sebab-sebab kenapa islam pecah
Halaman 1 dari 1 • Share
sebab-sebab kenapa islam pecah
Pengantar berikut ini adalah sebuah penjelasan mengenai kesalahan pertama yang timbul di kalangan ummat Islam. Bagaimana dan pada siapa ia timbul, serta bagaimana terwujudnya? (Bagian I)
Telah kami jelaskan bahwa kesalahan-kesalahan yang timbul pada masa-masa lalu sama persis dengan yang terjadi pada masa-masa berikutnya. Dengan cara yang sama dapat kami tunjukkan bahwa pada zaman setiap nabi dan pendiri suatu umat atau agama, kesalahan-kesalahan di kalangan umatnya pada akhir zamannya timbul dari kesalahan-kesalahan musuh-musuhnya yang ada pada permulaan zamannya, yakni dari kaum kafir dan orang-orang yang tak beriman, kebanyakan mereka adalah munafik. Semua ini akan nampak ada pada kita dengan memperhatikan manusia terdahulu pada masa yang telah lama berlalu.
Mengenai kesalahan-kesalahan dalam umat Islam ini bukan rahasia lagi bahwa hal itu timbul dari kaum munafik pada masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tidak mengakui apa yang beliau perintahkan dan apa yang beliau larang, namun mereka mulai mencari-cari alasan sesuai dengan maksud mereka. Mereka mengajukan berbagai pertanyaan tentang hal-hal yang tak diperbolehkan dan mendebat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam secar tak berdasar tentang perkara-perkara yang tak perlu diperdebatkan. Perhatikan (misalnya) hadis mengenai Dzul Khuwaisirah at-Tamimi ketika ia berkata, "Berlaku adillah, wahai Muhammad, atas apa yang engkau telah gagal berlaku adil." Ketika itu pula Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika aku tidak berlaku adil, maka siapakah yang mau berlaku adil?" Tetapi orang terkutuk itu mengulangi apa yang telah beliau (Nabi) katakan dan melanjutkan dengan katanya, "Ini merupakan suatu distribusi yang tidak ada dalam pikiran Allah." Ini merupakan suatu pembangkangan yang nyata terhadap Nabi. Jadi, kalau orang yang mengritik imam yang haq menjadi seorang Khawarij, maka betapa lebih pantas orang tesebut disebut sebagai Khawarij. Bukankah kritiknya itu sama dengan memegang pendapat tentang sesuatu yang baik dan buruk berdasarkan akal, dan menghukumi sesuatu menurut ide seseorang yang jelas bertentangan dengan perintah yang jelas? Apakah bukan perbuatan tercela jika menolak perintah yang jelas benarnya, dengan bentuk analogi tertentu? Nabi akhirnya bersabda, "Dari kedua pinggang orang inilah akan ada suatu ummat yang lari dari agama ini (Islam) bagai lepasnya anak panah dari busurnya."
Begitulah yang terjadi semasa hidup Nabi ketika beliau masih sehat, kuat, dan bugar. Kaum munafik kala itu bertindak dengan tipu daya dan muslihat: secara lahiriah berwujud Islam, padahal mereka menyembunyikan keingkaran mereka. Akan tetapi, kemunafikan mereka terlihat dengan sendirinya dari adanya kritikan dan penolakan mereka yang konstan terhadap segala yang Nabi lakukan.
Kritik-kritik mereka itu tidak ubahnya laksana tebaran benih cikal-bakal sebuah pohon kesalahan besar. Adapun mengenai perselisihan yang timbul di kalangan sahabat Nabi, ketika beliau sakit dan setelah kematiannya, hanyalah perselisihan yang bersifat ijtihadiyah yang tujuan mereka hanya untuk mempertahankan syariah dan menegakkannya. Adapun setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal, terjadilah perdebatan tentang meninggalnya beliau antara Umar dan yang lainnya. Umar berkata, "Siapa pun yang mengatakan bahwa Muhammad telah meninggal, maka aku akan membunuhnya dengan pedangku ini. Dia telah di angkat ke langit sebagaimana Isa." Akan tetapi, Abu Bakar bin Abi Quhafah menyatakan, "Siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad kini telah mati. Siapa yang menyembah Tuhan Muhammad, maka Tuhan Muhammad masih dan akan tetap hidup, Dia tidak mati dan tidak akan mati." Kemudian Abu Bakar membacakan ayat 114 surat Ali Imran, yang artinya:
"Muhammad tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul yang lain. Lalu, mengapakah seandainya ia mati atau terbunuh, kamu akan berpaling daripadanya (kembali murtad)? Siapa pun yang murtad maka sedikit pun tidak akan merugikan Allah. Allah akan memberi balasan bagi orang-orang yang bersyukur."
Umat Islam ketika itu langsung menerima apa yang dikatakan oleh Abu Bakar. Umar berkata, "Seolah-olah aku belum pernah mendengar ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya." Demikianlah, umat Islam selalu bisa keluar dari beberapa perselisihan yang terjadi pada mereka --dengan taufik Allah-- dengan kesepakatan yang menjaga keutuhan mereka.
Demikian juga perselisihan yang terjadi ketika pengangkatan khalifah sesudah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal, semua berakhir dengan dibai'atnya Abu Bakar. Juga ketika Abu Bakar meninggal, perselisihan dicegah dengan diangkatnya Umar. Pengangkatan Utsman sesudah Umar pun dengan jalan musyawarah antara enam orang sahabat, yang tentunya mencegah terjadinya beda pendapat yang meluas di kalangan kaum muslimin. Namun, beliau terbunuh secara tidak adil di rumahnya sendiri akibat perbuatan pihak yang zalim yang ingin menimbulkan perpecahan di kalangan kaum muslimin.
Perdebatan tentang khilafah dan imamah memang merupakan perdebatan dan perselisihan terbesar yang pernah dihadapi oleh kaum muslimin. Sebab, belum ada sebelum itu yang melibatkan pedang sampai bicara, sampai timbulnya perselisihan tentang khilafah dan imamah ini. Yang terbesar dan berpengaruh pada keutuhan umat adalah perselisihan yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib, setelah secara bulat ia diakui sebagai khalifah. Mulanya, Thalhah dan Zubair berangkat ke Makkah dan mengajak 'Aisyah untuk berangkat ke Bashrah bersama mereka untuk menuntut darah Utsman. Berikutnya, mereka terlibat 'Perang Jamal' dengan Ali. Akan tetapi, keduanya berhati lembut dan bertaubat, sebab Ali memperingatkan mereka dengan sesuatu yang harus mereka ingat. Ketika keluar dari peperangan, Zubair dibunuh oleh Ibnu Jarmuz yang kini berada di neraka, sebab Nabi bersabda, "Berikan kabar kepada pembunuh Ibnu Shafiyyah bahwa ia akan masuk neraka." Thalhah terbunuh dengan panah Marwan bin al-Hakam ketika ia pulang dari perang. Adapun 'Aisyah, dia tetap ingin melakukan apa yang hendak ia lakukan, namun akhirnya ia menyesali perbuatannya dan bertaubat.
Adapun mengenai perselisihan antara Ali dan Mu'awiyah, Perang Shiffin, perlawanan kaum Khawarij yang memaksa 'Ali menerima arbitrasi, tipu muslihat 'Amr bin al-'Ash kepada Abu Musa al-Asy'ari, dan kelajutan perselisihan tersebut sampai Ali meninggal, merupakan perkara yang begitu terkenal. Demikian pula halnya dengan perselisihan antara Ali dengan kaum Khawarij, mereka yang berkumpul di Nahrawan meneruskan perlawanan terhadap Ali, ejekan mereka kepadanya dan konflik senjata antara mereka dengannya, semua itu juga amat termasyhur. Secara keseluruhan Ali berada di pihak yang benar. Ali pada masanya bukan hanya menyaksikan orang yang memberontak kepadanya, seperti Asy'ats bin Qais, Mis'ar bin Fadaki at-Tamimi, Zaid bin Hushain ath-Tha'i dan lain-lainnya, tetapi juga menyaksikan orang-orang yang bersikap ekstrem, seperti Abdullah bin Saba dan para pengikutnya. Dari kedua kelompok ini, muncullah penyimpangan dan kesesatan. Dengan demikian, benarlah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Dua jenis kelompok manusia akan binasa karena engkau (Ali): mereka yang mengatakan cinta setia kepadamu dan mereka yang sangat membencimu."
(Bersambung....)
Sumber: Diadaptasi dari Sekte-Sekte Islam, Muhammad bin Abdul Karim asy-Syahrastani
Telah kami jelaskan bahwa kesalahan-kesalahan yang timbul pada masa-masa lalu sama persis dengan yang terjadi pada masa-masa berikutnya. Dengan cara yang sama dapat kami tunjukkan bahwa pada zaman setiap nabi dan pendiri suatu umat atau agama, kesalahan-kesalahan di kalangan umatnya pada akhir zamannya timbul dari kesalahan-kesalahan musuh-musuhnya yang ada pada permulaan zamannya, yakni dari kaum kafir dan orang-orang yang tak beriman, kebanyakan mereka adalah munafik. Semua ini akan nampak ada pada kita dengan memperhatikan manusia terdahulu pada masa yang telah lama berlalu.
Mengenai kesalahan-kesalahan dalam umat Islam ini bukan rahasia lagi bahwa hal itu timbul dari kaum munafik pada masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tidak mengakui apa yang beliau perintahkan dan apa yang beliau larang, namun mereka mulai mencari-cari alasan sesuai dengan maksud mereka. Mereka mengajukan berbagai pertanyaan tentang hal-hal yang tak diperbolehkan dan mendebat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam secar tak berdasar tentang perkara-perkara yang tak perlu diperdebatkan. Perhatikan (misalnya) hadis mengenai Dzul Khuwaisirah at-Tamimi ketika ia berkata, "Berlaku adillah, wahai Muhammad, atas apa yang engkau telah gagal berlaku adil." Ketika itu pula Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika aku tidak berlaku adil, maka siapakah yang mau berlaku adil?" Tetapi orang terkutuk itu mengulangi apa yang telah beliau (Nabi) katakan dan melanjutkan dengan katanya, "Ini merupakan suatu distribusi yang tidak ada dalam pikiran Allah." Ini merupakan suatu pembangkangan yang nyata terhadap Nabi. Jadi, kalau orang yang mengritik imam yang haq menjadi seorang Khawarij, maka betapa lebih pantas orang tesebut disebut sebagai Khawarij. Bukankah kritiknya itu sama dengan memegang pendapat tentang sesuatu yang baik dan buruk berdasarkan akal, dan menghukumi sesuatu menurut ide seseorang yang jelas bertentangan dengan perintah yang jelas? Apakah bukan perbuatan tercela jika menolak perintah yang jelas benarnya, dengan bentuk analogi tertentu? Nabi akhirnya bersabda, "Dari kedua pinggang orang inilah akan ada suatu ummat yang lari dari agama ini (Islam) bagai lepasnya anak panah dari busurnya."
Begitulah yang terjadi semasa hidup Nabi ketika beliau masih sehat, kuat, dan bugar. Kaum munafik kala itu bertindak dengan tipu daya dan muslihat: secara lahiriah berwujud Islam, padahal mereka menyembunyikan keingkaran mereka. Akan tetapi, kemunafikan mereka terlihat dengan sendirinya dari adanya kritikan dan penolakan mereka yang konstan terhadap segala yang Nabi lakukan.
Kritik-kritik mereka itu tidak ubahnya laksana tebaran benih cikal-bakal sebuah pohon kesalahan besar. Adapun mengenai perselisihan yang timbul di kalangan sahabat Nabi, ketika beliau sakit dan setelah kematiannya, hanyalah perselisihan yang bersifat ijtihadiyah yang tujuan mereka hanya untuk mempertahankan syariah dan menegakkannya. Adapun setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal, terjadilah perdebatan tentang meninggalnya beliau antara Umar dan yang lainnya. Umar berkata, "Siapa pun yang mengatakan bahwa Muhammad telah meninggal, maka aku akan membunuhnya dengan pedangku ini. Dia telah di angkat ke langit sebagaimana Isa." Akan tetapi, Abu Bakar bin Abi Quhafah menyatakan, "Siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad kini telah mati. Siapa yang menyembah Tuhan Muhammad, maka Tuhan Muhammad masih dan akan tetap hidup, Dia tidak mati dan tidak akan mati." Kemudian Abu Bakar membacakan ayat 114 surat Ali Imran, yang artinya:
"Muhammad tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul yang lain. Lalu, mengapakah seandainya ia mati atau terbunuh, kamu akan berpaling daripadanya (kembali murtad)? Siapa pun yang murtad maka sedikit pun tidak akan merugikan Allah. Allah akan memberi balasan bagi orang-orang yang bersyukur."
Umat Islam ketika itu langsung menerima apa yang dikatakan oleh Abu Bakar. Umar berkata, "Seolah-olah aku belum pernah mendengar ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya." Demikianlah, umat Islam selalu bisa keluar dari beberapa perselisihan yang terjadi pada mereka --dengan taufik Allah-- dengan kesepakatan yang menjaga keutuhan mereka.
Demikian juga perselisihan yang terjadi ketika pengangkatan khalifah sesudah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal, semua berakhir dengan dibai'atnya Abu Bakar. Juga ketika Abu Bakar meninggal, perselisihan dicegah dengan diangkatnya Umar. Pengangkatan Utsman sesudah Umar pun dengan jalan musyawarah antara enam orang sahabat, yang tentunya mencegah terjadinya beda pendapat yang meluas di kalangan kaum muslimin. Namun, beliau terbunuh secara tidak adil di rumahnya sendiri akibat perbuatan pihak yang zalim yang ingin menimbulkan perpecahan di kalangan kaum muslimin.
Perdebatan tentang khilafah dan imamah memang merupakan perdebatan dan perselisihan terbesar yang pernah dihadapi oleh kaum muslimin. Sebab, belum ada sebelum itu yang melibatkan pedang sampai bicara, sampai timbulnya perselisihan tentang khilafah dan imamah ini. Yang terbesar dan berpengaruh pada keutuhan umat adalah perselisihan yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib, setelah secara bulat ia diakui sebagai khalifah. Mulanya, Thalhah dan Zubair berangkat ke Makkah dan mengajak 'Aisyah untuk berangkat ke Bashrah bersama mereka untuk menuntut darah Utsman. Berikutnya, mereka terlibat 'Perang Jamal' dengan Ali. Akan tetapi, keduanya berhati lembut dan bertaubat, sebab Ali memperingatkan mereka dengan sesuatu yang harus mereka ingat. Ketika keluar dari peperangan, Zubair dibunuh oleh Ibnu Jarmuz yang kini berada di neraka, sebab Nabi bersabda, "Berikan kabar kepada pembunuh Ibnu Shafiyyah bahwa ia akan masuk neraka." Thalhah terbunuh dengan panah Marwan bin al-Hakam ketika ia pulang dari perang. Adapun 'Aisyah, dia tetap ingin melakukan apa yang hendak ia lakukan, namun akhirnya ia menyesali perbuatannya dan bertaubat.
Adapun mengenai perselisihan antara Ali dan Mu'awiyah, Perang Shiffin, perlawanan kaum Khawarij yang memaksa 'Ali menerima arbitrasi, tipu muslihat 'Amr bin al-'Ash kepada Abu Musa al-Asy'ari, dan kelajutan perselisihan tersebut sampai Ali meninggal, merupakan perkara yang begitu terkenal. Demikian pula halnya dengan perselisihan antara Ali dengan kaum Khawarij, mereka yang berkumpul di Nahrawan meneruskan perlawanan terhadap Ali, ejekan mereka kepadanya dan konflik senjata antara mereka dengannya, semua itu juga amat termasyhur. Secara keseluruhan Ali berada di pihak yang benar. Ali pada masanya bukan hanya menyaksikan orang yang memberontak kepadanya, seperti Asy'ats bin Qais, Mis'ar bin Fadaki at-Tamimi, Zaid bin Hushain ath-Tha'i dan lain-lainnya, tetapi juga menyaksikan orang-orang yang bersikap ekstrem, seperti Abdullah bin Saba dan para pengikutnya. Dari kedua kelompok ini, muncullah penyimpangan dan kesesatan. Dengan demikian, benarlah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Dua jenis kelompok manusia akan binasa karena engkau (Ali): mereka yang mengatakan cinta setia kepadamu dan mereka yang sangat membencimu."
(Bersambung....)
Sumber: Diadaptasi dari Sekte-Sekte Islam, Muhammad bin Abdul Karim asy-Syahrastani
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» sebab-sebab masuk surga
» sebab terjadinya musibah
» sebab runtuhnya khilafah islamiyah
» Berpuasa dengan sebab ru’yatul hilal di wilayah lain
» Asbabun Nuzul Sebab Turunnya Ayat Al Quran Sura At Tahrim 66:1
» sebab terjadinya musibah
» sebab runtuhnya khilafah islamiyah
» Berpuasa dengan sebab ru’yatul hilal di wilayah lain
» Asbabun Nuzul Sebab Turunnya Ayat Al Quran Sura At Tahrim 66:1
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik