FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

tafsir QS al maarij 19-25 Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

tafsir QS al maarij 19-25 Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

tafsir QS al maarij 19-25

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

tafsir QS al maarij 19-25 Empty tafsir QS al maarij 19-25

Post by keroncong Thu Nov 15, 2012 12:56 am

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat haluu'a (keluh kesah lagi kikir). Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir. Kecuali, orang-orang yang mengerjakan salat. Yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (Al-Ma'aarij: 19--25).

Manusia cenderung bersikap haluu'a. Apakah itu? Ia ditafsirkan dengan dua ayat berikutnya (20--21): sebuah perangai buruk suka berkeluh kesah lagi kikir. Ketika ia tertimpa kesulitan, hatinya terasa sempit, goncang, dan mudah berputus asa. Ketika beroleh nikmat dan kebaikan, ia bersikap kikir. Yaitu, kikir dari hak Allah dan kikir dari hak sesama.

Tentu tidak semua manusia berperilaku demikian. Seorang muslim semestinya tidak haluu'a, mengapa? Karena, seorang muslim itu ajeg menjaga salatnya. "Kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya (daimun)." Dengan salat, hati menjadi tenteram. Juga, dengan salat perbuatan keji dan mungkar dapat ditahan. Maka, seorang mukmin yang salatnya ajeg dan benar, ia tidak gampang berkeluh kesah. Karena, kesulitan atau kemudahan baginya mengandung hikmah. Sebagian sahabat bahkan memandang kesulitan sebagai nikmat, seperti perkataan Abu Dzar al-Ghifari, "Miskin lebih aku sukai daripada kaya, dan sakit lebih aku sukai daripada sehat."

Seorang muslim semestinya tidak haluu'a, mengapa? Karena, seorang mukmin menyadari pada hartanya ada hak bagi orang yang meminta (as-sail) dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (al-mahruum). "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa." As-sail adalah orang yang meminta. Terhadap orang semacam ini terdapat hak bagi dia, seperti dalam sabda Rasulullah saw., "Bagi orang yang meminta-minta terdapat hak, meskipun ia datang mengendarai kuda." (HR Abu Dawud dari hadis Sufyan ats-Tsauri, dalam riwayat lain disandarkan kepada Ali bin Abu Thalib).

Adapun al-mahrum, seperti didefinisikan Ibnu Abbas, adalah orang yang bernasib buruk. Ia tidak memiliki bagian dalam baitul mal, tidak memiliki pendapatan, dan tidak memiliki pekerjaan yang dapat menopang. Rasulullah pernah bersabda, "Orang miskin bukanlah orang yang keliling dan engkau memberinya sesuap atau dua suap makanan dan sebutir atau dua butir kurma, akan tetapi orang miskin adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang mencukupinya sedangkan orang lain tidak mengetahuinya sehingga bersedekah kepadanya." (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi, seorang muslim semestinya dermawan, tidak kikir dan tidak bakhil. Karena, seorang muslim senantiasa merenungkan ayat-ayat Allah, seperti dalam ayat berikut.

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: 'Ya Rabku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh." (Al-Munafiqun: 10).

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya kepada para sahabatnya, "Manakah yang lebih kalian cintai: harta ahli waris atau harta sendiri?" Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, tentu tidak seorang pun di antara kita kecuali lebih mencintai hartanya sendiri." Rasulullah meneruskan, "Sesungguhnya harta seseorang ialah apa yang telah ia gunakan, dan harta ahli waris adalah apa yang belum ia gunakan." (HR Bukhari).

Abu Bakar al-Jazairi menceritakan sebuah kisah yang mengagumkan di dalam Minhajul Muslim Dikisahkan bahwa Ibunda Aisyah r.a. mendapat kiriman uang sebanyak 180.000 dirham dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Oleh beliau uang itu disimpan di mangkuk dan dibagikan kepada manusia hingga tak tersisa. Pada sore harinya, Aisyah berkata kepada budak wanitanya, "Antarkan makanan berbuka untukku." Budak wanita tersebut menghidangkan roti dan minyak kepada Aisyah. Beliau berkata kepada budak, "Mengapa engkau tidak mengambil uang satu dirham dari uang yang aku bagikan tadi buat membeli daging untuk buka puasa kita?" Budak tersebut menjawab, "Jika engkau mengingatkanku sejak tadi, aku pasti melakukan."

Dalam kekiniian, betapa banyak kita temukan dua tipe masusia di atas. Tipe orang muskin meminta-minta karena kondisi memaksa, juga tipe orang yang tidak memiliki kekayaan, penghasilan, pekerjaan, namun ia enggan untuk meminta. Terhadap tipe pertama, akan lebih mudah bagi kita untuk mengetahuinya, namun terhadap tipe kedua, diperlukan sedikit perhatian untuk mengetahuinya. Di sinilah perlunya sikap peka terhadap lingkungan. Budaya modernisme sering berdampak pada menjadikan orang berperilaku egois, tidak mengenal tetangga, tidak mengenal lingkungan. Setiap hari ia makan enak, namun ia tidak mengetahui bahwa orang-orang di sekitarnya tengah kelaparan.

Terlebih al-mahrum, tidak mesti mereka kelompok marginal yang tidak mampu bekerja. Kadang mereka kelompok profesional yang tidak tertopang situasi dan sarana yang mendukung untuk bekerja, seperti tidak adanya lapangan pekerjaan atau tertimpa bencana perang. Dalam konteks ini, perlu aktualisasi kedermawanan bagi muslim yang "kuat", tentu tidak sekadar berpikir memberi ikan, melainkan harus juga berpikir bagaimana memberi kail. Wallahu a'lam bish-shawab. (Abu Zahrah).
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

tafsir QS al maarij 19-25 Empty Re: tafsir QS al maarij 19-25

Post by njlajahweb Fri Mar 10, 2017 6:08 am

sekilas info,
kemiskinan bukanlah sesuatu yang harus untuk dicari,
tapi jika dengan usaha yang maksimal masih saja miskin,
tetap pertahankanlah semangat untuk tetap berusaha terus menerus dengan semampunya
juga dengan semampunya tidak mengabaikan ibadah,
sambil mencari informasi tentang kesuksesan orang miskin yang sudah menjadi kaya (asalkan dengan cara halal)

mencari informasi tentang kesuksesan orang miskin bisa juga dari internet.

---
namun, tidak ada larangan untuk menjadi kaya, (asalkan dengan cara yang halal) dan menjadi orang kaya yang bijaksana, (yang mau membantu orang-orang yang memang layak mendapat bantuan, tanpa memandang agama), serta tidak mengabaikan ibadah.

juga bahwa orang boleh menjadi kaya tetapi hatinya tidak boleh ada keterikatan yang berlebihan, terhadap uang atau hartanya itu.
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik