syar;i kah berbekam?
Halaman 1 dari 1 • Share
syar;i kah berbekam?
Berbekam atau dalam bahasa arabnya hijaamah (ÍÌÇãÉ) adalah salah satu cara pengobatan dengan mengeluarkan darah hitam dari bagian tertentu dari tubuh kita. Umumnya bagian belakang kepala atau leher belakang.
Secara tradisional, yang digunakan biasanya adalah gelas yang didalamnya diberi api. Gelas itu diletakkan pada bagian tubuh yang akan dibekam. Sebelumnya bagian tubuh itu dibersihkan dan ditutul dengan semcam jarum yang membentuk pori-pori untuk keluarnya darah. Ketika api membakar udara dalam gelas, maka darah kotor dari bagian tubuh itu akan tersedot keluar. Darah itu bukan darah segar tapi darah kotor, warnanya umumnya agak kehitaman.
Yang agak modern prinsipnya sama, tetapi tidak menggunakan api. Untuk menyedot darah kotor digunakan gelas yang sambung dengan pompa udara dengan menggunakan selang. Sedikit demi sedikit udara di dalam gelas akan terhisap keluar dan bagian tubuh yang ditempeli gelas itu akan tertarik masuk ke dalam gelas. Dalam beberapa menit, dri pori-pori kulit tubuh itu akan keluar darah hitam. Darah hitam ini yang dipercaya sebagai racun atau penyakit di dalam tubuh.
Berbekam memang banyak disebutkan dalam hadits nabi, diantaranya adalah sebagai berikut :
Dari Jabir bin Abdillah ra bahwa dia berkata kepada orang sakit yang dijenguknya,”Tidak akan sembuh kecuali dengan berbekam. Sungguh aku mendengar Rasulullah SAW berkata bahwa pada berbekam itu ada kesembuhan. (HR Bukhori dan Muslim)
Dari Salma pelayan Rasulullah SAW berkata bahwa tidak ada seorang pun yang mengadukan penyakitnya kepada Rasulullah SAW di kepala kecuali beliau memerintahkan :”Berbekamlah”. (HR Abu Daud dengan isnad hasan)
Dari Abi Hurairah ra berkata, telah bersabda Rasulullah SAW,” Berbekamlah (pada tanggal) 17, 19 dan 21. Karena itu obat dari segala penyakit. (HR Abu Daud dengan isnad hasan dengan syarat dari Muslim)
Khilaf Para Ulama : Apakah Berbekam bagian dari syariat ?
Tentang kedudukannya dalam syariah, memang ada beberapa perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang mendudukkannya pada posisi sunnah dan ada yang tidak.
I. Berbekam bagian dari syariat
Yang mendudukkannya pada posisi sunnah berpegangan pada banyaknya nash dari hadits nabawi yang menguatkan hal itu. Diantaranya adalah tiga hadits diatas dan masih banyak lagi. Mereka memasukkan perbuatan dan perkataan Rasulullas SAW dalam berbekam ke dalam masalah syariah yang berkaitan dengan ajaran agama, baik hukumnya mandub (sunnah) atau bukan.
II. Berbekam bukan bagian dari syariat
Sedangkan yang mengatakan bukan sunnah, mereka mengambil jalan berpikir seperti berikut : Tidak semua perbuatan dan perkataan Rasulullah SAW yang ada di dalam hadits-haditsnya merupakan tasyri` berkaitan dengan syariah yang bernilai ibadah. Di antara mereka yang memisahkan sunnah nabi ini antara lain adalah Imam Waliyullah Ad-Dahlawi (wafat 179 H), juga Al-Qarafi, Syaltut, Rasyid Ridha dan lainnya.
Dalam kitabnya Hujjatullah Al-Balighah seperti dikutip al-Qaradawi, Ad-Dahlawi mengatakan bahwa sunnah (perkataan dan perbuatan) nabi itu terbagi menjadi dua klasifikasi :
a. Sunnah dalam konteks penyampaian risalah yang diistilahkan dengan Tasyri`.
Tasyri` adalah berupa ibadah yang memerintahkan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah baik hukumnya wajib atau mandub (sunnah). Dalam hal ini Allah berfirman :
Apa yang diberikan Rasul maka ambillah dan apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah (QS Al-Hasyr : 7)
Di antara yang termasuk sunnah ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan akhirat, surga, neraka, ketentuan ibadah, hudud, qishash, munakahah dan seterusnya.
b. Sunnah bukan dalam konteks penyampaian syariat.
Beliau bersabda,”Sesungguhnya aku hanyalah manusia, bila aku perintahkan sesuatu mengenai agama kalian, maka peganglah dan bila aku perintahkan sesuatu mengenai pendapatku pribadi, maka aku hanya manusia. (HR Muslim).
Di perkara yang masuk dalam klasifikasi ini adalah masalah kedokteran/medis nabi, kebiasaan nabi dalam model pakaian, hal-hal berkaitan dengan adat suatu daerah, penegasan untuk mengingatkan masyarakat dan sebagainya.
Contoh yang berkaitan dalam hal ini adalah perintah Nabi :
”Peliharalah kuda hitam yang di dahinya ada bintik berwarna putih. (HR Ahmad).
Dan hadits Nabi lainnya :
Sebaik-baik yang kalian gunakan untuk bercelak adalah itsmid (batu bahan celak), karena dia menjernihkan mata (HR Tirmizy).
Kedua perintah di atas tidak bernilai tasyri` karena tidak berkaitan dengan ajaran agama tetapi berkaitan dengan pengalaman beliau untuk masalah keduniaan.
Kesimpulan : Bila mengacu pada pendapat kedua di atas, maka berbekam hijaamah) tidak termasuk tasyri` atau tidak berkaitan dengan hukum-hukum syariat baik wajib atau sunnah.
Namun bila kita melakukannya boleh. Bahkan bila motivasi melakukannya adalah untuk ittiba` dan tabarruk (mengambil barakah) dari Nabi SAW, lebih utama. Karena bila berbekam itu masuk dalam syariat, begitu banyak umat Islam di seluruh dunia yang tidak mengenal tradisi medis itu serta menjadi tugas tambahan kepada para da`I untuk memasyarakatkannya.
Secara tradisional, yang digunakan biasanya adalah gelas yang didalamnya diberi api. Gelas itu diletakkan pada bagian tubuh yang akan dibekam. Sebelumnya bagian tubuh itu dibersihkan dan ditutul dengan semcam jarum yang membentuk pori-pori untuk keluarnya darah. Ketika api membakar udara dalam gelas, maka darah kotor dari bagian tubuh itu akan tersedot keluar. Darah itu bukan darah segar tapi darah kotor, warnanya umumnya agak kehitaman.
Yang agak modern prinsipnya sama, tetapi tidak menggunakan api. Untuk menyedot darah kotor digunakan gelas yang sambung dengan pompa udara dengan menggunakan selang. Sedikit demi sedikit udara di dalam gelas akan terhisap keluar dan bagian tubuh yang ditempeli gelas itu akan tertarik masuk ke dalam gelas. Dalam beberapa menit, dri pori-pori kulit tubuh itu akan keluar darah hitam. Darah hitam ini yang dipercaya sebagai racun atau penyakit di dalam tubuh.
Berbekam memang banyak disebutkan dalam hadits nabi, diantaranya adalah sebagai berikut :
Dari Jabir bin Abdillah ra bahwa dia berkata kepada orang sakit yang dijenguknya,”Tidak akan sembuh kecuali dengan berbekam. Sungguh aku mendengar Rasulullah SAW berkata bahwa pada berbekam itu ada kesembuhan. (HR Bukhori dan Muslim)
Dari Salma pelayan Rasulullah SAW berkata bahwa tidak ada seorang pun yang mengadukan penyakitnya kepada Rasulullah SAW di kepala kecuali beliau memerintahkan :”Berbekamlah”. (HR Abu Daud dengan isnad hasan)
Dari Abi Hurairah ra berkata, telah bersabda Rasulullah SAW,” Berbekamlah (pada tanggal) 17, 19 dan 21. Karena itu obat dari segala penyakit. (HR Abu Daud dengan isnad hasan dengan syarat dari Muslim)
Khilaf Para Ulama : Apakah Berbekam bagian dari syariat ?
Tentang kedudukannya dalam syariah, memang ada beberapa perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang mendudukkannya pada posisi sunnah dan ada yang tidak.
I. Berbekam bagian dari syariat
Yang mendudukkannya pada posisi sunnah berpegangan pada banyaknya nash dari hadits nabawi yang menguatkan hal itu. Diantaranya adalah tiga hadits diatas dan masih banyak lagi. Mereka memasukkan perbuatan dan perkataan Rasulullas SAW dalam berbekam ke dalam masalah syariah yang berkaitan dengan ajaran agama, baik hukumnya mandub (sunnah) atau bukan.
II. Berbekam bukan bagian dari syariat
Sedangkan yang mengatakan bukan sunnah, mereka mengambil jalan berpikir seperti berikut : Tidak semua perbuatan dan perkataan Rasulullah SAW yang ada di dalam hadits-haditsnya merupakan tasyri` berkaitan dengan syariah yang bernilai ibadah. Di antara mereka yang memisahkan sunnah nabi ini antara lain adalah Imam Waliyullah Ad-Dahlawi (wafat 179 H), juga Al-Qarafi, Syaltut, Rasyid Ridha dan lainnya.
Dalam kitabnya Hujjatullah Al-Balighah seperti dikutip al-Qaradawi, Ad-Dahlawi mengatakan bahwa sunnah (perkataan dan perbuatan) nabi itu terbagi menjadi dua klasifikasi :
a. Sunnah dalam konteks penyampaian risalah yang diistilahkan dengan Tasyri`.
Tasyri` adalah berupa ibadah yang memerintahkan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah baik hukumnya wajib atau mandub (sunnah). Dalam hal ini Allah berfirman :
Apa yang diberikan Rasul maka ambillah dan apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah (QS Al-Hasyr : 7)
Di antara yang termasuk sunnah ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan akhirat, surga, neraka, ketentuan ibadah, hudud, qishash, munakahah dan seterusnya.
b. Sunnah bukan dalam konteks penyampaian syariat.
Beliau bersabda,”Sesungguhnya aku hanyalah manusia, bila aku perintahkan sesuatu mengenai agama kalian, maka peganglah dan bila aku perintahkan sesuatu mengenai pendapatku pribadi, maka aku hanya manusia. (HR Muslim).
Di perkara yang masuk dalam klasifikasi ini adalah masalah kedokteran/medis nabi, kebiasaan nabi dalam model pakaian, hal-hal berkaitan dengan adat suatu daerah, penegasan untuk mengingatkan masyarakat dan sebagainya.
Contoh yang berkaitan dalam hal ini adalah perintah Nabi :
”Peliharalah kuda hitam yang di dahinya ada bintik berwarna putih. (HR Ahmad).
Dan hadits Nabi lainnya :
Sebaik-baik yang kalian gunakan untuk bercelak adalah itsmid (batu bahan celak), karena dia menjernihkan mata (HR Tirmizy).
Kedua perintah di atas tidak bernilai tasyri` karena tidak berkaitan dengan ajaran agama tetapi berkaitan dengan pengalaman beliau untuk masalah keduniaan.
Kesimpulan : Bila mengacu pada pendapat kedua di atas, maka berbekam hijaamah) tidak termasuk tasyri` atau tidak berkaitan dengan hukum-hukum syariat baik wajib atau sunnah.
Namun bila kita melakukannya boleh. Bahkan bila motivasi melakukannya adalah untuk ittiba` dan tabarruk (mengambil barakah) dari Nabi SAW, lebih utama. Karena bila berbekam itu masuk dalam syariat, begitu banyak umat Islam di seluruh dunia yang tidak mengenal tradisi medis itu serta menjadi tugas tambahan kepada para da`I untuk memasyarakatkannya.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik