Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
Halaman 1 dari 1 • Share
Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
Terus terang ajah .... saya kurang puas di layani oleh bung MM seorang di trit
https://laskarislam.indonesianforum.net/t4455-apa-yang-dilihat-muhammad-ketika-sedang-bertamasya-di-yerusalem#48976
Disini saya ingin DI KEROYOK oleh muslim muslim senior LI yang saya anggap rada berisi ilmu Islam nya
Yang saya tantang adalah :
Si Odong odong belum masuk kualifikasi tuh , ilmu Islammya CETEK BUANGET ... jijaiiii deh
Pertanyaan :
Kalaulah BENAR Muhammad mendapat perintah " sholat 5 waktu " di Isra Miraj ( turunnya Q 17 .1 )
Lantas MENGAPA PERINTAH sholat 5 waktu GA PERNAH JELAS kapan di perintahkan ??
Apa apaan tuh ...
Ngakunya perintah sholat 5 kali diturunkan saat Muhammad terbang ke langit ke 7 ( Q 17.1 ) ... lha di ayat lanjutannya malah DI MENTAHKAN
Yang di atur malah SEKOCROT SEKOCROT ga ada urusan dengan 5 kali waktu ??
Dan dari sanalah saya BERANI memastikan bahwa Isra Miraj ( tentang terbang langit ke 7 ) DI KARANG DI KEMUDIAN HARI .
So ... ga ada urusan kisah di rumah Umm Hani dengan kisah perintah sholat 5 waktu .
Makanya jangan heran klo ada segolongan muslim yang ngotot sholat 3 kali sehari sesuai yang tertera di Quran ( seperti yang di Turki dan yang baru baru ini mati di bunuh di Aceh )
@Bagi kapir yang mau ikut ... silahkan , soalnya kapir rata rata bermutu sih
'
https://laskarislam.indonesianforum.net/t4455-apa-yang-dilihat-muhammad-ketika-sedang-bertamasya-di-yerusalem#48976
Disini saya ingin DI KEROYOK oleh muslim muslim senior LI yang saya anggap rada berisi ilmu Islam nya
Yang saya tantang adalah :
- 1. ADMIN LI
2. Bung Ichreza
3. Abu Hanan
4. Musicman
5. Forever Muslim
6. Darussalam
7. Erusi
Si Odong odong belum masuk kualifikasi tuh , ilmu Islammya CETEK BUANGET ... jijaiiii deh
Pertanyaan :
Kalaulah BENAR Muhammad mendapat perintah " sholat 5 waktu " di Isra Miraj ( turunnya Q 17 .1 )
Lantas MENGAPA PERINTAH sholat 5 waktu GA PERNAH JELAS kapan di perintahkan ??
- Bukankah sangat mengherankan ...
Ayat lanjutanya Q 17. 78 JELAS tidak menyuruh sholat 5 kali sehari !!
- QS. 17.78 Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Apa apaan tuh ...
Ngakunya perintah sholat 5 kali diturunkan saat Muhammad terbang ke langit ke 7 ( Q 17.1 ) ... lha di ayat lanjutannya malah DI MENTAHKAN
Yang di atur malah SEKOCROT SEKOCROT ga ada urusan dengan 5 kali waktu ??
Dan dari sanalah saya BERANI memastikan bahwa Isra Miraj ( tentang terbang langit ke 7 ) DI KARANG DI KEMUDIAN HARI .
So ... ga ada urusan kisah di rumah Umm Hani dengan kisah perintah sholat 5 waktu .
Makanya jangan heran klo ada segolongan muslim yang ngotot sholat 3 kali sehari sesuai yang tertera di Quran ( seperti yang di Turki dan yang baru baru ini mati di bunuh di Aceh )
@Bagi kapir yang mau ikut ... silahkan , soalnya kapir rata rata bermutu sih
'
Guest- Tamu
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
pak duren...
sesudah matahari tergelincir = berapa kali sih matahari tergelincir?
1.dhuhur
2.ashar
3.maghrib
--->>
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ
Dan dirikanlah shalat itu pada dua bagian siang dan disebagian dari malam (isya) - 11 : 114
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ
Hendaklah engkau mendirikan sholat diwaktu tergelincirnya matahari (maghrib) sampai kelam malam (isya) dan dirikanlah sholat subuh ...
17:78
sampai gelap malam = berarti sinar matahari uda total gak terlihat di belahan bumi bagian terang
4.isya
dan (dirikanlah pula shalat) subuh
5.subuh.
sesudah matahari tergelincir = berapa kali sih matahari tergelincir?
1.dhuhur
2.ashar
3.maghrib
--->>
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ
Dan dirikanlah shalat itu pada dua bagian siang dan disebagian dari malam (isya) - 11 : 114
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ
Hendaklah engkau mendirikan sholat diwaktu tergelincirnya matahari (maghrib) sampai kelam malam (isya) dan dirikanlah sholat subuh ...
17:78
sampai gelap malam = berarti sinar matahari uda total gak terlihat di belahan bumi bagian terang
4.isya
dan (dirikanlah pula shalat) subuh
5.subuh.
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
Matahari tiu KAGA PERNAH tergelincir cuyabu hanan wrote:pak duren...
sesudah matahari tergelincir = berapa kali sih matahari tergelincir?
Poin dari trit ini adalah :
Di Miraj keterangan Muhammad = TIDAK MELAKUKAN TAFSIR BEBAS
Jelas dikatakan 5 kali
Sementara di Quran di MENTAHKAN menjadi TAFSIR BEBAS
Logikanya dan poin trit ini adalah :
Harusnya SEJAK MIRAJ LAH muslim START sholat 5 kali
Sementara dalil yang anda buat via ayat yang di Quran ADALAH dalil semau gue yang DEBATABLE
Itulah makanya ada muslim yang menafsir bahwa sholat cuma 3 kali !!
Guest- Tamu
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
wadow...sastra mas.Matahari tiu KAGA PERNAH tergelincir cuy
mana ada manusia menjilati matahari selain ahmad albar?
masa sih?Poin dari trit ini adalah :
Di Miraj keterangan Muhammad = TIDAK MELAKUKAN TAFSIR BEBAS Sementara dalil yang anda buat via ayat yang di Quran ADALAH dalil semau gue yang DEBATABLE
Itulah makanya ada muslim yang menafsir bahwa sholat cuma 3 kali !!
yah karena muslim yg 3 kali berpikir dengan pola dan nada yang sama dengan kafir..Sementara dalil yang anda buat via ayat yang di Quran ADALAH dalil semau gue yang DEBATABLE
Itulah makanya ada muslim yang menafsir bahwa sholat cuma 3 kali !!
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
@Abu Hanan
Apa anda mengakui bahwa TITIK START PELAKSANAAN sholat 5 waktu oleh Muhammad BUKANLAH di saat Miraj ??
Apa anda mengakui bahwa TITIK START PELAKSANAAN sholat 5 waktu oleh Muhammad BUKANLAH di saat Miraj ??
Guest- Tamu
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
Assalamu'alaykum Wr. Wb.
ichreza hadir memenuhi tantangan anda........
Sholat merupakan suatu perbuatan memuliakan Allah yang menjadi suatu tanda syukur kaum muslimin sebagai seorang hamba dengan gerakan dan bacaan yang telah diatur khusus oleh Nabi Muhammad Saw yang tidak boleh dirubah kecuali ada ketentuan-ketentuan yang memang memperbolehkannya[1].
Perintah sholat sendiri sudah harus diperkenalkan sejak dini kepada generasi muda Islam agar kelak dikemudian hari mereka tidak lagi merasa canggung, malu atau malah tidak bisa melakukannya.
Dari Amer bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, berkata :
Rasulullah Saw bersabda: ‘Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan sholat disaat mereka berumur 7 tahun dan pukullah mereka jika tidak mengerjakannya saat mereka berumur 10 tahun’
- Hadis Riwayat Ahmad dan abu daud
Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat ; dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya - Qs. 20 thaahaa: 132
Dari Hadis kita mendapati bahwa mendirikan sholat sudah ditekankan mulai umur 7 tahun dan bila sampai usia 10 tahun belum juga melaksanakannya maka kita seyogyanya mulai diberi penegasan berupa pukulan sampai mereka mau mendirikannya. ; Tentu pukulan yang dimaksud disini tidak dengan tujuan menyakiti apalagi sampai pada tingkat penganiayaan, namun sekedar memberi pengajaran dan peringatan agar mau dan tidak malas untuk sholat. Bukankah secara paradoks siksa Allah jauh lebih keras dari sekedar pukulan yang kita berikan dalam rangka menyayangi anak-anak kita dan menghindarkan mereka dari azab Allah ?
Jagalah dirimu dari hari dimana seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikitpun dan hari tidak diterima permintaan maaf serta tidak ada tebusan baginya dan tidaklah mereka akan ditolong
Qs. 2 al-Baqarah : 48
Namun al-Quran juga disatu sisi tidak menjelaskan secara detil sejak kapan dan bagaimana teknis pelaksanaan Sholat yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Meski demikian al-Quran secara tegas menyatakan bahwa Sholat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah Sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya[2], kepada Nabi Syu’aib[3], kepada Nabi Musa[4] dan kepada Nabi Isa al-Masih[5]. Pernyataan al-Qur’an tersebut dibenarkan oleh cerita-cerita yang ada dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengisahkan tata cara beribadah para Nabi sebelum Muhammad yaitu ada berdiri, ruku dan sujud yang jika dirangkai maka menjadi Sholat seperti Sholatnya umat Islam.
Segeralah Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah
Perjanjian Lama – Kitab Keluaran 34:8
Masuklah, marilah kita sujud menyembah,
berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.
Perjanjian Lama – Kitab Mazmur 95:6
Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah
Perjanjian Lama – Kitab Yosua 5:14
Tetapi Elia naik ke puncak gunung Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah,
dengan mukanya di antara kedua lututnya
Perjanjian Lama – Kitab I Raja-raja 18:42
Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah Pertemuan,
lalu sujud. Kemudian tampaklah kemuliaan TUHAN kepada mereka.
Perjanjian Lama – Kitab Bilangan 20:6
Kemudian ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya
lalu ia berlutut dan berdoa - Perjanjian Baru – Injil Lukas 22:41
Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa
- Perjanjian Baru – Injil Markus 14:35
Dari kenyataan ini, maka jelas bagi umat Islam bahwa Sholat sudah menjadi suatu tradisi dan ajaran yang baku bagi semua Nabi dan Rasul Allah sepanjang jaman, sebagaimana firman-Nya :
Sebagai ketentuan Allah yang telah berlaku sejak dahulu, Kamu sekalipun tidak akan menemukan perubahan Bagi ketentuan ALLAH itu
- Qs. 48 al-fath: 23
Kisah perjalanan Nabi Muhammad mengarungi angkasa raya yang disebut dengan istilah Isra’ dan Mi’raj yang menceritakan awal diperintahkannya Sholat kepada Nabi Muhammad sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis yang dianggap shahih atau valid oleh sejumlah ulama secara logika justru mengandung banyak ketidaksesuaian dengan fakta sejarah dan ayat-ayat al-Quran sendiri.
Menurut hadis, Isra’ dan Mi’raj terjadi sewaktu Khadijah, istri pertama Rasulullah wafat, dimana peristiwa ini justru menjadi salah satu hiburan bagi Nabi yang baru ditinggalkan oleh sang istri tercinta dan juga paman beliau, Abu Thalib dimana tahun ini disebut dengan tahun duka cita atau aamul ilzan[6].
Sementara sejarah juga mengatakan bahwa jauh sebelum terjadinya Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad dipercaya telah melakukan Sholat berjemaah dengan Khadijjah sebagaimana yang pernah dilihat dan ditanyakan oleh Ali bin abu Thalib yang kala itu masih remaja[7].
Logikanya perintah Sholat telah diterima oleh Nabi Muhammad bukan saat beliau Isra’ dan Mi’raj namun jauh sebelum itu, apalagi secara obyektif ayat al-Qur’an yang menceritakan mengenai peristiwa Mi’raj sama sekali tidak menyinggung tentang adanya pemberian perintah Sholat kepada Nabi.[8] ; Pada kedua surah tersebut hanya menekankan cerita perjalanan Nabi tersebut dalam rangka menunjukkan sebagian dari kebesaran Allah dialam semesta sekaligus merupakan kali kedua bagi Nabi melihat wujud asli dari malaikat Jibril setelah sebelumnya pernah beliau saksikan saat pertama mendapat wahyu di gua Hira.
Selain itu, diluar hadis Isra’ dan Mi’raj yang menggambarkan Nabi memperoleh perintah Sholat pada peristiwa tersebut, Imam Muslim dalam musnadnya ada meriwayatkan sebuah hadis lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan cerita Mi’raj namun disana menjelaskan bagaimana Nabi mempelajari Sholat dari malaikat Jibril.
Dari Abu Mas’ud r.a. katanya : Rasulullah Saw bersabda : turun Jibril, lalu dia menjadi imam bagiku Dan aku sholat bersamanya, kemudian aku sholat bersamanya, lalu aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya Nabi menghitung dengan lima anak jarinya - Hadis Riwayat Muslim[9]
Jika demikian adanya, bagaimana dengan kebenaran hadis yang dipercaya oleh banyak orang bahwa perintah Sholat baru diperoleh Nabi sewaktu isra’ dan mi’raj ?
Mungkin kedengarannya ekstrim, tetapi meragukan atau malah menolak keabsahan validitas hadis-hadis tersebut bukanlah perbuatan yang tercela apalagi berdosa, dalam hal ini kita tidak menolak dengan tanpa dasar yang jelas, para perawi hadis tetaplah manusia biasa seperti kita adanya, mereka juga bisa salah baik disengaja apalagi yang tanpa mereka sengaja atau sadari, adalah kewajiban kita untuk melakukan koreksi jika mendapatkan kesalahan pada riwayat hadis yang mereka lakukan tentunya dengan tetap menjaga kehormatannya dan berharap semoga Allah mengampuni kesalahannya.
Beberapa kejanggalan variasi cerita Isra’ dan Mi’raj diantaranya sebut saja kisah Nabi Muhammad dan Buraq ketika berhenti di Baitul maqdis dan melakukan sholat berjemaah didalam masjidil aqsha bersama arwah para Nabi sebelumnya, padahal sejarah mencatat bahwa masjid al-aqsha baru dibangun pada masa pemerintahan Khalifah umar bin khatab tahun 637 masehi saat penyerbuannya ke Palestina yang mana notabene saat itu Nabi Muhammad sendiri sudah cukup lama wafat, beliau wafat tahun 632 masehi.
Cerita sholatnya Nabi Muhammad dan para arwah inipun patut mengundang pertanyaan, sebab Nabi sudah melakukan sholat (menurut hadis itu malah raka’atnya berjumlah 2) sehingga pernyataan Nabi menerima perintah Sholat saat Mi’raj sudah bertentangan padahal kisah ini terjadi detik-detik sebelum mi’raj itu sendiri.
Belum lagi cerita sholatnya para arwah Nabi pun rasanya tidak bisa kita terima dengan akal yang logis, masa kehidupan mereka telah berakhir sebelum kelahiran Nabi Muhammad dan mereka sendiri sudah menunaikan kewajiban masing-masing selaku Rasul Allah kepada umatnya, perlu apa lagi mereka yang jasadnya sudah terkubur didalam tanah itu melakukan sholat ?
Setelah selesai sholat berjemaah, lalu satu persatu para arwah Nabi dan Rasul itu memberi kata sambutannya … sungguh suatu hal yang terlalu mengada-ada, karena jumlah mereka ada ribuan yang berasal dari berbagai daerah dibelahan dunia ini, baik yang namanya tercantum dalam al-Quran ataupun tidak[10], berapa lama waktu yang habis diperlukan untuk mengadakan kata sambutan masing-masing para arwah ini ?
Jika dimaksudkan agar semua Nabi dan Rasul itu bertemu dan bersaksi mengenai kebenaran Muhammad, ini dibantah oleh al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa pada masa kehidupan mereka dan pengangkatan mereka selaku Nabi dan Rasul, Allah telah mengambil perjanjian dari mereka mengenai akan datangnya seorang Rasul yang membenarkan ajaran mereka sebelumnya lalu terdapat perintah tersirat agar mereka menyampaikan kepada umatnya masing-masing :
Dan ketika Allah mengambil perjanjian terhadap para Nabi :
‘Jika datang kepadamu Kitab dan Hikmah, lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa-apa yang ada tentang diri kamu, hendaklah kamu imani ia secara sebenarnya.’ ; Dia bertanya : ‘Sudahkah kalian menyanggupi dan menerima perjanjian-Ku tersebut ?’ ; Mereka menjawab : ‘Kami menyanggupinya !’ ; Dia berkata : ‘Saksikanlah ! dan Aku bersama kamu adalah dari golongan mereka yang menyaksikan !’
- Qs. 3 ali imron: 81
Puncak kemustahilan cerita dari hadis-hadis mi’raj adalah saat Nabi Muhammad diberitakan telah bolak balik dari Allah ke arwah Nabi Musa untuk penawaran jumlah sholat yang semula 50 kali menjadi 5 kali dalam sehari semalam, apakah sedemikian bodohnya Nabi Muhammad itu sehingga dia harus diberi saran berkali-kali oleh arwah Nabi Musa agar mau meminta keringanan kepada ALLAH sampai 9 kali pulang pergi ?
Tidakkah kekurang ajaran arwah Nabi Musa dalam cerita tersebut dengan menganggap Allah juga tidak mengerti akan kelemahan dan keterbatasan umat Nabi Muhammad sebab tanpa dipikir dulu telah memberi beban kewajiban yang pasti tidak mampu dikerjakan oleh mereka sehingga arwah Nabi Musa itu harus turut campur memberi peringatan kepada Allah dan Nabi Muhammad lebih dari sekali saja sebagai suatu indikasi israiliyat (hadis buatan orang-orang Israel atau Yahudi yang sengaja dibuat untuk tetap memuliakan Nabi Musa diatas yang lain) ?
Apakah hadis-hadis yang demikian ini masih akan diterima dan dipertahankan hanya untuk mempertahankan dalil turunnya perintah Sholat, sementara al-Qur’an sendiri yang nilai kebenarannya sangat pasti justru tidak berbicara apa-apa tentang hal tersebut ?
Tidak diragukan bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan Isra’ dan Mi’raj karena hal ini ada didalam al-Quran dan bisa dianalisa secara ilmiah, tidak perlu diragukan pula bahwa Sholat merupakan salah satu kewajiban utama seorang muslim sebab inipun banyak sekali ayatnya didalam al-Quran dan hadis-hadis lain, bahkan sholat merupakan tradisi yang diwariskan oleh semua Nabi dan Rasul dalam semua jamannya. Hanya saja itu tidak berarti kaum muslimin bisa menerima semua riwayat hadis yang isinya secara jelas mempunyai pertentangan dengan al-Quran dan logika, sehingga akhirnya hanya akan menyerahkan akal pada kebodohan berpikir, padahal Allah sendiri mewajibkan manusia untuk berpikir dan berdzikir didalam membaca ayat-ayat-Nya.
[1] Misalnya jika sakit boleh sholat dengan cara duduk, berbaring hingga hanya dengan kedipan mata saja
[2] Lihat surah 21 al-anbiya ayat 73 dan surah 19 Maryam ayat 55
[3] Lihat surah 11 Huud ayat 87
[4] Lihat surah 20 Thaahaa ayat 14
[5] Lihat surah 19 Maryam ayat 31
[6] Drs. Abu Ahmadi, Mutiara isra’ mi’raj, Penerbit Bumi Aksara, hal. 27
[7] Muhammad Husain Haekal , Sejarah Hidup Muhammad, edisi besar, Penerbit Litera antarNusa, 1998, hal. 87 – 88
[8] Lihat surah 17 al-israa ayat 1 dan surah 53 an-najm ayat 13 s/d 18
[9] Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shahih Muslim III, Bagian ke-26, Waktu Sembahyang Fardu dan Kiblat, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1979, hal. 170
[10] lihat surah 40 al-mu’min: 78 dan surah. 17 al-israa’: 15
Wassalam,
ichreza hadir memenuhi tantangan anda........
Dirikanlah sholat, sungguh ini merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman
- Qs. 4 an-nisaa’ :103- 104
Hai orang-orang yang beriman, Ruku’ dan sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu ; Berbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan - Qs. 22 al-hajj : 77
Istilah Sholat berasal dari kata kerja Shalaah (yang menyatakan suatu perbuatan) dan orang yang melakukannya disebut Mushallin, sementara pusat tempat melakukannya disebut Musholla.
Kecuali bagi orang yang mushollin (yang mengerjakan sholat)
– Qs. 70 al-Ma’arij : 22
Jadikanlah sebagian dari maqam Ibrahim itu musholla (tempat sholat)
– Qs. 2 al-Baqarah: 125
Sholat merupakan suatu perbuatan memuliakan Allah yang menjadi suatu tanda syukur kaum muslimin sebagai seorang hamba dengan gerakan dan bacaan yang telah diatur khusus oleh Nabi Muhammad Saw yang tidak boleh dirubah kecuali ada ketentuan-ketentuan yang memang memperbolehkannya[1].
Perintah sholat sendiri sudah harus diperkenalkan sejak dini kepada generasi muda Islam agar kelak dikemudian hari mereka tidak lagi merasa canggung, malu atau malah tidak bisa melakukannya.
Dari Amer bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, berkata :
Rasulullah Saw bersabda: ‘Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan sholat disaat mereka berumur 7 tahun dan pukullah mereka jika tidak mengerjakannya saat mereka berumur 10 tahun’
- Hadis Riwayat Ahmad dan abu daud
Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat ; dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya - Qs. 20 thaahaa: 132
Dari Hadis kita mendapati bahwa mendirikan sholat sudah ditekankan mulai umur 7 tahun dan bila sampai usia 10 tahun belum juga melaksanakannya maka kita seyogyanya mulai diberi penegasan berupa pukulan sampai mereka mau mendirikannya. ; Tentu pukulan yang dimaksud disini tidak dengan tujuan menyakiti apalagi sampai pada tingkat penganiayaan, namun sekedar memberi pengajaran dan peringatan agar mau dan tidak malas untuk sholat. Bukankah secara paradoks siksa Allah jauh lebih keras dari sekedar pukulan yang kita berikan dalam rangka menyayangi anak-anak kita dan menghindarkan mereka dari azab Allah ?
Jagalah dirimu dari hari dimana seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikitpun dan hari tidak diterima permintaan maaf serta tidak ada tebusan baginya dan tidaklah mereka akan ditolong
Qs. 2 al-Baqarah : 48
Namun al-Quran juga disatu sisi tidak menjelaskan secara detil sejak kapan dan bagaimana teknis pelaksanaan Sholat yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Meski demikian al-Quran secara tegas menyatakan bahwa Sholat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah Sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya[2], kepada Nabi Syu’aib[3], kepada Nabi Musa[4] dan kepada Nabi Isa al-Masih[5]. Pernyataan al-Qur’an tersebut dibenarkan oleh cerita-cerita yang ada dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengisahkan tata cara beribadah para Nabi sebelum Muhammad yaitu ada berdiri, ruku dan sujud yang jika dirangkai maka menjadi Sholat seperti Sholatnya umat Islam.
Segeralah Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah
Perjanjian Lama – Kitab Keluaran 34:8
Masuklah, marilah kita sujud menyembah,
berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.
Perjanjian Lama – Kitab Mazmur 95:6
Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah
Perjanjian Lama – Kitab Yosua 5:14
Tetapi Elia naik ke puncak gunung Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah,
dengan mukanya di antara kedua lututnya
Perjanjian Lama – Kitab I Raja-raja 18:42
Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah Pertemuan,
lalu sujud. Kemudian tampaklah kemuliaan TUHAN kepada mereka.
Perjanjian Lama – Kitab Bilangan 20:6
Kemudian ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya
lalu ia berlutut dan berdoa - Perjanjian Baru – Injil Lukas 22:41
Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa
- Perjanjian Baru – Injil Markus 14:35
Dari kenyataan ini, maka jelas bagi umat Islam bahwa Sholat sudah menjadi suatu tradisi dan ajaran yang baku bagi semua Nabi dan Rasul Allah sepanjang jaman, sebagaimana firman-Nya :
Sebagai ketentuan Allah yang telah berlaku sejak dahulu, Kamu sekalipun tidak akan menemukan perubahan Bagi ketentuan ALLAH itu
- Qs. 48 al-fath: 23
Kisah perjalanan Nabi Muhammad mengarungi angkasa raya yang disebut dengan istilah Isra’ dan Mi’raj yang menceritakan awal diperintahkannya Sholat kepada Nabi Muhammad sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis yang dianggap shahih atau valid oleh sejumlah ulama secara logika justru mengandung banyak ketidaksesuaian dengan fakta sejarah dan ayat-ayat al-Quran sendiri.
Menurut hadis, Isra’ dan Mi’raj terjadi sewaktu Khadijah, istri pertama Rasulullah wafat, dimana peristiwa ini justru menjadi salah satu hiburan bagi Nabi yang baru ditinggalkan oleh sang istri tercinta dan juga paman beliau, Abu Thalib dimana tahun ini disebut dengan tahun duka cita atau aamul ilzan[6].
Sementara sejarah juga mengatakan bahwa jauh sebelum terjadinya Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad dipercaya telah melakukan Sholat berjemaah dengan Khadijjah sebagaimana yang pernah dilihat dan ditanyakan oleh Ali bin abu Thalib yang kala itu masih remaja[7].
Logikanya perintah Sholat telah diterima oleh Nabi Muhammad bukan saat beliau Isra’ dan Mi’raj namun jauh sebelum itu, apalagi secara obyektif ayat al-Qur’an yang menceritakan mengenai peristiwa Mi’raj sama sekali tidak menyinggung tentang adanya pemberian perintah Sholat kepada Nabi.[8] ; Pada kedua surah tersebut hanya menekankan cerita perjalanan Nabi tersebut dalam rangka menunjukkan sebagian dari kebesaran Allah dialam semesta sekaligus merupakan kali kedua bagi Nabi melihat wujud asli dari malaikat Jibril setelah sebelumnya pernah beliau saksikan saat pertama mendapat wahyu di gua Hira.
Selain itu, diluar hadis Isra’ dan Mi’raj yang menggambarkan Nabi memperoleh perintah Sholat pada peristiwa tersebut, Imam Muslim dalam musnadnya ada meriwayatkan sebuah hadis lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan cerita Mi’raj namun disana menjelaskan bagaimana Nabi mempelajari Sholat dari malaikat Jibril.
Dari Abu Mas’ud r.a. katanya : Rasulullah Saw bersabda : turun Jibril, lalu dia menjadi imam bagiku Dan aku sholat bersamanya, kemudian aku sholat bersamanya, lalu aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya Nabi menghitung dengan lima anak jarinya - Hadis Riwayat Muslim[9]
Jika demikian adanya, bagaimana dengan kebenaran hadis yang dipercaya oleh banyak orang bahwa perintah Sholat baru diperoleh Nabi sewaktu isra’ dan mi’raj ?
Mungkin kedengarannya ekstrim, tetapi meragukan atau malah menolak keabsahan validitas hadis-hadis tersebut bukanlah perbuatan yang tercela apalagi berdosa, dalam hal ini kita tidak menolak dengan tanpa dasar yang jelas, para perawi hadis tetaplah manusia biasa seperti kita adanya, mereka juga bisa salah baik disengaja apalagi yang tanpa mereka sengaja atau sadari, adalah kewajiban kita untuk melakukan koreksi jika mendapatkan kesalahan pada riwayat hadis yang mereka lakukan tentunya dengan tetap menjaga kehormatannya dan berharap semoga Allah mengampuni kesalahannya.
Beberapa kejanggalan variasi cerita Isra’ dan Mi’raj diantaranya sebut saja kisah Nabi Muhammad dan Buraq ketika berhenti di Baitul maqdis dan melakukan sholat berjemaah didalam masjidil aqsha bersama arwah para Nabi sebelumnya, padahal sejarah mencatat bahwa masjid al-aqsha baru dibangun pada masa pemerintahan Khalifah umar bin khatab tahun 637 masehi saat penyerbuannya ke Palestina yang mana notabene saat itu Nabi Muhammad sendiri sudah cukup lama wafat, beliau wafat tahun 632 masehi.
Cerita sholatnya Nabi Muhammad dan para arwah inipun patut mengundang pertanyaan, sebab Nabi sudah melakukan sholat (menurut hadis itu malah raka’atnya berjumlah 2) sehingga pernyataan Nabi menerima perintah Sholat saat Mi’raj sudah bertentangan padahal kisah ini terjadi detik-detik sebelum mi’raj itu sendiri.
Belum lagi cerita sholatnya para arwah Nabi pun rasanya tidak bisa kita terima dengan akal yang logis, masa kehidupan mereka telah berakhir sebelum kelahiran Nabi Muhammad dan mereka sendiri sudah menunaikan kewajiban masing-masing selaku Rasul Allah kepada umatnya, perlu apa lagi mereka yang jasadnya sudah terkubur didalam tanah itu melakukan sholat ?
Setelah selesai sholat berjemaah, lalu satu persatu para arwah Nabi dan Rasul itu memberi kata sambutannya … sungguh suatu hal yang terlalu mengada-ada, karena jumlah mereka ada ribuan yang berasal dari berbagai daerah dibelahan dunia ini, baik yang namanya tercantum dalam al-Quran ataupun tidak[10], berapa lama waktu yang habis diperlukan untuk mengadakan kata sambutan masing-masing para arwah ini ?
Jika dimaksudkan agar semua Nabi dan Rasul itu bertemu dan bersaksi mengenai kebenaran Muhammad, ini dibantah oleh al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa pada masa kehidupan mereka dan pengangkatan mereka selaku Nabi dan Rasul, Allah telah mengambil perjanjian dari mereka mengenai akan datangnya seorang Rasul yang membenarkan ajaran mereka sebelumnya lalu terdapat perintah tersirat agar mereka menyampaikan kepada umatnya masing-masing :
Dan ketika Allah mengambil perjanjian terhadap para Nabi :
‘Jika datang kepadamu Kitab dan Hikmah, lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa-apa yang ada tentang diri kamu, hendaklah kamu imani ia secara sebenarnya.’ ; Dia bertanya : ‘Sudahkah kalian menyanggupi dan menerima perjanjian-Ku tersebut ?’ ; Mereka menjawab : ‘Kami menyanggupinya !’ ; Dia berkata : ‘Saksikanlah ! dan Aku bersama kamu adalah dari golongan mereka yang menyaksikan !’
- Qs. 3 ali imron: 81
Puncak kemustahilan cerita dari hadis-hadis mi’raj adalah saat Nabi Muhammad diberitakan telah bolak balik dari Allah ke arwah Nabi Musa untuk penawaran jumlah sholat yang semula 50 kali menjadi 5 kali dalam sehari semalam, apakah sedemikian bodohnya Nabi Muhammad itu sehingga dia harus diberi saran berkali-kali oleh arwah Nabi Musa agar mau meminta keringanan kepada ALLAH sampai 9 kali pulang pergi ?
Tidakkah kekurang ajaran arwah Nabi Musa dalam cerita tersebut dengan menganggap Allah juga tidak mengerti akan kelemahan dan keterbatasan umat Nabi Muhammad sebab tanpa dipikir dulu telah memberi beban kewajiban yang pasti tidak mampu dikerjakan oleh mereka sehingga arwah Nabi Musa itu harus turut campur memberi peringatan kepada Allah dan Nabi Muhammad lebih dari sekali saja sebagai suatu indikasi israiliyat (hadis buatan orang-orang Israel atau Yahudi yang sengaja dibuat untuk tetap memuliakan Nabi Musa diatas yang lain) ?
Apakah hadis-hadis yang demikian ini masih akan diterima dan dipertahankan hanya untuk mempertahankan dalil turunnya perintah Sholat, sementara al-Qur’an sendiri yang nilai kebenarannya sangat pasti justru tidak berbicara apa-apa tentang hal tersebut ?
Tidak diragukan bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan Isra’ dan Mi’raj karena hal ini ada didalam al-Quran dan bisa dianalisa secara ilmiah, tidak perlu diragukan pula bahwa Sholat merupakan salah satu kewajiban utama seorang muslim sebab inipun banyak sekali ayatnya didalam al-Quran dan hadis-hadis lain, bahkan sholat merupakan tradisi yang diwariskan oleh semua Nabi dan Rasul dalam semua jamannya. Hanya saja itu tidak berarti kaum muslimin bisa menerima semua riwayat hadis yang isinya secara jelas mempunyai pertentangan dengan al-Quran dan logika, sehingga akhirnya hanya akan menyerahkan akal pada kebodohan berpikir, padahal Allah sendiri mewajibkan manusia untuk berpikir dan berdzikir didalam membaca ayat-ayat-Nya.
[1] Misalnya jika sakit boleh sholat dengan cara duduk, berbaring hingga hanya dengan kedipan mata saja
[2] Lihat surah 21 al-anbiya ayat 73 dan surah 19 Maryam ayat 55
[3] Lihat surah 11 Huud ayat 87
[4] Lihat surah 20 Thaahaa ayat 14
[5] Lihat surah 19 Maryam ayat 31
[6] Drs. Abu Ahmadi, Mutiara isra’ mi’raj, Penerbit Bumi Aksara, hal. 27
[7] Muhammad Husain Haekal , Sejarah Hidup Muhammad, edisi besar, Penerbit Litera antarNusa, 1998, hal. 87 – 88
[8] Lihat surah 17 al-israa ayat 1 dan surah 53 an-najm ayat 13 s/d 18
[9] Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shahih Muslim III, Bagian ke-26, Waktu Sembahyang Fardu dan Kiblat, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1979, hal. 170
[10] lihat surah 40 al-mu’min: 78 dan surah. 17 al-israa’: 15
Wassalam,
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
perintah eksplisit solat 5 kali dan jam-jamnya
ada/tidak?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
mesti dibedakan pak..WAJIB bagi nabi dan bagi UMAT.duren swt wrote:@Abu Hanan
Apa anda mengakui bahwa TITIK START PELAKSANAAN sholat 5 waktu oleh Muhammad BUKANLAH di saat Miraj ??
semua perintah WAJIB/rukun islam ada DALIL di quran.
saat mi'raj,face to face (katakanlah bugituh)..nih 5 waktu WAJIB buat umatmu.
nabi ke umat = diwajibkan bagi kalian sholat 5 waktu (secara hadits)
nah perkataan itu/hadits diwajibkan bagi kalian sholat 5 waktu bakal gugur jika al quran gak ada keterangan atow mungkin menerangkan yg berlawanan.
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
ada boz,kalo saat itu uda ada jam analogSEGOROWEDI wrote:
perintah eksplisit solat 5 kali dan jam-jamnya
ada/tidak?
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
Walaikum salamichreza wrote:Assalamu'alaykum Wr. Wb.
[1] Misalnya jika sakit boleh sholat dengan cara duduk, berbaring hingga hanya dengan kedipan mata saja
[2] Lihat surah 21 al-anbiya ayat 73 dan surah 19 Maryam ayat 55
[3] Lihat surah 11 Huud ayat 87
[4] Lihat surah 20 Thaahaa ayat 14
[5] Lihat surah 19 Maryam ayat 31
[6] Drs. Abu Ahmadi, Mutiara isra’ mi’raj, Penerbit Bumi Aksara, hal. 27
[7] Muhammad Husain Haekal , Sejarah Hidup Muhammad, edisi besar, Penerbit Litera antarNusa, 1998, hal. 87 – 88
[8] Lihat surah 17 al-israa ayat 1 dan surah 53 an-najm ayat 13 s/d 18
[9] Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shahih Muslim III, Bagian ke-26, Waktu Sembahyang Fardu dan Kiblat, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1979, hal. 170
[10] lihat surah 40 al-mu’min: 78 dan surah. 17 al-israa’: 15
Wassalam,
Post anda malah MENGUATKAN FINAH KU bahwa TIDAK ADA URUSAn antara peristiwa Miraj sebagat TITIK START sholat 5 waktu
Argumen anda tetap aja menggunakan argumen SEKOCROT KOCROT
Contohnya yang dari surah Maryam
Lah surah itu turun sebelum Hijrah satu Abyssinia alias Khadijah masih hidup .
Apa hubungannya dengan Miraj ??
Belum lagi kita bahas ayat YANG JAUH turun SESUDAH Miraj ... kan semakin tidak logis . Ngakunya START dimulai dari Miraj , namun pengaturannya JAUH JAUH di kemudian hari
Sekali lagi saya tegaskan ....
INI MASALAH TIANG UTAMA ISLAM = WAJIB sholat 5 waktu !!
Moso tiang utama di handle dengan SEKOCROT KOCROT !!
Guest- Tamu
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
abu hanan wrote:ada boz,kalo saat itu uda ada jam analogSEGOROWEDI wrote:
perintah eksplisit solat 5 kali dan jam-jamnya
ada/tidak?
analog dari siapa?
kan cuman pas matahari tergelincir dan subuh
lalu malam sekali, siang dua kali
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
tata cara shalat ada kagak didalam quran??
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
tidak ada.BiasaSaja wrote:tata cara shalat ada kagak didalam quran??
sudah ada contoh Hidupnya.
musicman- LETNAN SATU
-
Posts : 2225
Kepercayaan : Islam
Join date : 07.10.11
Reputation : 124
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
contoh hidup dari siapa??
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
@atas
kalau cuma mau kejar setoran di LI, anda salah objek manusianya mas...bukan saya..orangnya
kalau cuma mau kejar setoran di LI, anda salah objek manusianya mas...bukan saya..orangnya
musicman- LETNAN SATU
-
Posts : 2225
Kepercayaan : Islam
Join date : 07.10.11
Reputation : 124
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
Buat apa gue kejar setoran?? klo loe kagak mau ngasih jawaban ya sudah gue tunggu slimer lain ae.
Dari mana tuh sumber asal gerakan shalat muslim, mungkin muslim laen bisa ngsih jawabn dibandingkan loe.
Dari mana tuh sumber asal gerakan shalat muslim, mungkin muslim laen bisa ngsih jawabn dibandingkan loe.
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
Sebagaimana yang pernah kita bahas sebelumnya, bahwa perintah sholat merupakan tradisi yang diwariskan semua Nabi dan Rasul sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Ibadah Sholat ini disebutkan juga dalam al-Qur’an dilakukan dengan cara ruku dan sujud. Meski demikian, al-Qur’an tidak memberikan detil lebih jauh mengenai teknis pengerjaan sholat dalam mewujudkan ruku dan sujud tersebut.
Tradisi sholat yang ada dan berlaku didunia Islam dewasa ini pada dasarnya dipercaya merupakan sebuah tradisi yang pernah ada dijaman Nabi yang diajarkan dari generasi kegenerasi. Sejauh mana keakuratan tradisi ini bisa mengacu juga pada catatan-catatan yang ada dari para perawi hadis, baik mereka dari kalangan ahlussunnah maupun syiah sebagai dua aliran keagamaan terbesar didunia Islam.
Kaum ahlussunnah sangat terkenal dengan kepercayaan mereka terhadap kitab-kitab hadis catatan dari Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam an-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah serta beberapa nama perawi hadis lainnya. Begitupula halnya dengan kaum Syiah yang terkenal karena kefanatikannya terhadap Imam-imam dari kalangan ahli bait Nabi secara turun menurun yang diambil dari garis keturunan puteri beliau Fatimah dan Ali bin Abu Thalib.
Meskipun ada beberapa perbedaan kecil dalam prakteknya, namun secara umum tata cara sholat yang bisa kita temui dari kedua aliran ini tidak jauh berbeda antara satu sama lainnya. Karenanya, sisi perbedaan yang ditemui masih bisa ditoleransikan. Hal inilah yang mengindikasikan kepada kita bahwa tradisi sholat yang berlaku pada jaman kita sekarang pasti tidak akan lari terlalu jauh dari yang pernah berlaku dijaman Nabi. Buku ini akan mencoba menjelaskan secara singkat dan umum mengenai tata cara sholat tersebut, baik berdasarkan al-Qur’an maupun as-Sunnah dari berbagai literaturnya..
Sebelum memulai sholat, sudah menjadi kesepakatan semua umat Islam dari berbagai alirannya untuk melakukan thaharah atau bersuci, yaitu dengan cara berwudhu. Praktek ini diperkuat dengan adanya perintah tertulis mengenainya didalam al-Qur’an.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki – Qs. 5 al-Maaidah: 6
Dalam tradisi yang ada, teknis perintah berwudhu yang terdapat pada ayat diatas mengalami perkembangan, yaitu dengan adanya penambahan mencuci kedua tangan sebelum membasuh muka, lalu berkumur, menghisap air hidung, membasuh telinga hingga mencuci janggut. Meskipun demikian tidak bisa pula diartikan bahwa penambahan ini menyalahi ketentuan Allah didalam al-Qur’an. Kita bisa membaca dalam kitab-kitab hadis terkemuka bahwa penambahan yang terjadi ini dilakukan oleh Nabi sebagai sunnah beliau untuk lebih membersihkan diri, apalagi bila kita ingat dimasa itu tanah Arabia sebagian besar terdiri dari bukit-bukit dan padang pasirnya sehingga debu dan kotoran cenderung lebih banyak melekat.
Dari Usman bin Affan, bahwa ia pernah meminta bejana, lalu ia menuangkannya keatas kedua telapak tanganya kemudian membasuhnya, lalu memasukkan yang sebelah kanan didalam bejana, kemudian berkumur dan mengisap air hidung, kemudian membasuh mukanya tiga kali dan kedua tangan sampai siku-siku tiga kali, kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya tiga kali sampai kedua mata kakinya. Kemudian berkata : ‘Aku melihat Rasulullah Saw berwudhu seperti wudhuku ini. – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Dari Ali r.a, bahwa ia meminta air wudhu, kemudia ia berkumur dan mengisap air hidung dan menyemburkan air hidung dengan tangan kirinya, maka ia berbuat ini tiga kali kemudian berkata : ‘Inilah bersucinya Nabi Saw.’ – Riwayat Ahmad dan Nasa’i
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw mengusap kepalanya dan dua telinganya, luar dan dalamnya. – Riwayat Tirmidzi
Dari anas, bahwa Nabi Saw apabila berwudhu maka mengambil seciduk air kemudian memasukkannya dibawah cetaknya lalu ia menyela-nyela jenggotnya dan bersabda : ‘Demikianlah Tuhanku memerintahkanku.’ – Riwayat Abu Daud
Karena sifatnya hanya sunnah, maka berpulang kepada diri kita saja berdasarkan situasi dan kondisi, apakah ingin berwudhu secara sederhana dan mudah yaitu dengan mengikuti ketentuan al-Qur’an atau dengan mencontoh sunnah Nabi-Nya. Tidak ada yang perlu dipertentangkan secara khusus mengenai berwudhu ini, sama misalnya disebutkan didalam Hadis, bahwa seandainya saja bersiwak atau menggosok gigi tidak akan memberatkan umatnya pasti akan disunnahkan oleh Nabi pula untuk melakukannya sebelum kita melakukan sholat.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw : Beliau bersabda : seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan orang-orang beriman (dalam hadis riwayat Zuhair, disebut umatku), niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan sholat. - Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Al-Darami
Berwudhu bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan air dan menggunakan tanah atau debu yang sudah dibersihkan. Adapun cara kedua tersebut dilakukan hanya apabila tidak dijumpainya air yang bersih atau karena sakit yang mengakibatkannya tidak dapat bersentuhan dengan air.
Dan jika kamu sakit atau habis buang air atau kamu selesai bersetubuh sedang kamu tidak mendapat air maka hendaklah kamu cari debu yang bersih, lalu hendaklah kamu sapu muka kamu dan tangan kamu karena sungguh Allah itu sangat memudahkan dan Maha mengampuni. - Qs. 4 an-Nisaa’ 43
Usai melakukan wudhu, berdirilah tegak menghadap kiblat (arah masjid al-Haram) lalu mulailah bertakbir , yaitu mengucapkan Allahu Akbar (Allah Maha Besar).
Istilah Allahu Akbar tidak dijumpai dalam al-Qur’an, sebaliknya al-Qur’an memperkenalkan sifat al-Kabir sebagai salah satu asma Allah
Akan tetapi harus diingat bahwa dalam ayat-ayat tersebut Tuhan memerintahkan kita untuk mengagungkan-nya, membesarkan-Nya. Sementara kata al-Kabir sendiri berfungsi sebagai kata benda (verb) didalam bahasa Arab yang jika diucapkan menjadi Akbar, Istilah Takbirah adalah bentuk noun dari ungkapan Allahu Akbar sebagaimana yang bisa dijumpai dalam tradisi Arabia.
Surah 17:111 menyebutkan istilah yang artinya agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebenar-benarnya (Kabbir takbira) dan ini adalah bersamaan maknanya dengan Allahu Akbar. Kita tidak bisa menolak istilah Allahu Akbar seperti yang dijumpai dalam tradisi sholat dan diriwayatkan oleh sejumlah hadis hanya karena istilah ini tidak dijumpai didalam al-Qur'an, apalagi menggantinya dengan istilah Allahu Kabir seperti yang dilakukan oleh sejumlah orang inkar sunnah.
Didalam tradisi, tidak ada satupun terdengar bahwa Nabi ataupun seorang Muslim diluarnya mengucapkan Allahu Kabir, seandainya ucapan Allahu Akbar salah dan bertentangan dengan al-Qur'an, tentunya akan ditegaskan oleh Nabi sendiri, kata al-Kabir sendiri didalam al-Qur'an berarti Allah yang Besar (ini bertindak sebagai superlatif), sementara kata al-Akbar sebagaimana didalam Hadist berarti Allah Maha Besar.
Kenapa kita harus sholat ?
Sampai saat ini masih ada sebagian dari umat Islam menganggap sholat hanya semata-mata sebagai suatu ritualitas dalam agama yang amalnya akan bermanfaat kelak dihari kiamat selaku penolong dalam menghadapi siksaan Allah. Padahal pendapat yang demikian ini tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, sebab manusia ini memiliki dua kehidupan yang seimbang; yaitu kehidupan masa sekarang atau alam duniawi dan kehidupan masa yang akan datang atau alam akhirat.
Tuhan tidak akan memberikan sesuatu yang sifatnya tidak seimbang, karena itu juga perintah Sholat tidak hanya berfungsi dimasa depan semata namun sebaliknya memiliki kegunaan yang vital bagi manusia dalam menjalani hari-hari kehidupannya dimasa kehidupan yang sekarang.
Sesungguhnya, sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
Qs. 29 al-ankabut : 45
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, didalam diri manusia terdapat dua unsur yang saling tarik-menarik sehingga menjadikan jiwa condong kesalah satu diantaranya. Unsur tersebut adalah nilai-nilai positip (unsur malaikat) dan nilai-nilai negatif (unsur s*t*n).
Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka itu juga untuk dirimu sendiri - Qs. 17 al-israa’ : 7
Ritualitas sholat dinyatakan didalam al-Qur’an pada ayat tersebut sebagai suatu sarana atau wadah untuk mengontrol perbuatan negatif yang seringkali mendominasi diri manusia. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik dengan Tuhan secara vertikal maka diharapkan secara horisontalpun manusia mampu berbuat baik kepada sesamanya bahkan lebih jauh kepada semua hamba Tuhan diluar dirinya.
Namun fakta dilapangan juga membuktikan bahwa banyak orang Islam yang rajin melakukan sholat namun kelakuan dan sifatnya justru tidak sesuai dengan kehendak Tuhan yang ada pada surah al-Ankabut ayat 45 tadi, betapa banyak orang yang kelihatannya rajin sholat namun tetap bergunjing, melakukan zinah, pelecehan seksual, bahkan bila dia seorang penguasa yang memiliki jabatan akan memanfaatkannya untuk menganiaya orang lain, melakukan penindasan, korupsi bahkan sampai pada pembunuhan dan peperangan. Inilah contoh manusia yang telah lalai dalam sholat mereka.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat
Yaitu orang-orang yang melalaikan sholatnya
Qs. 107 al-maa’uun : 4-5
Bila sudah seperti ini, maka kita patut memperhatikan firman Allah yang lain :
Luruskan mukamu di setiap sholat
dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya - Qs. 7 al-a’raaf 29
Dari ayat tersebut, Allah hendak menyampaikan kepada manusia bahwa sholat itu memerlukan sikap lahir dan batin yang saling berkolerasi atau berhubungan. Meluruskan muka adalah memantapkan seluruh gerakan anggota tubuh dan menyesuaikannya dengan konsentrasi jiwa menghadap sang Maha Pencipta alam semesta. Disaat mulut membaca al-Fatihah, hati harus mengikutinya dengan sebisa mungkin memahami secara luas arti al-Fatihah sementara pikiran berkonsentrasi dengan gerak mulut dan hati, inilah keseimbangan yang di-istilahkan dengan khusuk dalam ayat berikut :
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, Yaitu orang-orang yang khusuk dalam sholatnya - Qs. 23 al-mu’minuun : 1-2
Jadi, khusuk adalah suatu perbuatan yang menyeimbangkan gerak lahir dan batin, sehingga terciptalah suatu konsistensi ketika ia diterapkan dalam kehidupan nyata, sesuai dengan komitmen yang dilafaskan dalam do’a iftitah :
Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam - Qs. 6 Al-An'am:162
Akhirnya sholat merupakan ritualitas multi dimensi yang semuanya mengarah kepada sipelakunya sendiri agar mendapat kebaikan, baik dalam hal mengontrol diri ketika masih hidup didunia maupun menjadi amal yang membantu saat penghisaban dihari kiamat kelak.
Lalu siapakah yang lebih baik agamanya selain orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang diapun mengerjakan kebaikan ? - Qs. 4 an-Nisaa': 125
Kenapa sholat harus didahului oleh azan ?
Azan adalah seruan sebagai pertanda sudah masuknya waktu sholat, sekaligus sebagai seruan pemanggil umat agar orang-orang berkumpul dan bisa melakukan ibadah sholat secara berkelompok atau berjemaah. Secara kontekstual, tidak ada satu ayatpun didalam al-Qur’an yang menjelaskan perihal azan ini apalagi mengatur tata cara dan bacaannya, tetapi seruan ini secara umum bisa dijumpai secara tersirat dari beberapa ayat al-Qur’an.
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan ini dan serulah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. - Qs. 22 al-Hajj 67
Dan katakanlah: Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempuyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebenar-benarnya. - Qs. 17 al-Israa’ 111
Lebih detail lagi, masalah azan ini bisa dijumpai dalam beberapa hadis sebagai berikut :
Dari Malik bin al-Huwairits, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda: Apabila waktu sholat telah tiba maka hendaklah salah seorang diantara kamu adzan untuk sholatmu itu; dan hendaklah yang tertua diantara kamu itu yang bertindak sebagai imam bagi kamu. – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Riwayat Abdullah bin Umar, ia berkata :
Dahulu, orang-orang Islam ketika tiba di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkirakan waktu Sholat. Tidak ada seorangpun yang menyeru untuk Sholat. Pada suatu hari mereka membicarakan hal itu. Sebagian mereka berkata : Gunakanlah lonceng seperti lonceng orang Kristen.; Sebagian yang lain berkata : Gunakanlah terompet seperti terompet orang Yahudi.; Kemudian Umar berkata : Mengapa kalian tidak menyuruh seseorang agar berseru untuk sholat? Rasulullah Saw bersabda : Hai Bilal, bangunlah dan serulah untuk sholat - Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ahmad
Rasulullah Saw mempunyai dua muadzin, Bilal dan Ibnu Ummu Maktum yang buta - Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Ahmad, Malik dan al-Darami
Dengan demikian masalah azan seperti ada tidaknya dalil tertulis didalam al-Qur’an atau apakah ada beberapa perbedaan lafash antara satu jemaah dengan jemaah yang lainnya tidak harus menjadi suatu permasalahan yang memecah kesatuan umat dan menghilangkan makna persaudaraan Islam. Sesuatu hal yang sangat wajar dan alamiah sekali alasannya kenapa "harus ada" adzan untuk sholat. Saat kita masih sekolah (terutama SD) kita sering melakukan gerak baris-berbaris, melakukan upacara bendera setiap hari senin pagi, dan untuk mengumpulkan siswa ditanah lapang biasanya bapak atau ibu guru menekan bel ataupun memukul lonceng sebagai tanda dan isyarat bahwa waktunya sudah tiba.
Dahulu ketika saya masih aktif mengajar dikelas web programming, semua murid belum mau berkemas untuk pulang sebelum terdengar bel, padahal waktu sudah lewat dari jadwal seharusnya, ketika saya tanya " ... pada nggak mau pulang nih ... ?" ; mereka jawab : "khan belum bel, pak !" ; ya, mereka menunggu isyarat yang memastikan bahwa waktu untuk pulang memang sudah tiba. Lalu kenapa juga masalah ada tidaknya adzan didalam al-Quran harus dipermasalahkan ? Sering saya katakan berulang kali ... jangan terlalu berlebihan dalam suatu perbuatan, mari kita bumikan ajaran langit sesuai fitrah kemanusiawian yang ada. Pahamilah agama dengan penuh kewajaran dan kelogisan, selama sesuatu itu bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan kebaikan maka kenapa tidak menggunakannya, apalagi Rasul sudah jelas mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari beliau yang bisa dilihat dari sunnah yang ada.
Bagaimana cara sholat didalam Islam ?
Sebagaimana yang pernah kita bahas sebelumnya (lihat artikel saya mengenai kontroversi kisah penjemputan sholat pada peristiwa Mi'raj Nabi), bahwa perintah sholat merupakan tradisi yang diwariskan semua Nabi dan Rasul sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Ibadah Sholat ini disebutkan juga dalam al-Qur’an dilakukan dengan cara ruku dan sujud. Meski demikian, al-Qur’an tidak memberikan detil lebih jauh mengenai teknis pengerjaan sholat dalam mewujudkan ruku dan sujud tersebut.
Tradisi sholat yang ada dan berlaku didunia Islam dewasa ini pada dasarnya dipercaya merupakan sebuah tradisi yang pernah ada dijaman Nabi yang diajarkan dari generasi kegenerasi. Sejauh mana keakuratan tradisi ini bisa mengacu juga pada catatan-catatan yang ada dari para perawi hadis, baik mereka dari kalangan ahlussunnah maupun syiah sebagai dua aliran keagamaan terbesar didunia Islam.
Kaum ahlussunnah sangat terkenal dengan kepercayaan mereka terhadap kitab-kitab hadis catatan dari Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam an-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah serta beberapa nama perawi hadis lainnya. Begitupula halnya dengan kaum Syiah yang terkenal karena kefanatikannya terhadap Imam-imam dari kalangan ahli bait Nabi secara turun menurun yang diambil dari garis keturunan puteri beliau Fatimah dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Meskipun ada beberapa perbedaan kecil dalam prakteknya, namun secara umum tata cara sholat yang bisa kita temui dari kedua aliran ini tidak jauh berbeda antara satu sama lainnya. Karenanya, sisi perbedaan yang ditemui masih bisa ditoleransikan. Hal inilah yang mengindikasikan kepada kita bahwa tradisi sholat yang berlaku pada jaman kita sekarang pasti tidak akan lari terlalu jauh dari yang pernah berlaku dijaman Nabi. Tulisan ini akan mencoba menjelaskan secara singkat dan umum mengenai tata cara sholat tersebut, baik berdasarkan al-Qur’an maupun as-Sunnah dari berbagai literaturnya..
Sebagai pengantar awal, harus kita ingat lagi bahwa Sholat adalah sarana untuk memuja Tuhan sebagai salah satu sikap bersyukur dan sekaligus waktu untuk melakukan dialog, mengadukan semua keluh kesah yang dialami dan mencari jalan keluar dari aneka ragam permasalahan yang ada. Lebih jauh lagi ditinjau dari sisi metafisika, Sholat tidak ubahnya sebuah ritual meditasi, pemusatan konsentrasi untuk menyelaraskan energi yang ada didalam tubuh (energi statis) terhadap energi diluarnya yang maha besar (yang bersifat dinamis).
Dengan demikian, saat sholat terjadi kita sebenarnya sedang memancarkan sinyal-sinyal frekwensi terhadap alam semesta, terhadap lingkungan kita dan menjangkau sinar-sinar kosmik ilahiah yang sifatnya tak hingga. Karena itulah orang yang selalu melakukan sholat secara baik, dia bisa terhindar dari energi negatif yang mencelakakannya atau menggiringnya kedalam kehinaan.
Sesungguhnya, sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar - Qs. 29 al-ankabut : 45
Sebelum memulai sholat, sudah menjadi kesepakatan semua umat Islam dari berbagai alirannya untuk melakukan thaharah atau bersuci, yaitu dengan cara berwudhu. Praktek ini diperkuat dengan adanya perintah tertulis mengenainya didalam al-Qur’an.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki – Qs. 5 al-Maaidah: 6
Dalam tradisi yang ada, teknis perintah berwudhu yang terdapat pada ayat diatas mengalami perkembangan, yaitu dengan adanya penambahan mencuci kedua tangan sebelum membasuh muka, lalu berkumur, menghisap air hidung, membasuh telinga hingga mencuci janggut. Meskipun demikian tidak bisa pula diartikan bahwa penambahan ini menyalahi ketentuan Allah didalam al-Qur’an. Kita bisa membaca dalam kitab-kitab hadis terkemuka bahwa penambahan yang terjadi ini dilakukan oleh Nabi Muhammad sendiri sebagai sunnah beliau untuk lebih membersihkan diri, apalagi bila kita ingat dimasa itu tanah Arabia sebagian besar terdiri dari bukit-bukit dan padang pasirnya sehingga debu dan kotoran cenderung lebih banyak melekat. Apalagi ada kemungkinan besar orang-orang Arab itu gemar memelihara jenggot sampai panjang kebawah, sementara al-Qur'an tidak memberikan informasi mengenai boleh tidaknya membasahi janggut sewaktu berwudhu, sederhana dan sepele kelihatannya, tetapi kita harus ingat, untuk urusan sepelepun terkadang kita sering salah, apalagi jika kita lihat konteks ayat tersebut turun dimana para pemeluk Islam generasi pertama masih dalam proses belajar agama yang baru mereka anut, adalah wajar dan rasional sekali bila hal seperti ini memerlukan jawaban atau contoh dari sipembawa ajaran itu sendiri.
Dari Usman bin Affan, bahwa ia pernah meminta bejana, lalu ia menuangkannya keatas kedua telapak tangannya kemudian membasuhnya, lalu memasukkan yang sebelah kanan didalam bejana, kemudian berkumur dan mengisap air hidung, kemudian membasuh mukanya tiga kali dan kedua tangan sampai siku-siku tiga kali, kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya tiga kali sampai kedua mata kakinya. Kemudian berkata : ‘Aku melihat Rasulullah Saw berwudhu seperti wudhuku ini. – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Dari Ali r.a, bahwa ia meminta air wudhu, kemudia ia berkumur dan mengisap air hidung dan menyemburkan air hidung dengan tangan kirinya, maka ia berbuat ini tiga kali kemudian berkata : ‘Inilah bersucinya Nabi Saw.’ – Riwayat Ahmad dan Nasa’i
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw mengusap kepalanya dan dua telinganya, luar dan dalamnya. – Riwayat Tirmidzi
Dari anas, bahwa Nabi Saw apabila berwudhu maka mengambil seciduk air kemudian memasukkannya dibawah cetaknya lalu ia menyela-nyela jenggotnya dan bersabda : ‘Demikianlah Tuhanku memerintahkanku.’ – Riwayat Abu Daud
Karena sifatnya hanya sunnah, maka berpulang kepada diri kita saja berdasarkan situasi dan kondisi, apakah ingin berwudhu secara sederhana dan mudah yaitu dengan mengikuti ketentuan al-Qur’an atau dengan mencontoh sunnah Nabi-Nya. Tidak ada yang perlu dipertentangkan secara khusus mengenai berwudhu ini, sama misalnya disebutkan didalam Hadis, bahwa seandainya saja bersiwak atau menggosok gigi tidak akan memberatkan umatnya pasti akan disunnahkan oleh Nabi pula untuk melakukannya sebelum kita melakukan sholat.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw : Beliau bersabda : seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan orang-orang beriman (dalam hadis riwayat Zuhair, disebut umatku), niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan sholat. - Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Al-Darami
Berwudhu bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan air dan menggunakan tanah atau debu yang sudah dibersihkan. Adapun cara kedua tersebut dilakukan hanya apabila tidak dijumpainya air yang bersih atau karena sakit yang mengakibatkannya tidak dapat bersentuhan dengan air.
Dan jika kamu sakit atau habis buang air atau kamu selesai bersetubuh sedang kamu tidak mendapat air maka hendaklah kamu cari debu yang bersih, lalu hendaklah kamu sapu muka kamu dan tangan kamu karena sungguh Allah itu sangat memudahkan dan Maha mengampuni. - Qs. 4 an-Nisaa’ 43
Usai melakukan wudhu, berdirilah tegak menghadap kiblat (arah masjid al-Haram) lalu mulailah bertakbir , yaitu mengucapkan Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Istilah Allahu Akbar ini memang tidak dijumpai dalam al-Qur’an, sebaliknya al-Qur’an memperkenalkan sifat al-Kabir sebagai salah satu asma Allah
Akan tetapi harus diingat bahwa dalam ayat-ayat tersebut Tuhan memerintahkan kita untuk mengagungkan-nya, membesarkan-Nya. Sementara kata al-Kabir sendiri berfungsi sebagai kata kerja (verb) didalam bahasa Arab yang jika diucapkan (dilakukan) bisa menjadi Akbar, Istilah Takbirah adalah bentuk noun dari ungkapan Allahu Akbar sebagaimana yang bisa dijumpai dalam tradisi Arabia.
Surah 17:111 menyebutkan istilah yang artinya agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebenar-benarnya (Kabbir takbiran) dan ini adalah bersamaan maknanya dengan Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Kita tidak bisa menolak istilah Allahu Akbar seperti yang dijumpai dalam tradisi sholat dan diriwayatkan oleh sejumlah hadis hanya karena istilah ini tidak dijumpai didalam al-Qur'an, apalagi menggantinya dengan istilah Allahu Kabir seperti yang dilakukan oleh sejumlah orang ingkar sunnah. Terbukti didalam tradisi yang sampai kepada kita dari generasi kegenerasi, tidak ada satupun terdengar berita dalam berbagai saluran periwayatan bahwa Nabi ataupun seorang Muslim diluarnya mengucapkan Allahu Kabir didalam sholat.
Bersamaan waktunya dengan takbir, kita mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga, adapun salah satu hikmahnya sebagai isyarat perpisahan sementara, meninggalkan urusan duniawi dan mengembalikan semua urusan kepada Allah, Tuhan yang Maha Berkehendak.
Dari Ali bin Abu Thalib, dari Rasulullah Saw : ‘Sesungguhnya beliau apabila berdiri untuk sholat wajib, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya berbetulan dengan kedua pundaknya.’ – Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi
Dalam satu riwayat, sesungguhnya Rasulullah Saw apabila takbir, ia mengangkat kedua tangannya sehingga berbetulan dengan kedua telinganya. – Riwayat Ahmad dan Muslim
Menurut riwayat Abu Daud dari ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya dan Wail bin Hujr, bahwa Nabi merapatkan antara jari-jari kedua tangannya itu dan Wail berkata : ‘Sehingga berbetulan punggung kedua telapak tangannya itu dengan pundak dan ujung-ujung jarinya dengan telinga’
Dari Ibnu Umar, ia berkata : Adalah Rasulullah Saw bila berdiri untuk sholat, mengangkat kedua tangannya sehingga berbetulan dengan kedua pundaknya itu lalu bertakbir. – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Dengan demkian maka posisi tangan saat takbir adalah berada sejajar terhadap bahu dengan jari-jarinya sejajar dengan telinga.
Selanjutnya kedua tangan yang tadinya diangkat diturunkan keposisi antara perut dan dada seraya membaca do’a iftitah atau do’a pembuka, dan salah satu dari do’a pembuka yang juga sering dibaca Nabi adalah sebagaimana diterangkan hadis berikut :
Dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata : Adalah Nabi Saw bila berdiri sholat beliau membaca : “Wajjahtu Wajhiya Lilladzi Fathorossamaawaatiwal ardho, haniefam muslimaw wamaa ana minal musrykin, inna sholati wanusukie wamahyaaya wamamaatie lillaahi Robbil ‘Aalamin. Laa Syarikalah Wabidzalika umirtu wa ana minal muslimin. Allahumma Antal Mulku Laailaaha ilaa Anta, Anta Robbi Wa ana ‘Abduka, Zholamtu Nafsi, Wa’taraftu Bidzahbi Faghfirli Dzunubi Jami’an, ...(Kuhadapkan wajahku kepada dzat yang menjadikan langit dan bumi dengan lurus dan penuh totalitas, bukanlah aku tergolong orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya, Sholatku, Ibadahku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan yang mengatur alam semesta, tiada sekutu bagi-Nya dan untuk itulah aku diperintah, dan aku adalah tergolong orang-orang yang Muslim. Ya Allah ya Tuhanku. Engkau adalah raja yang tiada tuhan melainkan Engkau, Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu, aku telah berbuat zalim kepada diriku sendiri dan aku telah mengakui dosa-dosaku, karenanya ampunilah dosa-dosaku semuanya).
Adapun menyangkut posisi kedua tangan, maka tangan kanan berada diatas tangan kiri sebagaimana terdapat dalam beberapa riwayat yang akan disebutkan. Pengaturan yang seperti ini bisa kita duga sebagai bentuk sikap takzim dan hormat kepada Allah sipemilik kebenaran, layaknya dalam kehidupan ini seorang tentara yang juga memiliki sikap takzim tertentu tatkala ia menghadap seorang Jenderal atasannya :
Dari Ali, ia berkata : ‘Sesungguhnya salah satu dari tuntunan Nabi mengenai Sholat, yaitu meletakkan telapak tangan diatas telapak tangan, dibawah pusar’. - Riwayat Ahmad dan Abu Daud
Dari Ibnu Mas’ud, sesungguhnya ia pernah sholat, lalu ia meletakkan tangan kirinya diatas tangan kanan, kemudian perbuatannya itu dilihat oleh Nabi Saw, lalu beliau meletakkan tangan kanannya diatas tangan kiri – Riwayat Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majah
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa dalam sholat, pandangan mata kita seyogyanya tidak berpaling dari tempat sujud apalagi sampai celingukan kesana kemari. Hal ini bisa kita terima secara logis, bahwa dalam melakukan konsentrasi hal yang pertama harus kita lakukan adalah pemusatan pikiran, seseorang tidak akan bisa konsentrasi selama dia tidak menyelaraskan semua panca inderanya. Karena itu seorang ahli hypnotis selalu mengarahkan obyeknya untuk fokus pada satu titik tertentu. Begitupun dengan sholat yang kita memang diperintahkan untuk bersikap khusuk yaitu suatu sikap konsentrasi yang diikuti oleh hati, gerakan tubuh dan pikiran.
Dari Abdullah bin az Zubair, ia berkata : Adalah Rasulullah Saw apabila duduk dalam tahyat, beliau meletakkan tangan kanan diatas pahanya yang kanan pula, sedang tangannya yang kiri diatas pahanya yang kiri. Dan beliau berisyarat dengan telunjuknya, sedang pandangannya tidak melebihi isyaratnya tersebut. – Riwayat Abu Daud, Nasai dan Ahmad
Luruskan mukamu di setiap sholat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya - Qs. 7 al-a’raaf 29
Setelah membaca do’a iftitah maka kita diwajibkan untuk membaca surah al-Fatihah sebagaimana bisa kita lihat dalam beberapa riwayat hadis berikut ini :
Tidaklah sholat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah – Riwayat Bukhari dan Muslim
Tidak cukup sholat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah – Riwayat Daruquthni
Dari ‘Aisyah ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda : ‘Barangsiapa sholat dengan tidak membaca Ummul Qur’an (al-Fatihah), maka sholatnya itu tidak sempurna’ - Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah
Meskipun demikian dibeberapa riwayat lainnya kewajiban membaca al-Fatihah ini bisa diganti dengan bacaan-bacaan lainnya bagi mereka-mereka yang memang belum atau tidak bisa membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan baik (lafal dan artinya), dalam konteks kita sekarang keringanan ini berlaku bagi para muallaf atau orang-orang yang baru memeluk Islam dan sedang belajar Sholat.
Dari Rifa’ah bin Rafi’, sesungguhnya Rasulullah Saw mengajar sholat kepada seorang laki-laki, lalu ia bersabda : ‘Jika kamu bisa membaca Qur’an maka bacalah, tetapi jika tidak, maka bacalah ‘alhamdulillah, Allahu Akbar dan Laa ilaaha Illallah (Segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar dan Tiada tuhan selain Allah); kemudian ruku’lah – Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi
Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata : Seorang laki-laki datang kepada Nabi, lalu ia berkata : ‘Aku tidak dapat membaca Qur’an sama sekali, oleh karena itu ajarlah aku bacaan yang kiranya bisa mencukupi sholatku’, maka bersabdalah Nabi : ‘Bacalah : Subhanallah Walhamdulillah Walaa ilaaha iLlaAllah Wallahu Akbar Walaa Haula Walaa Quwwata Illaa Billaah (Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah, Tiada tuhan kecuali Allah dan Allah Maha Besar, tiada daya upaya kecuali atas bantuan Allah) – Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Nasai
Membaca al-Fatihahpun menjadi tidak wajib saat posisi seseorang menjadi makmum dari suatu sholat berjemaah.
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw telah bersabda : ‘sesungguhnya imam itu dijadikan adalah untuk di-ikuti, karena itu apabila ia telah takbir maka takbirlah kamu dan apabila ia sudah membaca maka diamlah kamu’ – Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Nasai
Dari Abdullah bin Syaddad meriwayatkan, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda : ‘Barangsiapa sholat dibelakang imam, maka bacaan imam itu adalah menjadi bacaannya’. – Riwayat Daruquthni
Cukuplah buatmu bacaan imam itu, baik dia membacanya perlahan ataupun nyaring – Riwayat Khallal dan Daruquthni
Dijadikan imam itu hanya untuk di-ikuti, lantaran itu apabila ia takbir hendaklah kamu takbir dan bila ia membaca hendaklah kamu diam – Riwayat Ahmad
Dari Abu hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw setelah selesai mengerjakan Sholat yang ia keraskan bacaannya, lalu bertanya : ‘Apakah tadi ada seseorang diantara kamu yang membaca bersama aku ? ‘ – maka berkatalah seseorang : ‘Betul, ya Rasulullah ! kemudian Nabi bertanya : ‘Mengapa aku dilawan dengan al-Qur’an ?’ – Riwayat Abu Daud, Nasai dan Tirmidzi
Telah berkata Jabir : barangsiapa sholat satu raka’at dengan tidak membaca al-Fatihah maka tidak disebut Sholat kecuali dibelakang imam – Riwayat Malik
Dari ‘Aisyah, ia berkata : Rasulullah Saw pernah sholat dirumahnya dalam keadaan sakit, lalu beliau sholat dengan duduk. Dan datang sekelompok orang sholat dibelakangnya dengan berdiri. Lalu Nabi memberi isyarat kepada mereka ‘hendaklah kalian duduk’. Lalu ketika selesai sholat, Nabi bersabda : ‘sesungguhnya imam itu dijadikan supaya di-ikuti, karenanya bila ia ruku’ maka ruku’lah dan bila ia mengangkat kepala maka angkatlah kepala kalian, bila ia sholat dengan duduk maka sholatlah pula kalian dengan duduk.’ – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Memang ada beberapa hadis lain yang membuat pengecualian membaca al-Fatihah dibelakang imam yang sedang membaca surah al-Qur’an, namun penulis menganggap hadis-hadis tersebut bertentangan secara nyata dengan hadis-hadis diatas dan bahkan bertentangan dengan al-Qur’an sendiri yang mewajibkan kita diam saat al-Qur’an dibacakan serta secara rasio logikapun tidak bisa dibenarkan, sebab imam itu memang dijadikan untuk kita ikuti, kita harus melakukan koreksi setiap bacaan yang keluar dari mulut sang imam, jika memang ada salah maka kitapun wajib memperbaikinya, sekarang bagaimana kita akan tahu imam salah atau tidaknya jika kita sendiri sibuk membaca ayat al-Qur’an dibelakang imam yang juga sedang membaca ayat al-Qur’an ? dimana pula letak rahmat yang kita peroleh dari menentangkan al-Qur’an dengan al-Qur’an itu ?
Dan apabila Qur’an dibaca, maka perhatikanlah dan diamlah agar kamu mendapatkan rahmat.- Qs. 7 al-‘A’raaf : 203
Surah al-Fatihah sendiri merupakan surah pertama dalam al-Qur’an meskipun ia bukan surah pertama yang turun kepada Nabi, didalam surah al-Fatihah ini terdapat ayat-ayat pujian kepada Allah, ayat-ayat pengesaan akan dzat-Nya serta ayat-ayat do’a atau permohonan bantuan kita sebagai makhluk yang lemah terhadap Allah.
Surah al-Fatihah ini terdiri dari tujuh ayat dan mengenai susunannya memang terdapat perbedaan dikalangan ulama Islam, apakah ayat pertama dimulai dari Bismillah ataukah dimulai dari Alhamdulillah, namun sebenarnya hal ini tidak perlu dipertentangkan karena dalam sebuah hadis yang panjang dari Abu Hurairah riwayat Jama’ah kecuali Bukhari dan Ibnu Majah disebutkan bahwa al-Fatihah itu dimulai dari Alhamdulillah, sementara bacaan Bismillah itu sendiri merupakan bacaan pemisah dan pembuka antar ayat-ayat al-Qur’an kecuali surah al-Bara’ah, dengan demikian ayat Bismillahhirrohmanirrohim ini bukan termasuk ayat al-Fatihah namun ia merupakan ayat tersendiri, sama seperti didalam surah-surah al-Qur’an yang lainnya.
Tradisi sholat yang ada dan berlaku didunia Islam dewasa ini pada dasarnya dipercaya merupakan sebuah tradisi yang pernah ada dijaman Nabi yang diajarkan dari generasi kegenerasi. Sejauh mana keakuratan tradisi ini bisa mengacu juga pada catatan-catatan yang ada dari para perawi hadis, baik mereka dari kalangan ahlussunnah maupun syiah sebagai dua aliran keagamaan terbesar didunia Islam.
Kaum ahlussunnah sangat terkenal dengan kepercayaan mereka terhadap kitab-kitab hadis catatan dari Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam an-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah serta beberapa nama perawi hadis lainnya. Begitupula halnya dengan kaum Syiah yang terkenal karena kefanatikannya terhadap Imam-imam dari kalangan ahli bait Nabi secara turun menurun yang diambil dari garis keturunan puteri beliau Fatimah dan Ali bin Abu Thalib.
Meskipun ada beberapa perbedaan kecil dalam prakteknya, namun secara umum tata cara sholat yang bisa kita temui dari kedua aliran ini tidak jauh berbeda antara satu sama lainnya. Karenanya, sisi perbedaan yang ditemui masih bisa ditoleransikan. Hal inilah yang mengindikasikan kepada kita bahwa tradisi sholat yang berlaku pada jaman kita sekarang pasti tidak akan lari terlalu jauh dari yang pernah berlaku dijaman Nabi. Buku ini akan mencoba menjelaskan secara singkat dan umum mengenai tata cara sholat tersebut, baik berdasarkan al-Qur’an maupun as-Sunnah dari berbagai literaturnya..
Sebelum memulai sholat, sudah menjadi kesepakatan semua umat Islam dari berbagai alirannya untuk melakukan thaharah atau bersuci, yaitu dengan cara berwudhu. Praktek ini diperkuat dengan adanya perintah tertulis mengenainya didalam al-Qur’an.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki – Qs. 5 al-Maaidah: 6
Dalam tradisi yang ada, teknis perintah berwudhu yang terdapat pada ayat diatas mengalami perkembangan, yaitu dengan adanya penambahan mencuci kedua tangan sebelum membasuh muka, lalu berkumur, menghisap air hidung, membasuh telinga hingga mencuci janggut. Meskipun demikian tidak bisa pula diartikan bahwa penambahan ini menyalahi ketentuan Allah didalam al-Qur’an. Kita bisa membaca dalam kitab-kitab hadis terkemuka bahwa penambahan yang terjadi ini dilakukan oleh Nabi sebagai sunnah beliau untuk lebih membersihkan diri, apalagi bila kita ingat dimasa itu tanah Arabia sebagian besar terdiri dari bukit-bukit dan padang pasirnya sehingga debu dan kotoran cenderung lebih banyak melekat.
Dari Usman bin Affan, bahwa ia pernah meminta bejana, lalu ia menuangkannya keatas kedua telapak tanganya kemudian membasuhnya, lalu memasukkan yang sebelah kanan didalam bejana, kemudian berkumur dan mengisap air hidung, kemudian membasuh mukanya tiga kali dan kedua tangan sampai siku-siku tiga kali, kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya tiga kali sampai kedua mata kakinya. Kemudian berkata : ‘Aku melihat Rasulullah Saw berwudhu seperti wudhuku ini. – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Dari Ali r.a, bahwa ia meminta air wudhu, kemudia ia berkumur dan mengisap air hidung dan menyemburkan air hidung dengan tangan kirinya, maka ia berbuat ini tiga kali kemudian berkata : ‘Inilah bersucinya Nabi Saw.’ – Riwayat Ahmad dan Nasa’i
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw mengusap kepalanya dan dua telinganya, luar dan dalamnya. – Riwayat Tirmidzi
Dari anas, bahwa Nabi Saw apabila berwudhu maka mengambil seciduk air kemudian memasukkannya dibawah cetaknya lalu ia menyela-nyela jenggotnya dan bersabda : ‘Demikianlah Tuhanku memerintahkanku.’ – Riwayat Abu Daud
Karena sifatnya hanya sunnah, maka berpulang kepada diri kita saja berdasarkan situasi dan kondisi, apakah ingin berwudhu secara sederhana dan mudah yaitu dengan mengikuti ketentuan al-Qur’an atau dengan mencontoh sunnah Nabi-Nya. Tidak ada yang perlu dipertentangkan secara khusus mengenai berwudhu ini, sama misalnya disebutkan didalam Hadis, bahwa seandainya saja bersiwak atau menggosok gigi tidak akan memberatkan umatnya pasti akan disunnahkan oleh Nabi pula untuk melakukannya sebelum kita melakukan sholat.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw : Beliau bersabda : seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan orang-orang beriman (dalam hadis riwayat Zuhair, disebut umatku), niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan sholat. - Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Al-Darami
Berwudhu bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan air dan menggunakan tanah atau debu yang sudah dibersihkan. Adapun cara kedua tersebut dilakukan hanya apabila tidak dijumpainya air yang bersih atau karena sakit yang mengakibatkannya tidak dapat bersentuhan dengan air.
Dan jika kamu sakit atau habis buang air atau kamu selesai bersetubuh sedang kamu tidak mendapat air maka hendaklah kamu cari debu yang bersih, lalu hendaklah kamu sapu muka kamu dan tangan kamu karena sungguh Allah itu sangat memudahkan dan Maha mengampuni. - Qs. 4 an-Nisaa’ 43
Usai melakukan wudhu, berdirilah tegak menghadap kiblat (arah masjid al-Haram) lalu mulailah bertakbir , yaitu mengucapkan Allahu Akbar (Allah Maha Besar).
Istilah Allahu Akbar tidak dijumpai dalam al-Qur’an, sebaliknya al-Qur’an memperkenalkan sifat al-Kabir sebagai salah satu asma Allah
Akan tetapi harus diingat bahwa dalam ayat-ayat tersebut Tuhan memerintahkan kita untuk mengagungkan-nya, membesarkan-Nya. Sementara kata al-Kabir sendiri berfungsi sebagai kata benda (verb) didalam bahasa Arab yang jika diucapkan menjadi Akbar, Istilah Takbirah adalah bentuk noun dari ungkapan Allahu Akbar sebagaimana yang bisa dijumpai dalam tradisi Arabia.
Surah 17:111 menyebutkan istilah yang artinya agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebenar-benarnya (Kabbir takbira) dan ini adalah bersamaan maknanya dengan Allahu Akbar. Kita tidak bisa menolak istilah Allahu Akbar seperti yang dijumpai dalam tradisi sholat dan diriwayatkan oleh sejumlah hadis hanya karena istilah ini tidak dijumpai didalam al-Qur'an, apalagi menggantinya dengan istilah Allahu Kabir seperti yang dilakukan oleh sejumlah orang inkar sunnah.
Didalam tradisi, tidak ada satupun terdengar bahwa Nabi ataupun seorang Muslim diluarnya mengucapkan Allahu Kabir, seandainya ucapan Allahu Akbar salah dan bertentangan dengan al-Qur'an, tentunya akan ditegaskan oleh Nabi sendiri, kata al-Kabir sendiri didalam al-Qur'an berarti Allah yang Besar (ini bertindak sebagai superlatif), sementara kata al-Akbar sebagaimana didalam Hadist berarti Allah Maha Besar.
Kenapa kita harus sholat ?
Sampai saat ini masih ada sebagian dari umat Islam menganggap sholat hanya semata-mata sebagai suatu ritualitas dalam agama yang amalnya akan bermanfaat kelak dihari kiamat selaku penolong dalam menghadapi siksaan Allah. Padahal pendapat yang demikian ini tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, sebab manusia ini memiliki dua kehidupan yang seimbang; yaitu kehidupan masa sekarang atau alam duniawi dan kehidupan masa yang akan datang atau alam akhirat.
Tuhan tidak akan memberikan sesuatu yang sifatnya tidak seimbang, karena itu juga perintah Sholat tidak hanya berfungsi dimasa depan semata namun sebaliknya memiliki kegunaan yang vital bagi manusia dalam menjalani hari-hari kehidupannya dimasa kehidupan yang sekarang.
Sesungguhnya, sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
Qs. 29 al-ankabut : 45
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, didalam diri manusia terdapat dua unsur yang saling tarik-menarik sehingga menjadikan jiwa condong kesalah satu diantaranya. Unsur tersebut adalah nilai-nilai positip (unsur malaikat) dan nilai-nilai negatif (unsur s*t*n).
Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka itu juga untuk dirimu sendiri - Qs. 17 al-israa’ : 7
Ritualitas sholat dinyatakan didalam al-Qur’an pada ayat tersebut sebagai suatu sarana atau wadah untuk mengontrol perbuatan negatif yang seringkali mendominasi diri manusia. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik dengan Tuhan secara vertikal maka diharapkan secara horisontalpun manusia mampu berbuat baik kepada sesamanya bahkan lebih jauh kepada semua hamba Tuhan diluar dirinya.
Namun fakta dilapangan juga membuktikan bahwa banyak orang Islam yang rajin melakukan sholat namun kelakuan dan sifatnya justru tidak sesuai dengan kehendak Tuhan yang ada pada surah al-Ankabut ayat 45 tadi, betapa banyak orang yang kelihatannya rajin sholat namun tetap bergunjing, melakukan zinah, pelecehan seksual, bahkan bila dia seorang penguasa yang memiliki jabatan akan memanfaatkannya untuk menganiaya orang lain, melakukan penindasan, korupsi bahkan sampai pada pembunuhan dan peperangan. Inilah contoh manusia yang telah lalai dalam sholat mereka.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat
Yaitu orang-orang yang melalaikan sholatnya
Qs. 107 al-maa’uun : 4-5
Bila sudah seperti ini, maka kita patut memperhatikan firman Allah yang lain :
Luruskan mukamu di setiap sholat
dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya - Qs. 7 al-a’raaf 29
Dari ayat tersebut, Allah hendak menyampaikan kepada manusia bahwa sholat itu memerlukan sikap lahir dan batin yang saling berkolerasi atau berhubungan. Meluruskan muka adalah memantapkan seluruh gerakan anggota tubuh dan menyesuaikannya dengan konsentrasi jiwa menghadap sang Maha Pencipta alam semesta. Disaat mulut membaca al-Fatihah, hati harus mengikutinya dengan sebisa mungkin memahami secara luas arti al-Fatihah sementara pikiran berkonsentrasi dengan gerak mulut dan hati, inilah keseimbangan yang di-istilahkan dengan khusuk dalam ayat berikut :
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, Yaitu orang-orang yang khusuk dalam sholatnya - Qs. 23 al-mu’minuun : 1-2
Jadi, khusuk adalah suatu perbuatan yang menyeimbangkan gerak lahir dan batin, sehingga terciptalah suatu konsistensi ketika ia diterapkan dalam kehidupan nyata, sesuai dengan komitmen yang dilafaskan dalam do’a iftitah :
Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam - Qs. 6 Al-An'am:162
Akhirnya sholat merupakan ritualitas multi dimensi yang semuanya mengarah kepada sipelakunya sendiri agar mendapat kebaikan, baik dalam hal mengontrol diri ketika masih hidup didunia maupun menjadi amal yang membantu saat penghisaban dihari kiamat kelak.
Lalu siapakah yang lebih baik agamanya selain orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang diapun mengerjakan kebaikan ? - Qs. 4 an-Nisaa': 125
Kenapa sholat harus didahului oleh azan ?
Azan adalah seruan sebagai pertanda sudah masuknya waktu sholat, sekaligus sebagai seruan pemanggil umat agar orang-orang berkumpul dan bisa melakukan ibadah sholat secara berkelompok atau berjemaah. Secara kontekstual, tidak ada satu ayatpun didalam al-Qur’an yang menjelaskan perihal azan ini apalagi mengatur tata cara dan bacaannya, tetapi seruan ini secara umum bisa dijumpai secara tersirat dari beberapa ayat al-Qur’an.
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan ini dan serulah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. - Qs. 22 al-Hajj 67
Dan katakanlah: Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempuyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebenar-benarnya. - Qs. 17 al-Israa’ 111
Lebih detail lagi, masalah azan ini bisa dijumpai dalam beberapa hadis sebagai berikut :
Dari Malik bin al-Huwairits, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda: Apabila waktu sholat telah tiba maka hendaklah salah seorang diantara kamu adzan untuk sholatmu itu; dan hendaklah yang tertua diantara kamu itu yang bertindak sebagai imam bagi kamu. – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Riwayat Abdullah bin Umar, ia berkata :
Dahulu, orang-orang Islam ketika tiba di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkirakan waktu Sholat. Tidak ada seorangpun yang menyeru untuk Sholat. Pada suatu hari mereka membicarakan hal itu. Sebagian mereka berkata : Gunakanlah lonceng seperti lonceng orang Kristen.; Sebagian yang lain berkata : Gunakanlah terompet seperti terompet orang Yahudi.; Kemudian Umar berkata : Mengapa kalian tidak menyuruh seseorang agar berseru untuk sholat? Rasulullah Saw bersabda : Hai Bilal, bangunlah dan serulah untuk sholat - Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ahmad
Rasulullah Saw mempunyai dua muadzin, Bilal dan Ibnu Ummu Maktum yang buta - Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Ahmad, Malik dan al-Darami
Dengan demikian masalah azan seperti ada tidaknya dalil tertulis didalam al-Qur’an atau apakah ada beberapa perbedaan lafash antara satu jemaah dengan jemaah yang lainnya tidak harus menjadi suatu permasalahan yang memecah kesatuan umat dan menghilangkan makna persaudaraan Islam. Sesuatu hal yang sangat wajar dan alamiah sekali alasannya kenapa "harus ada" adzan untuk sholat. Saat kita masih sekolah (terutama SD) kita sering melakukan gerak baris-berbaris, melakukan upacara bendera setiap hari senin pagi, dan untuk mengumpulkan siswa ditanah lapang biasanya bapak atau ibu guru menekan bel ataupun memukul lonceng sebagai tanda dan isyarat bahwa waktunya sudah tiba.
Dahulu ketika saya masih aktif mengajar dikelas web programming, semua murid belum mau berkemas untuk pulang sebelum terdengar bel, padahal waktu sudah lewat dari jadwal seharusnya, ketika saya tanya " ... pada nggak mau pulang nih ... ?" ; mereka jawab : "khan belum bel, pak !" ; ya, mereka menunggu isyarat yang memastikan bahwa waktu untuk pulang memang sudah tiba. Lalu kenapa juga masalah ada tidaknya adzan didalam al-Quran harus dipermasalahkan ? Sering saya katakan berulang kali ... jangan terlalu berlebihan dalam suatu perbuatan, mari kita bumikan ajaran langit sesuai fitrah kemanusiawian yang ada. Pahamilah agama dengan penuh kewajaran dan kelogisan, selama sesuatu itu bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan kebaikan maka kenapa tidak menggunakannya, apalagi Rasul sudah jelas mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari beliau yang bisa dilihat dari sunnah yang ada.
Bagaimana cara sholat didalam Islam ?
Sebagaimana yang pernah kita bahas sebelumnya (lihat artikel saya mengenai kontroversi kisah penjemputan sholat pada peristiwa Mi'raj Nabi), bahwa perintah sholat merupakan tradisi yang diwariskan semua Nabi dan Rasul sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Ibadah Sholat ini disebutkan juga dalam al-Qur’an dilakukan dengan cara ruku dan sujud. Meski demikian, al-Qur’an tidak memberikan detil lebih jauh mengenai teknis pengerjaan sholat dalam mewujudkan ruku dan sujud tersebut.
Tradisi sholat yang ada dan berlaku didunia Islam dewasa ini pada dasarnya dipercaya merupakan sebuah tradisi yang pernah ada dijaman Nabi yang diajarkan dari generasi kegenerasi. Sejauh mana keakuratan tradisi ini bisa mengacu juga pada catatan-catatan yang ada dari para perawi hadis, baik mereka dari kalangan ahlussunnah maupun syiah sebagai dua aliran keagamaan terbesar didunia Islam.
Kaum ahlussunnah sangat terkenal dengan kepercayaan mereka terhadap kitab-kitab hadis catatan dari Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam an-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah serta beberapa nama perawi hadis lainnya. Begitupula halnya dengan kaum Syiah yang terkenal karena kefanatikannya terhadap Imam-imam dari kalangan ahli bait Nabi secara turun menurun yang diambil dari garis keturunan puteri beliau Fatimah dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Meskipun ada beberapa perbedaan kecil dalam prakteknya, namun secara umum tata cara sholat yang bisa kita temui dari kedua aliran ini tidak jauh berbeda antara satu sama lainnya. Karenanya, sisi perbedaan yang ditemui masih bisa ditoleransikan. Hal inilah yang mengindikasikan kepada kita bahwa tradisi sholat yang berlaku pada jaman kita sekarang pasti tidak akan lari terlalu jauh dari yang pernah berlaku dijaman Nabi. Tulisan ini akan mencoba menjelaskan secara singkat dan umum mengenai tata cara sholat tersebut, baik berdasarkan al-Qur’an maupun as-Sunnah dari berbagai literaturnya..
Sebagai pengantar awal, harus kita ingat lagi bahwa Sholat adalah sarana untuk memuja Tuhan sebagai salah satu sikap bersyukur dan sekaligus waktu untuk melakukan dialog, mengadukan semua keluh kesah yang dialami dan mencari jalan keluar dari aneka ragam permasalahan yang ada. Lebih jauh lagi ditinjau dari sisi metafisika, Sholat tidak ubahnya sebuah ritual meditasi, pemusatan konsentrasi untuk menyelaraskan energi yang ada didalam tubuh (energi statis) terhadap energi diluarnya yang maha besar (yang bersifat dinamis).
Dengan demikian, saat sholat terjadi kita sebenarnya sedang memancarkan sinyal-sinyal frekwensi terhadap alam semesta, terhadap lingkungan kita dan menjangkau sinar-sinar kosmik ilahiah yang sifatnya tak hingga. Karena itulah orang yang selalu melakukan sholat secara baik, dia bisa terhindar dari energi negatif yang mencelakakannya atau menggiringnya kedalam kehinaan.
Sesungguhnya, sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar - Qs. 29 al-ankabut : 45
Sebelum memulai sholat, sudah menjadi kesepakatan semua umat Islam dari berbagai alirannya untuk melakukan thaharah atau bersuci, yaitu dengan cara berwudhu. Praktek ini diperkuat dengan adanya perintah tertulis mengenainya didalam al-Qur’an.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki – Qs. 5 al-Maaidah: 6
Dalam tradisi yang ada, teknis perintah berwudhu yang terdapat pada ayat diatas mengalami perkembangan, yaitu dengan adanya penambahan mencuci kedua tangan sebelum membasuh muka, lalu berkumur, menghisap air hidung, membasuh telinga hingga mencuci janggut. Meskipun demikian tidak bisa pula diartikan bahwa penambahan ini menyalahi ketentuan Allah didalam al-Qur’an. Kita bisa membaca dalam kitab-kitab hadis terkemuka bahwa penambahan yang terjadi ini dilakukan oleh Nabi Muhammad sendiri sebagai sunnah beliau untuk lebih membersihkan diri, apalagi bila kita ingat dimasa itu tanah Arabia sebagian besar terdiri dari bukit-bukit dan padang pasirnya sehingga debu dan kotoran cenderung lebih banyak melekat. Apalagi ada kemungkinan besar orang-orang Arab itu gemar memelihara jenggot sampai panjang kebawah, sementara al-Qur'an tidak memberikan informasi mengenai boleh tidaknya membasahi janggut sewaktu berwudhu, sederhana dan sepele kelihatannya, tetapi kita harus ingat, untuk urusan sepelepun terkadang kita sering salah, apalagi jika kita lihat konteks ayat tersebut turun dimana para pemeluk Islam generasi pertama masih dalam proses belajar agama yang baru mereka anut, adalah wajar dan rasional sekali bila hal seperti ini memerlukan jawaban atau contoh dari sipembawa ajaran itu sendiri.
Dari Usman bin Affan, bahwa ia pernah meminta bejana, lalu ia menuangkannya keatas kedua telapak tangannya kemudian membasuhnya, lalu memasukkan yang sebelah kanan didalam bejana, kemudian berkumur dan mengisap air hidung, kemudian membasuh mukanya tiga kali dan kedua tangan sampai siku-siku tiga kali, kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya tiga kali sampai kedua mata kakinya. Kemudian berkata : ‘Aku melihat Rasulullah Saw berwudhu seperti wudhuku ini. – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Dari Ali r.a, bahwa ia meminta air wudhu, kemudia ia berkumur dan mengisap air hidung dan menyemburkan air hidung dengan tangan kirinya, maka ia berbuat ini tiga kali kemudian berkata : ‘Inilah bersucinya Nabi Saw.’ – Riwayat Ahmad dan Nasa’i
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw mengusap kepalanya dan dua telinganya, luar dan dalamnya. – Riwayat Tirmidzi
Dari anas, bahwa Nabi Saw apabila berwudhu maka mengambil seciduk air kemudian memasukkannya dibawah cetaknya lalu ia menyela-nyela jenggotnya dan bersabda : ‘Demikianlah Tuhanku memerintahkanku.’ – Riwayat Abu Daud
Karena sifatnya hanya sunnah, maka berpulang kepada diri kita saja berdasarkan situasi dan kondisi, apakah ingin berwudhu secara sederhana dan mudah yaitu dengan mengikuti ketentuan al-Qur’an atau dengan mencontoh sunnah Nabi-Nya. Tidak ada yang perlu dipertentangkan secara khusus mengenai berwudhu ini, sama misalnya disebutkan didalam Hadis, bahwa seandainya saja bersiwak atau menggosok gigi tidak akan memberatkan umatnya pasti akan disunnahkan oleh Nabi pula untuk melakukannya sebelum kita melakukan sholat.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw : Beliau bersabda : seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan orang-orang beriman (dalam hadis riwayat Zuhair, disebut umatku), niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan sholat. - Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Al-Darami
Berwudhu bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan air dan menggunakan tanah atau debu yang sudah dibersihkan. Adapun cara kedua tersebut dilakukan hanya apabila tidak dijumpainya air yang bersih atau karena sakit yang mengakibatkannya tidak dapat bersentuhan dengan air.
Dan jika kamu sakit atau habis buang air atau kamu selesai bersetubuh sedang kamu tidak mendapat air maka hendaklah kamu cari debu yang bersih, lalu hendaklah kamu sapu muka kamu dan tangan kamu karena sungguh Allah itu sangat memudahkan dan Maha mengampuni. - Qs. 4 an-Nisaa’ 43
Usai melakukan wudhu, berdirilah tegak menghadap kiblat (arah masjid al-Haram) lalu mulailah bertakbir , yaitu mengucapkan Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Istilah Allahu Akbar ini memang tidak dijumpai dalam al-Qur’an, sebaliknya al-Qur’an memperkenalkan sifat al-Kabir sebagai salah satu asma Allah
Akan tetapi harus diingat bahwa dalam ayat-ayat tersebut Tuhan memerintahkan kita untuk mengagungkan-nya, membesarkan-Nya. Sementara kata al-Kabir sendiri berfungsi sebagai kata kerja (verb) didalam bahasa Arab yang jika diucapkan (dilakukan) bisa menjadi Akbar, Istilah Takbirah adalah bentuk noun dari ungkapan Allahu Akbar sebagaimana yang bisa dijumpai dalam tradisi Arabia.
Surah 17:111 menyebutkan istilah yang artinya agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebenar-benarnya (Kabbir takbiran) dan ini adalah bersamaan maknanya dengan Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Kita tidak bisa menolak istilah Allahu Akbar seperti yang dijumpai dalam tradisi sholat dan diriwayatkan oleh sejumlah hadis hanya karena istilah ini tidak dijumpai didalam al-Qur'an, apalagi menggantinya dengan istilah Allahu Kabir seperti yang dilakukan oleh sejumlah orang ingkar sunnah. Terbukti didalam tradisi yang sampai kepada kita dari generasi kegenerasi, tidak ada satupun terdengar berita dalam berbagai saluran periwayatan bahwa Nabi ataupun seorang Muslim diluarnya mengucapkan Allahu Kabir didalam sholat.
Bersamaan waktunya dengan takbir, kita mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga, adapun salah satu hikmahnya sebagai isyarat perpisahan sementara, meninggalkan urusan duniawi dan mengembalikan semua urusan kepada Allah, Tuhan yang Maha Berkehendak.
Dari Ali bin Abu Thalib, dari Rasulullah Saw : ‘Sesungguhnya beliau apabila berdiri untuk sholat wajib, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya berbetulan dengan kedua pundaknya.’ – Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi
Dalam satu riwayat, sesungguhnya Rasulullah Saw apabila takbir, ia mengangkat kedua tangannya sehingga berbetulan dengan kedua telinganya. – Riwayat Ahmad dan Muslim
Menurut riwayat Abu Daud dari ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya dan Wail bin Hujr, bahwa Nabi merapatkan antara jari-jari kedua tangannya itu dan Wail berkata : ‘Sehingga berbetulan punggung kedua telapak tangannya itu dengan pundak dan ujung-ujung jarinya dengan telinga’
Dari Ibnu Umar, ia berkata : Adalah Rasulullah Saw bila berdiri untuk sholat, mengangkat kedua tangannya sehingga berbetulan dengan kedua pundaknya itu lalu bertakbir. – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Dengan demkian maka posisi tangan saat takbir adalah berada sejajar terhadap bahu dengan jari-jarinya sejajar dengan telinga.
Selanjutnya kedua tangan yang tadinya diangkat diturunkan keposisi antara perut dan dada seraya membaca do’a iftitah atau do’a pembuka, dan salah satu dari do’a pembuka yang juga sering dibaca Nabi adalah sebagaimana diterangkan hadis berikut :
Dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata : Adalah Nabi Saw bila berdiri sholat beliau membaca : “Wajjahtu Wajhiya Lilladzi Fathorossamaawaatiwal ardho, haniefam muslimaw wamaa ana minal musrykin, inna sholati wanusukie wamahyaaya wamamaatie lillaahi Robbil ‘Aalamin. Laa Syarikalah Wabidzalika umirtu wa ana minal muslimin. Allahumma Antal Mulku Laailaaha ilaa Anta, Anta Robbi Wa ana ‘Abduka, Zholamtu Nafsi, Wa’taraftu Bidzahbi Faghfirli Dzunubi Jami’an, ...(Kuhadapkan wajahku kepada dzat yang menjadikan langit dan bumi dengan lurus dan penuh totalitas, bukanlah aku tergolong orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya, Sholatku, Ibadahku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan yang mengatur alam semesta, tiada sekutu bagi-Nya dan untuk itulah aku diperintah, dan aku adalah tergolong orang-orang yang Muslim. Ya Allah ya Tuhanku. Engkau adalah raja yang tiada tuhan melainkan Engkau, Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu, aku telah berbuat zalim kepada diriku sendiri dan aku telah mengakui dosa-dosaku, karenanya ampunilah dosa-dosaku semuanya).
Adapun menyangkut posisi kedua tangan, maka tangan kanan berada diatas tangan kiri sebagaimana terdapat dalam beberapa riwayat yang akan disebutkan. Pengaturan yang seperti ini bisa kita duga sebagai bentuk sikap takzim dan hormat kepada Allah sipemilik kebenaran, layaknya dalam kehidupan ini seorang tentara yang juga memiliki sikap takzim tertentu tatkala ia menghadap seorang Jenderal atasannya :
Dari Ali, ia berkata : ‘Sesungguhnya salah satu dari tuntunan Nabi mengenai Sholat, yaitu meletakkan telapak tangan diatas telapak tangan, dibawah pusar’. - Riwayat Ahmad dan Abu Daud
Dari Ibnu Mas’ud, sesungguhnya ia pernah sholat, lalu ia meletakkan tangan kirinya diatas tangan kanan, kemudian perbuatannya itu dilihat oleh Nabi Saw, lalu beliau meletakkan tangan kanannya diatas tangan kiri – Riwayat Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majah
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa dalam sholat, pandangan mata kita seyogyanya tidak berpaling dari tempat sujud apalagi sampai celingukan kesana kemari. Hal ini bisa kita terima secara logis, bahwa dalam melakukan konsentrasi hal yang pertama harus kita lakukan adalah pemusatan pikiran, seseorang tidak akan bisa konsentrasi selama dia tidak menyelaraskan semua panca inderanya. Karena itu seorang ahli hypnotis selalu mengarahkan obyeknya untuk fokus pada satu titik tertentu. Begitupun dengan sholat yang kita memang diperintahkan untuk bersikap khusuk yaitu suatu sikap konsentrasi yang diikuti oleh hati, gerakan tubuh dan pikiran.
Dari Abdullah bin az Zubair, ia berkata : Adalah Rasulullah Saw apabila duduk dalam tahyat, beliau meletakkan tangan kanan diatas pahanya yang kanan pula, sedang tangannya yang kiri diatas pahanya yang kiri. Dan beliau berisyarat dengan telunjuknya, sedang pandangannya tidak melebihi isyaratnya tersebut. – Riwayat Abu Daud, Nasai dan Ahmad
Luruskan mukamu di setiap sholat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya - Qs. 7 al-a’raaf 29
Setelah membaca do’a iftitah maka kita diwajibkan untuk membaca surah al-Fatihah sebagaimana bisa kita lihat dalam beberapa riwayat hadis berikut ini :
Tidaklah sholat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah – Riwayat Bukhari dan Muslim
Tidak cukup sholat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah – Riwayat Daruquthni
Dari ‘Aisyah ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda : ‘Barangsiapa sholat dengan tidak membaca Ummul Qur’an (al-Fatihah), maka sholatnya itu tidak sempurna’ - Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah
Meskipun demikian dibeberapa riwayat lainnya kewajiban membaca al-Fatihah ini bisa diganti dengan bacaan-bacaan lainnya bagi mereka-mereka yang memang belum atau tidak bisa membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan baik (lafal dan artinya), dalam konteks kita sekarang keringanan ini berlaku bagi para muallaf atau orang-orang yang baru memeluk Islam dan sedang belajar Sholat.
Dari Rifa’ah bin Rafi’, sesungguhnya Rasulullah Saw mengajar sholat kepada seorang laki-laki, lalu ia bersabda : ‘Jika kamu bisa membaca Qur’an maka bacalah, tetapi jika tidak, maka bacalah ‘alhamdulillah, Allahu Akbar dan Laa ilaaha Illallah (Segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar dan Tiada tuhan selain Allah); kemudian ruku’lah – Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi
Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata : Seorang laki-laki datang kepada Nabi, lalu ia berkata : ‘Aku tidak dapat membaca Qur’an sama sekali, oleh karena itu ajarlah aku bacaan yang kiranya bisa mencukupi sholatku’, maka bersabdalah Nabi : ‘Bacalah : Subhanallah Walhamdulillah Walaa ilaaha iLlaAllah Wallahu Akbar Walaa Haula Walaa Quwwata Illaa Billaah (Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah, Tiada tuhan kecuali Allah dan Allah Maha Besar, tiada daya upaya kecuali atas bantuan Allah) – Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Nasai
Membaca al-Fatihahpun menjadi tidak wajib saat posisi seseorang menjadi makmum dari suatu sholat berjemaah.
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw telah bersabda : ‘sesungguhnya imam itu dijadikan adalah untuk di-ikuti, karena itu apabila ia telah takbir maka takbirlah kamu dan apabila ia sudah membaca maka diamlah kamu’ – Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Nasai
Dari Abdullah bin Syaddad meriwayatkan, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda : ‘Barangsiapa sholat dibelakang imam, maka bacaan imam itu adalah menjadi bacaannya’. – Riwayat Daruquthni
Cukuplah buatmu bacaan imam itu, baik dia membacanya perlahan ataupun nyaring – Riwayat Khallal dan Daruquthni
Dijadikan imam itu hanya untuk di-ikuti, lantaran itu apabila ia takbir hendaklah kamu takbir dan bila ia membaca hendaklah kamu diam – Riwayat Ahmad
Dari Abu hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw setelah selesai mengerjakan Sholat yang ia keraskan bacaannya, lalu bertanya : ‘Apakah tadi ada seseorang diantara kamu yang membaca bersama aku ? ‘ – maka berkatalah seseorang : ‘Betul, ya Rasulullah ! kemudian Nabi bertanya : ‘Mengapa aku dilawan dengan al-Qur’an ?’ – Riwayat Abu Daud, Nasai dan Tirmidzi
Telah berkata Jabir : barangsiapa sholat satu raka’at dengan tidak membaca al-Fatihah maka tidak disebut Sholat kecuali dibelakang imam – Riwayat Malik
Dari ‘Aisyah, ia berkata : Rasulullah Saw pernah sholat dirumahnya dalam keadaan sakit, lalu beliau sholat dengan duduk. Dan datang sekelompok orang sholat dibelakangnya dengan berdiri. Lalu Nabi memberi isyarat kepada mereka ‘hendaklah kalian duduk’. Lalu ketika selesai sholat, Nabi bersabda : ‘sesungguhnya imam itu dijadikan supaya di-ikuti, karenanya bila ia ruku’ maka ruku’lah dan bila ia mengangkat kepala maka angkatlah kepala kalian, bila ia sholat dengan duduk maka sholatlah pula kalian dengan duduk.’ – Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
Memang ada beberapa hadis lain yang membuat pengecualian membaca al-Fatihah dibelakang imam yang sedang membaca surah al-Qur’an, namun penulis menganggap hadis-hadis tersebut bertentangan secara nyata dengan hadis-hadis diatas dan bahkan bertentangan dengan al-Qur’an sendiri yang mewajibkan kita diam saat al-Qur’an dibacakan serta secara rasio logikapun tidak bisa dibenarkan, sebab imam itu memang dijadikan untuk kita ikuti, kita harus melakukan koreksi setiap bacaan yang keluar dari mulut sang imam, jika memang ada salah maka kitapun wajib memperbaikinya, sekarang bagaimana kita akan tahu imam salah atau tidaknya jika kita sendiri sibuk membaca ayat al-Qur’an dibelakang imam yang juga sedang membaca ayat al-Qur’an ? dimana pula letak rahmat yang kita peroleh dari menentangkan al-Qur’an dengan al-Qur’an itu ?
Dan apabila Qur’an dibaca, maka perhatikanlah dan diamlah agar kamu mendapatkan rahmat.- Qs. 7 al-‘A’raaf : 203
Surah al-Fatihah sendiri merupakan surah pertama dalam al-Qur’an meskipun ia bukan surah pertama yang turun kepada Nabi, didalam surah al-Fatihah ini terdapat ayat-ayat pujian kepada Allah, ayat-ayat pengesaan akan dzat-Nya serta ayat-ayat do’a atau permohonan bantuan kita sebagai makhluk yang lemah terhadap Allah.
Surah al-Fatihah ini terdiri dari tujuh ayat dan mengenai susunannya memang terdapat perbedaan dikalangan ulama Islam, apakah ayat pertama dimulai dari Bismillah ataukah dimulai dari Alhamdulillah, namun sebenarnya hal ini tidak perlu dipertentangkan karena dalam sebuah hadis yang panjang dari Abu Hurairah riwayat Jama’ah kecuali Bukhari dan Ibnu Majah disebutkan bahwa al-Fatihah itu dimulai dari Alhamdulillah, sementara bacaan Bismillah itu sendiri merupakan bacaan pemisah dan pembuka antar ayat-ayat al-Qur’an kecuali surah al-Bara’ah, dengan demikian ayat Bismillahhirrohmanirrohim ini bukan termasuk ayat al-Fatihah namun ia merupakan ayat tersendiri, sama seperti didalam surah-surah al-Qur’an yang lainnya.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Tantangan Duel tuk Muslim Senior LI : Miraj vs Sholat 5 Waktu
si mbah nonton cu..
Tampaknya jawaban mbah abu sudah ringkas dan jelas..
kalau memang kapirun mampu, didebat yang berkelas tuch mbah Abu
Tampaknya jawaban mbah abu sudah ringkas dan jelas..
kalau memang kapirun mampu, didebat yang berkelas tuch mbah Abu
Mbah Ringgo- KOPRAL
-
Posts : 39
Kepercayaan : Islam
Location : Kota Tua
Join date : 08.12.12
Reputation : 2
Similar topics
» tantangan untuk non muslim: berlomba-lomba berbuat baik (fastabiqul khairat)
» sejarah sholat 5 waktu
» Isra' Mi'raj ; Perintah Sholat 5 waktu?
» Mark sang mualaf cilik, tak mau tertinggal sholat 5 waktu
» Khusus Buat si Putri Mentari : Tunjukkan Perintah Quran Sholat 5 Waktu
» sejarah sholat 5 waktu
» Isra' Mi'raj ; Perintah Sholat 5 waktu?
» Mark sang mualaf cilik, tak mau tertinggal sholat 5 waktu
» Khusus Buat si Putri Mentari : Tunjukkan Perintah Quran Sholat 5 Waktu
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik