75% mualap Inggris murtad lagi

SEGOROWEDI wrote:

memang sih..
islam sangat khusuk, sangat tertib, sangat taat menyembah sesmbahannya
ritual penyembahan fisikal solat, bisa saja bikin orang penasaran bahkan tertarik
masalahnya cuman satu: yang disembah bukan Tuhan

Islam sering dianggap sebagai agama bertentangan dengan Inggris, nilai-nilai sekuler. Tapi di antara 2001-2011, lebih dari 100.000 orang Inggris masuk Islam. Ini mungkin datang sebagai kejutan, terutama mengingat iklim virulen Islamophobia seharusnya melingkupi negara dalam bayangan 9/11. Namun, sementara Muslim dapat bersukacita di berita banyak orang Inggris berbondong-bondong masuk Islam, sedikit yang diketahui tentang proporsi besar mualaf yang kemudian menjadi murtad.

"Banyak petobat meninggalkan iman. Kami tidak memiliki statistik yang tepat tetapi beberapa statistik mengatakan 50 persen akan meninggalkan dalam beberapa tahun, "kata Usama Hasan, paruh waktu Imam dan peneliti senior di melawan ekstremisme think-tank, Yayasan Quilliam.

Internet, khususnya, Twitter, menyediakan ex-Muslim, sering dengan akun pseudonim, tempat yang aman untuk menantang, mengkritik dan mengejek Islam. Dewan Ex-Muslim Inggris (CEMB), yang didirikan enam tahun lalu, didirikan oleh sekelompok orang yang tidak percaya dan bertindak sebagai komunitas bagi mereka yang telah meninggalkan iman mereka.

Ada, tentu saja, banyak alasan mengapa seseorang bisa menjadi murtad setelah mengkonversi. Banyak wanita Inggris mengkonversi ketika menikahi seorang Muslim, tetapi, ketika hubungan berakhir, mereka kadang-kadang meninggalkan iman. (Hal yang sama jarang terjadi secara terbalik, sebagai konsensus ulama berpendapat seorang perempuan Muslim menikah dengan pria non-Muslim terhadap Syariah.) Beberapa mualaf tidak menerima dukungan masyarakat saat memasuki iman. Sementara yang lain dapat disebut sebagai "drifter": mereka bereksperimen dengan gaya hidup yang berbeda. Namun, banyak mantan Muslim mengutip pengalaman buruk dengan Muslim dalam cerita mereka tentang bagaimana mereka datang untuk meninggalkan iman.

Pepe, 39, adalah mantan Muslim yang lahir di London, tapi sekarang tinggal di Kanada dengan Muslim istri dan dua anak. Dia dikonversi pada 20, setelah menemukan agama melalui tasawuf, dimensi mistis Islam. Dia tetap seorang Muslim yang cukup berlatih selama 15 tahun tapi ia sering berjuang dengan aspek-aspek tertentu dari iman, yang ia mengangkat bahu sebagai "pikiran setan".

Pada awal 30-an ia menjadi kecewa dengan pandangan garis keras yang dimiliki oleh banyak Muslim dan bergabung dengan Chisti Tariqah, Orde Sufi yang berasal dari Afghanistan.

Dia setuju untuk sebuah wawancara melalui Skype dari rumahnya. "Semakin saya terlibat dengan Tariqah, yang lebih pengkultusan itu menjadi. Aku harus mendapatkan izin dari Sheikh [guru agama] untuk melakukan banyak hal, seperti jika saya ingin meninggalkan kota. Ketika saya mempertanyakan hal, mereka mengatakan kepada saya untuk benar-benar berhenti membaca buku dan hanya membaca apa yang mereka berikan kepada saya, "katanya.

Setelah Sheikh nya ditafsirkan salah satu impian Pepe untuk menunjukkan bahwa ayahnya tidak peduli tentang dia, ia menjadi tidak puas dengan Tariqah dan segera meninggalkan iman sama sekali.

"Saya bingung ketika saya pertama kali meninggalkan agama tapi saya sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada itu nyata. Aku sangat marah pada saat itu, "katanya.

"Saya akan menyebut diriku seorang ateis tapi bahkan jika ada kekuatan yang lebih tinggi, saya tidak berpikir itu mempengaruhi cara saya dengan orang-orang. Jika ada, saya akan mengatakan saya orang lebih welas asih sekarang, karena saya tahu bagaimana pikiran orang dapat dimanipulasi, "katanya.

Bagaimana hal itu mempengaruhi pernikahannya? "Ketika istri saya menikah dengan saya, ia menikah dengan seorang pria Muslim, jadi saya tidak menghentikan dia dari mengajar Islam kepada anak-anak kita," katanya. "Kami memiliki kesepakatan: Saya tidak makan daging babi atau minum alkohol di rumah atau di depan anak-anak. Dan aku tidak bisa memberitahu orang tua istri saya bahwa saya telah menjadi murtad karena mereka ortodoks dan akan melihat pernikahan sebagai dianulir. "

Lainnya ex-Muslim, bagaimanapun, memberikan gambaran yang sedikit lebih cerah dari agama. Goran Miljević, 19, dari London, dikonversi pada tahun 2010 setelah ditendang keluar dari perguruan tinggi. "Konversi ke Islam di suatu tempat aku bisa milik, persaudaraan, tempat Anda dapat pergi ke mana Anda mendengarkan dan didukung," katanya.

Miljević berasal dari keluarga Kristen Serbia dan ketika ia dikonversi, orangtuanya marah. "Ayah saya pikir saya bercanda. Aku tidur di Masjid untuk beberapa malam karena orang tua saya begitu marah dengan saya. Jika saya tidak begitu muda, orang tua saya akan menendang saya keluar rumah, "katanya.

"Saya benar-benar berlatih pada satu titik, hard core yang tepat. Tapi apa yang saya sadari adalah bahwa Anda tidak bisa menjadi seorang mualaf dan moderat, Anda harus ekstrim karena itulah bagaimana Anda membedakan diri, "katanya.

Namun, setelah tiga bulan menjadi seorang Muslim dan merasakan ketidaksetujuan dari keluarganya, Miljević menyadari Islam bukan karena dia. "Meskipun saya meninggalkan iman, aku tahu Islam bukanlah apa yang dipikirkan orang. Aku bahkan akan memperbaiki orang yang berpikir Islam dengan cara negatif tertentu. Ini adalah agama yang baik tapi pada akhir hari, agama adalah politik. Orang-orang seperti bin Laden dan Anjem Choudary menggunakan agama untuk menggerakkan orang-orang dan membuat mereka melakukan hal-hal, "katanya.

75 persen dari semua mualaf Inggris untuk Islam adalah perempuan. Dan, menurut sebuah studi di Leicester, Antara Isolasi dan Integrasi, sebagian besar mualaf perempuan tertarik kepada iman karena status itu memberikan mereka. Banyak yang percaya agama menyediakan mereka dengan status spiritual yang tinggi dan jenis martabat modern, negara sekuler kita tidak bisa.

Tapi, sebagian besar wanita Inggris yang mengkonversi laporan merasa bingung karena cara yang bertentangan Islam diperkenalkan kepada mereka. "Alasan mengapa beberapa orang yang bertobat meninggalkan iman atau menjadi bingung bukan hanya karena pikiran sempit banyak Muslim. Tetapi juga karena dominasi budaya: sebagian Muslim akan bersikeras pada budaya Pakistan, Arab maupun orang Iran dan mengatakan itu adalah Islam, "kata Usama Hasan.

Hal ini tidak hanya petobat yang meninggalkan iman tetapi juga umat Islam lahir dalam iman. "Saya perhatikan tentu setelah 9/11 bahwa semakin banyak pemuda Muslim di Inggris telah kehilangan iman mereka, dan banyak yang menjadi Kristen, Budha, agnostik atau ateis," kata Hasan.

Sementara banyak orang yang murtad melalui jalur yang kesepian sekali meninggalkan iman, sebagai teman dan keluarga sering meminggirkan mereka, terlalu banyak juga yang merasakan kemarahan para ekstremis Muslim.

Saif Rahman adalah penulis The Delusion Islam: Dari Islam ke Cultural, Humanis Muslim. Ia lahir dari keluarga Muslim asal Pakistan-India tetapi ditinggalkan Islam sekitar satu dekade lalu. Dia sekarang secara teratur mengkritik Islam. Ini datang pada harga yang celaka: ia telah menerima hampir 150 ancaman kematian dalam lima tahun terakhir.

"9/11 adalah saat yang kritis bagi banyak mantan Muslim," kata Rahman, "Kita merasa kita tidak bisa lagi berhubungan dengan orang-orang ini [para teroris]," katanya melalui telepon.

"Ancaman mati yang digunakan untuk sampai ke saya, tetapi setelah Anda melewati tanda 100, itu menjadi sedikit lelucon. Ada yang begitu menggelikan. Aku salah satu figur terbesar untuk membenci. Tetapi karena mereka sudah selesai dengan internet, saya bisa menjadi sedikit lebih bosan tentang mereka, "katanya.

Beberapa ulama Islam percaya bahwa murtad harus dibunuh, terutama jika mereka pergi untuk menyerang iman, dan mengutip sebagai bukti beberapa perkataan Nabi dalam Islam. Namun, tidak ada pembenaran Alquran untuk sikap ini dan para sarjana lainnya percaya bahwa membunuh murtad adalah tradisi pra-modern yang tidak lagi berlaku hari ini.

Meskipun Rahman teratur menyerang Islam di Twitter, ia mengakui bahwa ada banyak "keindahan" dalam agama. "Saya pikir Islam adalah agama yang buruk tapi aku tidak buta untuk keindahannya. Beberapa ucapan Nabi Muhammad meninggalkan saya berlinang air mata. Aku bahkan akan berpendapat bahwa rasa keluarga, keramahan dan nilai-nilai etika lainnya sebenarnya Islam, "katanya.

Dewan ex-Muslim baru-baru tweeted: "Internet telah membuat suara kami keras, untuk pertama kalinya dalam sejarah ex-Muslim dapat berbicara dengan bebas, oleh-melewati kematian, ketakutan, penghujatan [dan] tabu."

Tapi jangan ex-Muslim memiliki hak untuk mengejek agama? Iman, setelah semua, memberikan orang makna, harapan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial. Helen, seorang mantan Muslim dari Skotlandia, yang mengatakan dia dipaksa untuk masuk Islam dan kemudian dianiaya oleh keluarga percaya itu adalah hal yang baik untuk mengejek agama. "Yang benar akan mendorong Anda keluar sebelum membebaskan Anda. Orang harus tegar, bukan mengandalkan dewa imajiner untuk memberikan makna, "katanya.

Pepe mengatakan banyak mantan Muslim berperilaku dengan semacam pembangkangan reaktif sekali apostasising. "Orang yang meninggalkan agama pada tahap marah, mereka ingin memukul kembali, untuk jenis merasa semacam kepuasan. Tapi ketika mereka melakukannya terlalu banyak hanya memiliki efek negatif secara keseluruhan. "

Usama Hasan, bagaimanapun, adalah harapan bagi masa depan Islam, meskipun ancaman ex-Muslim. "Pada catatan yang positif, saya telah menemukan Muslim yang telah kehilangan iman mereka tetapi kembali setelah mereka telah menemukan interpretasi yang berbeda, lebih dalam, lebih luas dan lebih murah hati dari tradisi Quran dan Nabi yang menyepakati baik dengan dunia modern," katanya . "Terserah masyarakat untuk menggali pengetahuan mereka interpretasi keluar. Dan sekali mereka memberikan mereka wawasan orang tertarik kembali ke iman karena iman adalah sesuatu yang indah. Tuhan itu indah dan Dia mencintai dan belas kasihan dan menunggu untuk ditemukan dan diketahui, "tambahnya.

Bagi beberapa orang, Islam memanifestasikan dirinya sebagai agama keindahan dan kedamaian, baik ketika orang berpindah agama atau ketika mereka menemukan "interpretasi yang berbeda". Tapi, untuk jauh terlalu banyak, terutama mereka dengan pengalaman buruk dengan umat Islam, agama mengungkapkan dirinya menjadi cara Islamofobia karikatur negatif itu terjadi.

Internet, khususnya, Twitter, menyediakan ex-Muslim, sering dengan akun pseudonim, tempat yang aman untuk menantang, mengkritik dan mengejek Islam. Dewan Ex-Muslim Inggris (CEMB), yang didirikan enam tahun lalu, didirikan oleh sekelompok orang yang tidak percaya dan bertindak sebagai komunitas bagi mereka yang telah meninggalkan iman mereka.

...Banyak wanita Inggris mengkonversi ketika menikahi seorang Muslim, tetapi, ketika hubungan berakhir, mereka kadang-kadang meninggalkan iman.... Beberapa mualaf tidak menerima dukungan masyarakat saat memasuki iman....

Pada awal 30-an ia menjadi kecewa dengan pandangan garis keras yang dimiliki oleh banyak Muslim dan bergabung dengan Chisti Tariqah, Orde Sufi yang berasal dari Afghanistan.

Usama Hasan, bagaimanapun, adalah harapan bagi masa depan Islam, meskipun ancaman ex-Muslim. "Pada catatan yang positif, saya telah menemukan Muslim yang telah kehilangan iman mereka tetapi kembali setelah mereka telah menemukan interpretasi yang berbeda, lebih dalam, lebih luas dan lebih murah hati dari tradisi Quran dan Nabi yang menyepakati baik dengan dunia modern," katanya . "Terserah masyarakat untuk menggali pengetahuan mereka interpretasi keluar. Dan sekali mereka memberikan mereka wawasan orang tertarik kembali ke iman karena iman adalah sesuatu yang indah. Tuhan itu indah dan Dia mencintai dan belas kasihan dan menunggu untuk ditemukan dan diketahui, "tambahnya.

Raya Shokatfard, Belasan Tahun Murtad, Kembali Lagi ke Islam

"Journey of a woman who left Islam in search of God and a true religion. After 15 years of search and joining major religions of the world she came running back to Islam. A must see professional documentary."

Dia pernah menjadi Muslim. Tapi, impian duniawi membawanya pada kesibukan dan kealpaan hingga melupakan Allah. Raya Shokatfard, wanita asal Iran itu melanglang ke negeri Paman Sam untuk memenuhi ”impian Amerika”-nya yang menggebu.

Namun, setelah kesuksesan diraih, hatinya terasa kosong. Ia pun kembali mencari eksistensi Tuhan. Tak langsung kembali kepada Islam, ia lebih dulu mempelajari agama Buddha, Hindu, lalu Kristen. Tapi, hasil kajiannya terhadap tiga agama itu justru mengantarnya kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia pun mendapatkan kembali hidayah keislaman yang pernah ia tinggalkan. Air mata menderas di pipi Raya saat mengisahkan perjalanan panjangnya itu.

Kisah pilu Raya bermula saat ia hijrah dari Iran ke Amerika pada 1968. Saat itu usianya masih sangat belia, 19 tahun. Tak hanya meninggalkan negaranya, Raya pun menanggalkan gaya hidupnya sebagai orang Iran, termasuk keislamannya. “Aku meninggalkan Iran, pindah ke AS. Aku tinggalkan pula Islam dan identitas sebagai Muslim,” kisahnya, seperti dikutip dari kanal milik Raya di Youtube.

Saat tinggal di AS, ia pun hidup seperti remaja AS pada umumnya: bersenang-senang dan diliputi kilau duniawi. Raya kemudian memulai ”impian Amerika”-nya dengan merintis bisnis di Manhattan, Kalifornia Selatan. Butuh beberapa tahun bagi Raya untuk mencapai impiannya menjadi kaya dan sukses. Wanita yang meraih gelar sarjana dari Southern Oregon University (SOU) itu berhasil menggapai mimpinya di usia yang terbilang amat muda. Berawal dari bisnis toko pakaian, ia meraih puncak kesuksesan saat beralih ke bisnis real estate. Ia menjadi maestro real estate di kawasan Pantai Manhattan. “Alhamdulillah, saya sangat sukses di bisnis real estate. Saya sangat beruntung,” ujarnya bersyukur.

Menjadi pebisnis sukses, mudah bagi Raya membeli segala kemewahan dunia. Ia punya mobil Rolls Royce dan tinggal di rumah megah di tepi pantai. Kebunnya amat luas dengan aneka ternak hidup di dalamnya. Jalan-jalan keliling dunia pun amat gampang dilakoninya. Namun, setelah gemerlap dunia ia dapatkan, Raya justru merasakan kekosongan jiwa. Alih-alih bahagia, ia merasa hatinya begitu hampa. “Saya mulai merasakan sesuatu yang hilang, terasa sangat kosong,” ujar Raya dengan mata sayu.

Kekosongan hati terus melandanya. Wanita bergelar master bidang jurnalisme dan komunikasi publik ini pun kemudian mencari tahu penyebab kekosongan hatinya. Ia mengikuti beragam workshop dan kuliah, tapi tak menjawab permasalahannya. Entah mengapa, kemudian tumbuh keinginannya untuk mencari eksistensi Tuhan. Maka itu, dimulailah perjalanannya mencari Tuhan.

Perjalanan itu ia awali dari agama Hindu. Ia amat tertarik dengan kedamaian dalam ajaran agama tersebut. Dia pun menjadi penganut Hindu. Merasa kurang puas, ia lalu mencari Tuhan di agama lain. Kali ini, pilihannya jatuh ke agama Buddha. Ia pun menjadi umat Buddha. Tak lama, ia keluar dari agama ini karena kembali gagal menemukan eksistensi Tuhan.

Raya lalu bergabung dengan gerakan New Age, sebuah gerakan yang mengajarkan kebebasan diri tanpa Tuhan. Gerakan yang pamornya amat mencorong di Amerika kala itu membawa Raya pada kehidupan yang bebas dan mandiri tanpa Tuhan. “Anda adalah master dalam kehidupan Anda, Anda memiliki takdir sendiri, Anda adalah Tuhan dalam kehidupan Anda, dan banyak elemen lain yang saya pelajari di sana. Tapi, kemudian saya berpikir, saya tak mampu menjadi master dalam perjalanan hidup saya. Saya tidak dapat membayangkan ke mana hidup saya akan pergi. Saya pun tak nyaman di sana,” demikian Raya berkisah.

Menjadi Kristiani
Dari New Age, Raya kemudian menjadi penganut Kristiani. Ia bertahan cukup lama sebagai seorang Kristen, yakni tujuh setengah tahun. Ia begitu tertarik dan terpesona dengan kebersamaan dan persaudaraan umat Kristiani yang kuat. Lalu, jadilah Raya penganut Kristen yang taat ke gereja, mempelajari Alkitab, bahkan mengajarkannya. Ia juga belajar teologi Kristen di sebuah universitas. Tapi, lagi-lagi Raya merasa gelisah. Ia merasa belum menemukan Tuhan yang diinginkannya.

Nah, di titik inilah ia mulai tertarik kembali pada Islam. Sebelum memantapkan diri kembali ke pangkuan Islam, ia sempat pamit pada pastur yang selama ini membimbingnya dalam agama Kristen. Raya sangat gembira karena sang pastur amat terbuka dan membebaskannya memilih agama yang diyakini.

Selama 15 tahun, Raya jatuh bangun mencari eksistensi Tuhan. Beragam agama sudah ia anut. Namun, siapa sangka, ia justru kembali pada agama yang dianutnya saat masih tinggal di Iran, Islam.

Raya amat pilu saat mengenang perjalanannya hingga kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Linangan air mata membasahi pipinya karena menyesal pernah melupakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia merasa bodoh pernah melepaskan hidayah yang begitu nikmat, hidayah Islam. Namun, Allah Subhanahu Wa Ta’ala begitu mencintai hamba-Nya sehingga Raya diberi kesempatan kedua untuk kembali mendapatkan hidayah itu.

Sungguh indah kisah kembalinya Raya ke pangkuan Islam. Ia hanya membaca Surah Al-Fatihah saat pertama kali membuka Al-Quran setelah kemurtadannya selama belasan tahun. Hanya dengan tujuh ayat dalam surah pembuka Kitabullah, Raya sudah menyadari kesalahannya dan menyadari bahwa Allahlah satu-satunya Tuhan, tiada yang berhak disembah selain Allah.

Baru saja membaca Basmalah, Raya sudah merinding. Ayat pertama al-Fatihah membuatnya menyadari bahwa Allahlah Tuhan segala sesuatu, Tuhan semesta alam. Sedangkan, manusia hanyalah bagian kecil dari alam semesta itu. Membaca ayat kedua, air matanya tak kuasa lagi terbendung. “Saya melupakan-Nya, tapi Dia tak pernah melupakan saya.” Ia sungguh merasa malu pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Setiap ayat dalam Al-Fatihah benar-benar meresap ke jiwa Raya. Saat tiba di ayat yang berbunyi, “Hanya kepada-Nya kami menyembah dan hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan,” hati Raya serasa tercambuk. Ia tak habis pikir mengapa bisa melupakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan justru mencari pertolongan kepada selain-Nya. “Saat membaca ayat ini, saya merasa sebuah batu besar dari langit jatuh dan memukul saya,” ujar Raya dengan air mata yang tak henti mengalir.

Ayat berikutnya hingga terakhir, benar-benar membuat Raya menemukan jalan kembali pada Islam. Jalan lurus yang disebut dalam al-Fatihah sangat diinginkan Raya. Ia pun merasa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menunjukkan “Sirath al-Mustaqim” tersebut kepadanya. “Terakhir, saya meminta padanya jalan yang lururs dan Dia membimbing saya pada jalan lurus tersebut,” pungkas Raya bersyukur.

Maka, kembalilah Raya pada agamanya, agama yang lurus yang diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yakni Islam. Saat ini, Raya berusia 62 tahun. Meski tak muda lagi, ia sangat aktif dalam menyebarkan ajaran Islam. Berbekal pendidikannya, ia pernah menjadi asisten editor di SOU untuk situs islam yang berbasis di Los Angeles.

Ia pun menjadi koresponden asing, penulis, editor dan produser film dokumenter untuk web onislam.net. Ia juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi dan konsultan untuk situs Reading Islam. Melalui jurnalistik, Raya aktif menyuarakan perdamaian dan hak asasi perempuan.

The.Barnabas wrote:kalo si wedi kena azab apakah wedi cerita?

apalagi mau dibuatkan film..

SEGOROWEDI wrote:
jadi azab gak ada nih di dunia?
berarti sinetron-sinetron hidayah menebar kebohongan dan penyesatan
berarti alloh hanya main gertak sambal, gak pernah membuktikan kuasanya di dunia nyata

SEGOROWEDI wrote:
yang kuasa memasukkan ke sorga atau menendangmu ke neraka
itu Yesus, maka aneh kalau kamu malah pilih ikut muhammad dan ilah fiktifnya

mystery wrote:karena imanmu membutuhkan sesuatu yang sangat spektakuler, kalau azab seperti jaman nabi dulu bisa-bisa wedi mualap.
eksistensimu disini saja sudah cukuplah Allah memberitakan kepadamu/kristen yang lain apa itu ISLAM, bagaimana ISLAM. Jadi jangan salahkan Allah jikalau nanti anda di siksa di neraka. tinggal anda ini mau cari KEBENARAN atau cuman cari SENSASI.

SEGOROWEDI wrote:
misi: bersaksi tentang kebenaran alkitab
sambil njithaki muslim yang resek bin bebal