?
Dalam praktiknya, umat Islam sangat toleran. Terbukti, walau jumlah umat Kristen maupun Katolik berjumlah relatif sangat kecil, tapi gereja begitu banyak bertebaran. Bandingkan misalnya dengan komposisi serupa di negeri-negeri yang mayoritas beragam Kristen, dan umat Islam menjadi minoritas. Perselisihan terjadi justru karena gereja didirikan di tempat yang jumlah pemeluknya sangat sedikit bahkan tak ada sama sekali, kecuali orang-orang yang didatangkan sebagai penginjil.
Masalah persetujuan ulama dan kondisi masyarakat setempat juga sebetulnya bukan sesuatu yang mengada-ada. Di sejumlah negeri Barat, untuk mendirikan masjid atau mushala pun harus ada persetujuan warga. Selain itu, jumlah kendaraan parkir pun harus dihitung. Jika jumlah kendaraan parkir lebih banyak dari yang diizinkan maka dilarang. Atau sebaliknya, jika tak bisa membeli lahan parkir maka tak boleh mendirikan masjid. Bahkan suara azan, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia karena bagian dari ritual agama, pun dilarang jika warga keberatan. Bagaimana dengan di Indonesia? Banyak gereja yang didirikan tanpa kecukupan lahan parkir. Bahkan dalam kasus Sang Timur di Ciledug, Tangerang, warga mentoleransi tembok permukimannya dijebol untuk akses pembangunan sekolah dan rumah ibadah. Persoalan muncul karena setelah bertahun-tahun akhirnya jalan di permukiman mereka tak sekadar dilalui tapi juga untuk parkir dan menimbulkan kemacetan luar biasa, maka tembok itupun dibangun lagi.
Karena itu, dalam soal rumah ibadah dan penyebaran agama ini sebetulnya lebih pada kejujuran diri. Selayaknya kita lebih berpikir bagaimana memajukan bangsa dan negara ini ketimbang soal keinginan menundukkan. Kita masih miskin, terbelakang, dan terkorup. Mari kita bahu membahu mengatasi soal-soal itu. Lagi pula konflik soal ini lebih karena realitas sosiologis kita masih sangat rentan bukan soal defensif untuk bertahan sebagai mayoritas. Karena dalam ajaran Islam: yang membuat seseorang itu menjadi Islam adalah Allah, bukan siapa-siapa. (RioL)
Hal pertama yang harus dilakukan sebelum menanggapi kabar ini adalah melakukan tabayun atau klarifikasi ke Presiden apakah benar ia telah membuat pernyataan seperti yang dikutip oleh Natan. Jika benar, apa yang ia maksud dengan ''menugasi'' dan ''menelaah'' tersebut. Juga, apakah pernyataan itu cuma bersifat 'menyenangkan' atau memang itu genuine dan keluar dari lubuk hati Presiden.
Apapun, kita tahu bahwa sudah lama masalah ini disuarakan oleh umat Kristen maupun umat Katolik. Mereka menganggap bahwa SKB tersebut bersifat diskriminatif dan tidak adil.
Namun sebelum kita menelaah suara seperti itu, kita perlu melihat latar belakang lahirnya aturan itu. Tentunya, pemerintah Orde Baru yang terbukti sangat represif dan diskriminatif terhadap umat Islam di awal Orde Baru maupun di puncak kejayaan Orde Baru tentu memiliki dasar pemikirannya sendiri dalam mengeluarkan SKB tersebut. Apalagi aturan tersebut diterbitkan justru bukan di saat Orde Baru mulai rapuh dan kemudian mencari sandaran ke umat Islam, tapi di saat umat Islam mulai dipinggirkan dan tidak diajak-serta di pemerintahan baru. Pada periode berikutnya bahkan umat Islam dikuyo-kuyo dan dimiskinkan.
Rezim Orde Baru juga melahirkan mantra SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dalam menjaga stabilitas. Agama, tentu di dalamnya pendirian rumah ibadah, merupakan aspek utama dalam hal SARA. Karena itu rezim tersebut sangat peka terhadap isu SARA. Hingga kini pun terbukti, bahwa soal SARA merupakan hal yang tak mudah diurai.
Pada intinya, SKB tersebut menyebutkan ''apabila dianggap perlu'' maka dalam hal pemberian izin pendirian rumah ibadah ''dapat meminta pendapat dari organisasi-organisasi keagamaan dan ulama/rohaniwan setempat''. Selain itu, aturan tersebut juga menyertakan kata ''mempertimbangkan kondisi dan keadaan setempat''. Dua hal inilah yang kemudian dianggap bahwa aturan tersebut diskriminatif dan tidak adil. Betulkah?
Dalam praktiknya, umat Islam sangat toleran. Terbukti, walau jumlah umat Kristen maupun Katolik berjumlah relatif sangat kecil, tapi gereja begitu banyak bertebaran. Bandingkan misalnya dengan komposisi serupa di negeri-negeri yang mayoritas beragam Kristen, dan umat Islam menjadi minoritas. Perselisihan terjadi justru karena gereja didirikan di tempat yang jumlah pemeluknya sangat sedikit bahkan tak ada sama sekali, kecuali orang-orang yang didatangkan sebagai penginjil.
Masalah persetujuan ulama dan kondisi masyarakat setempat juga sebetulnya bukan sesuatu yang mengada-ada. Di sejumlah negeri Barat, untuk mendirikan masjid atau mushala pun harus ada persetujuan warga. Selain itu, jumlah kendaraan parkir pun harus dihitung. Jika jumlah kendaraan parkir lebih banyak dari yang diizinkan maka dilarang. Atau sebaliknya, jika tak bisa membeli lahan parkir maka tak boleh mendirikan masjid. Bahkan suara azan, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia karena bagian dari ritual agama, pun dilarang jika warga keberatan. Bagaimana dengan di Indonesia? Banyak gereja yang didirikan tanpa kecukupan lahan parkir. Bahkan dalam kasus Sang Timur di Ciledug, Tangerang, warga mentoleransi tembok permukimannya dijebol untuk akses pembangunan sekolah dan rumah ibadah. Persoalan muncul karena setelah bertahun-tahun akhirnya jalan di permukiman mereka tak sekadar dilalui tapi juga untuk parkir dan menimbulkan kemacetan luar biasa, maka tembok itupun dibangun lagi.
Karena itu, dalam soal rumah ibadah dan penyebaran agama ini sebetulnya lebih pada kejujuran diri. Selayaknya kita lebih berpikir bagaimana memajukan bangsa dan negara ini ketimbang soal keinginan menundukkan. Kita masih miskin, terbelakang, dan terkorup. Mari kita bahu membahu mengatasi soal-soal itu. Lagi pula konflik soal ini lebih karena realitas sosiologis kita masih sangat rentan bukan soal defensif untuk bertahan sebagai mayoritas. Karena dalam ajaran Islam: yang membuat seseorang itu menjadi Islam adalah Allah, bukan siapa-siapa. (RioL)
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: SKB 3 menteri: pendirian rumah ibadah
rumah ibadah didirikan kok pertimbangannya jumlah umat
emang kalau sedikit tidak boleh punya rumah ibadah?
rumah ibadah didirikan kok harus minta persetujuan umat lain
apa urusannya?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: SKB 3 menteri: pendirian rumah ibadah
SEGOROWEDI wrote:
rumah ibadah didirikan kok pertimbangannya jumlah umat
emang kalau sedikit tidak boleh punya rumah ibadah?
rumah ibadah didirikan kok harus minta persetujuan umat lain
apa urusannya?
setidaknya harus nuwun sewu lha sama mayoritas......
di NTT aja bikin masjid juga nggak gampang koq
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: SKB 3 menteri: pendirian rumah ibadah
sebaiknya mendirikan rumah ibadah itu, jangan dipersulit, khususnya rumah ibadah gereja.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Similar topics
» Ibadah Raya GBI Rumah Persembahan Sesi 1, 13 Mei 2018
» Mendahulukan Orang Lain dalam perkara Ibadah dan Non Ibadah (Duniawi)
» [info terkait tanaman yg bs/dapat ditanam diarea rumah] Panduan Menanam Tomat Organik Di Pekarangan Rumah
» [hambaTuhan][Ps. Dr. Anthony Chang Preacher]▒▓►SEKELUARGA DAPAT RUMAH PENGGANTI RUMAH KUMUH : LACMI SETULUS HATI EPS. 21
» Cantik dan Unik, Rumah-rumah Bekas Gereja
» Mendahulukan Orang Lain dalam perkara Ibadah dan Non Ibadah (Duniawi)
» [info terkait tanaman yg bs/dapat ditanam diarea rumah] Panduan Menanam Tomat Organik Di Pekarangan Rumah
» [hambaTuhan][Ps. Dr. Anthony Chang Preacher]▒▓►SEKELUARGA DAPAT RUMAH PENGGANTI RUMAH KUMUH : LACMI SETULUS HATI EPS. 21
» Cantik dan Unik, Rumah-rumah Bekas Gereja
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik