Demagog Qadiani
Halaman 1 dari 1 • Share
Demagog Qadiani
marilah kita
lihat bagaimana Ahmadiyah mengutip dari ucapan Aisyah,
isteri Nabi Muhammad s.a.w.:
"Katakanlah Rasulullah itu khataman Nabiyin, tapi
jangan dikatakan tidak akan ada Nabi sesudah beliau."3
Sungguh menggembirakan bahwa Ahmadiyah memperoleh landasan
berpijak yang kuat daripada ucapan isteri Nabi itu. Dengan
ucapan Aisyah itu, maka pintu kenabian sesudah Nabi Muhammad
terbuka lebar-lebar. Sudah tentu para pengikut Mirza
menyambut gembira ucapan Aisyah itu. Sekiranya perlu
menambah maka tambahkanlah ucapan-ucapan dari isteri-isteri
Nabi yang lain. Katakan juga bahwa Hafsah, Ummi Salamah
berkata seperti apa yang dikatakan Aisyah itu. Tentu saja
sangat lemah ucapan-ucapan demikian untuk dipakai menjadi
dasar.
Apakah beliau memahaminya? Seperti apa yang dikatakan
Ahmadiyah terhadap Nabi Muhammad s.a.w. demikian Ahmadiyah
mulai menggunakan Hadits-hadits untuk kepentingan. Mirza
Ghulam. Lima tahun sesudah turunnya ayat khataman Nabiyin,
demikian Ahmadiyah berkata, putera Nabi s.a.w. yang bernama
Ibrahim wafat. Dalam hubungannya dengan wafatnya putera
beliau ini, Nabi Muhammad s.a.w . bersabda:
"Sekiranya dia (Ibrahim) terus hidup niscaya dia
menjadi seorang Nabi yang benar. (Ibnu Majah)."4
Dari sabda Nabi tersebut di atas nyatalah pengertian Nabi
kita yang sebenarnya, pengertian yang tidak membenarkan
faham bahwa khataman Nabiyin berarti penutup Nabi-nabi.
Lebih jelas lagi Ahmadiyah mengatakan, bahwa sekiranya
Rasulullah berpengertian tidak akan ada Nabi lagi sesudah
beliau, niscaya tidak beliau katakan yang tersebut di atas.5
Ahmadiyah mengutip hadits tersebut dari ibn Majah jilid satu
halaman 234, yang kedudukannya tanpa menyebut-nyebut
sanadnya. Sedangkan kata "sekiranya" itu memberi arti "tidak
mungkin terjadi" sebab sekiranya Ibrahim hidup, padahal ia
telah wafat. Anehnya, sesudah seribu tahun lebih dari
kewafatan putera Rasulullah s.a.w. itu, ada seorang yang
berambisi mengambil-alih kesempatan yang mungkin ada pada
Ibrahim untuk menjadi Nabi, yakni Mirza Ghulam Ahmad.
Oleh karena segala kemungkinan adanya Nabi baru tidak akan
pernah ada dan tidak akan ada samasekali, bersabda Nabi
Muhammad:
"Kalau sekiranya ada Nabi sesudahku, maka Umarlah dia"
(Masnad ibn Hambal Umar bin Khattab masih hidup tatkala
Nabi Muhammad s.a.w. mengucapkan ucapan beliau
tersebut. Dan tatkala beliau s.a.w. telah lama pergi,
Umar masih ada, namun beliau hanyalah seorang Khalifah.
Ini bertepatan dengan sabda Rasul:
"Adapun bani Israil itu terpimpin oleh Nabi-nabi. Tiap
seorang Nabi wafat maka datanglah Nabi yang lain
mengikutinya. Dan sesungguhnya sesudah saya tidak akan
ada Nabi, melainkan Khalifah." (Ibn Hambal, Muslim, Ibn
Majah)
Akan tetapi ambisi yang meluap-luap itu tidak memungkinkan
Mirza Ghulam mundur selangkah saja untuk membuang titel
kenabiannya. Juga ia tidak akan berkompromi pada siapa saja
untuk meninggalkan kerasulannya, keyesusannya, dan
kemahdiannya .
Saya ini Nabi, kata Mirza Ghulam Ahmad, dan saya bukan nabi
palsu! Sebab nabi palsu sudah diberi definisi oleh
Ahmadiyah, ialah, bahwa hidupnya singkat tidak lebih dari 23
tahun, setelah mana ia dan pengikut-pengikutnya hapus dari
muka bumi dengan tiada meninggalkan bekas, mereka tidak
memperoleh bantuan Tuhan.6
Dan kelahuilah bahwa Mirza Ghulam Ahmad hidup lebih dari 23
tahun. Untuk ini Ahmadiyah berkata:
"Beliau hidup lebih dari 23 tahun setelah menerima
wahyu dari pada Allah Ta'ala dan mengaku utusanNya.
Orang yang mengaku terima wahyu dari Allah Ta'ala dan
disiarkannya dengan pengakuannya sebagai utusan
daripada Allah Ta'ala dan dia hidup 23 tahun atau
lebih, maka (Qur'an mensahkan dakwanya. (seperti
tersebut di dalam surat Al-Haqqah: 45-47)"7
Menarik buat ditelaah, bahwa Ahmadiyah menggunakan limit
waktu 23 tahun, atau lebih untuk kebenaran suatu pendakwaan
kenabian sesudah Nabi Muhammad s.a.w. Bahkan Al-Qur'an yang
mensahkan kenabian baru itu seperti tersebut dalam surah
Al-Haqqah ayat 45-47. Padahal isi ayat itu tidak ada
hubungannya dengan pengesahan sesuatu kenabian baru. Ayat
dari Al-Haqqah itu terjemahnya sebagai berikut:
"Sebab itu biarkanlah Aku (menyiksa) orang-orang yang
mendustakan perkataan ini (Qur'an). Nanti akan Kami
turunkan (siksaan) kepada mereka sedikit demi sedikit,
sedang mereka tiada tahu. Aku beri mereka tempo,
sungguh tipu muslihatKu (siksaanKu) amat kuat. Bahkan
adakah engkau (ya Muhammad) meminta upah kepada mereka
lalu mereka merasa keberatan membayarnya? Atau adakah
di sisi mereka (ilmu) ghaib, lalu mereka
menuliskannya?"
Jelas ayat-ayat tersebut tidak mempunyai kaitan atau
hubungan apa-apa dengan dakwaan nabi baru sesudah ke-Nabian
Muhammad s.a.w.
Adapun alasan limit waktu yang dipakai Ahmadiyah yakni 23
tahun itu, adalah masa yang telah dilalui oleh perjuangan
Rasulullah s.a.w. Jika 23 tahun tersebut diterapkan oleh
Ahmadiyah pada Mirza Ghulam Ahmad, maka sungguh kelihatan
bahwa pegangan yang demikian itu adalah lucu. Andaikata ada
orang mengaku Nabi sesudah kenabian Muhammad s.a.w., dan ia
hidup lebih dari limapuluh tahun, menyiarkan kenabiannya dan
matinya tidak terbunuh, maka kenabiannya itu tetap sebagai
satu kepalsuan. Abad-abad terakhir ini banyak
kepalsuan-kepalsuan bertahan berpuluh-puluh tahun bukan
karena kebetulan saja, melainkan karena keorganisasiannya
yang rapi dan landasan hidupnya yang kuat serta tameng
pelindungnya yang ampuh.
Adalah satu contoh seperti Ahmadiyah ini yang datang
menyusup-nyusup ke dalam tubuh Islam dengan
merangkak-rangkak kemudian tegak dan mulai berbicara lantang
bahwa ialah yang mewarisi kesejatian agama, membawa
ajaran-ajaran yang kacau dan mengacaukan ketenangan iman
ummat Islam, mendakwa diri dengan seribu macam pangkat,
nama, keturunan, tingkah-laku, merupakan contoh yang bisa
diidentikkan dengan kelakuan-kelakuan biadab, penghinaan
maupun maki-makian yang keji terhadap pribadi Nabi Muhammad
s.a.w. perusakan mesjid-mesjid, pembunuhan biadab pada ummat
Muhammad, penghinaan kepada Allah, syirik, anti Tuhan, anti
Agama, dimana mereka itu hidup lebih dari duapuluh tahun.
Jika sekiranya Tuhan telah membinasakan nabi-nabi palsu maka
seharusnyalah Tuhan juga membinasakan kejahatan-kejahatan di
atas. Kedua-duanya tidak berbeda bahkan sejalan!
Kembali kita pada persoalan-persoalan Ahmadiyah dimana
disajikan berbagai dalil guna menguatkan kenabian Mirza
Ghulam Ahmad, maka sampailah kita pada ucapan-ucapan
tokoh-tokoh Ahmadiyah, antara lain Bashiruddin Mahmud Ahmad,
putera Mirza Ghulam Ahmad itu berkata:
"Dan beliau s.a.w., sahkan kebenarannya semuanya
Nabi-nabi baik yang dahulu baik yang akan datang."8
Maknanya Nabi Muhammad telah mensahkan kebenaran Nabi-nabi,
baik yang datang sebelum beliau maupun Nabi-nabi yang datang
sesudah beliau. Jika yang dimaksud oleh Bashiruddin bahwa
sesudah Nabi Muhammad ada Nabi seorang saja yang disahkan,
maka itulah sebenarnya yang menjadi tujuannya dan tujuan
Ahmadiyah. Akan tetapi kenyataan dari ucapan Bashir itu
tidak demikian, sebab ia mengatakan nabi-nabi yang berarti
banyak Nabi.
Bukan begitu, tukas Ahmadiyah, melainkan banyak Nabi sebelum
Nabi Muhammad dan hanya satu Nabi sesudah beliau. Itu
hanyalah tergelincir pena atau keliru cetak. Maka untuk
sejenak kesalahan ucapan Bashir itu kita lampaui saja.
Baiknya melihat keterangan-keterangan atau dalil-dalil lain
seperti yang diucapkan tokoh-tokoh Ahmadiyah lainnya.
Berkata Ahmadiyah:
"Bahwa Nabi sesudah Nabi Muhammad itu kita akui ada dan
seterusnya akan ada."9
Muncul lagi Kata-kata "dan seterusnya akan ada" yang
tentunya mengandung arti akan berdatangan Nabi-nabi sesudah
Nabi Muhammad, bukan begitu ? Dimana dan siapa-siapa mereka
gerangan Nabi-nabi sesudah Nabi Muhammad yang disahkan itu?
Bashiruddin tampil kemudian dengan memamerkan beberapa
Nabi-nabi akan tetapi sayangnya mereka Nabi-nabi palsu
belaka, yaitu Musailamah, Aswad Al-Ansi, Syajjah Al-Kahinah,
Abdullatif, Maulawi Muhammad Jar, Zahiruddin Abdullah
Timapuri, dan Nabi Bux.10 Tentu saja bagi Ahmadiyah
kedudukan Mirza Ghulam Ahmad tidak berada diantara Nabi-nabi
palsu itu. Lantas dimana dan siapa Nabi-nabi sah yang
seterusnya akan ada itu? Jika memang dicukupkan satu orang
saja menjadi Nabi dan "seterusnya akan ada" itu ternyata
menjadi seterusnya tidak akan ada, maka Ahmadiyah sewajarnya
menjelaskan bahwa hal itu kebetulan juga salah cetak atau
tergelincir lidah. Satu-dua kali keliru tidak apa-apa akan
tetapi berulang-ulang salah, adalah memalukan sekali.
Meskipun demikian, ternyata Ahmadiyah tidak kehilangan
langkah buat menutup-nutupi kesalahannya, sebab kemudian
Ahmadiyah berkata, bahwa adanya Nabi sesudah Nabi India
Mirza Ghulam Ahmad, bisa saja dan mungkin, bila Tuhan
menghendaki.11 Ahmadiyah masih memberi kesempatan, tentu
saja bila Tuhan menghendaki, adanya Nabi pengganti Mirza
Ghulam. Sikap lunaknya ini ternyata membelakangi sikapnya
yang lain. Ahmadiyah masih menggoreskan kedalam hati
pengikut-pengikutnya satu kebulatan iman bahwa Tuhan hanya
akan mengutus satu Nabi saja sesudah kenabian Muhammad
s.a.w. Cukup dan selesai dengan kenabian Mirza saja.
Ahmadiyah berkata:
"Didalam ummat Rasulullah yang mengikuti jejak beliau
memperoleh berkah ribuan hingga mendapat kedudukan
wali. Tetapi satu orang ada yang menjadi ummati dan
juga menjadi Nabi."12
Satu orang cukup dengan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi,
yang lain wali-wali.
Catatan kaki:
1 Demagoog Qadiani ialah seorang pembohong dari Qadian
yakni Mirza Ghulam.
2 lih. Saleh A.Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 10
3 lih.M.Ahmad Nuruddin, Masalah Kenabian,
Wisma Damai Bandung, 1967, hal. 12: (qulu innahu khatamul
ambiya'i wa la taqulu la nabiyya ba'dahu) 19).
4 lih. Saleh A.Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 10
5 lih: Saleh A.Nahdi, Selayang Pandang Ahmadiyah, hal. 36.
6 lih: Saleh A.Nahdi, Selayang Pandang Ahmadiyah, hal. 46.
7 lih: sayyid Shah Muhammad, Menyingkap Keraguan, Jakarta,
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, tahun tidak ada, hal. 18.
8 lih. Bashirudin Mahmud Ahmad, jasa-jasa Imam Mahdi,
hal. (e)
9 lih: M. Ahmad Nuruddin, Masalah Kenabian, hal. 16.
10 lih: Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jasa-jasa Imam Mahdi,
hal. 15.
11 lih: Syafi R. Batuah, Ahmadiyah Apa dan Mengapa? hal. 6
12 lih: Saleh A. Nahdi, Mengapa dua Ahmadiyah? Jogyakarta,
1966, hal. 19.
lihat bagaimana Ahmadiyah mengutip dari ucapan Aisyah,
isteri Nabi Muhammad s.a.w.:
"Katakanlah Rasulullah itu khataman Nabiyin, tapi
jangan dikatakan tidak akan ada Nabi sesudah beliau."3
Sungguh menggembirakan bahwa Ahmadiyah memperoleh landasan
berpijak yang kuat daripada ucapan isteri Nabi itu. Dengan
ucapan Aisyah itu, maka pintu kenabian sesudah Nabi Muhammad
terbuka lebar-lebar. Sudah tentu para pengikut Mirza
menyambut gembira ucapan Aisyah itu. Sekiranya perlu
menambah maka tambahkanlah ucapan-ucapan dari isteri-isteri
Nabi yang lain. Katakan juga bahwa Hafsah, Ummi Salamah
berkata seperti apa yang dikatakan Aisyah itu. Tentu saja
sangat lemah ucapan-ucapan demikian untuk dipakai menjadi
dasar.
Apakah beliau memahaminya? Seperti apa yang dikatakan
Ahmadiyah terhadap Nabi Muhammad s.a.w. demikian Ahmadiyah
mulai menggunakan Hadits-hadits untuk kepentingan. Mirza
Ghulam. Lima tahun sesudah turunnya ayat khataman Nabiyin,
demikian Ahmadiyah berkata, putera Nabi s.a.w. yang bernama
Ibrahim wafat. Dalam hubungannya dengan wafatnya putera
beliau ini, Nabi Muhammad s.a.w . bersabda:
"Sekiranya dia (Ibrahim) terus hidup niscaya dia
menjadi seorang Nabi yang benar. (Ibnu Majah)."4
Dari sabda Nabi tersebut di atas nyatalah pengertian Nabi
kita yang sebenarnya, pengertian yang tidak membenarkan
faham bahwa khataman Nabiyin berarti penutup Nabi-nabi.
Lebih jelas lagi Ahmadiyah mengatakan, bahwa sekiranya
Rasulullah berpengertian tidak akan ada Nabi lagi sesudah
beliau, niscaya tidak beliau katakan yang tersebut di atas.5
Ahmadiyah mengutip hadits tersebut dari ibn Majah jilid satu
halaman 234, yang kedudukannya tanpa menyebut-nyebut
sanadnya. Sedangkan kata "sekiranya" itu memberi arti "tidak
mungkin terjadi" sebab sekiranya Ibrahim hidup, padahal ia
telah wafat. Anehnya, sesudah seribu tahun lebih dari
kewafatan putera Rasulullah s.a.w. itu, ada seorang yang
berambisi mengambil-alih kesempatan yang mungkin ada pada
Ibrahim untuk menjadi Nabi, yakni Mirza Ghulam Ahmad.
Oleh karena segala kemungkinan adanya Nabi baru tidak akan
pernah ada dan tidak akan ada samasekali, bersabda Nabi
Muhammad:
"Kalau sekiranya ada Nabi sesudahku, maka Umarlah dia"
(Masnad ibn Hambal Umar bin Khattab masih hidup tatkala
Nabi Muhammad s.a.w. mengucapkan ucapan beliau
tersebut. Dan tatkala beliau s.a.w. telah lama pergi,
Umar masih ada, namun beliau hanyalah seorang Khalifah.
Ini bertepatan dengan sabda Rasul:
"Adapun bani Israil itu terpimpin oleh Nabi-nabi. Tiap
seorang Nabi wafat maka datanglah Nabi yang lain
mengikutinya. Dan sesungguhnya sesudah saya tidak akan
ada Nabi, melainkan Khalifah." (Ibn Hambal, Muslim, Ibn
Majah)
Akan tetapi ambisi yang meluap-luap itu tidak memungkinkan
Mirza Ghulam mundur selangkah saja untuk membuang titel
kenabiannya. Juga ia tidak akan berkompromi pada siapa saja
untuk meninggalkan kerasulannya, keyesusannya, dan
kemahdiannya .
Saya ini Nabi, kata Mirza Ghulam Ahmad, dan saya bukan nabi
palsu! Sebab nabi palsu sudah diberi definisi oleh
Ahmadiyah, ialah, bahwa hidupnya singkat tidak lebih dari 23
tahun, setelah mana ia dan pengikut-pengikutnya hapus dari
muka bumi dengan tiada meninggalkan bekas, mereka tidak
memperoleh bantuan Tuhan.6
Dan kelahuilah bahwa Mirza Ghulam Ahmad hidup lebih dari 23
tahun. Untuk ini Ahmadiyah berkata:
"Beliau hidup lebih dari 23 tahun setelah menerima
wahyu dari pada Allah Ta'ala dan mengaku utusanNya.
Orang yang mengaku terima wahyu dari Allah Ta'ala dan
disiarkannya dengan pengakuannya sebagai utusan
daripada Allah Ta'ala dan dia hidup 23 tahun atau
lebih, maka (Qur'an mensahkan dakwanya. (seperti
tersebut di dalam surat Al-Haqqah: 45-47)"7
Menarik buat ditelaah, bahwa Ahmadiyah menggunakan limit
waktu 23 tahun, atau lebih untuk kebenaran suatu pendakwaan
kenabian sesudah Nabi Muhammad s.a.w. Bahkan Al-Qur'an yang
mensahkan kenabian baru itu seperti tersebut dalam surah
Al-Haqqah ayat 45-47. Padahal isi ayat itu tidak ada
hubungannya dengan pengesahan sesuatu kenabian baru. Ayat
dari Al-Haqqah itu terjemahnya sebagai berikut:
"Sebab itu biarkanlah Aku (menyiksa) orang-orang yang
mendustakan perkataan ini (Qur'an). Nanti akan Kami
turunkan (siksaan) kepada mereka sedikit demi sedikit,
sedang mereka tiada tahu. Aku beri mereka tempo,
sungguh tipu muslihatKu (siksaanKu) amat kuat. Bahkan
adakah engkau (ya Muhammad) meminta upah kepada mereka
lalu mereka merasa keberatan membayarnya? Atau adakah
di sisi mereka (ilmu) ghaib, lalu mereka
menuliskannya?"
Jelas ayat-ayat tersebut tidak mempunyai kaitan atau
hubungan apa-apa dengan dakwaan nabi baru sesudah ke-Nabian
Muhammad s.a.w.
Adapun alasan limit waktu yang dipakai Ahmadiyah yakni 23
tahun itu, adalah masa yang telah dilalui oleh perjuangan
Rasulullah s.a.w. Jika 23 tahun tersebut diterapkan oleh
Ahmadiyah pada Mirza Ghulam Ahmad, maka sungguh kelihatan
bahwa pegangan yang demikian itu adalah lucu. Andaikata ada
orang mengaku Nabi sesudah kenabian Muhammad s.a.w., dan ia
hidup lebih dari limapuluh tahun, menyiarkan kenabiannya dan
matinya tidak terbunuh, maka kenabiannya itu tetap sebagai
satu kepalsuan. Abad-abad terakhir ini banyak
kepalsuan-kepalsuan bertahan berpuluh-puluh tahun bukan
karena kebetulan saja, melainkan karena keorganisasiannya
yang rapi dan landasan hidupnya yang kuat serta tameng
pelindungnya yang ampuh.
Adalah satu contoh seperti Ahmadiyah ini yang datang
menyusup-nyusup ke dalam tubuh Islam dengan
merangkak-rangkak kemudian tegak dan mulai berbicara lantang
bahwa ialah yang mewarisi kesejatian agama, membawa
ajaran-ajaran yang kacau dan mengacaukan ketenangan iman
ummat Islam, mendakwa diri dengan seribu macam pangkat,
nama, keturunan, tingkah-laku, merupakan contoh yang bisa
diidentikkan dengan kelakuan-kelakuan biadab, penghinaan
maupun maki-makian yang keji terhadap pribadi Nabi Muhammad
s.a.w. perusakan mesjid-mesjid, pembunuhan biadab pada ummat
Muhammad, penghinaan kepada Allah, syirik, anti Tuhan, anti
Agama, dimana mereka itu hidup lebih dari duapuluh tahun.
Jika sekiranya Tuhan telah membinasakan nabi-nabi palsu maka
seharusnyalah Tuhan juga membinasakan kejahatan-kejahatan di
atas. Kedua-duanya tidak berbeda bahkan sejalan!
Kembali kita pada persoalan-persoalan Ahmadiyah dimana
disajikan berbagai dalil guna menguatkan kenabian Mirza
Ghulam Ahmad, maka sampailah kita pada ucapan-ucapan
tokoh-tokoh Ahmadiyah, antara lain Bashiruddin Mahmud Ahmad,
putera Mirza Ghulam Ahmad itu berkata:
"Dan beliau s.a.w., sahkan kebenarannya semuanya
Nabi-nabi baik yang dahulu baik yang akan datang."8
Maknanya Nabi Muhammad telah mensahkan kebenaran Nabi-nabi,
baik yang datang sebelum beliau maupun Nabi-nabi yang datang
sesudah beliau. Jika yang dimaksud oleh Bashiruddin bahwa
sesudah Nabi Muhammad ada Nabi seorang saja yang disahkan,
maka itulah sebenarnya yang menjadi tujuannya dan tujuan
Ahmadiyah. Akan tetapi kenyataan dari ucapan Bashir itu
tidak demikian, sebab ia mengatakan nabi-nabi yang berarti
banyak Nabi.
Bukan begitu, tukas Ahmadiyah, melainkan banyak Nabi sebelum
Nabi Muhammad dan hanya satu Nabi sesudah beliau. Itu
hanyalah tergelincir pena atau keliru cetak. Maka untuk
sejenak kesalahan ucapan Bashir itu kita lampaui saja.
Baiknya melihat keterangan-keterangan atau dalil-dalil lain
seperti yang diucapkan tokoh-tokoh Ahmadiyah lainnya.
Berkata Ahmadiyah:
"Bahwa Nabi sesudah Nabi Muhammad itu kita akui ada dan
seterusnya akan ada."9
Muncul lagi Kata-kata "dan seterusnya akan ada" yang
tentunya mengandung arti akan berdatangan Nabi-nabi sesudah
Nabi Muhammad, bukan begitu ? Dimana dan siapa-siapa mereka
gerangan Nabi-nabi sesudah Nabi Muhammad yang disahkan itu?
Bashiruddin tampil kemudian dengan memamerkan beberapa
Nabi-nabi akan tetapi sayangnya mereka Nabi-nabi palsu
belaka, yaitu Musailamah, Aswad Al-Ansi, Syajjah Al-Kahinah,
Abdullatif, Maulawi Muhammad Jar, Zahiruddin Abdullah
Timapuri, dan Nabi Bux.10 Tentu saja bagi Ahmadiyah
kedudukan Mirza Ghulam Ahmad tidak berada diantara Nabi-nabi
palsu itu. Lantas dimana dan siapa Nabi-nabi sah yang
seterusnya akan ada itu? Jika memang dicukupkan satu orang
saja menjadi Nabi dan "seterusnya akan ada" itu ternyata
menjadi seterusnya tidak akan ada, maka Ahmadiyah sewajarnya
menjelaskan bahwa hal itu kebetulan juga salah cetak atau
tergelincir lidah. Satu-dua kali keliru tidak apa-apa akan
tetapi berulang-ulang salah, adalah memalukan sekali.
Meskipun demikian, ternyata Ahmadiyah tidak kehilangan
langkah buat menutup-nutupi kesalahannya, sebab kemudian
Ahmadiyah berkata, bahwa adanya Nabi sesudah Nabi India
Mirza Ghulam Ahmad, bisa saja dan mungkin, bila Tuhan
menghendaki.11 Ahmadiyah masih memberi kesempatan, tentu
saja bila Tuhan menghendaki, adanya Nabi pengganti Mirza
Ghulam. Sikap lunaknya ini ternyata membelakangi sikapnya
yang lain. Ahmadiyah masih menggoreskan kedalam hati
pengikut-pengikutnya satu kebulatan iman bahwa Tuhan hanya
akan mengutus satu Nabi saja sesudah kenabian Muhammad
s.a.w. Cukup dan selesai dengan kenabian Mirza saja.
Ahmadiyah berkata:
"Didalam ummat Rasulullah yang mengikuti jejak beliau
memperoleh berkah ribuan hingga mendapat kedudukan
wali. Tetapi satu orang ada yang menjadi ummati dan
juga menjadi Nabi."12
Satu orang cukup dengan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi,
yang lain wali-wali.
Catatan kaki:
1 Demagoog Qadiani ialah seorang pembohong dari Qadian
yakni Mirza Ghulam.
2 lih. Saleh A.Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 10
3 lih.M.Ahmad Nuruddin, Masalah Kenabian,
Wisma Damai Bandung, 1967, hal. 12: (qulu innahu khatamul
ambiya'i wa la taqulu la nabiyya ba'dahu) 19).
4 lih. Saleh A.Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 10
5 lih: Saleh A.Nahdi, Selayang Pandang Ahmadiyah, hal. 36.
6 lih: Saleh A.Nahdi, Selayang Pandang Ahmadiyah, hal. 46.
7 lih: sayyid Shah Muhammad, Menyingkap Keraguan, Jakarta,
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, tahun tidak ada, hal. 18.
8 lih. Bashirudin Mahmud Ahmad, jasa-jasa Imam Mahdi,
hal. (e)
9 lih: M. Ahmad Nuruddin, Masalah Kenabian, hal. 16.
10 lih: Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jasa-jasa Imam Mahdi,
hal. 15.
11 lih: Syafi R. Batuah, Ahmadiyah Apa dan Mengapa? hal. 6
12 lih: Saleh A. Nahdi, Mengapa dua Ahmadiyah? Jogyakarta,
1966, hal. 19.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Demagog Qadiani
@ Keroncong
Jika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as seorang pembohong, tentu Allah akan membuatnya ABTAR. Tetapi, kenyataan Khilafat Ala Minhajjin Nubuwwah Aakhorin tetap Dia (Allah) pelihara pada Jemaat Muslimin Ahmadiyah hingga sekarang. Lagipula, para pengikutnya sudah mencapai ratusan juta orang Islam yang beriman dan beramal shaleh terdiri dari berbagai suku bangsa yang tersebar di seluruh pelosok dunia, dan saat ini sudah ada di 204 negara, di lima benua. Inilah Pertolongan Allah dan Kemenangan Islam (An-Nashr 110:1-3)
Jika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as seorang pembohong, tentu Allah akan membuatnya ABTAR. Tetapi, kenyataan Khilafat Ala Minhajjin Nubuwwah Aakhorin tetap Dia (Allah) pelihara pada Jemaat Muslimin Ahmadiyah hingga sekarang. Lagipula, para pengikutnya sudah mencapai ratusan juta orang Islam yang beriman dan beramal shaleh terdiri dari berbagai suku bangsa yang tersebar di seluruh pelosok dunia, dan saat ini sudah ada di 204 negara, di lima benua. Inilah Pertolongan Allah dan Kemenangan Islam (An-Nashr 110:1-3)
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik