FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Beda Hadits dengan Sunnah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Beda Hadits dengan Sunnah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Beda Hadits dengan Sunnah

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Beda Hadits dengan Sunnah Empty Beda Hadits dengan Sunnah

Post by keroncong Thu Nov 15, 2012 4:48 am

Ada sedikit perbedaan sunnah dan hadits Rasulullah SAW. Sebagai contoh sederhana, hadits nabi adalah semua perkataan, perbuatan dan taqrir yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dalam hal ini lepas dari sisi hukumnya, apakah merupakan bagian dari tasyri’ atau bukan.

Sedangkan sunnah Rasulullah SAW adalah aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, baik melalui ucapan maupun tindakan beliau, dimana masalah itu memang menjadi bagian dari aturan syariat Islam. Dan dari sisi hukum, bisa menjadi wajib, mandub, mubah, makruh ataupun haram.

Ada banyak perbuatan dan perkataan Nabi Muhammad SAW yang sama sekali tidak bermakna tasyri’, artinya meski beliau pernah melakukannya atau mengatakannya, tapi tidaklah menjadi bagian dari hukum syariat Islam. Misalnya adalah larangan beliau untuk melakukan penyerbukan (talqih) pada pohon kurma di Madinah. Sebenarnya beliau tidak secara eksplisit melarang melainkan beliau hanya bertanya mengapa harus dilakukan peyerbukan. Namun para shahabat saat itu berkesimpulan bahwa pertanyaan beliau itu bermakna keharaman. Sehingga mereka meninggalkan pekerjaan itu dan panen kurma pun gagal. Ketika mereka adukan hal itu kepada beliau, beliau hanya berkata bahwa kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian. Artinya ketika Rasulullah SAW ‘melarang’ masalah penyerbukan itu, sama sekali tidak terkandung hukum keharaman. Hal itu beliau lakukan lantaran sebagai orang Mekkah, beliau awam dengan penyerbukan dan bertanya tapi ditafsirkan sebagai larangan.

Contoh lainnya adalah masalah metode pengobatan nabawi yang sering terdapat dalam hadits. Kita sering mendapati bahwa di dalam hadits itu sering kali Rasulullah SAW bersabda bahwa obat penyakit ini adalah itu dan obat penyakit anu adalah anu. Padahal Rasulullah SAW bukanlah diutus sebagai tabib / dokter yang tugasnya menyembuhkan penyakit pisik atau mengajarkan dunia pengobatan. Padahal Rasulullah SAW itu tidak diutus sebagai seorang tabib, melainkan sebagai seorang nabi yang membawa risalah. Kalau pun beliau pernah berkata tentang masalah pengobatan, maka bukan bagian dari hukum dan risalah, tetapi sebagai bagian dari sisi kemanusiaan beliau. Karena itu berobat dengan apa yang pernah disebutkan nabi tidak berkonsekuensi hukum wajib dan seterusnya.

Seringkali kita mendapatkan seolah-olah bila Rasulullah SAW mengatakan tentang suatu obat, maka penggunaannya menjadi bagian dari syariat Islam. Padahal ketika itu perkataan Rasulullah SAW bukan sebagai seorang nabi yang mengajarkan pensyariatan obat-obatan itu, tetapi lebih sebagai seorang yang hidup di suatu masa dan wilayah tertentu. Dan sebagai bagian dari masyarakat yang punya pergaulan luas, wajar kalau beliau memiliki pengetahuan yang banyak termasuk dalam masalah obat-obatan. Contohnya adalah hadits-hadits berikut ini :

Sebaik-baik pengobatan adalah bekam (hijamah). (HR. Tabarani, Ahmad dan Al-Hakim).

Hendaklah kalian menggunakan kayu India ini karena dia memiliki 7 khasiat yang menyembuhkan (HR. Bukhari)

Hendaklah kalian menggunakan jintan hitam (habbah sauda’) karena benda itu adalah obat dari segala penyakit kecuali As-Saam (kematian) (HR. Ibnu Majah dan Turmuzi)

Pakailah celak mata dengan itsmid (antimonium), karena dia membuat mata menjadi bening dan menumbuhkan rambut (HR. Turmuzi).

Padahal ketika beliau menyebutkan bekam, kayu india, jintan hitam atau celak dari itsmid, beliau tidak mengatakan hal itu sebagai bagian dari syariat Islam. Sehingga bila seseorang tidak menggunakannya tidak berdampak pada dosa atau kemaksiatan. Meski pun bila seseorang melakukannya semata-mata bertabarruk dari perkataan Rasulullah SAW, dibolehkan.

Begitu juga dengan anak panah yang dilepaskan saat peperangan, meski haditsnya menyebutkan bahwa siapa yang melepaskan anak panah di medan perang, maka dia akan mendapat ini dan ini. Padahal intinya adalah ikut beperang dan bukan pada penggunaan anak panahnya. Di zaman sekarang ini, senjata yang kita gunakan bukan lagi anak panah, tetapi senapan otomatis, pelontar granat atau roket..

Begitu juga denga kayu ara’ yang sering digunakan untuk bersiwak (menggosok gigi), bukan pada kayunya namun pada menggosok giginya. Bahwa kayu ara’ itu punya khasiat in dan itu, silahkan saja. Tetapi Islam tidak pernah menetapkan bahwa siwak yang menggunakan kayu ara’ saja yang disunnahkan. Kayu ara’ adalah alat untuk bersiwak yang dikenal di masa itu.

Kesimpulan

Dari keterangan di atas, kita bisa simpulkan bahwa :


  • Tidak semua perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW menjadi syariat Islam.
  • Perbuatan dan perkataan Rasulullah SAW yang menjadi bagian dari syariat Islam itu masih terbagi lagi hukumnya antara wajib, sunnah (mandub), mubah, makruh dan haram.
  • Untuk bisa memilah dan memilih mana yang menjadi bagian dari syariat dan apa hukumnya, dibutuhkan disiplin ilmu tersendiri diantaranya yang paling utama adalah ilmu ushul fiqih dan ilmu fiqih. Khusus yang terkait dengan sejarah riwayat hidup Rasulullah SAW saja, adalah disiplin ilmu yang disebut fiqhus sirah. Artinya bagaimana kita bisa memahami hukum-hukum yang kita dapatkan dasarnya dari sirah nabawi.
  • Kita harus menghindari tindakan terburu-buru dalam mengambil kesimpulan hukum hanya berdasarkan pandangan sekilas atas rekaman sejarah nabi. Karena belum tentu kesimpulan hukumnya demikian. Seorang yang tidak lengkap disiplin ilmunya sering kali terjebak mengambil kesimpulan yang timpang dan kontradikdif dalam memahami sirah nabi.
  • Paling tidak perlu melibatkan ‘para ahli pemahaman’ yang bekerja secara profesional dengan menggunakan kaidah-kaidah yang baku dan sistematis serta dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiyah. Mereka adalah pada fuqaha’.





Baca artikel-artikel terkait :
- Sejarah Pertumbuhan Hadits
- Daftar Istilah Ilmu Hadist
- Kerancuan Definisi Hadits
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik