Gandhi Dalam Dialog Hindu - Kristen karya Ngakan Made Madrasuta
Halaman 1 dari 1 • Share
Gandhi Dalam Dialog Hindu - Kristen karya Ngakan Made Madrasuta
Buku yang ada di hadapan anda sekarang ini diterjemahkan dari buku “Gandhi On Christianity” yang diterbitkan oleh Orbis Books, Maryknoll New York 1991. Mengapa buku terjemahannya memakai judul “Gandhi dalam Dialog Hindu-Kristen”? Terjemahan secara literal menjadi, misalnya: “Pandangan Gandhi tentang agama Kristen”, akan mengesankan seolah-olah Gandhi memberikan penilaian tentang kekristenan secara sepihak dan sewenang-wenang. Suatu kesan yang sangat keliru.
Buku ini berisi percakapan atau diskusi-Gandhi dengan orang-orang kristen, teman-teman, pengikut-pengiutnya, dan para missionaris yang ingin mengkristenkan Gandhi atau sekedar ingin mengetahui pendapat Gandhi tentang agama Kristen. Jadi kata “dialog” lebih tepat menggambarkan proses dari pendapat atau pemikran Gandhi tentang hubungan antar agama pada umumnya, dan tentang hubungan Hindu-Kristen pada khususnya.
Dewasa ini “dialog” merupakan istilah yang sangat populer dalam pembicaraan mengenai hubungan antar agama, bukan saja di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.
Dialog berbeda dengan debat. Dalam debat mereka mencari menang dengan mengalahkan lawan. Debat agama dimaksudkan untuk menunjukkan keunggulan satu agama terhadap agama yang lain. Yang menang (dalam debat) adalah yang benar. Yang kalah adalah yang salah. Yang salah harusnya mengikuti yang benar. Dahulu, debat memang merupakan satu cara untuk konversi, untuk mengalih-agamakan. Semangat dialog adalah untuk mencari saling pengertian. Perbedaan-perbedaan agama baik yang menyangkut sraddha (iman) maupun ritual (ibadah) itu adalah suatu kenyataan. Tidak ada satu agama pun yang memiliki hak istimewa untuk menilai agama lain. Dengan dialog orang mencoba menghilangkan salah paham. Dalain dialog orang mencari titik temu. Dengan kata lain, dialog bertujuan untuk saling memperkaya dan saling menumbuhkan (cross fertilizing).
Tapi dialog sekarang seolah-olah mengalami penyempitan arti, yaitu pertemuan para pemimpin agama dalam suasana formal di mana makalah dibaca, dibahas dan ditanggapi. Dialog semacam ini memang lebih tepat disebut seminar, sarasehan, atau lokakarya. Padahal dialog lebih sering terjadi di masyarakat, baik di tempat kerja maupun dalam lingkungan tempat tinggal, baik yang dilakukan secara serius maupun secara sambil lain.
Gandhi tidak melakukan percakapan dalam ruang belajar yang penuh buku atau di ruang seminar yang ramah tamah. Gandhi melakukan percakapan ditengah-tengah perjuangan sosial yang keras, sebagaiman yang dikatakan Robert Ellsberg dalam kata pengantarnya.
Lalu mengapa “dialog buku Kristen”? Gandhi memang melakukan dialog dengan orang-orang Kristen, mengenai agama Kristen dan agama Hindu. Tapi dialog mereka diwarnai sikap jujur, penuh rasa hormat dan jauh dari rasa benci, dapat diterapkan dalam dialog antar agama-agama lainnya.
Demikian penjelasan tentang judul. Berikut adalah beberapa pokok pemikiran Gandhi yang dimuat dalam buku ini.
Pandangan Gandhi tentang kemajemukan agama tercermin dalam pernyataannya: “semua agama terdiri dari wahyu tentang kebenaran, tapi semua agama itu tidak sempurna dan bisa salah. Penghormatan terhadap agama-agama lain tidak harus membuat kita buta terhadap kesalahan-kesalahanny”. (All Religions are True). Gandhi meminta kita untuk memandang agama-agama dengan pikiran sederajat (equimindedness), “kita memandang agama-agama itu dengan semangat penuh hormat. Sikpa ini membantu kita untuk memecahkan banyak kesulitan dan bahkan ketika kita mengkritik sesuatu, kita menyampaikannya dengan sikap rendah hati dan sopan yang tidak meninggalkan luka hati di belakang kita” (From Yeruvda Mandir).
Sesuatu penghargaan yang sederajat (equl regard) terhadap semua agama tidak berarti sinkretisme (percampuran) agama-agama. Jauh dari itu. “Saya tidak menghendaki percampuran”., katanya. Beragam cabang, bunga-bunga, pemandangan yang disediakan oleh berbagai jalan itu sesungguhnya adalah tujuannya. Tidak perlu ada periuk penggodok dimana semua itu dicampur jadi satu. Tidak akan ada penghargaan kepada yang lain bilamana semua (agama) itu dicampur jadi satu. Hal itu malah akan menghilangkan identitas yang lain, penghapusan keberadaan (eksistensi) yang lain. Penghargaan kepada yang lain, didasarkan atas perbedaan kita, dan atas keyakinan bahwa perbedaan tidak mengutuk kita untuk pecah dan bermusuhan (Diane L. Eck: Pedoman Gandhi)
Dengan pandangan diatas Gandhi menolak dengan keras usaha-usaha Proselitasi, usaha-usaha untuk mencari pengikut baru dari orang lain yang sudah beragama sebagaimana yang dilakukan oleh para misionaris Kristen Protestan maupun Katolik. Proselitasi atau konversi didasari atas sikap bahwa hanya agamanya sendiri yang mengandung kebenaran. Orang-orang yang menganut agama lain adalah sesat atau kafir yang harus ditobatkan. Gandhi menganggap sikap seperti ini adalah suatu kesombongan. Peter L. Berger mengatakan sikap ini sebagai sikap sombong yang tak tahu malu dari agama-agama rumpun Yahudi. Gandhi mengatakan usaha-usaha untuk mengalih-agamakan sama dengan imperialisme spiritual dari orang-orang Kristen Barat, yang sebenarnya sudah tidak lagi melaksanakan atau telah jauh menyimpang dari ajaran-ajaran Yesus.
“Saya berpendapat bahwa proselitasi di balik kerja sosial, sesungguhnya tidak sehat. Praktek-praktek semacam ini menimbulkan kecurigaan dan bahkan kemarahan tersembunyi. Kepada mereka yang ingin mengkonversikan India, saya katakan: “Dokter, sembuhkan lebih dahulu diri anda!” (Young India, 23 April 1931).
Apa yang kita peroleh dari buku ini? Melalui buku ini Gandhi memberikan kita pedoman untuk memandang kemajemukan agama.
Untuk dapat menjadi mitra sejajar dalam dialog, umat Hindu harus memiliki pengetahuan, disamping penghayatan yang mendalam tentang agama Hindu. Dan juga kita harus memiliki cukup pengetahuan tentang agama-agama lain. Kemiskinan akan pengetahuan agama-agama, kata S. Radhakrishnan, merupakan sumber ketidak acuhan, ketidak adilan dan intoleransi.
Orang-orang Kristen Khususnya yang terlibat dalam kegiatan missi, sering memberikan pendapat yang kritis terhadap agama Hindu. Banyak dari buku-buku mereka yang menggambarkan agama Hindu secara karikatural, dengan pandangan meremehkan dan mengejek. Namuan, mereka juga berani mendengarkan pandangan orang lain yang kritis terhadap agama mereka, baik yang menyangkut dogma maupun tingkah laku keagamaan mereka, sebagaimana tercermin dari pendapat Robert Ellsberg dalam pengantar dan tanggapan Diane L. Eck dan Bob McCahill seperti termuat pada bagian akhir dari buku ini.
http://www.bukuhindu.com/?buku=detail&bid=170
Penyaran- LETNAN SATU
-
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115
Similar topics
» Penentangan Hindu terhadap Konsep Penebusan Dosa dalam Kristen
» hadirilah dialog islam kristen
» Roma Katolik vs Kristen Protestan karya Pdt. Budi Asali, M. Div
» Bangkitnya Generasi Kristen Ekstrem karya Carl Anderson
» kritik buku "sejarah perjumpaan kristen dan islam di indonesia" karya Pdt. Jan Aritonang
» hadirilah dialog islam kristen
» Roma Katolik vs Kristen Protestan karya Pdt. Budi Asali, M. Div
» Bangkitnya Generasi Kristen Ekstrem karya Carl Anderson
» kritik buku "sejarah perjumpaan kristen dan islam di indonesia" karya Pdt. Jan Aritonang
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik