faktor yang menyebabkan manusia menjadi kafir
Halaman 1 dari 1 • Share
faktor yang menyebabkan manusia menjadi kafir
Firman Allah 'Azza wa Jalla (artinya):
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas (yang telah ditentukan Allah) dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar..." (An-Nisa': 171)
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, tafsiran dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma mengenai firman Allah Ta'ala (artinya):
"Dan mereka (kaum Nabi Nuh) berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu, dan (terutama) janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq maupun Nasr'." (Nuh: 23)
Ia mengatakan: "Ini adalah nama-nama orang shaleh dari kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka meninggal, syaitan membisikkan kepada kaum mereka: "Dirikanlah patung-patung pada tempat yang pernah diadakan pertemuan di sana oleh mereka, dan namailah patung-patung itu dengan nama-nama mereka." Orang-orang itupun melaksanakan bisikan syaitan tersebut, tetapi patung-patung mereka ketika itu belum disembah. Hingga setelah orang-orang yang mendirikan patung itu meninggal dan ilmu agama dilupakan orang, barulah patung-patung tadi disembah."
Ibnu Qayyim (Abu 'Abdillah: Muhammad bin Abu Bakr bin Ayyub bin Sa'd Az-Zur'i Ad-Dimasyqi, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Seorang ulama besar dan tokoh gerakan da'wah Islamiyah; murid Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah. Mempunyai banyak karya ilmiyah. Dilahirkan th. 691 H (1292 M) dan meninggal th. 751 H (1350 M)) mengatakan: "Banyak kalangan salaf yang berkata: 'Setelah mereka itu meninggal, orang-orang pun sering mendatangi kuburan mereka, lalu membikin patung-patung mereka; kemudian, setelah masa demi masa berlalu, akhirnya disembahlah patung-patung tersebut'."
Diriwayatkan dari 'Umar bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ('Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah 'Abdullah wa Rasuluhu' (Hamba Allah dan Rasul-Nya)." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jauhilah oleh kamu sekalian sikap berlebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu." (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma)
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Binasalah orang-orang yang berlebihan tindakannya." (Beliau sebutkan kalimat ini sampai tiga kali)
Kandungan tulisan ini:
Bahwa orang yang memahami bab ini dan kedua bab berikutnya, akan jelas baginya keterasingan Islam; dan akan melihat betapa kuasa Allah itu untuk merubah hati manusia.
Mengetahui bahwa mula pertama syirik yang terjadi di muka bumi ini adalah karena sikap yang tidak benar terhadap orang-orang shaleh.
Mengetahui apa yang pertama kali diperbuat orang-orang sehingga ajaran para Nabi menjadi berubah, dan apa faktor penyebabnya? Padahal para nabi itu, sebagaimana diketahui, adalah utusan Allah.
Diterimanya hal-hal bid'ah, padahal syari'at Ilahi dan fitrah murni manusia menolaknya.
Faktor yang menyebabkan itu semua adalah pencampuradukan antara al-haq dengan al-bathil. Adapun yang pertama ialah: rasa cinta kepada orang-orang shaleh; sedang yang kedua ialah: tindakan yang dilakukan sejumlah orang berilmu dan beragama dengan maksud untuk suatu kebaikan, tetapi orang-orang yang datang sesudah mereka menduga bahwa apa yang mereka maksudkan bukanlah hal itu.
Tafsiran ayat dalam surah Nuh. Ayat ini menunjukkan bahwa sikap yang berlebihan dan melampaui batas terhadap orang-orang shaleh adalah yang menyebabkan terjadinya syirik dan tuntunan agama para nabi ditinggalkan.
Watak manusia bahwa al-haq yang ada dalam dirinya bisa berkurang, sedangkan al-bathil malah bisa bertambah.
Bab ini mengandung suatu bukti bagi kebenaran pernyataan kaum Salaf bahwa bid'ah adalah penyebab kekafiran, dan lebih disenangi oleh Iblis daripada maksiat, karena maksiat masih bisa diampuni, sedangkan bid'ah tidak.
Syaitan mengetahui tentang dampak yang diakibatkan oleh bid'ah, sekalipun maksud pelakunya adalah baik.
Mengetahui kaidah umum, yaitu bahwa sikap berlebihan dalam agama dilarang; dan mengetahui pula apa dampak yang diakibatkannya.
Bahaya dari perbuatan sering berdiam diri di kuburan dengan niat untuk suatu amal shaleh.
Larangan adanya patung-patung, dan hikmah dalam pemusnahannya (untuk menjaga kemurnian tauhid dan mengikis kemusyrikan).
Kisah tentang kaum Nabi Nuh tersebut mengandung maksud besar, dan diperlukan sekali, meskipun sudah dilalaikan.
Hal yang paling mengherankan, bahwa mereka (ahli bid'ah) telah membaca kisah ini dalam kitab-kitab tafsir dan hadits, dan mengerti arti kalimatnya; tetapi Allah menutup hati mereka, sehingga mereka mempunyai keyakinan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh adalah amal ibadah yang terbaik, maka merekapun berkeyakinan bahwa apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya adalah kekafiran yang menghalalkan darah dan harta.
Dinyatakan bahwa sikap kaum Nabi Nuh yang berlebihan terhadap orang-orang shaleh tiada lain karena mengharapkan syafa'at mereka.
Mereka menduga bahwa inilah maksud orang-orang berilmu yang mendirikan patung-patung itu.
Pernyataan penting yang termuat dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ('Isa) putera Maryam..." Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada beliau, yang telah menyampaikan risalah dengan sebenar-benarnya.
Ketulusan hati beliau kepada kita dengan memperingatkan bahwa akan binasa orang-orang yang berlebihan tindakannya.
Dinyatakan dalam kisah bahwa patung-patung itu baru disembah setelah ilmu (agama) dilupakan. Dengan demikian, dapat diketahui nilai keberadaan ilmu ini dan bahayanya apabila hilang.
Bahwa sebab hilangnya ilmu adalah matinya para ulama.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas (yang telah ditentukan Allah) dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar..." (An-Nisa': 171)
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, tafsiran dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma mengenai firman Allah Ta'ala (artinya):
"Dan mereka (kaum Nabi Nuh) berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu, dan (terutama) janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq maupun Nasr'." (Nuh: 23)
Ia mengatakan: "Ini adalah nama-nama orang shaleh dari kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka meninggal, syaitan membisikkan kepada kaum mereka: "Dirikanlah patung-patung pada tempat yang pernah diadakan pertemuan di sana oleh mereka, dan namailah patung-patung itu dengan nama-nama mereka." Orang-orang itupun melaksanakan bisikan syaitan tersebut, tetapi patung-patung mereka ketika itu belum disembah. Hingga setelah orang-orang yang mendirikan patung itu meninggal dan ilmu agama dilupakan orang, barulah patung-patung tadi disembah."
Ibnu Qayyim (Abu 'Abdillah: Muhammad bin Abu Bakr bin Ayyub bin Sa'd Az-Zur'i Ad-Dimasyqi, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Seorang ulama besar dan tokoh gerakan da'wah Islamiyah; murid Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah. Mempunyai banyak karya ilmiyah. Dilahirkan th. 691 H (1292 M) dan meninggal th. 751 H (1350 M)) mengatakan: "Banyak kalangan salaf yang berkata: 'Setelah mereka itu meninggal, orang-orang pun sering mendatangi kuburan mereka, lalu membikin patung-patung mereka; kemudian, setelah masa demi masa berlalu, akhirnya disembahlah patung-patung tersebut'."
Diriwayatkan dari 'Umar bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ('Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah 'Abdullah wa Rasuluhu' (Hamba Allah dan Rasul-Nya)." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jauhilah oleh kamu sekalian sikap berlebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu." (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma)
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Binasalah orang-orang yang berlebihan tindakannya." (Beliau sebutkan kalimat ini sampai tiga kali)
Kandungan tulisan ini:
Bahwa orang yang memahami bab ini dan kedua bab berikutnya, akan jelas baginya keterasingan Islam; dan akan melihat betapa kuasa Allah itu untuk merubah hati manusia.
Mengetahui bahwa mula pertama syirik yang terjadi di muka bumi ini adalah karena sikap yang tidak benar terhadap orang-orang shaleh.
Mengetahui apa yang pertama kali diperbuat orang-orang sehingga ajaran para Nabi menjadi berubah, dan apa faktor penyebabnya? Padahal para nabi itu, sebagaimana diketahui, adalah utusan Allah.
Diterimanya hal-hal bid'ah, padahal syari'at Ilahi dan fitrah murni manusia menolaknya.
Faktor yang menyebabkan itu semua adalah pencampuradukan antara al-haq dengan al-bathil. Adapun yang pertama ialah: rasa cinta kepada orang-orang shaleh; sedang yang kedua ialah: tindakan yang dilakukan sejumlah orang berilmu dan beragama dengan maksud untuk suatu kebaikan, tetapi orang-orang yang datang sesudah mereka menduga bahwa apa yang mereka maksudkan bukanlah hal itu.
Tafsiran ayat dalam surah Nuh. Ayat ini menunjukkan bahwa sikap yang berlebihan dan melampaui batas terhadap orang-orang shaleh adalah yang menyebabkan terjadinya syirik dan tuntunan agama para nabi ditinggalkan.
Watak manusia bahwa al-haq yang ada dalam dirinya bisa berkurang, sedangkan al-bathil malah bisa bertambah.
Bab ini mengandung suatu bukti bagi kebenaran pernyataan kaum Salaf bahwa bid'ah adalah penyebab kekafiran, dan lebih disenangi oleh Iblis daripada maksiat, karena maksiat masih bisa diampuni, sedangkan bid'ah tidak.
Syaitan mengetahui tentang dampak yang diakibatkan oleh bid'ah, sekalipun maksud pelakunya adalah baik.
Mengetahui kaidah umum, yaitu bahwa sikap berlebihan dalam agama dilarang; dan mengetahui pula apa dampak yang diakibatkannya.
Bahaya dari perbuatan sering berdiam diri di kuburan dengan niat untuk suatu amal shaleh.
Larangan adanya patung-patung, dan hikmah dalam pemusnahannya (untuk menjaga kemurnian tauhid dan mengikis kemusyrikan).
Kisah tentang kaum Nabi Nuh tersebut mengandung maksud besar, dan diperlukan sekali, meskipun sudah dilalaikan.
Hal yang paling mengherankan, bahwa mereka (ahli bid'ah) telah membaca kisah ini dalam kitab-kitab tafsir dan hadits, dan mengerti arti kalimatnya; tetapi Allah menutup hati mereka, sehingga mereka mempunyai keyakinan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh adalah amal ibadah yang terbaik, maka merekapun berkeyakinan bahwa apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya adalah kekafiran yang menghalalkan darah dan harta.
Dinyatakan bahwa sikap kaum Nabi Nuh yang berlebihan terhadap orang-orang shaleh tiada lain karena mengharapkan syafa'at mereka.
Mereka menduga bahwa inilah maksud orang-orang berilmu yang mendirikan patung-patung itu.
Pernyataan penting yang termuat dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ('Isa) putera Maryam..." Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada beliau, yang telah menyampaikan risalah dengan sebenar-benarnya.
Ketulusan hati beliau kepada kita dengan memperingatkan bahwa akan binasa orang-orang yang berlebihan tindakannya.
Dinyatakan dalam kisah bahwa patung-patung itu baru disembah setelah ilmu (agama) dilupakan. Dengan demikian, dapat diketahui nilai keberadaan ilmu ini dan bahayanya apabila hilang.
Bahwa sebab hilangnya ilmu adalah matinya para ulama.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: faktor yang menyebabkan manusia menjadi kafir
Hal-hal yang dapat menyebabkan kafir besar adalah sebagai berikut.
Tidak Menetapkan Pokok Iman secara Mutlak
Hal ini dapat terjadi karena penyimpangan dari syarat-syarat penetapan keimanan dari segi perkataan hati dan perbuatannya, yaitu kepercayaan dan ketaatan. Penyimpangan ini memiliki berbagai bentuk yang semuanya menunjukkan penolakan terhadap apa yang dibawa Rasulullah saw, baik dengan mendustakannya, berpaling darinya, meragukannya, atau mengingkarinya.
Jika perkataan hati yang tercermin dalam pengetahuan dan kepercayaan pada keterangan (berita) yang datang dari Rasulullah saw itu menyeleweng, hal itu merupakan kafir dusta atau berpaling atau ragu.
Ibnu Qayyim ra berkata, "Kafir dusta (takdzib) adalah meyakini bahwa Rasulullah saw dusta. Kafir ini sedikit dan jarang terdapat pada kalangan orang-orang kafir, karena Allah SWT telah menguatkan rasul-rasul-Nya dan memberikan bukti-bukti kepada mereka dan tanda-tanda atas kebenaran mereka, yang dengannya hujjah ditegakkan dan pengampunan (karena kebodohan) ditiadakan."
Tentang kafir berpaling (i'radh), ia mengatakan, "Pendengaran dan hatinya berpaling dari Rasulullah saw, tidak membenarkannya dan tidak pula mendustakannya, tidak menolongnya dan tidak pula memusuhinya, dan sama sekali tidak menghiraukan apa yang beliau bawa. Jelaslah bahwa sikap tersebut menunjukkan tidak adanya kepercayaan dan tidak pula ketaatan karena berpaling, sehingga hal demikian merupakan kafir yang besar karena sama sekali tidak ada pokok iman di dalam dirinya."
Adapun jika penyelewengan terjadi pada perbuatan hati dan anggota badan, yaitu ketundukan dan ketaatan, hal itu adalah kafir ingkar dan takabbur, karena adanya pengetahuan di dalam batinnya, bahkan keyakinan dalam dirinya tentang kebenaran berita dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, "Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah, betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (An-Naml: 14). Ayat ini merupakan dalil tentang kesombongan jiwa dan tabiat-tabiat keingkaran.
Di dalam Ma'arijul Qabul, ia juga mengatakan, "Jika ia menyembunyikan kebenaran, sedangkan ia mengetahui kebenarannya, hal itu adalah kafir ingkar (juhud) dan kitman (menyembunyikan kebenaran)."
Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (An-Naml: 14).
"Dan setelah datang kepada mereka Alquran dari Allah SWT yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang mereka telah ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu." (Al-Baqarah: 89).
"Orang-orang (Yahudi dan Nashrani) yang telah Kami beri al-kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu." (Al-Baqarah: 146-147).
Jika tidak ada perbuatan hati dan tidak pula anggota badan, sedangkan ia mengetahui berita dari Rasulullah saw dan mengakuinya dengan lisan, maka hal itu adalah kafir ingkar ('inad) dan takabbur (istikbar), seperti kafirnya iblis dan sebagian orang-orang Yahudi yang menyaksikan bahwa Rasulullah saw benar, tetapi mereka tidak mengikutinya seperti Hayyi bin Akhthab, Ka'ab bin al-Asyraf, dan lain-lain.
Menetapkan Pokok Iman secara Lahir Tanpa Batin
Bentuk kekafiran ini adalah kafir nifaq (munafik), yaitu menampakkan keimanan secara lisan dan perbuatan anggota badan, sementara hatinya tidak mempercayai dan tidak taat pada ajaran agama.
Di dalam kitab Ma'arij Qabul dijelaskan bahwa, "Jika hati kosong dari niat, keikhlasan dan kecintaan disertai ketaatan anggota badan secara lahir, hal itu adalah kafir nifaq, terdapat pengakuan mutlak maupun tidak ada, tidak adanya kepercayaan karena mendustakan maupun meragukan. Allah SWT berfirman, "Di antara manusia ada yang mengatakan: 'kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman." (Al-Baqarah: 8).
Para ulama menyebutkan enam macam dari kekafiran ini, yaitu:
Mendustakan Rasulullah saw.
Mendustakan sebagian ajaran yang di bawa Rasulullah saw.
Membenci Rasulullah saw.
Membenci sebagian ajaran yang di bawa Rasulullah saw.
Merendahkan agama Rasulullah saw.
Enggan (benci) berjuang untuk menyebarkan agama rasulullah saw.
Menetapkan Iman secara Hakiki, Kemudian Berpaling darinya
Jika iman tidak dapat terealisasi kecuali dengan terealisasinya unsur-unsurnya dari perkataan dan perbuatan secara lahir dan batin, dan jika kekafiran itu merupakan penyimpangan salah satu dari unsur-unsur tersebut yang menyentuh pokok iman, maka terealisasinya keimanan seseorang tidak lantas menjaminnya terbebas dari neraka, kecuali jika ia meninggal dalam keadaan iman dan tidak ada perkataan, perbuatan, dan keyakinannya yang bertentangan dengan pokok iman.
Jika di dalam diri seseorang terdapat perbuatan, perkataan atau keyakinan yang bertentangan dengan pokok iman, maka keimanannya hilang dan karenanya ia keluar dari iman menjadi kafir. Na'udzubillah (kita mohon perlindungan kepada Allah dari hal ini).
Para ulama telah mengemukakan hal-hal yang bertentangan dengan pokok iman ini di dalam kitab-kitab mereka, baik mengenai hukum murtad (keluar dari Islam), maupun buku-buku khusus yang membahas penyimpangan-penyimpangan tersebut. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menghimpun penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan dengan pokok iman dalam risalah tersendiri, yang merupakan buku yang paling lengkap dalam persoalan ini.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan, "Ketahuilah bahwa hal-hal yang bisa menggugurkan (merusak) Islam ada sepuluh macam, yaitu:
Pertama, syirik (menyekutukan Allah) dalam beribadah kepada Allah SWT.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya" (An-Nisa': 48).
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya sorga dan tempatnya ia adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong pun." (Al-Maidah: 72). Contohnya adalah seperti menyembelih bukan untuk Allah, tetapi untuk jin atau kuburan.
Kedua, orang yang membuat perantara-perantara antara dirinya dengan Allah, meminta syafa'at kepada mereka, dan menggantungkan diri kepada mereka. Hal ini kafir secara Ijma' (konsensus ulama).
Ketiga, orang yang tidak mengafirkan orang-orang musyrik atau meragukan kekafiran mereka atau membenarkan aliran mereka.
Keempat, orang yang berkeyakinan akan adanya petunjuk yang lebih lengkap daripada petunjuk Nabi saw atau hukum lain lebih baik dari hukum beliau, seperti orang yang mendahulukan hukum orang-orang yang sesat daripada hukum beliau.
Kelima, orang yang membenci sesuatu yang di bawa oleh Rasulullah saw, meskipun ia melakukan hal itu.
Keenam, orang yang mengolok-olok sesuatu yang di bawa oleh Rasulullah saw, atau pahala dan siksanya.
"... katakanlah, 'apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman...." (At-Taubah: 65-66).
Ketujuh, Sihir, seperti mantra-mantra dan jampi-jampi. Orang yang melakukannya atau menyetujuinya adalah kafir.
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh s*t*n pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman itu tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya s*t*n-s*t*n itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seseorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Albaqarah: 102).
Kedelapan, mendampingi dan membantu orang-orang musyrik yang memerangi kaum muslimin.
"Barangsiapa di antara kamu mangambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Maidah: 51).
Kesembilan, orang yang berkeyakinan bahwa manusia dapat keluar dari (boleh tidak mengikuti) syariat Muhammad sebagaimana Khidhir keluar dari syariat Musa as.
Kesepuluh, berpaling dari agama Allah SWT, tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya.
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (As-Sajdah: 22).
Semua hal yang disebutkan di atas mempunyai bahaya yang besar, dan sering manusia terjebak di dalamnya. Oleh karena itu, seorang muslim wajib waspada dan menghindarinya serta takut akan hal itu sehingga tidak menimpa dirinya.
Sumber: Al-Jahlu bi Masaailil I'tiqaad wa Hukmuhu, Abdurrazzaq bin Thahir bin Ahmad Ma'asy
Tidak Menetapkan Pokok Iman secara Mutlak
Hal ini dapat terjadi karena penyimpangan dari syarat-syarat penetapan keimanan dari segi perkataan hati dan perbuatannya, yaitu kepercayaan dan ketaatan. Penyimpangan ini memiliki berbagai bentuk yang semuanya menunjukkan penolakan terhadap apa yang dibawa Rasulullah saw, baik dengan mendustakannya, berpaling darinya, meragukannya, atau mengingkarinya.
Jika perkataan hati yang tercermin dalam pengetahuan dan kepercayaan pada keterangan (berita) yang datang dari Rasulullah saw itu menyeleweng, hal itu merupakan kafir dusta atau berpaling atau ragu.
Ibnu Qayyim ra berkata, "Kafir dusta (takdzib) adalah meyakini bahwa Rasulullah saw dusta. Kafir ini sedikit dan jarang terdapat pada kalangan orang-orang kafir, karena Allah SWT telah menguatkan rasul-rasul-Nya dan memberikan bukti-bukti kepada mereka dan tanda-tanda atas kebenaran mereka, yang dengannya hujjah ditegakkan dan pengampunan (karena kebodohan) ditiadakan."
Tentang kafir berpaling (i'radh), ia mengatakan, "Pendengaran dan hatinya berpaling dari Rasulullah saw, tidak membenarkannya dan tidak pula mendustakannya, tidak menolongnya dan tidak pula memusuhinya, dan sama sekali tidak menghiraukan apa yang beliau bawa. Jelaslah bahwa sikap tersebut menunjukkan tidak adanya kepercayaan dan tidak pula ketaatan karena berpaling, sehingga hal demikian merupakan kafir yang besar karena sama sekali tidak ada pokok iman di dalam dirinya."
Adapun jika penyelewengan terjadi pada perbuatan hati dan anggota badan, yaitu ketundukan dan ketaatan, hal itu adalah kafir ingkar dan takabbur, karena adanya pengetahuan di dalam batinnya, bahkan keyakinan dalam dirinya tentang kebenaran berita dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, "Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah, betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (An-Naml: 14). Ayat ini merupakan dalil tentang kesombongan jiwa dan tabiat-tabiat keingkaran.
Di dalam Ma'arijul Qabul, ia juga mengatakan, "Jika ia menyembunyikan kebenaran, sedangkan ia mengetahui kebenarannya, hal itu adalah kafir ingkar (juhud) dan kitman (menyembunyikan kebenaran)."
Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (An-Naml: 14).
"Dan setelah datang kepada mereka Alquran dari Allah SWT yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang mereka telah ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu." (Al-Baqarah: 89).
"Orang-orang (Yahudi dan Nashrani) yang telah Kami beri al-kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu." (Al-Baqarah: 146-147).
Jika tidak ada perbuatan hati dan tidak pula anggota badan, sedangkan ia mengetahui berita dari Rasulullah saw dan mengakuinya dengan lisan, maka hal itu adalah kafir ingkar ('inad) dan takabbur (istikbar), seperti kafirnya iblis dan sebagian orang-orang Yahudi yang menyaksikan bahwa Rasulullah saw benar, tetapi mereka tidak mengikutinya seperti Hayyi bin Akhthab, Ka'ab bin al-Asyraf, dan lain-lain.
Menetapkan Pokok Iman secara Lahir Tanpa Batin
Bentuk kekafiran ini adalah kafir nifaq (munafik), yaitu menampakkan keimanan secara lisan dan perbuatan anggota badan, sementara hatinya tidak mempercayai dan tidak taat pada ajaran agama.
Di dalam kitab Ma'arij Qabul dijelaskan bahwa, "Jika hati kosong dari niat, keikhlasan dan kecintaan disertai ketaatan anggota badan secara lahir, hal itu adalah kafir nifaq, terdapat pengakuan mutlak maupun tidak ada, tidak adanya kepercayaan karena mendustakan maupun meragukan. Allah SWT berfirman, "Di antara manusia ada yang mengatakan: 'kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman." (Al-Baqarah: 8).
Para ulama menyebutkan enam macam dari kekafiran ini, yaitu:
Mendustakan Rasulullah saw.
Mendustakan sebagian ajaran yang di bawa Rasulullah saw.
Membenci Rasulullah saw.
Membenci sebagian ajaran yang di bawa Rasulullah saw.
Merendahkan agama Rasulullah saw.
Enggan (benci) berjuang untuk menyebarkan agama rasulullah saw.
Menetapkan Iman secara Hakiki, Kemudian Berpaling darinya
Jika iman tidak dapat terealisasi kecuali dengan terealisasinya unsur-unsurnya dari perkataan dan perbuatan secara lahir dan batin, dan jika kekafiran itu merupakan penyimpangan salah satu dari unsur-unsur tersebut yang menyentuh pokok iman, maka terealisasinya keimanan seseorang tidak lantas menjaminnya terbebas dari neraka, kecuali jika ia meninggal dalam keadaan iman dan tidak ada perkataan, perbuatan, dan keyakinannya yang bertentangan dengan pokok iman.
Jika di dalam diri seseorang terdapat perbuatan, perkataan atau keyakinan yang bertentangan dengan pokok iman, maka keimanannya hilang dan karenanya ia keluar dari iman menjadi kafir. Na'udzubillah (kita mohon perlindungan kepada Allah dari hal ini).
Para ulama telah mengemukakan hal-hal yang bertentangan dengan pokok iman ini di dalam kitab-kitab mereka, baik mengenai hukum murtad (keluar dari Islam), maupun buku-buku khusus yang membahas penyimpangan-penyimpangan tersebut. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menghimpun penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan dengan pokok iman dalam risalah tersendiri, yang merupakan buku yang paling lengkap dalam persoalan ini.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan, "Ketahuilah bahwa hal-hal yang bisa menggugurkan (merusak) Islam ada sepuluh macam, yaitu:
Pertama, syirik (menyekutukan Allah) dalam beribadah kepada Allah SWT.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya" (An-Nisa': 48).
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya sorga dan tempatnya ia adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong pun." (Al-Maidah: 72). Contohnya adalah seperti menyembelih bukan untuk Allah, tetapi untuk jin atau kuburan.
Kedua, orang yang membuat perantara-perantara antara dirinya dengan Allah, meminta syafa'at kepada mereka, dan menggantungkan diri kepada mereka. Hal ini kafir secara Ijma' (konsensus ulama).
Ketiga, orang yang tidak mengafirkan orang-orang musyrik atau meragukan kekafiran mereka atau membenarkan aliran mereka.
Keempat, orang yang berkeyakinan akan adanya petunjuk yang lebih lengkap daripada petunjuk Nabi saw atau hukum lain lebih baik dari hukum beliau, seperti orang yang mendahulukan hukum orang-orang yang sesat daripada hukum beliau.
Kelima, orang yang membenci sesuatu yang di bawa oleh Rasulullah saw, meskipun ia melakukan hal itu.
Keenam, orang yang mengolok-olok sesuatu yang di bawa oleh Rasulullah saw, atau pahala dan siksanya.
"... katakanlah, 'apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman...." (At-Taubah: 65-66).
Ketujuh, Sihir, seperti mantra-mantra dan jampi-jampi. Orang yang melakukannya atau menyetujuinya adalah kafir.
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh s*t*n pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman itu tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya s*t*n-s*t*n itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seseorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Albaqarah: 102).
Kedelapan, mendampingi dan membantu orang-orang musyrik yang memerangi kaum muslimin.
"Barangsiapa di antara kamu mangambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Maidah: 51).
Kesembilan, orang yang berkeyakinan bahwa manusia dapat keluar dari (boleh tidak mengikuti) syariat Muhammad sebagaimana Khidhir keluar dari syariat Musa as.
Kesepuluh, berpaling dari agama Allah SWT, tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya.
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (As-Sajdah: 22).
Semua hal yang disebutkan di atas mempunyai bahaya yang besar, dan sering manusia terjebak di dalamnya. Oleh karena itu, seorang muslim wajib waspada dan menghindarinya serta takut akan hal itu sehingga tidak menimpa dirinya.
Sumber: Al-Jahlu bi Masaailil I'tiqaad wa Hukmuhu, Abdurrazzaq bin Thahir bin Ahmad Ma'asy
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: faktor yang menyebabkan manusia menjadi kafir
Kekafiran atau kufur dalam bahasa Arab asalnya berarti penutup. Adapun dalam istilah syariat berarti lawan dari iman.
Kufur bisa terjadi karena beberapa sebab antara lain:
1. Mendustakan atau tidak mempercayai.
2. Ragu terhadap sesuatu yang jelas dalam syari’at.
3. Berpaling dari agama Allah.
4. Kemunafikan yakni menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman.
5. Sombong terhadap perintah Allah `Azza wa Jalla seperti yang dilakukan iblis.
6. Tidak mau mengikrarkan kebenaran agama Allah bahkan terkadang dibarengi dengan memeranginya, padahal hatinya yakin kalau itu benar, seperti yang terjadi pada Fir’aun.
Keenam hal ini termasuk dalam kufur akbar (kufur besar) yang menjadikan pelakunya keluar dari Islam atau murtad. Terkadang kufur besar terjadi dengan ucapan atau perbuatan yang sangat bertolak belakang dengan iman seperti mencela Allah dan Rasul-Nya atau menginjak al Qur’an dalam keadaan tahu kalau itu adalah Al Qur’an dan tidak terpaksa.
Di samping yang tersebut di atas, ada pula kufur ashghar (kufur kecil), yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama atau tidak menjadikan murtad. Kufur ashghar yaitu perbuatan-perbuatan dosa yang disebut dengan istilah kekafiran dalam Al Qur’an maupun As Sunnah tapi belum mencapai derajat kufur besar. Misalnya kufur nikmat sebagaimana tersebut dalam surat An-Nahl ayat 112, atau membunuh seorang muslim.
Kesalahan memahami makna kufur:
Terdapat beberapa kesalahan dalam memahami makna kufur dalam penggunaan syariat, antara lain:
1. egolongan orang memahami bahwa kekafiran hanya terbatas pada takdzib (pendustaan atau tidak percaya). Hal ini seperti diyakini oleh kelompok Murji’ah. Menurut mereka orang yang melakukan kekafiran dengan lisan atau amal seperti mencela Allah misalnya, dalam keadaan tahu dan tidak terpaksa, jika hatinya masih beriman maka ia tetap mukmin. Ini jelas salah.
2. egolongan orang memahami bahwa kufur hanya terbatas pada kufur besar yang mengeluarkan dari agama saja. Dari sini mereka memahami (menafsirkan) semua lafadz kufur dalam Al Qur’an maupun hadits dengan makna ini (kufur besar). Akhirnya orang yang membunuh dianggap oleh mereka kafir, orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dianggap pula kafir secara mutlak. Ini juga salah karena walaupun perbuatan-perbuatan tersebut terdapat dalam syariat namun ada dalil lain yang menunjukan bahwa semua itu belum mencapai tingkatan kufur besar. Perbuatan tersebut digolongkan sebagai kufur kecil atau diistilahkan oleh ulama dengan kufrun duna kufrin, yakni kekafiran di bawah kekafiran yang besar.
Sumber bacaan:
1. Al Haqiqatus Syar’iyyah, Muhammad Umar Bazmuul, hal.148
2. Mujmal Masa’il Al Iman, Ali Hasan, Salim Hilali dll., hal. 7
3. Kitabut Tauhid, Shalih Al Fauzan, hal. 14-15
4. Al Hukmu Bighairi ma Anzalallah, Khalid Al Anbari, hal. 28-29
Kufur bisa terjadi karena beberapa sebab antara lain:
1. Mendustakan atau tidak mempercayai.
2. Ragu terhadap sesuatu yang jelas dalam syari’at.
3. Berpaling dari agama Allah.
4. Kemunafikan yakni menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman.
5. Sombong terhadap perintah Allah `Azza wa Jalla seperti yang dilakukan iblis.
6. Tidak mau mengikrarkan kebenaran agama Allah bahkan terkadang dibarengi dengan memeranginya, padahal hatinya yakin kalau itu benar, seperti yang terjadi pada Fir’aun.
Keenam hal ini termasuk dalam kufur akbar (kufur besar) yang menjadikan pelakunya keluar dari Islam atau murtad. Terkadang kufur besar terjadi dengan ucapan atau perbuatan yang sangat bertolak belakang dengan iman seperti mencela Allah dan Rasul-Nya atau menginjak al Qur’an dalam keadaan tahu kalau itu adalah Al Qur’an dan tidak terpaksa.
Di samping yang tersebut di atas, ada pula kufur ashghar (kufur kecil), yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama atau tidak menjadikan murtad. Kufur ashghar yaitu perbuatan-perbuatan dosa yang disebut dengan istilah kekafiran dalam Al Qur’an maupun As Sunnah tapi belum mencapai derajat kufur besar. Misalnya kufur nikmat sebagaimana tersebut dalam surat An-Nahl ayat 112, atau membunuh seorang muslim.
Kesalahan memahami makna kufur:
Terdapat beberapa kesalahan dalam memahami makna kufur dalam penggunaan syariat, antara lain:
1. egolongan orang memahami bahwa kekafiran hanya terbatas pada takdzib (pendustaan atau tidak percaya). Hal ini seperti diyakini oleh kelompok Murji’ah. Menurut mereka orang yang melakukan kekafiran dengan lisan atau amal seperti mencela Allah misalnya, dalam keadaan tahu dan tidak terpaksa, jika hatinya masih beriman maka ia tetap mukmin. Ini jelas salah.
2. egolongan orang memahami bahwa kufur hanya terbatas pada kufur besar yang mengeluarkan dari agama saja. Dari sini mereka memahami (menafsirkan) semua lafadz kufur dalam Al Qur’an maupun hadits dengan makna ini (kufur besar). Akhirnya orang yang membunuh dianggap oleh mereka kafir, orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dianggap pula kafir secara mutlak. Ini juga salah karena walaupun perbuatan-perbuatan tersebut terdapat dalam syariat namun ada dalil lain yang menunjukan bahwa semua itu belum mencapai tingkatan kufur besar. Perbuatan tersebut digolongkan sebagai kufur kecil atau diistilahkan oleh ulama dengan kufrun duna kufrin, yakni kekafiran di bawah kekafiran yang besar.
Sumber bacaan:
1. Al Haqiqatus Syar’iyyah, Muhammad Umar Bazmuul, hal.148
2. Mujmal Masa’il Al Iman, Ali Hasan, Salim Hilali dll., hal. 7
3. Kitabut Tauhid, Shalih Al Fauzan, hal. 14-15
4. Al Hukmu Bighairi ma Anzalallah, Khalid Al Anbari, hal. 28-29
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: faktor yang menyebabkan manusia menjadi kafir
Qs 46:20 Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik".
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Similar topics
» muslim yang jahat bahkan yang sekelas teroris sekalipun lebih mulia daripada kafir yang baik
» Ilmuwan kafir yang 'Islamkan' Lima Mahasiswa Sebelum mualaf Menjadi Muslim
» Muslim pun bisa menjadi kafir ketika ia telah murtad
» Tuhan menjelma menjadi manusia, atau Tuhan menyamar menjadi manusia?
» kufur nikmat menyebabkan rahmat menjadi laknat
» Ilmuwan kafir yang 'Islamkan' Lima Mahasiswa Sebelum mualaf Menjadi Muslim
» Muslim pun bisa menjadi kafir ketika ia telah murtad
» Tuhan menjelma menjadi manusia, atau Tuhan menyamar menjadi manusia?
» kufur nikmat menyebabkan rahmat menjadi laknat
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik