syarat ibadah
Halaman 1 dari 1 • Share
syarat ibadah
Secara etimologi ibadah berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara', ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Di antara definisi itu, ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dhahir maupun yang batin. Dan ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja' (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), rahbah (cemas) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, jihad, puasa adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi sangat Kokoh." (Adz-Dzaariyat : 56 - 58).
Allah Ymemberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Y . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari'at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'atkanNya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah). Ayat di atas menegaskan, aktifitas 24 jam seorang muslim haruslah karena motivasi ibadah.
Macam-macam Ibadah dan Keluasan Cakupannya
Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua macam keta'atan yang tampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil, dan membaca Al-Qur'an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil; cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, khasyyatullah (takut kepada Allah), inabah (kembali) kepadaNya, ikhlas kepadaNya, sabar terhadap hukumNya, ridha terhadap qadha'-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya dan takut dari siksaNya.
Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan yang mubah pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk ta'at kepada Allah. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal.
Paham yang Salah tentang Pembatasan Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang disyari'atkan kecuali berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari'atkan berarti bid'ah mardudah (bid'ah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi saw, "Barangsiapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak." (Muttafaq 'alaih). Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan ta'at. Kemudian manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah yang disyari'atkan adalah sikap pertengahan. Antara meremehkan dan malas dengan sikap ekstrim serta melampaui batas. Allah SWT berfirman kepada Nabi-Nya saw, "Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang-orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas." (Huud : 112).
Ayat Al-Qur'an ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah. Yaitu dengan beristiqamah dalam melaksana-kan ibadah pada jalan tengah, tidak kurang atau lebih. Sesuai dengan petunjuk syari'at sebagaimana yang diperintahkan. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu melampaui batas." (Huud : 112). Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak serta mengada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw.
Ketika Rasulullah saw mengetahui bahwa tiga orang dari shahabatnya melakukan ghuluw dalam ibadah, di mana seorang dari mereka berkata, "Saya puasa terus dan tidak berbuka," dan yang kedua berkata, "Saya shalat terus dan tidak tidur," lalu yang ketiga berkata, "Saya tidak menikahi wanita." Maka beliau saw bersabda, "Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur, dan saya menikahi wanita. Maka barangsiapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)ku." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ada dua golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah
Golongan Pertama, Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi'ar-syi'ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja. Tidak ada ibadah di kantor, di rumah, di toko, di bidang sosial, politik, juga tidak ada dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.
Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.
Golongan Kedua, Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai batas ekstrim; yang sunnah mereka angkat sampai menjadi wajib, sebagaimana yang mubah mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi manhaj mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lain. Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi saw dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid'ah.
Syarat Diterimanya Ibadah
Lalu, agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan dua syarat:
Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil. Dalilnya adalah firman Allah SWT, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ibadah (ikhlas) kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Al-Bayyinah : 5).
Sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalilnya adalah sabda Rasulullah, "Barangsiapa mengada-adakan (suatu hal yang baru) dalam urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajarannya maka akan ditolak." (Muttafaq 'alaih).
Syarat pertama adalah konsekwensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah Y dan jauh dari syirik kepada-Nya. Dan syarat kedua adalah konsekwensi dari syahadat Muhammadur Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya ta'at kepada Rasul, mengikuti syari'atnya dan meninggalkan bid'ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Syaikhul Islam mengatakan, "Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syari'atkan, tidak dengan bid'ah." Sebagaimana Allah SWT berfirman, "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-Nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (Al-Kahfi : 110).
dari:
(Beberapa pasal Kitab Tauhid Lishshaffil Awwal al-'Ali, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah )
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja' (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), rahbah (cemas) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, jihad, puasa adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi sangat Kokoh." (Adz-Dzaariyat : 56 - 58).
Allah Ymemberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Y . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari'at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'atkanNya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah). Ayat di atas menegaskan, aktifitas 24 jam seorang muslim haruslah karena motivasi ibadah.
Macam-macam Ibadah dan Keluasan Cakupannya
Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua macam keta'atan yang tampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil, dan membaca Al-Qur'an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil; cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, khasyyatullah (takut kepada Allah), inabah (kembali) kepadaNya, ikhlas kepadaNya, sabar terhadap hukumNya, ridha terhadap qadha'-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya dan takut dari siksaNya.
Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan yang mubah pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk ta'at kepada Allah. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal.
Paham yang Salah tentang Pembatasan Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang disyari'atkan kecuali berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari'atkan berarti bid'ah mardudah (bid'ah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi saw, "Barangsiapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak." (Muttafaq 'alaih). Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan ta'at. Kemudian manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah yang disyari'atkan adalah sikap pertengahan. Antara meremehkan dan malas dengan sikap ekstrim serta melampaui batas. Allah SWT berfirman kepada Nabi-Nya saw, "Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang-orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas." (Huud : 112).
Ayat Al-Qur'an ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah. Yaitu dengan beristiqamah dalam melaksana-kan ibadah pada jalan tengah, tidak kurang atau lebih. Sesuai dengan petunjuk syari'at sebagaimana yang diperintahkan. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu melampaui batas." (Huud : 112). Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak serta mengada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw.
Ketika Rasulullah saw mengetahui bahwa tiga orang dari shahabatnya melakukan ghuluw dalam ibadah, di mana seorang dari mereka berkata, "Saya puasa terus dan tidak berbuka," dan yang kedua berkata, "Saya shalat terus dan tidak tidur," lalu yang ketiga berkata, "Saya tidak menikahi wanita." Maka beliau saw bersabda, "Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur, dan saya menikahi wanita. Maka barangsiapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)ku." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ada dua golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah
Golongan Pertama, Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi'ar-syi'ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja. Tidak ada ibadah di kantor, di rumah, di toko, di bidang sosial, politik, juga tidak ada dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.
Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.
Golongan Kedua, Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai batas ekstrim; yang sunnah mereka angkat sampai menjadi wajib, sebagaimana yang mubah mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi manhaj mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lain. Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi saw dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid'ah.
Syarat Diterimanya Ibadah
Lalu, agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan dua syarat:
Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil. Dalilnya adalah firman Allah SWT, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ibadah (ikhlas) kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Al-Bayyinah : 5).
Sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalilnya adalah sabda Rasulullah, "Barangsiapa mengada-adakan (suatu hal yang baru) dalam urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajarannya maka akan ditolak." (Muttafaq 'alaih).
Syarat pertama adalah konsekwensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah Y dan jauh dari syirik kepada-Nya. Dan syarat kedua adalah konsekwensi dari syahadat Muhammadur Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya ta'at kepada Rasul, mengikuti syari'atnya dan meninggalkan bid'ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Syaikhul Islam mengatakan, "Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syari'atkan, tidak dengan bid'ah." Sebagaimana Allah SWT berfirman, "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-Nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (Al-Kahfi : 110).
dari:
(Beberapa pasal Kitab Tauhid Lishshaffil Awwal al-'Ali, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah )
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: syarat ibadah
solat itu ibadah yang aneh
kek menyembah berhala
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Similar topics
» Hukum dan Syarat-Syarat zakat
» Mendahulukan Orang Lain dalam perkara Ibadah dan Non Ibadah (Duniawi)
» syarat-syarat zakat
» syarat-syarat taubat
» syarat-syarat zakat
» Mendahulukan Orang Lain dalam perkara Ibadah dan Non Ibadah (Duniawi)
» syarat-syarat zakat
» syarat-syarat taubat
» syarat-syarat zakat
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik