Gautama di mata hindu
Halaman 1 dari 1 • Share
Gautama di mata hindu
Umumnya dianggap
bahwa Buddha itu tidak percaya kepada Tuhan ataupun dalam jiwa dan bahwa
penolakannya atas adanya jiwa terdapat dalam “Vishudhi mag” (Bab 16).
Tetapi para filsuf
Buddha tidak pernah berhasil dalam memecahkan masalah ini. Mereka menduga bahwa
ada nasib buruk; ada perbuatan jahat, tetapi bukan pelakunya; ada keselamatan,
tetapi bukan pencarinya; ada jalan tetapi tak seorangpun mengikutinya. Dengan
perkataan lain, ada kesusahan, penderitaan, amal dan keselamatan,
tetapi jiwa yang merasakan itu semua tidak ada. Perbuatan terjadi tanpa pelaku,
yakni jiwa. Kebenaran dan keselamatan ada dan harus dicapai, tetapi yang meraih
tujuan ini bukanlah suatu entitas atau benda substantif. Bagaimana bisa Buddha
tidak mempercayai perasaan masing-masing orang dan kepercayaan umum dari semua
agama. Sebagai fakta, penolakan terhadap jiwa dan Tuhan sebagai bagian dari
Buddha adalah sama nilainya dengan mengingkari konsepsi Tuhan dan jiwa dalam
agama Hindu. Dalam agama Weda jiwa itu dianggap sebagai kepingan Tuhan dan tak
berubah serta segala sesuatu dipercaya sebagai Tuhan.
Di mata kaum
Brahmana, Buddha adalah seorang ateis. Kini beberapa aliran filosofi Buddha juga
bersifat ateis, tetapi apakah Gautama Sakyamuni Buddha sendiri seorang ateis itu
sangat diragukan dan penolakannya terhadap dewa-dewi yang populer pasti tidak
menjadikannya demikian.
Dalam inskripsi
Rupnath (221 s.M.) Ashoka berjasa dengan mengatakan bahwa dewa-dewi yang
sepanjang masa ini dipandang benar dalam Jambudvipa tidak boleh ditolak. (7)
Di mata para hakim
Athena Socrates adalah seorang ateis, meskipun dia bahkan tak pernah menolak
dewa-dewi Yunani, tetapi sekedar meng-klaim haknya untuk mempercayai
sesuatu.
Buddha tidak percaya akan konsepsi jiwa dan Tuhan yang
seperti ini. Menurutnya, jiwa itu lebih bisa berubah daripada jasad material dan
dia hidup serta mati di setiap saat. Ini seperti suatu kaleidoscope. Ketika dia
terpecah, maka berbagai bentuk dan gambar yang tak terhitung terlihat di
dalamnya. Suatu gambar, sekali dibuat di dalamnya, tak akan pernah terlihat
lagi, tidak peduli betapa sering anda memutarnya. Maka jiwa kini dan fikiran dan
yang di masa depan tidak dapat seperti yang lama. Nama serta gambar-gambar itu
semuanya variabel yang selalu menjalani perubahan setiap saat.
Buddha juga membuang doktrin inkarnasi dimana manusia dan
binatang dipercaya sebagai Tuhan. Karena inilah maka disangka bahwa Buddha itu
mengingkari adanya Tuhan dan jiwa. Sesungguhnya ini bukannya pengingkaran tetapi
suatu penolakan terhadap kepercayaan Weda bahwa segalanya itu Tuhan dan dia ber-
inkarnasi dalam segala sesuatu dan bahwa jiwa itu subyek yang bisa
dipindah-pindahkan.
Di samping ini Buddha
menentang upacara penyerahan kurban bakaran, yang berarti bahwa seseorang itu
bisa mencapai tujuan duniawi maupun agamawi dengan hanya sekedar menyerahkan
kurban ini di hadapan Tuhan tanpa berbuat kebajikan sedikitpun. Dengan
kepercayaan semacam ini dalam pandangan, maka kaum Hindu ingin menenangkan
dewa-dewi.
Buddha mengangkat suara melawan upacara barbar ini dan menentang
ide ini dengan sangat keras.
Buddha tidak percaya kepada ajaran Weda yang tidak masuk
akal begitu juga asal-usulnya yang Ilahiyah. Catatannya sendiri tentang Weda
adalah bahwa karena sejarah dan saat dikumpulkannya Weda itu salah dan mereka
jauh dari perasaan serta tanda-bukti Ilahi, maka mereka tidak mungkin merupakan
sabda Ilahi (Buddha Shastra Adhyay 2 Sutar 1).
Weda ini mencurigakan
dan jauh dari kebenaran, adalah seperti rumput-rumputan, langka dari semua
kenyataan, nilai atau kebenaran.(8) Buddha melawan pengurbanan
Weda, dan mengumumkan dengan tegas bahwa ajaran Weda itu tiada lain kecuali
tidak masuk akal dan pembodohan (“Buddha” oleh Oldenberg, hal. 172). Dan lagi:
dengan membaca Weda, memberi hadiah kepada pendeta, berkurban untuk dewata, dan
praktek yang lama serta latihan ibadah lainnya tidak bisa menyucikan seseorang
atau mengeluarkan dia dari takhayul. (9) Tetapi Buddha tidak bisa
dipersalahkan akan penolakan ini, bahkan Dayananda menulis dalam Satyarth
Prakash:
“Melihat perbuatan jahat
dari Popes (pendeta Hindu) ini, Buddhisme dan Jainisme yang sangat marah
membunyikan lonceng kematian terhadap kitab-kitab agama Hindu serta Weda”
(“Satyarth Prakash” bab 11).
BUDDHISME DAN UTUSAN YANG MEMBENARKAN
Quran Suci telah
membenarkan banyak prinsip agama Buddha. Doktrin pertumbuhan berangsur-angsur
baik fisik maupun segi spiritual dan kemungkinan perubahan jiwa serta penolakan
atas asal-usul diakui adalah merupakan prinsip Islam. Quran Suci
mengatakan:
“Dan mereka bertanya kepada engkau tentang Ruh. Katakanlah: Ruh
itu dari perintah Tuhanku, dan kamu tak diberi ilmu (tentang itu) kecuali
hanya sedikit” (Q.S. 17:85).
Tiga hal perlu
dipertimbangkan dalam ayat ini:
Ruh itu adalah perintah.
Ini adalah
perintah Tuhan (Rabb).
Ruh itu ilmu.
Arti pertama bahwa
ruh adalah perintah, yang datang mewujud oleh perintah Tuhan dan ada dengan
perintah Ilahi. Arti kedua yalah bahwa ini merupakan perintah Tuhan (Rabb).
Istilah Arab ‘Rabb’ berarti Dia yang menciptakan sesuatu dan secara berangsur
membuatnya maju dan ber-evolusi setelah melalui bermacam tahapan. Ketiga, Buddha
mengambil ruh sebagai ilmu. Maka Nabi Suci dan Buddha saling membenarkan dalam
konsepsi mereka tentang ruh. Tidak hanya Buddha, melainkan juga semua Nabiyullah
menentang filosofi Hindu ini berhadapan mata dengan mata dalam kepercayaan
ini.
Klaim Buddha adalah bahwa dia seorang guru perbaikan moral serta
perbuatan baik. Dia percaya bahwa tujuan ini tidak dapat dicapai dengan
pengurbanan binatang dan melakukan upacara atau resital puji-pujian. Dan bahwa
tak seorang pendeta atau pandit pun yang dapat menjadi perantara dosa dari umat
manusia. Sebaliknya, dia percaya bahwa setiap individu itu memanggul salibnya
sendiri. Dan ini sungguh seirama dengan semangat Islam.
Klaim Buddha
sebagai pembaharu dari ajaran Weda sesuai dengan konsepsi Islam, bahwa di
saat
kesalahan merayap kedalam dasar-dasar suatu agama, maka seorang
pembaharu harus datang untuk membetulkannya. Buddha juga telah dipersalahkan
karena mengkonsumsi babi. Tetapi kita dapati dalam istilah eksplisit di “Outline
of Buddhism” beberapa pakar modern menyatakan bahwa Gautama tidak makan babi. (10) tetapi semacam umbi yang sangat digemari
oleh babi.
Kitab agama Buddha
hanya berceritera banyak tentang hal ini, bahwa Buddha meninggal seperti
“Shushk”. Shushk berarti ‘kering’, Sukar mardva berarti ‘selembut daging seekor
babi, dan nama ini diberikan untuk umbi-umbian itu’.
bahwa Buddha itu tidak percaya kepada Tuhan ataupun dalam jiwa dan bahwa
penolakannya atas adanya jiwa terdapat dalam “Vishudhi mag” (Bab 16).
Tetapi para filsuf
Buddha tidak pernah berhasil dalam memecahkan masalah ini. Mereka menduga bahwa
ada nasib buruk; ada perbuatan jahat, tetapi bukan pelakunya; ada keselamatan,
tetapi bukan pencarinya; ada jalan tetapi tak seorangpun mengikutinya. Dengan
perkataan lain, ada kesusahan, penderitaan, amal dan keselamatan,
tetapi jiwa yang merasakan itu semua tidak ada. Perbuatan terjadi tanpa pelaku,
yakni jiwa. Kebenaran dan keselamatan ada dan harus dicapai, tetapi yang meraih
tujuan ini bukanlah suatu entitas atau benda substantif. Bagaimana bisa Buddha
tidak mempercayai perasaan masing-masing orang dan kepercayaan umum dari semua
agama. Sebagai fakta, penolakan terhadap jiwa dan Tuhan sebagai bagian dari
Buddha adalah sama nilainya dengan mengingkari konsepsi Tuhan dan jiwa dalam
agama Hindu. Dalam agama Weda jiwa itu dianggap sebagai kepingan Tuhan dan tak
berubah serta segala sesuatu dipercaya sebagai Tuhan.
Di mata kaum
Brahmana, Buddha adalah seorang ateis. Kini beberapa aliran filosofi Buddha juga
bersifat ateis, tetapi apakah Gautama Sakyamuni Buddha sendiri seorang ateis itu
sangat diragukan dan penolakannya terhadap dewa-dewi yang populer pasti tidak
menjadikannya demikian.
Dalam inskripsi
Rupnath (221 s.M.) Ashoka berjasa dengan mengatakan bahwa dewa-dewi yang
sepanjang masa ini dipandang benar dalam Jambudvipa tidak boleh ditolak. (7)
Di mata para hakim
Athena Socrates adalah seorang ateis, meskipun dia bahkan tak pernah menolak
dewa-dewi Yunani, tetapi sekedar meng-klaim haknya untuk mempercayai
sesuatu.
Buddha tidak percaya akan konsepsi jiwa dan Tuhan yang
seperti ini. Menurutnya, jiwa itu lebih bisa berubah daripada jasad material dan
dia hidup serta mati di setiap saat. Ini seperti suatu kaleidoscope. Ketika dia
terpecah, maka berbagai bentuk dan gambar yang tak terhitung terlihat di
dalamnya. Suatu gambar, sekali dibuat di dalamnya, tak akan pernah terlihat
lagi, tidak peduli betapa sering anda memutarnya. Maka jiwa kini dan fikiran dan
yang di masa depan tidak dapat seperti yang lama. Nama serta gambar-gambar itu
semuanya variabel yang selalu menjalani perubahan setiap saat.
Buddha juga membuang doktrin inkarnasi dimana manusia dan
binatang dipercaya sebagai Tuhan. Karena inilah maka disangka bahwa Buddha itu
mengingkari adanya Tuhan dan jiwa. Sesungguhnya ini bukannya pengingkaran tetapi
suatu penolakan terhadap kepercayaan Weda bahwa segalanya itu Tuhan dan dia ber-
inkarnasi dalam segala sesuatu dan bahwa jiwa itu subyek yang bisa
dipindah-pindahkan.
Di samping ini Buddha
menentang upacara penyerahan kurban bakaran, yang berarti bahwa seseorang itu
bisa mencapai tujuan duniawi maupun agamawi dengan hanya sekedar menyerahkan
kurban ini di hadapan Tuhan tanpa berbuat kebajikan sedikitpun. Dengan
kepercayaan semacam ini dalam pandangan, maka kaum Hindu ingin menenangkan
dewa-dewi.
Buddha mengangkat suara melawan upacara barbar ini dan menentang
ide ini dengan sangat keras.
Buddha tidak percaya kepada ajaran Weda yang tidak masuk
akal begitu juga asal-usulnya yang Ilahiyah. Catatannya sendiri tentang Weda
adalah bahwa karena sejarah dan saat dikumpulkannya Weda itu salah dan mereka
jauh dari perasaan serta tanda-bukti Ilahi, maka mereka tidak mungkin merupakan
sabda Ilahi (Buddha Shastra Adhyay 2 Sutar 1).
Weda ini mencurigakan
dan jauh dari kebenaran, adalah seperti rumput-rumputan, langka dari semua
kenyataan, nilai atau kebenaran.(8) Buddha melawan pengurbanan
Weda, dan mengumumkan dengan tegas bahwa ajaran Weda itu tiada lain kecuali
tidak masuk akal dan pembodohan (“Buddha” oleh Oldenberg, hal. 172). Dan lagi:
dengan membaca Weda, memberi hadiah kepada pendeta, berkurban untuk dewata, dan
praktek yang lama serta latihan ibadah lainnya tidak bisa menyucikan seseorang
atau mengeluarkan dia dari takhayul. (9) Tetapi Buddha tidak bisa
dipersalahkan akan penolakan ini, bahkan Dayananda menulis dalam Satyarth
Prakash:
“Melihat perbuatan jahat
dari Popes (pendeta Hindu) ini, Buddhisme dan Jainisme yang sangat marah
membunyikan lonceng kematian terhadap kitab-kitab agama Hindu serta Weda”
(“Satyarth Prakash” bab 11).
BUDDHISME DAN UTUSAN YANG MEMBENARKAN
Quran Suci telah
membenarkan banyak prinsip agama Buddha. Doktrin pertumbuhan berangsur-angsur
baik fisik maupun segi spiritual dan kemungkinan perubahan jiwa serta penolakan
atas asal-usul diakui adalah merupakan prinsip Islam. Quran Suci
mengatakan:
“Dan mereka bertanya kepada engkau tentang Ruh. Katakanlah: Ruh
itu dari perintah Tuhanku, dan kamu tak diberi ilmu (tentang itu) kecuali
hanya sedikit” (Q.S. 17:85).
Tiga hal perlu
dipertimbangkan dalam ayat ini:
Ruh itu adalah perintah.
Ini adalah
perintah Tuhan (Rabb).
Ruh itu ilmu.
Arti pertama bahwa
ruh adalah perintah, yang datang mewujud oleh perintah Tuhan dan ada dengan
perintah Ilahi. Arti kedua yalah bahwa ini merupakan perintah Tuhan (Rabb).
Istilah Arab ‘Rabb’ berarti Dia yang menciptakan sesuatu dan secara berangsur
membuatnya maju dan ber-evolusi setelah melalui bermacam tahapan. Ketiga, Buddha
mengambil ruh sebagai ilmu. Maka Nabi Suci dan Buddha saling membenarkan dalam
konsepsi mereka tentang ruh. Tidak hanya Buddha, melainkan juga semua Nabiyullah
menentang filosofi Hindu ini berhadapan mata dengan mata dalam kepercayaan
ini.
Klaim Buddha adalah bahwa dia seorang guru perbaikan moral serta
perbuatan baik. Dia percaya bahwa tujuan ini tidak dapat dicapai dengan
pengurbanan binatang dan melakukan upacara atau resital puji-pujian. Dan bahwa
tak seorang pendeta atau pandit pun yang dapat menjadi perantara dosa dari umat
manusia. Sebaliknya, dia percaya bahwa setiap individu itu memanggul salibnya
sendiri. Dan ini sungguh seirama dengan semangat Islam.
Klaim Buddha
sebagai pembaharu dari ajaran Weda sesuai dengan konsepsi Islam, bahwa di
saat
kesalahan merayap kedalam dasar-dasar suatu agama, maka seorang
pembaharu harus datang untuk membetulkannya. Buddha juga telah dipersalahkan
karena mengkonsumsi babi. Tetapi kita dapati dalam istilah eksplisit di “Outline
of Buddhism” beberapa pakar modern menyatakan bahwa Gautama tidak makan babi. (10) tetapi semacam umbi yang sangat digemari
oleh babi.
Kitab agama Buddha
hanya berceritera banyak tentang hal ini, bahwa Buddha meninggal seperti
“Shushk”. Shushk berarti ‘kering’, Sukar mardva berarti ‘selembut daging seekor
babi, dan nama ini diberikan untuk umbi-umbian itu’.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Gautama di mata hindu
yak, memang secara garis besar, konsep Buddhisme memang demikian. dan itu adalah benar. tetapi Beliau ada menjelaskannya dalam kitab Udana III.
sudah saya jelaskan pada thread 'Ngobrol santei dengan bung Gravelord'
silahkan anda kesana dan melihat, bagaimana konsep tersebut.
Beliau memang menentang dengan keras segala bentuk kekerasan. jika Beliau masih ada di dunia sekarang, Beliau pasti juga akan menentang upacara qurban dalam islam. karena tidak ada toleransi dalam 'pembunuhan'. tidak ada yang dapat dibenarkan dalam hal 'pembunuhan', apapun alasannya. berbeda sekali dengan islam yang dengan seribu dogma membenarkan segala bentuk pembunuhan, dari binatang samapai manusia.
semoga semua makhluk berbahagia
sudah saya jelaskan pada thread 'Ngobrol santei dengan bung Gravelord'
silahkan anda kesana dan melihat, bagaimana konsep tersebut.
Beliau memang menentang dengan keras segala bentuk kekerasan. jika Beliau masih ada di dunia sekarang, Beliau pasti juga akan menentang upacara qurban dalam islam. karena tidak ada toleransi dalam 'pembunuhan'. tidak ada yang dapat dibenarkan dalam hal 'pembunuhan', apapun alasannya. berbeda sekali dengan islam yang dengan seribu dogma membenarkan segala bentuk pembunuhan, dari binatang samapai manusia.
semoga semua makhluk berbahagia
Gravelord- SERSAN DUA
-
Age : 40
Posts : 95
Location : Sungai Guntung
Join date : 24.12.11
Reputation : 6
Re: Gautama di mata hindu
Gravelord wrote:yak, memang secara garis besar, konsep Buddhisme memang demikian. dan itu adalah benar. tetapi Beliau ada menjelaskannya dalam kitab Udana III.
sudah saya jelaskan pada thread 'Ngobrol santei dengan bung Gravelord'
silahkan anda kesana dan melihat, bagaimana konsep tersebut.
Beliau memang menentang dengan keras segala bentuk kekerasan. jika Beliau masih ada di dunia sekarang, Beliau pasti juga akan menentang upacara qurban dalam islam. karena tidak ada toleransi dalam 'pembunuhan'. tidak ada yang dapat dibenarkan dalam hal 'pembunuhan', apapun alasannya. berbeda sekali dengan islam yang dengan seribu dogma membenarkan segala bentuk pembunuhan, dari binatang samapai manusia.
semoga semua makhluk berbahagia
Terus.....SIDHARTA GAUTAMA sedang berada dimana sekarang ini...???
mang odoy- KAPTEN
- Posts : 4233
Kepercayaan : Islam
Join date : 11.10.11
Reputation : 86
Re: Gautama di mata hindu
di Nibbana/ Nirvana
NIbbana/ Nirvana adalah sebuah keadaan yang tidak terkondisikan dan tidak terdefinisikan, kedamaian abadi, kegahagiaan sejati, dan mutlak. yang tidak dapat dilukiskan dengan apapun.
adalah diluar dari 31 alam kehidupan yang bebas dari semua Hukum Niyama dan telah memutus kelahiran dan kematian.
NIbbana/ Nirvana adalah sebuah keadaan yang tidak terkondisikan dan tidak terdefinisikan, kedamaian abadi, kegahagiaan sejati, dan mutlak. yang tidak dapat dilukiskan dengan apapun.
adalah diluar dari 31 alam kehidupan yang bebas dari semua Hukum Niyama dan telah memutus kelahiran dan kematian.
Gravelord- SERSAN DUA
-
Age : 40
Posts : 95
Location : Sungai Guntung
Join date : 24.12.11
Reputation : 6
Re: Gautama di mata hindu
Gravelord wrote:di Nibbana/ Nirvana
NIbbana/ Nirvana adalah sebuah keadaan yang tidak terkondisikan dan tidak terdefinisikan, kedamaian abadi, kegahagiaan sejati, dan mutlak. yang tidak dapat dilukiskan dengan apapun.
adalah diluar dari 31 alam kehidupan yang bebas dari semua Hukum Niyama dan telah memutus kelahiran dan kematian.
Siapa YANG MENCIPTAKAN NIRWANA tersebut...??
apakah lagi lagi ABDAKADABRA...tercipta begitu sajah...???
Hebat bener ajaran atheis berbungkus agama ini...seharusnya di planet bumi ini...gak usah ada PABRIK PRODUKSI...supaya sejalan dengan ajaran budha..
mang odoy- KAPTEN
- Posts : 4233
Kepercayaan : Islam
Join date : 11.10.11
Reputation : 86
Re: Gautama di mata hindu
sudah saya jelaskan diatas, Nirvana itu mutlak, tidak bisa terkondisi, ridak terdefinisi, kebahagiaan sejati.
kenapa segala sesuatu itu harus ada 'pencipta'?
Ketika hari mulai hujan, kita tidak pernah bertanya, “Siapa yang membuat hujan ini?” karena kita tahu bahwa hujan ini tidak dikarenakan oleh seseorang, akan tetapi hujan ini dikarenakan oleh sesuatu -fenomena alam seperti panas, penguapan, pengendapan dalam bentuk awan, dsb. Ketika kita melihat batu yang halus di sungai, kita tidak bertanya, “Siapakah yang memoles batu-batu itu?” karena kita tahu bahwa permukaan batu yang halus itu tidak dikarenakan oleh seseorang, akan tetapi dikarenakan oleh sesuatu – kejadian-kejadian alam seperti gesekan pasir dan air.
Semua kejadian-kejadian alam (hujan, batu halus) ini terjadi oleh suatu atau beberapa sebab, tapi sebab itu bukanlah sebuah makhluk. Sama halnya dengan alam semesta ini – tidak diciptakan oleh Tuhan, tapi oleh fenomena alam seperti gravitasi, kelembaman, pembelahan bintang, dsb.
Kita harus menanyakan ini karena kalau Tuhan yang Maha Sempurna yang merancang dan menciptakan alam semesta ini, maka alam semesta ini juga harus sempurna. Marilah kita teliti secara seksama fenomena benda tak hidup. Hujan memberikan kita air murni untuk diminum, akan tetapi terkadang hujan yang terlalu deras menimbulkan banjir dan menyebabkan orang kehilangan nyawa, rumah, dan mata-pencaharian. Terkadang malahan tidak hujan sama sekali sehingga jutaan orang meninggal karena kemarau dan kelaparan yang berkepanjangan. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Gunung-gunung menjulang ke angkasa yang indah sedap dipandang mata. Akan tetapi tanah longsor dan gunung meletus yang terjadi dari abad ke abad telah menimbulkan banyak kerugian dan kematian. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Hembusan angin yang sejuk memang menyenangkan, akan tetapi badai dan topan telah seringkali menyebabkan kehancuran dan hilangnya banyak nyawa. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Hal-hal di atas dan malapetaka alam membuktikan secara nyata bahwa fenomena benda tak hidup tidak mencerminkan kesempurnaan rancangan alam semesta sehingga mereka tidak diciptakan oleh satu Tuhan yang sempurna.
Sekarang marilah kita lihat fenomena benda hidup untuk membuktikan apakah mereka juga mencerminkan rancangan yang sempurna. Sekilas pandangan yang dangkal memperlihatkan bahwa alam kelihatan indah dan penuh harmoni; semua makhluk hidup berkecukupan dan masing-masing mempunyai tugas di dunia ini. Akan tetapi, semua ilmuwan biologi menyatakan dan membenarkan bahwa alam ini sangatlah kejam. Untuk bertahan hidup, makhluk hidup yang satu harus memakan makhluk hidup yang lain, dan harus berusaha untuk menghindarkan diri dari menjadi mangsa makhluk yang lain. Di alam ini, tidak ada secuilpun waktu untuk berbelas-kasihan, cinta kasih ataupun pengampunan. Kalau Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang merancang semua ini, mengapa Ia menciptakan rancangan yang demikian kejamnya? Dunia binatang bukanlah satu-satunya rancangan yang tidak sempurna dari sudut pandang etis. Makhluk hidup juga tidak sempurna karena seringkali terjadi kesalahan yang tak masuk akal. Setiap tahun jutaan bayi dilahirkan dengan cacat mental dan atau anggota tubuh, atau meninggal dalam kandungan, atau bahkan meninggal di saat baru saja dilahirkan. Mengapa Tuhan yang Sempurna mau menciptakan hal-hal buruk itu?
semoga semua makhluk berbahagia
kenapa segala sesuatu itu harus ada 'pencipta'?
Ketika hari mulai hujan, kita tidak pernah bertanya, “Siapa yang membuat hujan ini?” karena kita tahu bahwa hujan ini tidak dikarenakan oleh seseorang, akan tetapi hujan ini dikarenakan oleh sesuatu -fenomena alam seperti panas, penguapan, pengendapan dalam bentuk awan, dsb. Ketika kita melihat batu yang halus di sungai, kita tidak bertanya, “Siapakah yang memoles batu-batu itu?” karena kita tahu bahwa permukaan batu yang halus itu tidak dikarenakan oleh seseorang, akan tetapi dikarenakan oleh sesuatu – kejadian-kejadian alam seperti gesekan pasir dan air.
Semua kejadian-kejadian alam (hujan, batu halus) ini terjadi oleh suatu atau beberapa sebab, tapi sebab itu bukanlah sebuah makhluk. Sama halnya dengan alam semesta ini – tidak diciptakan oleh Tuhan, tapi oleh fenomena alam seperti gravitasi, kelembaman, pembelahan bintang, dsb.
Kita harus menanyakan ini karena kalau Tuhan yang Maha Sempurna yang merancang dan menciptakan alam semesta ini, maka alam semesta ini juga harus sempurna. Marilah kita teliti secara seksama fenomena benda tak hidup. Hujan memberikan kita air murni untuk diminum, akan tetapi terkadang hujan yang terlalu deras menimbulkan banjir dan menyebabkan orang kehilangan nyawa, rumah, dan mata-pencaharian. Terkadang malahan tidak hujan sama sekali sehingga jutaan orang meninggal karena kemarau dan kelaparan yang berkepanjangan. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Gunung-gunung menjulang ke angkasa yang indah sedap dipandang mata. Akan tetapi tanah longsor dan gunung meletus yang terjadi dari abad ke abad telah menimbulkan banyak kerugian dan kematian. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Hembusan angin yang sejuk memang menyenangkan, akan tetapi badai dan topan telah seringkali menyebabkan kehancuran dan hilangnya banyak nyawa. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Hal-hal di atas dan malapetaka alam membuktikan secara nyata bahwa fenomena benda tak hidup tidak mencerminkan kesempurnaan rancangan alam semesta sehingga mereka tidak diciptakan oleh satu Tuhan yang sempurna.
Sekarang marilah kita lihat fenomena benda hidup untuk membuktikan apakah mereka juga mencerminkan rancangan yang sempurna. Sekilas pandangan yang dangkal memperlihatkan bahwa alam kelihatan indah dan penuh harmoni; semua makhluk hidup berkecukupan dan masing-masing mempunyai tugas di dunia ini. Akan tetapi, semua ilmuwan biologi menyatakan dan membenarkan bahwa alam ini sangatlah kejam. Untuk bertahan hidup, makhluk hidup yang satu harus memakan makhluk hidup yang lain, dan harus berusaha untuk menghindarkan diri dari menjadi mangsa makhluk yang lain. Di alam ini, tidak ada secuilpun waktu untuk berbelas-kasihan, cinta kasih ataupun pengampunan. Kalau Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang merancang semua ini, mengapa Ia menciptakan rancangan yang demikian kejamnya? Dunia binatang bukanlah satu-satunya rancangan yang tidak sempurna dari sudut pandang etis. Makhluk hidup juga tidak sempurna karena seringkali terjadi kesalahan yang tak masuk akal. Setiap tahun jutaan bayi dilahirkan dengan cacat mental dan atau anggota tubuh, atau meninggal dalam kandungan, atau bahkan meninggal di saat baru saja dilahirkan. Mengapa Tuhan yang Sempurna mau menciptakan hal-hal buruk itu?
semoga semua makhluk berbahagia
Gravelord- SERSAN DUA
-
Age : 40
Posts : 95
Location : Sungai Guntung
Join date : 24.12.11
Reputation : 6
Re: Gautama di mata hindu
Gravelord wrote:sudah saya jelaskan diatas, Nirvana itu mutlak, tidak bisa terkondisi, ridak terdefinisi, kebahagiaan sejati.
kenapa segala sesuatu itu harus ada 'pencipta'?
MO :
Kita pake logika sederhana aja pak...
Sebuah MEJA BELAJAR...apakah "tuinnngggg abdakadabra.." langsung ada...???
Ketika hari mulai hujan, kita tidak pernah bertanya, “Siapa yang membuat hujan ini?” karena kita tahu bahwa hujan ini tidak dikarenakan oleh seseorang, akan tetapi hujan ini dikarenakan oleh sesuatu -fenomena alam seperti panas, penguapan, pengendapan dalam bentuk awan, dsb.
MO :
Pan masalahnya sudh jelas....anda ini atheis..tidak percaya akan adanya Sang Pencipta (Tuhan)...malah gokilnya...anda menyebut bahwa Tuhan itu MAHLUK...
Ini yang KEBLINGER...
Ketika kita melihat batu yang halus di sungai, kita tidak bertanya, “Siapakah yang memoles batu-batu itu?” karena kita tahu bahwa permukaan batu yang halus itu tidak dikarenakan oleh seseorang, akan tetapi dikarenakan oleh sesuatu – kejadian-kejadian alam seperti gesekan pasir dan air.
Semua kejadian-kejadian alam (hujan, batu halus) ini terjadi oleh suatu atau beberapa sebab, tapi sebab itu bukanlah sebuah makhluk. Sama halnya dengan alam semesta ini – tidak diciptakan oleh Tuhan, tapi oleh fenomena alam seperti gravitasi, kelembaman, pembelahan bintang, dsb.
MO:
Kalow sebuah MEJA BELAJAR ada di depan anda....
Apakah tidak ada pertanyaan di NURANI anda....???
Bagaimana si Meja tersebut bisa rapi..bagaimana si meja tersebut bisa mengkilap dengan warna yang menawan...bagaimana si meja tersebut yang pada akhirnya begitu berguna bagi anda....????
Kita harus menanyakan ini karena kalau Tuhan yang Maha Sempurna yang merancang dan menciptakan alam semesta ini, maka alam semesta ini juga harus sempurna. Marilah kita teliti secara seksama fenomena benda tak hidup. Hujan memberikan kita air murni untuk diminum, akan tetapi terkadang hujan yang terlalu deras menimbulkan banjir dan menyebabkan orang kehilangan nyawa, rumah, dan mata-pencaharian. Terkadang malahan tidak hujan sama sekali sehingga jutaan orang meninggal karena kemarau dan kelaparan yang berkepanjangan. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Gunung-gunung menjulang ke angkasa yang indah sedap dipandang mata. Akan tetapi tanah longsor dan gunung meletus yang terjadi dari abad ke abad telah menimbulkan banyak kerugian dan kematian. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Hembusan angin yang sejuk memang menyenangkan, akan tetapi badai dan topan telah seringkali menyebabkan kehancuran dan hilangnya banyak nyawa. Apakah ini yang disebut rancangan yang sempurna? Hal-hal di atas dan malapetaka alam membuktikan secara nyata bahwa fenomena benda tak hidup tidak mencerminkan kesempurnaan rancangan alam semesta sehingga mereka tidak diciptakan oleh satu Tuhan yang sempurna.
Sekarang marilah kita lihat fenomena benda hidup untuk membuktikan apakah mereka juga mencerminkan rancangan yang sempurna. Sekilas pandangan yang dangkal memperlihatkan bahwa alam kelihatan indah dan penuh harmoni; semua makhluk hidup berkecukupan dan masing-masing mempunyai tugas di dunia ini. Akan tetapi, semua ilmuwan biologi menyatakan dan membenarkan bahwa alam ini sangatlah kejam. Untuk bertahan hidup, makhluk hidup yang satu harus memakan makhluk hidup yang lain, dan harus berusaha untuk menghindarkan diri dari menjadi mangsa makhluk yang lain. Di alam ini, tidak ada secuilpun waktu untuk berbelas-kasihan, cinta kasih ataupun pengampunan. Kalau Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang merancang semua ini, mengapa Ia menciptakan rancangan yang demikian kejamnya? Dunia binatang bukanlah satu-satunya rancangan yang tidak sempurna dari sudut pandang etis. Makhluk hidup juga tidak sempurna karena seringkali terjadi kesalahan yang tak masuk akal. Setiap tahun jutaan bayi dilahirkan dengan cacat mental dan atau anggota tubuh, atau meninggal dalam kandungan, atau bahkan meninggal di saat baru saja dilahirkan. Mengapa Tuhan yang Sempurna mau menciptakan hal-hal buruk itu?
MO:
TEORI ini mirip dengan TEORI KRISTEN....Tuhan itu HARUS SELALU KASIH...
Mahluk Maha Kecil seperti manusia ini MENDIKTE bahwa Tuhan itu harus gini harus gitu...
Bagi manusia yang mengakui EKSISTENSI Tuhan...ini namanya Kurang ajar....
Tapi buat anda....WAJAR..
he he he.,....
semoga semua makhluk berbahagia
semoga...
mang odoy- KAPTEN
- Posts : 4233
Kepercayaan : Islam
Join date : 11.10.11
Reputation : 86
Re: Gautama di mata hindu
Umumnya dianggap bahwa Buddha itu tidak percaya kepada Tuhan ataupun dalam jiwa dan bahwa penolakannya atas adanya jiwa terdapat dalam “Vishudhi mag” (Bab 16).
Tetapi para filsuf Buddha tidak pernah berhasil dalam memecahkan masalah ini. Mereka menduga bahwa ada nasib buruk; ada perbuatan jahat, tetapi bukan pelakunya; ada keselamatan, tetapi bukan pencarinya; ada jalan tetapi tak seorangpun mengikutinya. Dengan perkataan lain, ada kesusahan, penderitaan, amal dan keselamatan, tetapi jiwa yang merasakan itu semua tidak ada. Perbuatan terjadi tanpa pelaku, yakni jiwa. Kebenaran dan keselamatan ada dan harus dicapai, tetapi yang meraih tujuan ini bukanlah suatu entitas atau benda substantif. Bagaimana bisa Buddha tidak mempercayai perasaan masing-masing orang dan kepercayaan umum dari semua agama. Sebagai fakta, penolakan terhadap jiwa dan Tuhan sebagai bagian dari Buddha adalah sama nilainya dengan mengingkari konsepsi Tuhan dan jiwa dalam agama Hindu. Dalam agama Weda jiwa itu dianggap sebagai kepingan Tuhan dan tak berubah serta segala sesuatu dipercaya sebagai Tuhan.
Di mata kaum Brahmana, Buddha adalah seorang ateis. Kini beberapa aliran filosofi Buddha juga bersifat ateis, tetapi apakah Gautama Sakyamuni Buddha sendiri seorang ateis itu sangat diragukan dan penolakannya terhadap dewa-dewi yang populer pasti tidak menjadikannya demikian.
Dalam inskripsi Rupnath (221 s.M.) Ashoka berjasa dengan mengatakan bahwa dewa-dewi yang sepanjang masa ini dipandang benar dalam Jambudvipa tidak boleh ditolak. (7)
Di mata para hakim Athena Socrates adalah seorang ateis, meskipun dia bahkan tak pernah menolak dewa-dewi Yunani, tetapi sekedar meng-klaim haknya untuk mempercayai sesuatu.
Buddha tidak percaya akan konsepsi jiwa dan Tuhan yang seperti ini. Menurutnya, jiwa itu lebih bisa berubah daripada jasad material dan dia hidup serta mati di setiap saat. Ini seperti suatu kaleidoscope. Ketika dia terpecah, maka berbagai bentuk dan gambar yang tak terhitung terlihat di dalamnya. Suatu gambar, sekali dibuat di dalamnya, tak akan pernah terlihat lagi, tidak peduli betapa sering anda memutarnya. Maka jiwa kini dan fikiran dan yang di masa depan tidak dapat seperti yang lama. Nama serta gambar-gambar itu semuanya variabel yang selalu menjalani perubahan setiap saat.
Buddha juga membuang doktrin inkarnasi dimana manusia dan binatang dipercaya sebagai Tuhan. Karena inilah maka disangka bahwa Buddha itu mengingkari adanya Tuhan dan jiwa. Sesungguhnya ini bukannya pengingkaran tetapi suatu penolakan terhadap kepercayaan Weda bahwa segalanya itu Tuhan dan dia ber- inkarnasi dalam segala sesuatu dan bahwa jiwa itu subyek yang bisa dipindah-pindahkan.
Di samping ini Buddha menentang upacara penyerahan kurban bakaran, yang berarti bahwa seseorang itu bisa mencapai tujuan duniawi maupun agamawi dengan hanya sekedar menyerahkan kurban ini di hadapan Tuhan tanpa berbuat kebajikan sedikitpun. Dengan kepercayaan semacam ini dalam pandangan, maka kaum Hindu ingin menenangkan dewa-dewi.
Buddha mengangkat suara melawan upacara barbar ini dan menentang ide ini dengan sangat keras.
Buddha tidak percaya kepada ajaran Weda yang tidak masuk akal begitu juga asal-usulnya yang Ilahiyah. Catatannya sendiri tentang Weda adalah bahwa karena sejarah dan saat dikumpulkannya Weda itu salah dan mereka jauh dari perasaan serta tanda-bukti Ilahi, maka mereka tidak mungkin merupakan sabda Ilahi (Buddha Shastra Adhyay 2 Sutar 1).
Weda ini mencurigakan dan jauh dari kebenaran, adalah seperti rumput-rumputan, langka dari semua kenyataan, nilai atau kebenaran.(8) Buddha melawan pengurbanan Weda, dan mengumumkan dengan tegas bahwa ajaran Weda itu tiada lain kecuali tidak masuk akal dan pembodohan (“Buddha” oleh Oldenberg, hal. 172). Dan lagi: dengan membaca Weda, memberi hadiah kepada pendeta, berkurban untuk dewata, dan praktek yang lama serta latihan ibadah lainnya tidak bisa menyucikan seseorang atau mengeluarkan dia dari takhayul. (9) Tetapi Buddha tidak bisa dipersalahkan akan penolakan ini, bahkan Dayananda menulis dalam Satyarth Prakash:
“Melihat perbuatan jahat dari Popes (pendeta Hindu) ini, Buddhisme dan Jainisme yang sangat marah membunyikan lonceng kematian terhadap kitab-kitab agama Hindu serta Weda” (“Satyarth Prakash” bab 11).
BUDDHISME DAN UTUSAN YANG MEMBENARKAN
Quran Suci telah membenarkan banyak prinsip agama Buddha. Doktrin pertumbuhan berangsur-angsur baik fisik maupun segi spiritual dan kemungkinan perubahan jiwa serta penolakan atas asal-usul diakui adalah merupakan prinsip Islam. Quran Suci mengatakan:
“Dan mereka bertanya kepada engkau tentang Ruh. Katakanlah: Ruh itu dari perintah Tuhanku, dan kamu tak diberi ilmu (tentang itu) kecuali hanya sedikit” (Q.S. 17:85).
Tiga hal perlu dipertimbangkan dalam ayat ini:
Ruh itu adalah perintah.
Ini adalah perintah Tuhan (Rabb).
Ruh itu ilmu.
Arti pertama bahwa ruh adalah perintah, yang datang mewujud oleh perintah Tuhan dan ada dengan perintah Ilahi. Arti kedua yalah bahwa ini merupakan perintah Tuhan (Rabb). Istilah Arab ‘Rabb’ berarti Dia yang menciptakan sesuatu dan secara berangsur membuatnya maju dan ber-evolusi setelah melalui bermacam tahapan. Ketiga, Buddha mengambil ruh sebagai ilmu. Maka Nabi Suci dan Buddha saling membenarkan dalam konsepsi mereka tentang ruh. Tidak hanya Buddha, melainkan juga semua Nabiyullah menentang filosofi Hindu ini berhadapan mata dengan mata dalam kepercayaan ini.
Klaim Buddha adalah bahwa dia seorang guru perbaikan moral serta perbuatan baik. Dia percaya bahwa tujuan ini tidak dapat dicapai dengan pengurbanan binatang dan melakukan upacara atau resital puji-pujian. Dan bahwa tak seorang pendeta atau pandit pun yang dapat menjadi perantara dosa dari umat manusia. Sebaliknya, dia percaya bahwa setiap individu itu memanggul salibnya sendiri. Dan ini sungguh seirama dengan semangat Islam.
Klaim Buddha sebagai pembaharu dari ajaran Weda sesuai dengan konsepsi Islam, bahwa di saat
kesalahan merayap kedalam dasar-dasar suatu agama, maka seorang pembaharu harus datang untuk membetulkannya. Buddha juga telah dipersalahkan karena mengkonsumsi babi. Tetapi kita dapati dalam istilah eksplisit di “Outline of Buddhism” beberapa pakar modern menyatakan bahwa Gautama tidak makan babi. (10) tetapi semacam umbi yang sangat digemari oleh babi.
Kitab agama Buddha hanya berceritera banyak tentang hal ini, bahwa Buddha meninggal seperti “Shushk”. Shushk berarti ‘kering’, Sukar mardva berarti ‘selembut daging seekor babi, dan nama ini diberikan untuk umbi-umbian itu’.
Tetapi para filsuf Buddha tidak pernah berhasil dalam memecahkan masalah ini. Mereka menduga bahwa ada nasib buruk; ada perbuatan jahat, tetapi bukan pelakunya; ada keselamatan, tetapi bukan pencarinya; ada jalan tetapi tak seorangpun mengikutinya. Dengan perkataan lain, ada kesusahan, penderitaan, amal dan keselamatan, tetapi jiwa yang merasakan itu semua tidak ada. Perbuatan terjadi tanpa pelaku, yakni jiwa. Kebenaran dan keselamatan ada dan harus dicapai, tetapi yang meraih tujuan ini bukanlah suatu entitas atau benda substantif. Bagaimana bisa Buddha tidak mempercayai perasaan masing-masing orang dan kepercayaan umum dari semua agama. Sebagai fakta, penolakan terhadap jiwa dan Tuhan sebagai bagian dari Buddha adalah sama nilainya dengan mengingkari konsepsi Tuhan dan jiwa dalam agama Hindu. Dalam agama Weda jiwa itu dianggap sebagai kepingan Tuhan dan tak berubah serta segala sesuatu dipercaya sebagai Tuhan.
Di mata kaum Brahmana, Buddha adalah seorang ateis. Kini beberapa aliran filosofi Buddha juga bersifat ateis, tetapi apakah Gautama Sakyamuni Buddha sendiri seorang ateis itu sangat diragukan dan penolakannya terhadap dewa-dewi yang populer pasti tidak menjadikannya demikian.
Dalam inskripsi Rupnath (221 s.M.) Ashoka berjasa dengan mengatakan bahwa dewa-dewi yang sepanjang masa ini dipandang benar dalam Jambudvipa tidak boleh ditolak. (7)
Di mata para hakim Athena Socrates adalah seorang ateis, meskipun dia bahkan tak pernah menolak dewa-dewi Yunani, tetapi sekedar meng-klaim haknya untuk mempercayai sesuatu.
Buddha tidak percaya akan konsepsi jiwa dan Tuhan yang seperti ini. Menurutnya, jiwa itu lebih bisa berubah daripada jasad material dan dia hidup serta mati di setiap saat. Ini seperti suatu kaleidoscope. Ketika dia terpecah, maka berbagai bentuk dan gambar yang tak terhitung terlihat di dalamnya. Suatu gambar, sekali dibuat di dalamnya, tak akan pernah terlihat lagi, tidak peduli betapa sering anda memutarnya. Maka jiwa kini dan fikiran dan yang di masa depan tidak dapat seperti yang lama. Nama serta gambar-gambar itu semuanya variabel yang selalu menjalani perubahan setiap saat.
Buddha juga membuang doktrin inkarnasi dimana manusia dan binatang dipercaya sebagai Tuhan. Karena inilah maka disangka bahwa Buddha itu mengingkari adanya Tuhan dan jiwa. Sesungguhnya ini bukannya pengingkaran tetapi suatu penolakan terhadap kepercayaan Weda bahwa segalanya itu Tuhan dan dia ber- inkarnasi dalam segala sesuatu dan bahwa jiwa itu subyek yang bisa dipindah-pindahkan.
Di samping ini Buddha menentang upacara penyerahan kurban bakaran, yang berarti bahwa seseorang itu bisa mencapai tujuan duniawi maupun agamawi dengan hanya sekedar menyerahkan kurban ini di hadapan Tuhan tanpa berbuat kebajikan sedikitpun. Dengan kepercayaan semacam ini dalam pandangan, maka kaum Hindu ingin menenangkan dewa-dewi.
Buddha mengangkat suara melawan upacara barbar ini dan menentang ide ini dengan sangat keras.
Buddha tidak percaya kepada ajaran Weda yang tidak masuk akal begitu juga asal-usulnya yang Ilahiyah. Catatannya sendiri tentang Weda adalah bahwa karena sejarah dan saat dikumpulkannya Weda itu salah dan mereka jauh dari perasaan serta tanda-bukti Ilahi, maka mereka tidak mungkin merupakan sabda Ilahi (Buddha Shastra Adhyay 2 Sutar 1).
Weda ini mencurigakan dan jauh dari kebenaran, adalah seperti rumput-rumputan, langka dari semua kenyataan, nilai atau kebenaran.(8) Buddha melawan pengurbanan Weda, dan mengumumkan dengan tegas bahwa ajaran Weda itu tiada lain kecuali tidak masuk akal dan pembodohan (“Buddha” oleh Oldenberg, hal. 172). Dan lagi: dengan membaca Weda, memberi hadiah kepada pendeta, berkurban untuk dewata, dan praktek yang lama serta latihan ibadah lainnya tidak bisa menyucikan seseorang atau mengeluarkan dia dari takhayul. (9) Tetapi Buddha tidak bisa dipersalahkan akan penolakan ini, bahkan Dayananda menulis dalam Satyarth Prakash:
“Melihat perbuatan jahat dari Popes (pendeta Hindu) ini, Buddhisme dan Jainisme yang sangat marah membunyikan lonceng kematian terhadap kitab-kitab agama Hindu serta Weda” (“Satyarth Prakash” bab 11).
BUDDHISME DAN UTUSAN YANG MEMBENARKAN
Quran Suci telah membenarkan banyak prinsip agama Buddha. Doktrin pertumbuhan berangsur-angsur baik fisik maupun segi spiritual dan kemungkinan perubahan jiwa serta penolakan atas asal-usul diakui adalah merupakan prinsip Islam. Quran Suci mengatakan:
“Dan mereka bertanya kepada engkau tentang Ruh. Katakanlah: Ruh itu dari perintah Tuhanku, dan kamu tak diberi ilmu (tentang itu) kecuali hanya sedikit” (Q.S. 17:85).
Tiga hal perlu dipertimbangkan dalam ayat ini:
Ruh itu adalah perintah.
Ini adalah perintah Tuhan (Rabb).
Ruh itu ilmu.
Arti pertama bahwa ruh adalah perintah, yang datang mewujud oleh perintah Tuhan dan ada dengan perintah Ilahi. Arti kedua yalah bahwa ini merupakan perintah Tuhan (Rabb). Istilah Arab ‘Rabb’ berarti Dia yang menciptakan sesuatu dan secara berangsur membuatnya maju dan ber-evolusi setelah melalui bermacam tahapan. Ketiga, Buddha mengambil ruh sebagai ilmu. Maka Nabi Suci dan Buddha saling membenarkan dalam konsepsi mereka tentang ruh. Tidak hanya Buddha, melainkan juga semua Nabiyullah menentang filosofi Hindu ini berhadapan mata dengan mata dalam kepercayaan ini.
Klaim Buddha adalah bahwa dia seorang guru perbaikan moral serta perbuatan baik. Dia percaya bahwa tujuan ini tidak dapat dicapai dengan pengurbanan binatang dan melakukan upacara atau resital puji-pujian. Dan bahwa tak seorang pendeta atau pandit pun yang dapat menjadi perantara dosa dari umat manusia. Sebaliknya, dia percaya bahwa setiap individu itu memanggul salibnya sendiri. Dan ini sungguh seirama dengan semangat Islam.
Klaim Buddha sebagai pembaharu dari ajaran Weda sesuai dengan konsepsi Islam, bahwa di saat
kesalahan merayap kedalam dasar-dasar suatu agama, maka seorang pembaharu harus datang untuk membetulkannya. Buddha juga telah dipersalahkan karena mengkonsumsi babi. Tetapi kita dapati dalam istilah eksplisit di “Outline of Buddhism” beberapa pakar modern menyatakan bahwa Gautama tidak makan babi. (10) tetapi semacam umbi yang sangat digemari oleh babi.
Kitab agama Buddha hanya berceritera banyak tentang hal ini, bahwa Buddha meninggal seperti “Shushk”. Shushk berarti ‘kering’, Sukar mardva berarti ‘selembut daging seekor babi, dan nama ini diberikan untuk umbi-umbian itu’.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Gautama di mata hindu
ajaran moral apa yang didapat dari :
1. Merampok harta kafir
2. Halal membunuh kafir
3. Halal memperkosa kafir
4. Halal merampok kafir
(ene dulu deh)
adakah BUDHA mengajarkan hal2 diatas??
1. Merampok harta kafir
2. Halal membunuh kafir
3. Halal memperkosa kafir
4. Halal merampok kafir
(ene dulu deh)
adakah BUDHA mengajarkan hal2 diatas??
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Gautama di mata hindu
aduh kebiasaan buruk gue jalan terus....kalau udah fokus pasti jalan terus...
Keterusan main di treads Budha gue jadinya, salah damai buat umat BUDHA.
Keterusan main di treads Budha gue jadinya, salah damai buat umat BUDHA.
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Similar topics
» ENGKAU BERHARGA DI MATA ALLAH Pdt Indri Gautama
» lagu hindu untuk yang umat hindu
» Snouck Hurgronje, Mata-Mata Belanda di Masa Perang Aceh
» Kisah Mantan Teroris Mata-Mata Korut Pengebom Pesawat Korean Air Penerbangan 858
» Taliban 'penggal anak laki' karena mata-mata
» lagu hindu untuk yang umat hindu
» Snouck Hurgronje, Mata-Mata Belanda di Masa Perang Aceh
» Kisah Mantan Teroris Mata-Mata Korut Pengebom Pesawat Korean Air Penerbangan 858
» Taliban 'penggal anak laki' karena mata-mata
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik