orang yang merugi di akhirat
Halaman 1 dari 1 • Share
orang yang merugi di akhirat
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya : Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut ( pailit ) itu ? Maka mereka ( para sahabat ) menjawab : orang yang pailit di antara kita adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan : orang yang pailit dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakatnya, namun dia datang dan (dahulu di dunianya) dia telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan harta si ini, menumpahkan darah si itu dan telah memukul orang lain ( dengan tidak hak ), maka si ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya ( kepada orang lain ), maka kesalahan orang yang didzalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. HR. Muslim.
1. Keterangan singkat.
Di dunia ini, mungkin banyak orang-orang yang merasa kuat dapat membebaskan diri mereka dari jeratan hokum akibat perbuatan dzalim mereka terhadap orang lain, baik berupa hutang, membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh Allah, mencaci maki orang lain dan sebagainya, namun tidak demikian dengan hukum dan keadilan yang Allah tegakkan di hari kiamat kelak, pada saat itu tidak seorang-pun yang dapat membebaskan diri dari kesalahannya selama di dunia yang dia tak pernah bertaubat dan menyesalinya, orang yang mereka dzalimi datang kehadapan Allah mengadukan kedzaliman orang tersebut sedang ia bergantung dengan kepala saudaranya sambil berkata : wahai Tuhan-ku tananyakan kepada orang ini ( yang telah membunuhku ) kenapa dia telah membunuhku di dunia ? dan sebagainya, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berwasiat kepada ummatnya dengan sabdanya : Barangsiapa disisi ada perbuatan dzalim terhadap saudaranya, maka hendaklah ia meminta dihalalkan ( dimaafkan ) sekarang sebelum datang hari yang tidak berlaku pada saat itu emas atau perak.sebelum diambil darinya kebaikannya untuk membayar kedzalimannya terhadap saudaranya, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka dibebankan kepadanya keburukan saudaranya itu kepadanya. HR.Bukhari.
Oleh karena itu, segeralah kita membabaskan diri kita dari mendzalimi orang lain, penuhilah setiap yang mempunyai hak akan haknya, dan jangan menunggu hari hari esok karena tidak seorangpun yang mengetahui akan keberadaannya di esok hari.
2. Kandungan hadits :
• Hadits ini menerangkan akan adanya pembalasan di hari kiamat.
• Orang yang mendzalimi saudaranya di dunia, sedang dia belum bertaubat dari kedzaliman tersebut dengan meminta maaf atau mengembalikan haknya, maka dia harus membayarnya dengan kebaikannya.
1. Keterangan singkat.
Di dunia ini, mungkin banyak orang-orang yang merasa kuat dapat membebaskan diri mereka dari jeratan hokum akibat perbuatan dzalim mereka terhadap orang lain, baik berupa hutang, membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh Allah, mencaci maki orang lain dan sebagainya, namun tidak demikian dengan hukum dan keadilan yang Allah tegakkan di hari kiamat kelak, pada saat itu tidak seorang-pun yang dapat membebaskan diri dari kesalahannya selama di dunia yang dia tak pernah bertaubat dan menyesalinya, orang yang mereka dzalimi datang kehadapan Allah mengadukan kedzaliman orang tersebut sedang ia bergantung dengan kepala saudaranya sambil berkata : wahai Tuhan-ku tananyakan kepada orang ini ( yang telah membunuhku ) kenapa dia telah membunuhku di dunia ? dan sebagainya, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berwasiat kepada ummatnya dengan sabdanya : Barangsiapa disisi ada perbuatan dzalim terhadap saudaranya, maka hendaklah ia meminta dihalalkan ( dimaafkan ) sekarang sebelum datang hari yang tidak berlaku pada saat itu emas atau perak.sebelum diambil darinya kebaikannya untuk membayar kedzalimannya terhadap saudaranya, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka dibebankan kepadanya keburukan saudaranya itu kepadanya. HR.Bukhari.
Oleh karena itu, segeralah kita membabaskan diri kita dari mendzalimi orang lain, penuhilah setiap yang mempunyai hak akan haknya, dan jangan menunggu hari hari esok karena tidak seorangpun yang mengetahui akan keberadaannya di esok hari.
2. Kandungan hadits :
• Hadits ini menerangkan akan adanya pembalasan di hari kiamat.
• Orang yang mendzalimi saudaranya di dunia, sedang dia belum bertaubat dari kedzaliman tersebut dengan meminta maaf atau mengembalikan haknya, maka dia harus membayarnya dengan kebaikannya.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: orang yang merugi di akhirat
Firman Allah Ta'ala yang artinya, "Katakanlah: 'Maukah kamu, Kami beritahukan tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu adalah orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka terhapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan penimbangan amal bagi mereka pada hari kiamat. Demikianlah, balasan mereka itu adalah neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olokan'." (Al-Kahfi:103-106)
Manusia dalam berbuat atau beramal dalam kehidupan dunia ini bisa kita bagi pada dua kategori utama. Pertama, manusia yang melandaskan amalnya atas dasar iman kepada Sang Pencipta alam semesta, Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Kedua, orang yang beramal, tetapi kafir terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Kemudian, kelompok pertama bisa kita bagi lagi menjadi empat:
Yang berbuat kebajikan dengan landasan pengetahuan.
Kelompok ini tentu saja menjadi orang yang beruntung, karena orang yang tahu kebaikan dan bagaimana melakukannya, niscaya dibimbing Allah dalam tindakannya dan diberi ganjaran yang berlipat ganda.
Yang berbuat kebajikan tanpa landasan pengetahuan.
Kelompok ini merupakan kelompok yang sifatnya spekulasi, karena seseorang yang berbuat suatu kebaikan tanpa dilandasi ilmu yang benar bisa jadi ia tepat sasaran, bisa jadi pula salah sasaran. Tetapi, hal itu cenderung menyesatkan pelakunya, bahkan kepada orang lain, karena tanpa landasan ilmu.
Yang tak berbuat kebajikan karena tidak tahu.
Kelompok ini tentu saja telah menyia-nyiakan potensi yang telah dikaruniakan Allah kepadanya untuk beramal di muka bumi ini dengan sebaik-baiknya.
Yang tak berbuat kebajikan, walaupun punya pengetahuan tentang kebajikan.
Kelompok ini juga telah menyia-nyiakan ilmu pengetahuan dan potensi lain yang dikaruniakan Allah kepadanya. Meski demikian, setidaknya mereka punya suatu keuntungan dengan iman yang ada pada mereka. Itu tetap lebih baik dari pada kekufuran dengan amal yang banyak. Namun, hal ini tidak boleh menjadikan kita terpaku pada hal-hal yang demikian. Seorang muslim harus dinamis dan berkembang. Dari tidak tahu harus menjadi tahu, dari tidak berbuat menjadi berbuat.
Kemudian kita lirik kelompok kedua, yaitu orang-orang kafir. Mereka pun terbagi empat, yaitu:
Yang berbuat kebajikan dengan pengetahuan mereka tentang kebajikan.
Yang berbuat dan menyangka bahwa itu adalah kebajikan.
Yang tidak berbuat kebajikan dan tidak tahu kebajikan
Yang tidak berbuat kebajikan walaupun tahu kebajikan.
Mereka semua, dengan kekafirannya, sebenarnya sudah termasuk orang yang merugi. Mereka telah menghapus amal mereka sendiri. Namun, yang paling merugi tentunya adalah mereka yang telah berbuat banyak dan menyangka bahwa ia telah berbuat sebaik mungkin. Ternyata, begitu datang hari kiamat yang pada hari itu segala amalan akan dihisab, ia mendapati segala amal yang diperbuatnya sia-sia dan terhapus. Betapa sangat meruginya orang yang demikian, karena sudah keluar segala daya upaya, baik tenaga, pikiran, harta, waktu dan sebagainya selama di dunia, tetapi semua itu sia-sia di akhirat kelak. Sehingga, dengan tiadanya amalan mereka, tidak perlu lagi ditimbang, karena memang tidak ada yang akan ditimbang. Ini semua karena kekafiran mereka terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, hari akhir yang merupakan hari perjumpaan dengan Allah dan segala amal perbuatan makhlukdi beri ganjaran. Amal perbuatan mereka, Allah perumpamakan dengan fatamorgana yang berada di padang pasir. Dari jauh disangka air, begitu didekati ternyata tidak ada apa-apa. Sesungguhnya amal mereka telah diberikan (dibalas) di dunia, sesuai dengan niat mereka. Bukankah mereka berbuat agar dikenang generasi-generasi berikutnya? Hal itu sudah mereka dapatkan. Bukankah mereka telah mendapatkan ketenaran yang mereka inginkan dari kebaikan mereka? Masih banyak lagi motivasi mereka, yang tentu saja tidak satu pun karena Allah, karena memang mereka tidak beriman kepada-Nya. Namun, dunia tidak selalu memberikan yang memuaskan, sehingga mereka semuanya tidak mendapatkan keinginan mereka.
Ini adalah sebuah fenomena yang dapat kita saksikan setiap saat, pada kehidupan orang-orang kafir. Banyak di antara mereka yang menyumbang ribuan, jutaan, bahkan milyaran dolar untuk kemanusiaan dan sebagainya. Banyak yang memperjuangkan kebajikan di mana-mana dengan segala atributnya. Padahal, sesungguhnya mereka tertipu dengan semuanya itu. Mereka berbuat kebajikan sesama makhluk, namun di saat bersamaan, mereka kafir terhadap Pencipta mereka, Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Mereka telah menjadikan ayat-ayat Allah dan para rasul-Nya sebagai bahan olok-olokan. Lihatlah, bagaimana para kuffar itu menertawakan Islam, ajarannya, serta kaum muslimin. Ayat-ayat Allah mereka jadikan bahan ejekan dalam diskusi, seminar, tulisan, dan berbagai macam cara lainnya.
Ayat-ayat Allah terlalu nyata untuk diingkari, terlalu mulia untuk dilecehkan, dan terlalu banyak untuk dibilang. Apa yang ada di semesta ini merupakan ayat-ayat Allah disamping yang Allah wahyukan dalam Alquran.
Hari akhir, sebagai hari pembalasan adalah suatu yang pasti datang. Pada saat itu, semua orang akan mendapatkan ganjaran dari segala yang diperbuatnya. Adalah suatu yang tak dapat diingkari bahwa setiap perbuatan mempunyai akibat dan konsekuensi sendiri-sendiri. Yang baik tentu saja berakibat baik, begitu juga sebaliknya. Namun, kenyataannya dalam kehidupan dunia ini banyak orang yang berbuat baik, tetapi belum mendapatkan balasannya. Contoh, orang beriman yang mati dalam menyelamatkan seseorang dari kebakaran. Karena luka bakar yang dideritanya, misalnya. Tentunya, ia belum mendapatkan balasan yang pantas. Pujian manusia terhadap keberaniannya tidaklah berarti apa-apa dibanding pengorbanannya. Toh pujian manusia adalah sebuah fatamorgana juga. Apakah mungkin pengorbanannya sia-sia? Tidak, sekali-kali tidak. Allah Maha Mengetahui dan Maha Adil lagi Maha Pengasih. Hanya Dia-lah yang akan membalas segala pengorbanan seorang hamba.
Di lain pihak, kita lihat banyak orang yang telah berbuat kezaliman di dunia ini mati sebelum mendapatkan ganjaran dari kezalimannya. Bahkan, ia juga meninggalkan penderitaan dan kesengsaraan bagi orang banyak. Sementara, semasa hidupnya ia enak-enak ongkang kaki di atas penderitaan orang lain. Percaya tak percaya, Allah pasti akan membalasnya. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menghindari dari Allah. Sesungguhnya siksaan Allah itu sangat pedih, di luar kemampuan yang kita bayangkan. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Marilah berlindung kepada Allah dari kerugian di akhirat kelak. Wallahu A'lam.
Manusia dalam berbuat atau beramal dalam kehidupan dunia ini bisa kita bagi pada dua kategori utama. Pertama, manusia yang melandaskan amalnya atas dasar iman kepada Sang Pencipta alam semesta, Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Kedua, orang yang beramal, tetapi kafir terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Kemudian, kelompok pertama bisa kita bagi lagi menjadi empat:
Yang berbuat kebajikan dengan landasan pengetahuan.
Kelompok ini tentu saja menjadi orang yang beruntung, karena orang yang tahu kebaikan dan bagaimana melakukannya, niscaya dibimbing Allah dalam tindakannya dan diberi ganjaran yang berlipat ganda.
Yang berbuat kebajikan tanpa landasan pengetahuan.
Kelompok ini merupakan kelompok yang sifatnya spekulasi, karena seseorang yang berbuat suatu kebaikan tanpa dilandasi ilmu yang benar bisa jadi ia tepat sasaran, bisa jadi pula salah sasaran. Tetapi, hal itu cenderung menyesatkan pelakunya, bahkan kepada orang lain, karena tanpa landasan ilmu.
Yang tak berbuat kebajikan karena tidak tahu.
Kelompok ini tentu saja telah menyia-nyiakan potensi yang telah dikaruniakan Allah kepadanya untuk beramal di muka bumi ini dengan sebaik-baiknya.
Yang tak berbuat kebajikan, walaupun punya pengetahuan tentang kebajikan.
Kelompok ini juga telah menyia-nyiakan ilmu pengetahuan dan potensi lain yang dikaruniakan Allah kepadanya. Meski demikian, setidaknya mereka punya suatu keuntungan dengan iman yang ada pada mereka. Itu tetap lebih baik dari pada kekufuran dengan amal yang banyak. Namun, hal ini tidak boleh menjadikan kita terpaku pada hal-hal yang demikian. Seorang muslim harus dinamis dan berkembang. Dari tidak tahu harus menjadi tahu, dari tidak berbuat menjadi berbuat.
Kemudian kita lirik kelompok kedua, yaitu orang-orang kafir. Mereka pun terbagi empat, yaitu:
Yang berbuat kebajikan dengan pengetahuan mereka tentang kebajikan.
Yang berbuat dan menyangka bahwa itu adalah kebajikan.
Yang tidak berbuat kebajikan dan tidak tahu kebajikan
Yang tidak berbuat kebajikan walaupun tahu kebajikan.
Mereka semua, dengan kekafirannya, sebenarnya sudah termasuk orang yang merugi. Mereka telah menghapus amal mereka sendiri. Namun, yang paling merugi tentunya adalah mereka yang telah berbuat banyak dan menyangka bahwa ia telah berbuat sebaik mungkin. Ternyata, begitu datang hari kiamat yang pada hari itu segala amalan akan dihisab, ia mendapati segala amal yang diperbuatnya sia-sia dan terhapus. Betapa sangat meruginya orang yang demikian, karena sudah keluar segala daya upaya, baik tenaga, pikiran, harta, waktu dan sebagainya selama di dunia, tetapi semua itu sia-sia di akhirat kelak. Sehingga, dengan tiadanya amalan mereka, tidak perlu lagi ditimbang, karena memang tidak ada yang akan ditimbang. Ini semua karena kekafiran mereka terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, hari akhir yang merupakan hari perjumpaan dengan Allah dan segala amal perbuatan makhlukdi beri ganjaran. Amal perbuatan mereka, Allah perumpamakan dengan fatamorgana yang berada di padang pasir. Dari jauh disangka air, begitu didekati ternyata tidak ada apa-apa. Sesungguhnya amal mereka telah diberikan (dibalas) di dunia, sesuai dengan niat mereka. Bukankah mereka berbuat agar dikenang generasi-generasi berikutnya? Hal itu sudah mereka dapatkan. Bukankah mereka telah mendapatkan ketenaran yang mereka inginkan dari kebaikan mereka? Masih banyak lagi motivasi mereka, yang tentu saja tidak satu pun karena Allah, karena memang mereka tidak beriman kepada-Nya. Namun, dunia tidak selalu memberikan yang memuaskan, sehingga mereka semuanya tidak mendapatkan keinginan mereka.
Ini adalah sebuah fenomena yang dapat kita saksikan setiap saat, pada kehidupan orang-orang kafir. Banyak di antara mereka yang menyumbang ribuan, jutaan, bahkan milyaran dolar untuk kemanusiaan dan sebagainya. Banyak yang memperjuangkan kebajikan di mana-mana dengan segala atributnya. Padahal, sesungguhnya mereka tertipu dengan semuanya itu. Mereka berbuat kebajikan sesama makhluk, namun di saat bersamaan, mereka kafir terhadap Pencipta mereka, Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Mereka telah menjadikan ayat-ayat Allah dan para rasul-Nya sebagai bahan olok-olokan. Lihatlah, bagaimana para kuffar itu menertawakan Islam, ajarannya, serta kaum muslimin. Ayat-ayat Allah mereka jadikan bahan ejekan dalam diskusi, seminar, tulisan, dan berbagai macam cara lainnya.
Ayat-ayat Allah terlalu nyata untuk diingkari, terlalu mulia untuk dilecehkan, dan terlalu banyak untuk dibilang. Apa yang ada di semesta ini merupakan ayat-ayat Allah disamping yang Allah wahyukan dalam Alquran.
Hari akhir, sebagai hari pembalasan adalah suatu yang pasti datang. Pada saat itu, semua orang akan mendapatkan ganjaran dari segala yang diperbuatnya. Adalah suatu yang tak dapat diingkari bahwa setiap perbuatan mempunyai akibat dan konsekuensi sendiri-sendiri. Yang baik tentu saja berakibat baik, begitu juga sebaliknya. Namun, kenyataannya dalam kehidupan dunia ini banyak orang yang berbuat baik, tetapi belum mendapatkan balasannya. Contoh, orang beriman yang mati dalam menyelamatkan seseorang dari kebakaran. Karena luka bakar yang dideritanya, misalnya. Tentunya, ia belum mendapatkan balasan yang pantas. Pujian manusia terhadap keberaniannya tidaklah berarti apa-apa dibanding pengorbanannya. Toh pujian manusia adalah sebuah fatamorgana juga. Apakah mungkin pengorbanannya sia-sia? Tidak, sekali-kali tidak. Allah Maha Mengetahui dan Maha Adil lagi Maha Pengasih. Hanya Dia-lah yang akan membalas segala pengorbanan seorang hamba.
Di lain pihak, kita lihat banyak orang yang telah berbuat kezaliman di dunia ini mati sebelum mendapatkan ganjaran dari kezalimannya. Bahkan, ia juga meninggalkan penderitaan dan kesengsaraan bagi orang banyak. Sementara, semasa hidupnya ia enak-enak ongkang kaki di atas penderitaan orang lain. Percaya tak percaya, Allah pasti akan membalasnya. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menghindari dari Allah. Sesungguhnya siksaan Allah itu sangat pedih, di luar kemampuan yang kita bayangkan. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Marilah berlindung kepada Allah dari kerugian di akhirat kelak. Wallahu A'lam.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» orang yang merugi di akhirat
» terkait orang-orang yang serumpun dengan orang-orang negara Indonesia
» tentang orang-orang yang sedang dalam keadaan miskin atau yang dalam keadaan yang tergolong kurang mampu dan hal-hal yang terkait dengan itu
» orang-orang yang memiliki wajah yang tidak tergolong standart, tidak perlu harus merasa minder
» Untuk Muslim : Apakah Orang Mati Mengetahui Orang yang Memandikan dan Mengkafaninya ?
» terkait orang-orang yang serumpun dengan orang-orang negara Indonesia
» tentang orang-orang yang sedang dalam keadaan miskin atau yang dalam keadaan yang tergolong kurang mampu dan hal-hal yang terkait dengan itu
» orang-orang yang memiliki wajah yang tidak tergolong standart, tidak perlu harus merasa minder
» Untuk Muslim : Apakah Orang Mati Mengetahui Orang yang Memandikan dan Mengkafaninya ?
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik