amanah dalam berkarya
Halaman 1 dari 1 • Share
amanah dalam berkarya
Pembicaraan kita mengenai tema ini dilatarbelakangi banyaknya manusia yang telah mengabaikan tugas di dalam bekerja. Semoga Allah subhanahu wata’ala mendatangkan manfaat melalui tulisan ini kepada penulis, karyawan, dan pembaca budiman.
Di dalam tema ini dibahas tentang cara menunaikan tugas dengan benar, sehingga tepat waktu, produktif, dan menghasilkan pekerjaan yang memuaskan (efisien dan efektif). Introspeksilah, bagaimana kondisi diri kita yang sebenarnya dalam hal ini?
Fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa telah terjadi taqshir (keteledoran) di dalam bertugas/berkarya. Hal ini juga terjadi pada orang-orang yang menyangka bahwa diri mereka tidak melakukan hal demikian (lalai dalam bertugas).
Perhatikan, terdapat sebagian karyawan yang datang terlambat beberapa jam, namun pulang lebih awal. Waktu yang tersisa (di tempat kerja) dihabiskan untuk hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, atau ngobrol dengan teman-temannya, sehingga tugas yang diamanahkan kepadanya terabaikan. Sebagian karyawan ada yang selalu mencari-cari alasan kepada atasannya agar diberi izin keluar.
Terdapat juga sebagian karyawan yang lain hanya karena melihat atasannya keluar, dia pun ikut keluar dan meninggalkan pekerjaannya. Sungguh masih banyak contoh-contoh negatif lainnya yang menyebabkan tugas sebagai satu amanah telah diabaikan.
Intropeksilah apakah contoh perilaku di atas dibenarkan, dan apakah hal itu sebagai bentuk berkhidmat pada ummat ini? Dan apakah hal ini sudah termasuk menunaikan amanah?! Tidak diragukan lagi, bahwa orang yang bersikap obyektif tentu akan menjawab, “Tidak!”. Kalau begitu, apakah penyebab dan jalan ke luar dari problem ini?
Berikut ini beberapa penyebab terjadinya permasalahan di atas, yaitu:
1. Lemahnya perasaan takut kepada Allah subhanahu wata’ala dan lemahnya sikap muraqabatullah (merasa selalu diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala).
2. Terjadinya krisis keteladanan, baik dari pihak atasan maupun sesama karyawan.
3. Jarang menerapkan prinsip penghargaan dan sanksi secara tepat.
Adapun solusi untuk mengatasi sebab terjadinya permasalahan di atas adalah sebagai berikut:
Menanamkan keimanan yang kuat kepada Allah subhanahu wata’ala dan menumbuhkan sikap muraqabatullah pada diri para karyawan, baik ketika sendiri ataupun di tengah keramaian, serta menumbuhkan jiwa takut kepada Allah subhanahu wata’ala dalam setiap tindakan dan ucapan dan dalam setiap keadaan dan kondisi, baik dilihat orang lain ataupun tidak, sebab Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui yang rahasia maupun yang nyata dan Allah subhanahu wata’ala akan memberikan balasan kepada setiap manusia sesuai dengan amal perbuatannya.
Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang dilakukannya untuk besok." (QS. Al-Hasyr: 18).
Al-Mushthofa shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
“Bertaqwalah kepada Allah di mana pun engkau berada" (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih”)
Dengan kekuatan iman seperti ini, maka kebaikan seseorang akan bertambah dan amanah akan dia tunaikan, serta penyimpangan dan kemungkaran akan lenyap ataupun berkurang.
Inilah yang kita ketahui dari sikap salah seorang salaf, dia berkata, "Jika Umar tidak melihatku, maka sesungguhnya Rabb Umar itu pasti melihatku". Demikianlah seharusnya kita bersikap dalam setiap waktu.
Hendaklah para pemimpin dan atasan memberikan keteladanan yang baik kepada bawahan dengan menjaga jam kerja tepat waktu, menyempurnakan pekerjaan lebih awal, berupaya dengan sungguh-sungguh untuk perkembangan dan perbaikan. Sebab keteladanan dalam bentuk kerja nyata lebih berpengaruh dibandingkan dengan nasihat dalam bentuk ungkapan kata.
Di antara contoh tentang hal ini adalah kisah Perjanjian Hudaibiyah, yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah selesai menulis perjanjian tersebut, beliau berkata kepada para shahabatnya, ”Berdirilah kalian, menyembelihlah dan cukurlah rambut kalian. Namun tiada seorang pun yang berdiri, hingga beliau mengucapkannya sampai tiga kali, namun tetap saja para shahabat belum melaksanakannya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, kemudian beliau ceritakan hal itu kepadanya, lalu Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata kepada beliau , "Wahai Nabi Allah apakah anda menginginkan hal itu (dilakukan oleh mereka)? Keluarlah anda, kemudian janganlah berbicara apa pun kepada mereka, hingga anda menyembelih unta, lalu anda panggil tukang cukur untuk mencukur anda. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dan tidak berbicara apa-apa kepada mereka lalu melakukan semua (saran Ummu Salamah) tersebut. Maka tatkala mereka melihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat langsung berdiri dan menyembelih binatang ternak mereka, lalu sebagian mereka mencukur sebagian lainnya, sehingga hampir saja ada sebagian yang terbunuh oleh sebagian yang lainnya.”
Ingatlah bahwa ucapan yang menyelisihi perbuatan akan memberikan dampak negatif. Oleh karena itu, Allah subhanahu wata’ala menging-kari hal tersebut dalam banyak ayat dan mencela pelakunya, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengucapkan sesuatu yang tidak kalian perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah, bahwa kalian mengucapkan apa-apa yang tidak kalian perbuat." (QS. Ash-Shaf: 2-3)
Juga Dalam firman-Nya, artinya,
"Mengapa kamu suruh orang lain (menger-jakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir." (QS. Al-Baqarah: 44)
Menerapkan prinsip keadilan di antara sesama manusia, serta memberikan hak setiap orang sesuai dengan haknya tanpa memandang siapa orangnya, karena keadilan itu dituntut untuk diterapkan kepada siapa saja, baik musuh maupun kawan, orang dekat maupun orang jauh.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl: 90)
Menerapkan prinsip penghargaan dan sanksi kepada semua pihak, baik kepada orang kecil maupun kepada orang besar. Dengan menerapkan prinsip penghargaan itu, maka akan memotivasi pelakunya untuk lebih giat bekerja dan saling berlomba dalam hal itu. Dan dengan menerapkan prinsip sanksi itu, maka akan mencegah orang yang lalai dari kelalaiannya serta menjadi pelajaran bagi orang lain. Dan bahwa Allah subhanahu wata’ala tidak menciptakan sesuatu itu sia-sia. Dia menyediakan surga bagi hamba-hamba-Nya yang baik, dan Dia menyediakan neraka bagi hamba-hamba-Nya yang lalai dan kufur.
Dengan menegakkan prinsip sanksi itu, maka akan mencegah seseorang dari kelalaian yang belum tercegah oleh keimanannya sendiri. "Sesungguhnya Allah mencegah dengan seorang sulthan (pemimpin) sesuatu yang belum dicegah oleh Al-Qur`an," (Atsar ini dari Utsman radhiyallahu ‘anhu)
Syaikh Al'Utsaimin rahimahullah ditanya tentang masalah ini, yaitu tentang jam kerja karyawan/pegawai yang telah menjadi ketetapan resmi dari suatu instansi pemerintah (suatu perusahaan), lalu ada sebagian karyawan yang datang ke tempat kerja terlambat setengah jam atau 1 jam, dan sebagian lagi ada yang pulang lebih awal setengah jam atau 1 jam!
Maka dijawab oleh beliau, "Secara lahir pertanyaan ini tidak perlu dijawab, karena upah itu sebanding dengan pekerjaan orang yang diupah, sebagaimana juga karyawan itu tidak akan rela haknya (gajinya) dikurangi oleh instansi pemerintah (perusahaan), maka janganlah dia mengu-rangi hak instansi pemerintah (perusahaan) tersebut. Oleh sebab itu seorang pegawai/karyawan tidak dibenarkan datang dan pulang di luar batas jam kerja resmi.”
Sebagian lagi beralasan, memang di tempat kerja itu pada dasarnya ada pekerjaan tapi hanya sedikit. Jadi pada prinsipnya anda terikat dengan waktu kerja bukan dengan pekerjaan, seakan dikatakan pada anda, “Gaji anda sekian, anda harus hadir untuk bekerja dari jam sekian hingga jam sekian, baik ada pekerjaan ataupun tidak. Jadi selama gaji itu terikat dengan waktu kerja, maka anda harus memenuhi target jam kerja.”
Sebagai kesimpulannya, maka saya nasehatkan: Ingatlah bahwa pekerjaan itu adalah amanah sebagaimana halnya shalat dan zakat, maka laksanakanlah pekerjaan tersebut dengan benar. Allah subhanahu wata’ala berfirman,artinya, ”Maka hendaklah yang dipercayai itu (yang diberi amanah) menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya.” (QS. Al-Baqarah: 283), dalam ayat lain Dia juga telah berfirman, artinya, "Hai orang-orang yang beriman tepatilah janjimu." (QS. al-Maidah: 1).
Allah subhanahu wata’ala akan menanyakan tentang amanah tersebut nanti di hari Kiamat kelak, sebagaimana firman-Nya, "Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya". (QS. Ash-Shaaffat:24). Juga firman-Nya, artinya, "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." (QS. Az-Zalzalah:7-8).
Sedangkan umat yang lain (non Islam) melakukan pekerjaan itu hanya bermodalkan semangat nasionalisme, golongan (etnis), dan karena motivasi yang lainnya, lalu mereka memperoleh keuntungan hanya di dunia ini saja. Sedangkan kita, kaum muslimin, apabila bekerja dengan "baik", maka Allah subhanahu wata’ala sudah menyediakan bagi kita kebaikan untuk di dunia ini dan pahala untuk akhirat nanti. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, "Karena itu Allah memberikan pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran:148) (Isnain Azhar, Lc)
Sumber: Majalah “Al Jundi Al Muslim” No.121 Ramadhan 1426.
Di dalam tema ini dibahas tentang cara menunaikan tugas dengan benar, sehingga tepat waktu, produktif, dan menghasilkan pekerjaan yang memuaskan (efisien dan efektif). Introspeksilah, bagaimana kondisi diri kita yang sebenarnya dalam hal ini?
Fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa telah terjadi taqshir (keteledoran) di dalam bertugas/berkarya. Hal ini juga terjadi pada orang-orang yang menyangka bahwa diri mereka tidak melakukan hal demikian (lalai dalam bertugas).
Perhatikan, terdapat sebagian karyawan yang datang terlambat beberapa jam, namun pulang lebih awal. Waktu yang tersisa (di tempat kerja) dihabiskan untuk hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, atau ngobrol dengan teman-temannya, sehingga tugas yang diamanahkan kepadanya terabaikan. Sebagian karyawan ada yang selalu mencari-cari alasan kepada atasannya agar diberi izin keluar.
Terdapat juga sebagian karyawan yang lain hanya karena melihat atasannya keluar, dia pun ikut keluar dan meninggalkan pekerjaannya. Sungguh masih banyak contoh-contoh negatif lainnya yang menyebabkan tugas sebagai satu amanah telah diabaikan.
Intropeksilah apakah contoh perilaku di atas dibenarkan, dan apakah hal itu sebagai bentuk berkhidmat pada ummat ini? Dan apakah hal ini sudah termasuk menunaikan amanah?! Tidak diragukan lagi, bahwa orang yang bersikap obyektif tentu akan menjawab, “Tidak!”. Kalau begitu, apakah penyebab dan jalan ke luar dari problem ini?
Berikut ini beberapa penyebab terjadinya permasalahan di atas, yaitu:
1. Lemahnya perasaan takut kepada Allah subhanahu wata’ala dan lemahnya sikap muraqabatullah (merasa selalu diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala).
2. Terjadinya krisis keteladanan, baik dari pihak atasan maupun sesama karyawan.
3. Jarang menerapkan prinsip penghargaan dan sanksi secara tepat.
Adapun solusi untuk mengatasi sebab terjadinya permasalahan di atas adalah sebagai berikut:
Menanamkan keimanan yang kuat kepada Allah subhanahu wata’ala dan menumbuhkan sikap muraqabatullah pada diri para karyawan, baik ketika sendiri ataupun di tengah keramaian, serta menumbuhkan jiwa takut kepada Allah subhanahu wata’ala dalam setiap tindakan dan ucapan dan dalam setiap keadaan dan kondisi, baik dilihat orang lain ataupun tidak, sebab Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui yang rahasia maupun yang nyata dan Allah subhanahu wata’ala akan memberikan balasan kepada setiap manusia sesuai dengan amal perbuatannya.
Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang dilakukannya untuk besok." (QS. Al-Hasyr: 18).
Al-Mushthofa shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
“Bertaqwalah kepada Allah di mana pun engkau berada" (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih”)
Dengan kekuatan iman seperti ini, maka kebaikan seseorang akan bertambah dan amanah akan dia tunaikan, serta penyimpangan dan kemungkaran akan lenyap ataupun berkurang.
Inilah yang kita ketahui dari sikap salah seorang salaf, dia berkata, "Jika Umar tidak melihatku, maka sesungguhnya Rabb Umar itu pasti melihatku". Demikianlah seharusnya kita bersikap dalam setiap waktu.
Hendaklah para pemimpin dan atasan memberikan keteladanan yang baik kepada bawahan dengan menjaga jam kerja tepat waktu, menyempurnakan pekerjaan lebih awal, berupaya dengan sungguh-sungguh untuk perkembangan dan perbaikan. Sebab keteladanan dalam bentuk kerja nyata lebih berpengaruh dibandingkan dengan nasihat dalam bentuk ungkapan kata.
Di antara contoh tentang hal ini adalah kisah Perjanjian Hudaibiyah, yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah selesai menulis perjanjian tersebut, beliau berkata kepada para shahabatnya, ”Berdirilah kalian, menyembelihlah dan cukurlah rambut kalian. Namun tiada seorang pun yang berdiri, hingga beliau mengucapkannya sampai tiga kali, namun tetap saja para shahabat belum melaksanakannya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, kemudian beliau ceritakan hal itu kepadanya, lalu Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata kepada beliau , "Wahai Nabi Allah apakah anda menginginkan hal itu (dilakukan oleh mereka)? Keluarlah anda, kemudian janganlah berbicara apa pun kepada mereka, hingga anda menyembelih unta, lalu anda panggil tukang cukur untuk mencukur anda. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dan tidak berbicara apa-apa kepada mereka lalu melakukan semua (saran Ummu Salamah) tersebut. Maka tatkala mereka melihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat langsung berdiri dan menyembelih binatang ternak mereka, lalu sebagian mereka mencukur sebagian lainnya, sehingga hampir saja ada sebagian yang terbunuh oleh sebagian yang lainnya.”
Ingatlah bahwa ucapan yang menyelisihi perbuatan akan memberikan dampak negatif. Oleh karena itu, Allah subhanahu wata’ala menging-kari hal tersebut dalam banyak ayat dan mencela pelakunya, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengucapkan sesuatu yang tidak kalian perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah, bahwa kalian mengucapkan apa-apa yang tidak kalian perbuat." (QS. Ash-Shaf: 2-3)
Juga Dalam firman-Nya, artinya,
"Mengapa kamu suruh orang lain (menger-jakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir." (QS. Al-Baqarah: 44)
Menerapkan prinsip keadilan di antara sesama manusia, serta memberikan hak setiap orang sesuai dengan haknya tanpa memandang siapa orangnya, karena keadilan itu dituntut untuk diterapkan kepada siapa saja, baik musuh maupun kawan, orang dekat maupun orang jauh.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl: 90)
Menerapkan prinsip penghargaan dan sanksi kepada semua pihak, baik kepada orang kecil maupun kepada orang besar. Dengan menerapkan prinsip penghargaan itu, maka akan memotivasi pelakunya untuk lebih giat bekerja dan saling berlomba dalam hal itu. Dan dengan menerapkan prinsip sanksi itu, maka akan mencegah orang yang lalai dari kelalaiannya serta menjadi pelajaran bagi orang lain. Dan bahwa Allah subhanahu wata’ala tidak menciptakan sesuatu itu sia-sia. Dia menyediakan surga bagi hamba-hamba-Nya yang baik, dan Dia menyediakan neraka bagi hamba-hamba-Nya yang lalai dan kufur.
Dengan menegakkan prinsip sanksi itu, maka akan mencegah seseorang dari kelalaian yang belum tercegah oleh keimanannya sendiri. "Sesungguhnya Allah mencegah dengan seorang sulthan (pemimpin) sesuatu yang belum dicegah oleh Al-Qur`an," (Atsar ini dari Utsman radhiyallahu ‘anhu)
Syaikh Al'Utsaimin rahimahullah ditanya tentang masalah ini, yaitu tentang jam kerja karyawan/pegawai yang telah menjadi ketetapan resmi dari suatu instansi pemerintah (suatu perusahaan), lalu ada sebagian karyawan yang datang ke tempat kerja terlambat setengah jam atau 1 jam, dan sebagian lagi ada yang pulang lebih awal setengah jam atau 1 jam!
Maka dijawab oleh beliau, "Secara lahir pertanyaan ini tidak perlu dijawab, karena upah itu sebanding dengan pekerjaan orang yang diupah, sebagaimana juga karyawan itu tidak akan rela haknya (gajinya) dikurangi oleh instansi pemerintah (perusahaan), maka janganlah dia mengu-rangi hak instansi pemerintah (perusahaan) tersebut. Oleh sebab itu seorang pegawai/karyawan tidak dibenarkan datang dan pulang di luar batas jam kerja resmi.”
Sebagian lagi beralasan, memang di tempat kerja itu pada dasarnya ada pekerjaan tapi hanya sedikit. Jadi pada prinsipnya anda terikat dengan waktu kerja bukan dengan pekerjaan, seakan dikatakan pada anda, “Gaji anda sekian, anda harus hadir untuk bekerja dari jam sekian hingga jam sekian, baik ada pekerjaan ataupun tidak. Jadi selama gaji itu terikat dengan waktu kerja, maka anda harus memenuhi target jam kerja.”
Sebagai kesimpulannya, maka saya nasehatkan: Ingatlah bahwa pekerjaan itu adalah amanah sebagaimana halnya shalat dan zakat, maka laksanakanlah pekerjaan tersebut dengan benar. Allah subhanahu wata’ala berfirman,artinya, ”Maka hendaklah yang dipercayai itu (yang diberi amanah) menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya.” (QS. Al-Baqarah: 283), dalam ayat lain Dia juga telah berfirman, artinya, "Hai orang-orang yang beriman tepatilah janjimu." (QS. al-Maidah: 1).
Allah subhanahu wata’ala akan menanyakan tentang amanah tersebut nanti di hari Kiamat kelak, sebagaimana firman-Nya, "Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya". (QS. Ash-Shaaffat:24). Juga firman-Nya, artinya, "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." (QS. Az-Zalzalah:7-8).
Sedangkan umat yang lain (non Islam) melakukan pekerjaan itu hanya bermodalkan semangat nasionalisme, golongan (etnis), dan karena motivasi yang lainnya, lalu mereka memperoleh keuntungan hanya di dunia ini saja. Sedangkan kita, kaum muslimin, apabila bekerja dengan "baik", maka Allah subhanahu wata’ala sudah menyediakan bagi kita kebaikan untuk di dunia ini dan pahala untuk akhirat nanti. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, "Karena itu Allah memberikan pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran:148) (Isnain Azhar, Lc)
Sumber: Majalah “Al Jundi Al Muslim” No.121 Ramadhan 1426.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» Inspirasi Dalam Berkarya Lukisan Indah Karya Kakak Beradik Penderita Lumpuh
» nasihat dan amanah
» sifat utama amanah
» KESAKSIAN ERNEST PRAKARSA BERKARYA DIDALAM TUHAN
» roti amanah dan sepotong hikmahnya
» nasihat dan amanah
» sifat utama amanah
» KESAKSIAN ERNEST PRAKARSA BERKARYA DIDALAM TUHAN
» roti amanah dan sepotong hikmahnya
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik