FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Zakaah Shadaqah Infaaq Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Zakaah Shadaqah Infaaq Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Zakaah Shadaqah Infaaq

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Zakaah Shadaqah Infaaq Empty Zakaah Shadaqah Infaaq

Post by dade Sun Aug 19, 2012 7:57 pm

Zakaah Shadaqah Infaaq Zakaah_Shada_00579



وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاة
َ وَمَا تُقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

2/110. Dirikanlah Shalat dan berikanlah zakat. Apa yang kamu dahulukan dari kebaikan untuk dirimu,
akan kamu dapatkan dia pada ALLAH. Bahwa ALLAH melihat apa yang kamu kerjakan.


وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُ
واْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

5/38. Lelaki pencuri dan perempuan pencuri, potonglah tangan keduanya selaku balasan pada
yang mereka lakukan, tindakan hukum dari ALLAH, dan ALLAH mulia bijaksana.


وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ
مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

98/5. Tidaklah mereka diperintah kecuali untuk menyembah ALLAH mengkhususkan untuk-NYA
agama sesempurnanya serta mendirikan Shalat dan memberikan zakat. Itulah agama yang kukuh.




Shalat dan zakat biasanya berdekatan tempatnya dalam Alquran, karena keduanya harus disejalankan dalam demokrasi ketuhanan berbentuk hubungan vertikal dengan ALLAH dan horizontal dengan masyarakat ramai. Menghilangkan salah satu dari keduanya berarti kepincangan yang menjurus kepada kekacauan. Orang tidak hanya mendirikan Shalat saja tanpa memberikan zakat karena yang demikian menimbulkan kekacauan ekonomi dan revolusi sosial. Dan orang tidak boleh memberikan zakat saja karena hal itu berupa hidup tanpa pedoman. Namun zakat yang diberikan kepada masyarakat adalah untuk kebaikan sendiri, dan tata hidup paling sempurna ialah Islam di mana segala sesuatu dengan hukum tertentu selaku agama kukuh menyelamatkan manusia di dunia kini dan pada kehidupan kedua nanti.

Dalam masyarakat yang tidak mensejalankan Shalat dengan zakat pasti terdapat kekacauan dengan berbagai kejahatan di antaranya berupa pencurian sebagaimana maksud Ayat Suci yang dikutipkan di atas. Jadi, pencurian hanyalah berlaku dalam masyarakat yang tidak mensejalankan Shalat dengan zakat. Maka di mana pencurian berlaku, menandakan di sana hukum Shalat dan zakat tidak terlaksana. Pencuri itu harus dihukum, kedua tangannya dipotong, baik dia lelaki ataupun perempuan.

Menurut pengertian umum, zakat itu terdiri dari pemberian kepada orang-orang miskin selaku penyucian bagi harta benda yang dimiliki. Karena itu para penterjemah Alquran menulis zakat itu dengan “kesucian”, atau memakai istilah itu tanpa terjemahan. Dengan pengertian demikian berlakulah dalam tradisi bahwa ada lima syarat Islam yaitu Dua kalimat syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Hajji ke Makkah.

Umumnya orang mendasarkan masalah zakat pada Ayat 9/60 di mana terkandung delapan asnaf yang berhak. Ingatlah bahwa Ayat 9/60 itu bukan menyatakan Zakat tetapi Sedekah yang antara keduanya ada perbedaan dan berlainan arti. Jadi istilah zakat yang dipakai masyarakat selama ini tidaklah tepat menurut semestinya, namun benar bahwa sedekah adalah bagian dari kandungan zakat. Bahwa Zakat lebih luas dan lebih penting daripada sekedar sedekah, karena itu ALLAH seringkali mendekatkan zakat dengan Shalat selaku dua faktor terpenting dalam kehidupan.

Mungkin orang menyamakan saja arti istilah Zakat dan Sedekah karena dipengaruhi oleh maksud Ayat 9/60 dimana tercantum ada delapan golongan yang harus menerima. Hal ini atas anggapan umum bahwa zakat adalah perbuatan wajib sedangkan sedekah hanyalah pemberian biasa, padahal keduanya wajib dan harus terlaksana dalam kehidupan masyarakat. Pengertian yang keliru demikian juga menimbulkan anggapan bahwa zakat atau sedekah harus diberikan dari sejumlah harta kepada golongan yang berhak menerima menurut persentase dan pembagian yang sesungguhnya tidak berdasarkan pedoman nyata. Keadaan begitu dapat mengakibatkan:

a. Anggapan umum bahwa Alquran tidak memberikan hukum yang sempurna cukup tentang kehidupan, padahal ALLAH menyatakan lengkap untuk segala bidang kegiatan di seluruh zaman.

b. Para ahli hukum Islam mengada-ada tentang hukum, padahal tindakan demikian sangat terlarang
dan mungkin menyesatkan.

c. Hukum tentang sedekah pada Ayat 9/60 tidak berfungsi menurut mestinya, padahal dia
jadi faktor penting dalam kehidupan.

d. Berkurangnya kepatuhan dan kesadaran anggota masyarakat melaksanakan hukum tentang sedekah.


Kini marilah kita bicarakan masalah itu berdasarkan Alquran karena ALLAH memerintahkan agar kita selalu mengambil hukum dari Alquran dan melaksanakannya tanpa campuran hukum lain sebagai dinyatakan pada Ayat 5/44, 5/45, 5/47 dan 7/3. Dalam kitab Suci itu ada tercantum beberapa istilah tentang yang kita bicarakan yaitu ‘ATHAA-U, SHADAQAH, NAFAQAH, dan ZAKAAH.

A. ‘ATHAA-U berarti “pemberian” termuat pada Ayat 11/108, 17/20, 38/39, dan 78/36. Semua Ayat suci itu menyatakan pemberian ALLAH kepada manusia, sementara verb-nya atau fi’ilnya yang berarti “memberi” memang berlaku sesama manusia dan oleh ALLAH kepada manusia, seperti termuat pada Ayat 9/29, 9/58, 20/50, 53/34, 92/5, 93/5, dan 108/1. Itulah istilah yang dipakai untuk “memberi” yang bukan termasuk sedekah.

B. SHADAQAH, jamaknya SHADAQAAT berarti “sedekah” tercantum pada Ayat 2/196, 2/263, 2/264, 2/271, 2/276, 4/114, 9/58, 9/60, 9/79, 9/103, 9/104, 58/12, dan 58/13. Sedekah di sini sebenarnya mengandung pengertian “pemberian wajib” yang pada Ayat 4/4 disebut SHADUQAAT sebagai pemberian wajib pada istri atau belanja wajib berketerusan.


Bahwa sedekah itu mengandung pengertian pemberian wajib sebagaimana dimaksud oleh Ayat 4/4, dapat dipahami dari maksud beberapa Ayat Suci:


قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ
2/263. Perkataan yang makruf dan ampunan lebih baik daripada sedekah yang mengikutinya
gangguan (cercaan), dan ALLAH kaya penyantun.


. . . . يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ
وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ

2/264. Wahai orang-orang beriman, jangan batalkan sedekahmu dengan keutamaan dan gangguan seperti
yang menafkahkan hartanya mengambil muka manusia dan dia tidak beriman pada ALLAH dan Hari yang akhir…


خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

9/103. Ambillah sedekah dari harta mereka untuk menyucikan mereka dan mencerdaskan mereka dengannya,
dan Shalatlah untuk mereka, bahwa Shalatmu penenang bagi mereka, dan ALLAH mendengar mengetahui.


أَلَمْ يَعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّ
وْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

9/104. Tidaklah mereka ketahui bahwa ALLAH menerima tobat dari hamba-hamba-NYA dan mengambil sedekah?
Bahwa ALLAH pemberi tobat penyayang.



Dengan begitu dapatlah diketahui bahwa sedekah bukan berarti pemberian biasa tetapi pemberian wajib, gunanya adalah untuk menyucikan dan mencerdaskan masyarakat dalam kehidupan. Menyucikan masyarakat yaitu dengan sedekah itu dapat dibentuk pemerintah yang bertugas untuk pertahanan dan keamanan serta bertindak amar makruf nahi mungkar, melarang segala yang haram dan mengizinkan segala yang halal serta berinisiatif untuk kebaikan dan kemajuan. Tanpa pemerintah yang dibentuk dengan sedekah itu akan tiadalah kesucian dalam masyarakat bahkan semuanya akan kacau balau. Jadi sedekah bukanlah untuk menyucikan harta benda tetapi menyucikan masyarakat yang disebut “mereka” dalam Ayat 9/103. Sedekah itu juga gunanya untuk mencerdaskan masyarakat karena dengan sedekah dapat dibentuk pemerintah yang bertugas membimbing, mendidik, dan mengajar masyarakat bagi kemajuan di segala bidang kehidupan.

Namun karena kebanyakan manusia bersifat kikir dan tidak adil dalam kehidupan, maka sedekah harus diambil dari setiap orang menurut ketentuan yang disepakati atau yang ditetapkan pemerintah. Hal ini dikatakan pada Ayat 9/103 bahwa ALLAH mengambil sedekah, yaitu hukum ALLAH menentukan sedekah itu harus dipungut, bukan ditunggu dan diterima betapa adanya. Demikian pula pemungutan itu harus berlaku menurut Ayat 9/103. Maka hendaklah ketentuan tentang sedekah demikian dipatuhi secara wajar, tidak diiringkan dengan cercaan umpat dengki atau dengan sifat riya membanggakan diri. Mungkin ada orang yang jumlah sedekahnya sedikit sebanding dengan tingkat ekonominya, dan mungkin pula ada yang banyak tersebab kaya raya, di antara semua itu hendaklah tiada umpat puji, karena bagaimanapun, sedekah itu adalah untuk kebaikan bersama dalam masyarakat dengan hak dan kewajiban sebanding.

Ambillah sedekah dari harta mereka, demikian maksud Ayat 9/103. Yang diperintah di sini tentulah pimpinan masyarakat atau pemerintah yang berkuasa. Pimpinan itu membentuk suatu kementerian keuangan yang biasanya disebut dengan Baitul Maal. Petugas-petugas jawatan itu langsung memungut sedekah dari rakyat banyak menurut persentase tertentu atas harta benda, baik yang diperdagangkan atau tidak, tentang mana tidak seorang pun yang terkecuali. Bahkan Ayat 9/103 tidak menentukan sedekah itu atas harta benda saja, tetapi harus diambil dari mereka yaitu dari setiap orang berupa pajak diri. Maka sedekah yang maksudnya “pemberian wajib” adalah menjadi modal pertama atau penghasilan berkelanjutan dari sesuatu negara, dan tentulah sedekah itu adalah pajak, bea dan cukai.
dade
dade
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 46
Posts : 207
Location : bEkAsi
Join date : 04.03.12
Reputation : 11

http://myquran.org

Kembali Ke Atas Go down

Zakaah Shadaqah Infaaq Empty Re: Zakaah Shadaqah Infaaq

Post by dade Sun Aug 19, 2012 8:15 pm

Dalam masyarakat Islam, pemerintah berusaha mendapat perbelanjaan negara dari sumber-sumber halal lagi baik menurut hukum Islam, berupa perusahaan vital yang hasilnya dipakai dalam negeri atau dikirim ke luar dalam bentuk perdagangan internasional, juga berbentuk pajak, bea, dan cukai.

1. Pajak yaitu jumlah uang yang ditentukan, harus dipungut oleh pemerintah dari setiap orang dewasa, lelaki atau perempuan. Pajak itu terdiri dari:
a. Pajak diri yaitu jumlah uang yang ditentukan, harus dipungut oleh pemerintah dari setiap orang dewasa
tanpa kecuali. Jumlah uang itu sama banyak tanpa perbedaan antara si kaya dan si miskin. Pajak ini
dibutuhkan untuk kelancaran negara dan perlu bagi kesadaran umum serta jadi tenaga dorong untuk hidup
produktif.

b. Pajak harta benda yaitu jumlah uang yang ditentukan, harus dipungut oleh pemerintah atau kekayaan yang
dimliki rakyat. Jumlah uang itu tidak sama dan harus berbeda sebanding dengan nilai kekayaan yang
dimiliki. Hal ini berupa kesempatan dan dorongan bagi rakyat untuk mencari kekayaan lebih banyak tetapi
sebagian harus diserahkan kepada pemerintah untuk kepentingan masyarakat di mana keselamatan si kaya dapat
terjamin dan kekurangan si miskin dapat terpenuhi.
Berapa jumlah pajak diri dan persentase pajak harta benda dapat diatur menurut tingkat hidup masyarakat
yang berlaku, dirumuskan dalam sidang perwakilan rakyat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Tetapi dengan
adanya pajak harta benda maka pajak perusahaan tidak dipungut karena dia dapat menyusahkan hidup rakyat
dan mempertinggi harga produksi selaku barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pemerintah juga tidak
memungut pajak radio, TV, mobil, mesin, dan sebagainya karena semua barang itu adalah untuk kecerdasan
rakyat, tetapi semuanya harus dimasukkan ke dalam kewajiban pajak harta benda.

2. Bea yaitu imbalan jasa yang harus dipungut pemerintah dari setiap yang bersangkutan secara langsung, terdiri dari sewa dan karcis.
a. Yang termasuk sewa ialah semua bayaran yang dipungut dari pemakai tempat-tempat yang dihasilkan pemerintah, seperti sewa kendaraan atau mesin yang dipinjamkan rakyat untuk berbagai keperluan.

b. Yang termasuk karcis ialah semua bayaran yang dipungut dari pemakai tempat-tempat yang dibangun pemerintah, seperti tempat parkir, pasar, atau pelabuhan.

Dalam hal ini sewa atau karcis dari tontonan tidak dipungut karena sifatnya rekreasi dan penambahan ilmu bagi rakyat banyak. Segala macam pertunjukan hanya dilaksanakan oleh pemerintah atau yang diizinkan pemerintah bagi pihak swasta tetapi tidak memungut bayaran dari penonton dan itu pun tidak merusak psikologi masyarakat. Sebab itu juga pemerintah tidak akan mengizinkan adanya obyek parawisata, pekan raya, hotel indah, night club, steambath, dan sebagainya yang dianggap mungkin jadi sumber penghasilan tetapi tidak halal dan kurang baik menurut hukum Islam.

3. Cukai yaitu jumlah uang yang harus dipungut pemerintah dari setiap pemilik barang dagangan dengan impor dan ekspor pada mana fihak pembeli mengalami tambahan harga.
a. Cukai impor dipungut pemerintah dari orang yang memasukkan barang dagangan dari luar negeri. Mungkin hal ini merugikan rakyat umum tetapi tetapi sebaliknya menjadi dorongan untuk meningkatkan kemampuan menghasilkan semua barang yang dibutuhkan. Juga menjadi paksaan bagi produsen asing untuk menentukan harga barang-barang yang dipakai rakyat.

b. Cukai ekspor dipungut pemerintah dari orang yang membawa dagangan ke luar negeri. Mungkin hal ini menimbulkan kelemahan usaha industri tetapi sebenarnya tergantung pada kebutuhan luar negeri atas barang-barang itu. Juga menjadi dorongan bagi para produsen untuk meningkatkan mutu produksinya.

Ingat bahwa cukai bagi produksi dalam negeri tidak perlu dipungut selagi barang-barang itu beredar dalam negeri sendiri, namun semua produksi haruslah di bawah pengawasan pemerintah yang memberi izin, kesempatan berkembang, bimbingan bagi kemajuan rakyat, agar tiada produksi barang-barang terlarang menurut hukum Islam.
Dari pembicaraan di atas ini nyatalah bahwa sedekah bukanlah pemberian sukarela, tetapi pemberian wajib untuk keselamatan masyarakat ramai. Dan dengan demikian pula bukanlah sedekah 10 atau 2½ persen dari jumlah barang produksi atau dari harta benda sebagaimana berlaku dalam tradisi selama ini. Pemberian sedekah menurut tradisi dianggap orang sama dengan zakat dan infak padahal yang dua belakang ini tidak punya dasar hukum untuk diambil dari masyarakat tetapi memang ada perintah untuk memberikannya. Jika sedekah dan zakat disamakan saja maka hal itu dapat menimbulkan sikap apatis, masa bodoh, di antara orang-orang kaya. Misalnya seorang kaya yang telah mengeluarkan 2½ persen hartanya untuk sedekah menurut tradisi, dia boleh saja merasa tugasnya selesai lalu tidak menghiraukan kelaparan dan kemiskinan yang berlaku di sekitarnya. Padahal selain sedekah tersebut, masih ada zakat dan infak yang harus dia bayar untuk kestabilan hidup masyarakat.

Masalah lain yang harus disadari ialah bahwa sedekah itu bukan diberikan kepada sembarangang orang, bukan pula diberikan kepada Masjid sebagaimana biasanya dengan istilah zakat yang diberikan atau diwakafkan kepada Masjid, tetapi sedekah wajib diberikan atau dipungut oleh badan tertentu dalam masyarakat, jelasnya petugas-petugas pemerintah yang bekerja dalam Baitul Maal. Hal ini dapat difahami secara jelas dari kandungan Ayat 9/103. Kemudian oleh jawatan keuangan itu dipergunakan bagi keperluan yang dimaksud dalam Ayat Suci:


وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِي
الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُواْ مِنْهَا رَضُواْ وَإِن لَّمْ يُعْطَوْاْ مِنهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ

9/58. Dan dari mereka ada yang mencela engkau tentang sedekah. Jika diberi daripadanya mereka redha,
dan jika tidak diberi daripadanya, ketika itu mereka mengutuk.


إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

9/60. Bahwa sedekah itu untuk orang-orang melarat dan orang-orang miskin dan yang bekerja atasnya dan
yang hatinya dibangun dan pada penjagaan dan yang mendapat kecelakaan dan pada garis hukum ALLAH
dan parapejuang, selaku kewajiban dari ALLAH, dan ALLAH mengetahui lagi bijaksana.



Memang seringkali berlaku celaan dari orang-orang rakus terhadap penggunan sedekah yang sudah terkumpul, mungkin karena tidak senang pada ketentuan Ayat 9/60 atau mungkin pula karena penggunaan sedekah itu sendiri tidak menguntungkan mereka. Tetapi sedekah itu adalah modal utama dalam pertumbuhan negara karena dia digunakan bagi maksud tertentu:

1.Orang-orang melarat atau FUQARAA’ yaitu orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan yang menghasilkan kebutuhan. Mereka mungkin saja invalid, segar bugar, atau menderita penyakit, ataupun sudah sangat tua, bertualangan terlunta-lunta tanpa jaminan hidup sehari-hari. Mungkin pula mereka mempunyai famili, kaya atau miskin, atau tidak berfamili sama sekali, tetapi nyatanya hidup melarat. Pemerintah harus lebih dulu mengadakan perawatan terhadap orang-orang ini, dan tugas lain buat sementara dikesampingkan. Mereka harus dirawat dan diobati kalu sakit, diasramakan kalau invalid atau sudah sangat lemah dan tua. Tetapi kalau mereka sehat, hendaklah juga diasramakan dan dicarikan pekerjaan yang dapat menghidupkan mereka secara normal. Itulah tugas pertama bagi pemerintah yang dibentuk dalam lingkungan masyarakat tertentu. Dalam masyarakat Islam sangat diperlukan sosial ekonomi yang merata. Kemelaratan segera disingkirkan menurut ukuran relatif dalam kehidupan sehari-hari. Islam tidak dapat membenarkan perbedaan tingkat hidup yang menyolok di antara rakyat umum, termasuk pejabat-pejabat pemerintah sendiri. Pembangunan gedung pencakar awan, gedung indah, atau berbagai pabrik adalah palsu jika dalam masyarakat ramai masih ada terdapat orang-orang melarat hidup sengsara tanpa bantuan dan rawatan, atau masih ada golongan jembel yang tinggal di bawah jembatan, di gerbong-gerbong kereta api prodeo. Pada hakekatnya pemerintah timbul dari kelompok rakyat yang mengingini keselamatan selaku makhluk sosial di mana termasuk yang melarat, papa sengsara. Apalah artinya pembangunan, apalah artinya negara dan pemerintah, jika golongan jembel melarat ini tidak dihiraukan dalam masyarakat.


2. Orang-orang miskin atau MASAAKIN yaitu orang-orang yang mempunyai tempat kediaman dan pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak cukup menurut ukuran relatif bagi kebutuhan hidup sehari-hari dengan keluarganya.
Ukuran relatif di sini tentulah menurut nilai hidup dengan harga barang-barang yang berlaku dalam masyarakat, atau juga menurut perbandingan income perkapita.
Sesudah pemerintah selesai meniadakan kemelaratan dalam masyarakat, maka tugas kedua ialah memberikan bantuan kepada orang-orang miskin dengan sedekah yang sudah dipungut dari rakyat umum. Dengan bantuan demikian, mereka sempat mengatur hidup keluarganya secara wajar yang dengannya mereka dapat bertindak bersama-sama dengan penduduk lain untuk kemakmuran dan peningkatan peradaban.
Kemelaratan dan kemiskinan harus diutamakan pemberantasannya oleh pemerintah karena keduanya dapat menimbulkan kekacauan dan keduharkaan terhadap pemerintah dan terhadap hukum agama sendiri. Maka hukum mengenai pembahagian sedekah demikian secara nyata menghilangkan curi karena lapar, bahkan juga dapat menghilangkan koruptor yang harus dipotong kedua tangannya. Tetapi akan sia-sia usaha pemerintah mencapai kemakmuran dan pembangunan jika kemiskinan masih berlaku di mana tingkat hidup rakyat sangat berbeda secara menyolok.

3. Para pekerja atau ‘AAMILINN yaitu orang-orang yang bekerja atas sedekah itu, jelasnya pejabat-pejabat pemerintah yang bertugas untuk kepentingan masyarakat, termasuk di dalamnya seluruh pegawai di daerah-daerah dan di pusat pemerintahan, tetapi bukan anggota tentara, polisi, jaksa, hakim, dan bukan pula pegawai jawatan pengajaran dan jawatan kesehatan.
Ingatlah bahwa ‘Aamiliin ini kelompok ke tiga sesudah orang-orang melarat dan orang-orang miskin yang mendapat pembagian dari sedekah. Hal itu berarti bahwa pegawai negeri pada mulanya tidak mendapat gaji apa-apa, tetapi mendapat sedekah bilamana mereka termasuk orang-orang miskin yang harus dibantu dan diselamatkan oleh pemerintah.
Dengan demikian jelaslah bahwa pegawai negeri adalah petugas-petugas yang pada dasarnya bekerja untuk kepentingan umum atas kesadarannya memathu hukum ALLAH. Bukanlah mereka mengutamakan mendapat gaji setiap bulan tanpa perhatian terhadap rakyat miskin, apalagi untuk melagak di antara masyarakat ramai dengan sikap angkuh hingga banyak orang memandang mereka dengan rasa kesal dan dendam. Sebaliknya tidaklah pula wajar jika pemerintah mempekerjakan pejabat-pejabat tanpa gaji berbulan-bulan sementara menunggu surat pengangkatannya, hidup berhutang kian ke mari, sementara pemerintah membangun gedung-gedung bertingkat dan mengadakan berbagai macam keramaian dalam mengembangkan olah raga dan kesenian dengan ongkos sangat besar dari keuangan negara.
Malah lebih celaka lagi kejadian di mana calon pegawai harus membayarkan sejumlah uang lebih dulu untuk mendapatkan status pegawai negeri agar memperoleh gaji bulanan.

4. Orang-orang muallah atau MUALLAFATI QULUUBUHUM yaitu orang-orang yang dibangun hatinya untuk memahami ajaran Islam atau untuk meningkatkan kemajuan peradaban masyarakat. Orang-orang ini bukanlah yang baru pindah dari agama lain untuk memeluk Islam sebagaimana selama ini anggapan umum dalam tradisi, namun kalau mereka kebetulan miskin , mungkinkarena diisolir kaum kerabatnya bermula atau tersebab hal lainnya, maka orang-orang ini tergolong miskin yang harus dibantu seperti pada alinea 2, dan mereka diperlakukan dengan baik dalam sikap persaudaraan menurut hukum yang tergantung pada Ayat 49/10.
Jadi para muallaf adalah para pelajar, menuntut ilmu di sekolah rendah, menengah, dan sekolah tinggi, termasuk mereka mereka yang dikirim ke luar negeri dengan tugas belajar. Tegasnya para pelajar itu harus diberi beasiswa sebagai ongkos belajar seperlunya hingga mereka tidak terhalang menuntut ilmu disebabkan kekurangan biaya. Mereka harus dibantu sebagai tunas bangsa yang diharapkan untuk generasi mendatang. Kepada mereka bukan diminta uang sekolah atau uang pembangunan dan sebagainya apalagi untuk gaji guru, malah untuk mereka disediakan tempat-tempat belajar dengan peralatan secukupnya dan kepada mereka diberikan bantuan seperlunya berupa uang saku dan buku-buku yang dibutuhkan.
Ingatlah bahwa beasiswa barulah diberikan, dan gedung-gedung sekolah baru didirikan dengan guru secukupnya, sesudah fakir miskin dan gaji pegawai negeri diselesaikan pemerintah sebagai tercantum pada alinea 1,2, dan 3 di atas. Memang sangat janggal bilamana kejadian beberapa pelajar diberi beasiswa sementara fakir miskin masih bergelandangan dan para pegawai negeri sering mengeluh karena kurang gaji. Dan lebih janggal lagi jika pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa para pelajar harus membayar untuk masuk ujian agar dapat menjadi murid, begitupun setelah lulus ujian terakhir haruspula membayarkan sejumlah uang secara formal atau tidak.
Sikap demikian memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin, dan sebenarnya bertantangan dengan ajaran Islam, padahal mestinya pemerintah telah mengeluarkan biaya untuk berbagai keperluan sekolah dan gaji guru-guru. Jadi menurut Ayat 9/60 nyatalah bahwa semua sekolah dengan segala keperluannya harus dibelanjai pemerintah dengan hasil pengumpulan sedekah untuk kecerdasan masyarakat, maka sekolah-sekolah swasta juga harus dibiayai pemerintah karena semuanya adalah untuk kepentingan rakyat umum. Itulah yang dimaksud dengan keperluan bagi para muallaf, yaitu segala tugas yang sehubungan dengan pendidikan, pelajaran, dan keagamaan masyarakat.
Yang sehubungan dengan muallaf juga ialah penyediaan barang bacaan, tontonan, radio, TV dan sebagainya, harus Dibiayai pemerintah yang sebenarnya bertugas membimbing, mengatur, dan mengawasi perkembangan peradaban masyarakat umum. Semuanya tentulah untuk terlaksananya tata hidup menurut ajaran Islam yang sesungguhnya sempurna. Juga termasuk tugas muallah dengan biaya pemerintah adalah segala perongkosan yang dibutuhkan Masjid-masjid, Sura-sura, juru-juru penerangan, dan juru-juru dakwa. Jika alinea 3 menyebut ‘AAMILIIN yaitu pegawai negeri dalam Kementerian Keuangan, maka alinea 4 dengan istilah MUALLAF adalah Kementerian Agama, dan Pelajaran.
Dalam hal demikian nyatalah keliru pendapat setengah orang melakukan birth control dengan alasan dan saran tidak kecewa menyekolahkan anak di masa depan, padahal menurut Islam, semua kebutuhan belajar dibiayai pemerintah pada mana ibu bapak tidak mungkin merencana secara pribadi, malah tidak perlu bersusah hati dan memikirkan kebutuhan sekolah anak-anaknya. Orang hendaklah menjalani masa hidupnya menurut ajaran Islam yang mencakup seluruh bidang, dan orang tidak perlu mengambil contoh pada masyarakat sekular atau pada yang menamakan dirinya penganut Islam tetapi hidup terjajah oleh golongan kafir.

dade
dade
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 46
Posts : 207
Location : bEkAsi
Join date : 04.03.12
Reputation : 11

http://myquran.org

Kembali Ke Atas Go down

Zakaah Shadaqah Infaaq Empty Re: Zakaah Shadaqah Infaaq

Post by dade Sun Aug 19, 2012 8:26 pm

2. Orang-orang miskin atau MASAAKIN yaitu orang-orang yang mempunyai tempat kediaman dan pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak cukup menurut ukuran relatif bagi kebutuhan hidup sehari-hari dengan keluarganya. Ukuran relatif di sini tentulah menurut nilai hidup dengan harga barang-barang yang berlaku dalam masyarakat, atau juga menurut perbandingan income perkapita. Sesudah pemerintah selesai meniadakan kemelaratan dalam masyarakat, maka tugas kedua ialah memberikan bantuan kepada orang-orang miskin dengan sedekah yang sudah dipungut dari rakyat umum. Dengan bantuan demikian, mereka sempat mengatur hidup keluarganya secara wajar yang dengannya mereka dapat bertindak bersama-sama dengan penduduk lain untuk kemakmuran dan peningkatan peradaban. Kemelaratan dan kemiskinan harus diutamakan pemberantasannya oleh pemerintah karena keduanya dapat menimbulkan kekacauan dan keduharkaan terhadap pemerintah dan terhadap hukum agama sendiri. Maka hukum mengenai pembahagian sedekah demikian secara nyata menghilangkan curi karena lapar, bahkan juga dapat menghilangkan koruptor yang harus dipotong kedua tangannya. Tetapi akan sia-sia usaha pemerintah mencapai kemakmuran dan pembangunan jika kemiskinan masih berlaku di mana tingkat hidup rakyat sangat berbeda secara menyolok.

3. Para pekerja atau ‘AAMILINN yaitu orang-orang yang bekerja atas sedekah itu, jelasnya pejabat-pejabat pemerintah yang bertugas untuk kepentingan masyarakat, termasuk di dalamnya seluruh pegawai di daerah-daerah dan di pusat pemerintahan, tetapi bukan anggota tentara, polisi, jaksa, hakim, dan bukan pula pegawai jawatan pengajaran dan jawatan kesehatan. Ingatlah bahwa ‘Aamiliin ini kelompok ke tiga sesudah orang-orang melarat dan orang-orang miskin yang mendapat pembagian dari sedekah. Hal itu berarti bahwa pegawai negeri pada mulanya tidak mendapat gaji apa-apa, tetapi mendepat sedekah bilamana mereka termasuk orang-orang miskin yang harus dibantu dan diselamatkan oleh pemerintah.
Dengan demikian jelaslah bahwa pegawai negeri adalah petugas-petugas yang pada dasarnya bekerja untuk kepentingan umum atas kesadarannya memathu hukum ALLAH. Bukanlah mereka mengutamakan mendapat gaji setiap bulan tanpa perhatian terhadap rakyat miskin, apalagi untuk melagak di antara masyarakat ramai dengan sikap angkuh hingga banyak orang memandang mereka dengan rasa kesal dan dendam. Sebaliknya tidaklah pula wajar jika pemerintah mempekerjakan pejabat-pejabat tanpa gaji berbulan-bulan sementara menunggu surat pengangkatannya, hidup berhutang kian ke mari, sementara pemerintah membangun gedung-gedung bertingkat dan mengadakan berbagai macam keramaian dalam mengembangkan olah raga dan kesenian dengan ongkos sangat besar dari keuangan negara.
Malah lebih celaka lagi kejadian di mana calon pegawai harus membayarkan sejumlah uang lebih dulu untuk mendapatkan status pegawai negeri agar memperoleh gaji bulanan.

4. Orang-orang muallah atau MUALLAFATI QULUUBUHUM yaitu orang-orang yang dibangun hatinya untuk memahami ajaran Islam atau untuk meningkatkan kemajuan peradaban masyarakat. Orang-orang ini bukanlah yang baru pindah dari agama lain untuk memeluk Islam sebagaimana selama ini anggapan umum dalam tradisi, namun kalau mereka kebetulan miskin , mungkinkarena diisolir kaum kerabatnya bermula atau tersebab hal lainnya, maka orang-orang ini tergolong miskin yang harus dibantu seperti pada alinea 2, dan mereka diperlakukan dengan baik dalam sikap persaudaraan menurut hukum yang tergantung pada Ayat 49/10.
Jadi para muallaf adalah para pelajar, menuntut ilmu di sekolah rendah, menengah, dan sekolah tinggi, termasuk mereka mereka yang dikirim ke luar negeri dengan tugas belajar. Tegasnya para pelajar itu harus diberi beasiswa sebagai ongkos belajar seperlunya hingga mereka tidak terhalang menuntut ilmu disebabkan kekurangan biaya. Mereka harus dibantu sebagai tunas bangsa yang diharapkan untuk generasi mendatang. Kepada mereka bukan diminta uang sekolah atau uang pembangunan dan sebagainya apalagi untuk gaji guru, malah untuk mereka disediakan tempat-tempat belajar dengan peralatan secukupnya dan kepada mereka diberikan bantuan seperlunya berupa uang saku dan buku-buku yang dibutuhkan.
Ingatlah bahwa beasiswa barulah diberikan, dan gedung-gedung sekolah baru didirikan dengan guru secukupnya, sesudah fakir miskin dan gaji pegawai negeri diselesaikan pemerintah sebagai tercantum pada alinea 1,2, dan 3 di atas. Memang sangat janggal bilamana kejadian beberapa pelajar diberi beasiswa sementara fakir miskin masih bergelandangan dan para pegawai negeri sering mengeluh karena kurang gaji. Dan lebih janggal lagi jika pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa para pelajar harus membayar untuk masuk ujian agar dapat menjadi murid, begitupun setelah lulus ujian terakhir haruspula membayarkan sejumlah uang secara formal atau tidak.
Sikap demikian memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin, dan sebenarnya bertantangan dengan ajaran Islam, padahal mestinya pemerintah telah mengeluarkan biaya untuk berbagai keperluan sekolah dan gaji guru-guru.
Jadi menurut Ayat 9/60 nyatalah bahwa semua sekolah dengan segala keperluannya harus dibelanjai pemerintah dengan hasil pengumpulan sedekah untuk kecerdasan masyarakat, maka sekolah-sekolah swasta juga harus dibiayai pemerintah karena semuanya adalah untuk kepentingan rakyat umum. Itulah yang dimaksud dengan keperluan bagi para muallaf, yaitu segala tugas yang sehubungan dengan pendidikan, pelajaran, dan keagamaan masyarakat.
Yang sehubungan dengan muallaf juga ialah penyediaan barang bacaan, tontonan, radio, TV dan sebagainya, harus dibiayai pemerintah yang sebenarnya bertugas membimbing, mengatur, dan mengawasi perkembangan peradaban masyarakat umum. Semuanya tentulah untuk terlaksananya tata hidup menurut ajaran Islam yang sesungguhnya sempurna. Juga termasuk tugas muallah dengan biaya pemerintah adalah segala perongkosan yang dibutuhkan Masjid-masjid, Sura-sura, juru-juru penerangan, dan juru-juru dakwa. Jika alinea 3 menyebut ‘AAMILIIN yaitu pegawai negeri dalam Kementerian Keuangan, maka alinea 4 dengan istilah MUALLAF adalah kementerian Agama, dan Pelajaran.
Dalam hal demikian nyatalah keliru pendapat setengah orang melakukan birth control dengan alasan dan saran tidak kecewa menyekolahkan anak di masa depan, padahal menurut Islam, semua kebutuhan belajar dibiayai pemerintah pada mana ibu bapak tidak mungkin merencana secara pribadi, malah tidak perlu bersusah hati dan memikirkan kebutuhan sekolah anak-anaknya. Orang hendaklah menjalani masa hidupnya menurut ajaran Islam yang mencakup seluruh bidang, dan orang tidak perlu mengambil contoh pada masyarakat sekular atau pada yang menamakan dirinya penganut Islam tetapi hidup terjajah oleh golongan kafir.

5. Penjagaan atau RIQAAB yaitu semua yang berbentuk penjagaan bagi keselamatan lingkungan masyarakat seperti badan pertahanan, keamanan, dan keadilan, atau ketentaraan, kepolisian, kehakiman. Bukanlah istilah “riqaab” berarti budak, hamba sahaya, tawanan, dan sebagainya, karena dalam masyarakat Islam semenjak dulunya tidak ada yang disebut “hamba, budak” dan hukum Alquran terutama yang mengenai sedekah pada Ayat 9/60 harus berlaku disepanjang zaman di semua tempat, dan pada abad ke-14 Hijriah saja tiada lagi negara yang mengizinkan perbudakan, apalagi masyarakat Islam. Sementara perongkosan hidup bagi tawanan adalah tanggungan pertahanan negara, dan jumlah tawanan itu sedikit sekali walaupun dalam keadaan perang. Malah dalam hal ini lebih baik dimasukkan masalah pengungsi tersebab perang, tetapi itupun adalah tanggung jawab pertahanan dan keamanan yang termasuk golongan RIQAAB. Namun riqaab itu bukanlah berarti budak, tawanan, atau hamba sahaya.
Istilah RIQAAB tercantum pada Ayat 2/177, 9/60, dan 47/4 berarti “penjagaan” sehubungan dengan RAQABA berarti “menjaga” termuat pada Ayat 20/94, dan dengan RAQIIB berarti “Penjaga” tertulis pada Ayat 4/1, 5/117, 11/93, 33/52, 50/18. Juga sehubungan dengan B]RAQABAH[/B] adalah “bujang penjaga” termaktub pada Ayat 4/92, 5/89, 58/3, dan 90/13. Jadi memerdekakan RAQABAH adalah menjadikan bujang penjaga atau bujang pembantu sebagai manusia terhormat dalam masyarakat bersamaan dengan manusia lain yang merdeka, atau juga yang menjadikannya
sebagai anggota keluarga bukan selaku orang gajian. Maka istilah RIQAAB dan RAQABAH tiada sangkut pautnya dengan budak, tawanan, dan hamba sahaya. Untuk penjagaan ketertiban umum diperlukan tentara terdiri dari setiap lelaki pada umur tertentu. Mereka wajib masuk milisi dengan tugas dan latihan ketentaraan. Sewaktu bertugas demikian mereka dibiayai oleh negara, kemudian dikembalikan kepada kehidupan biasa pada pekerjaan mereka sehari-hari dalam masyarakat, ketika itu mereka tidak lagi dibiayai negara. Cara wajib milisi begitu sangat praktis bagi penjagaan dan ekonomi negara, agar tidak terbentuk kelompok penggagah pada orang-orang bersenjata, dan agar jabatan sebagai tentara tidak dijadikan suatu lapangan mata pencaharian tanpa pekerjaan produktif.
dade
dade
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 46
Posts : 207
Location : bEkAsi
Join date : 04.03.12
Reputation : 11

http://myquran.org

Kembali Ke Atas Go down

Zakaah Shadaqah Infaaq Empty Re: Zakaah Shadaqah Infaaq

Post by dade Sun Aug 19, 2012 8:35 pm

Tetapi di antara anggota milisi itu ada yang ditugaskan terus dan diberi gaji dengan keuangan negara, yaitu:

a. Orang-orang yang bertugas dalam bidang administrasi dan berbagai keahlian dalam bidang pertahanan
negara di darat, laut dan udara.

b. Orang-orang yang bertugas dalam bidang keamanan negara berbentuk kepolisian dan kejaksaan.

c. Orang-orang yang bertugas dalam bidang kehakiman yang memeriksa setiap perkara kriminal, sipil, dagang, dan politik. Seterusnya menjatuhkan hukum bagi setiapnya untuk dilaksanakan.

Semua anggota Milisi, Tentara, Polisi, dan Hakim itu termasuk dalam kelompok RIQAAB yang bertugas dalam penjagaan tersebut pada Ayat 9/60. Mereka harus dibiayai negara namun mereka adalah kelompok kelima sesudah pembiayaan bagi fakir, miskin, ‘aamiliin, dan muallaf diselesaikan oleh pemerintah secara wajar menurut ukuran Gross National Product atau ukuran relatif penghasilan negara. Selagi kelompok no. 1 s.d. no. 4 belum sempat diselesaikan maka kelompok no.5 ini harus bertabah hati melaksanakan tugas sehari-hari untuk kepentingan penjagaan negara, tetapi jika di antara mereka ada yang tidak mampu maka mereka tergolong orang miskin yang disebutkan pada alinea 2.
Karena kelompok kelima ini adalah rakyat biasa yang bertugas penjagaan masyarakat, tidaklah wajar mereka itu menganggap diri lebih tinggi atau melakukan tindakan sewenang-wenang dalam tugas sehari-hari. Kalau kebetulan tindakan demikian terjadi disebabkan sifat pribadi yang melawann hukum maka setiap orang dapat memberikan koreksi atau opposisi langsung terhadap Kepala Negara. Tentu akan ada pertanyaan: Bagaimana mungkin orang melakukan opposisi langsung terhadap Kepala Negara tersebab oleh tindakan petugas penjagaan yang melawan hukum? Bukankah orang itu akan kecewa atau opposisinya mendapat tanggapan negatif.
Dalam hal ini hendaklah diketahui bahwa yang dibicarakan adalah hukum yang harus berlaku dalam masyarakat yang beriman pada ALLAH Esa Kuasa. Kepala Negara adalah pribadi pilihan di antara orang-orang beriman, berilmu, memiliki keinsyafan dan mendambakan diri pada hukum ALLAH, bukan pribadi murtad atau opportunis. Di samping itu, semua rakyat berada dalam daerah lingkungan hukum tertentu di mana hanya ada satu partai politik dalam stu ideologi, karenanya rakyat hidup dalam semangat persaudaraan tanpa pertantangan dan persaingan. Bilamana seorang sudara diperkosa atau teraniaya maka semuanya akan bertindak langsung membela dan menuntut penyelesaian masalah.
Oleh sebab itu, setiap koreksi atau opposisi yang dilakukan anggota masyarakat dalam negara berdasarkan hukum Islam harus mendapat tanggapan khusus yang berakhir pada salah satu hal:

d. Orang yang melakukan opposisi harus diberi penjelasan atau peringatan tentang tindakannya yang salah pasang.

e. Petugas penjagaan harus dipecat dari jabatannya dan seterusnya dihukum menurut peraturan yang harus berlaku.

f. Kepala negara menyetujui perbuatan petugas penjagaan yang salah, maka waktu itu terjadilah pemberontakan
untuk menukar Kepala Negara dengan yang baru. Kepala Negara tidak mempunyai kekuatan apa-apa bilamana
rakyat menghendaki dia meletakkan jabatan karena semua orang dalam negara itu berada dalam satu front
bukan seperti yang berlaku pada negara yang memiliki partai politik lebih dari satu.


6. Orang-orang yang mendapat kecelakaan atau GAARIMIIN yaitu orang-orang yang ditimpa musibah buruk dalam hidupnya, seperti yang mengalami penyakit, kematian, bencana alam, dan kecelakaan lain-lainnya. IstilahGAARIMIIN bukanlah berarti “orang-orang berhutang” sebagaimana biasanya dalam tradisi, tetapi sehubungan dengan istilah GARAAMAA berarti “mencelakan” termuat pada Ayat 25/65 dengan MAGRAMU berarti “yang mencelakakan” pada Ayat 9/98, 68/46, dan dengan istilah MUGRAMUUN berarti “yang dicelakakan” tercantum pada Ayat 56/66.
Jika GAARIMIIN diartikan dengan “orang-orang berhutang” maka terjemahan itu tiada sangkut pautnya dengan istilah lain sehubungan, juga tidak memberikan ukuran jelas tentang betapa bentuk hutang yang harus dibayarkan pemerintah dengan hasil sedekah bagi orang-orang yang berhutang itu. Tetapi orang-orang yag mendapat kecelakaan mudah dapat dimengerti dan walau bagaimanapun harus ditolong, di antaranya adalah:
a. Biaya yang harus diberikan kepada penderita bencana alam, termasuk ongkos dan alat-alat yang diperlukan
Palang Merah serta Kepanduan yang aktif memberikan pertolongan.

b.
Biaya bagi orang yang mengalami kecelakaan kendaraan, kebakaran, dan sebagainya, termasuk ongkos
Organisasi Sosial yang ikut memberikan pertolongan.

c. Biaya orang-orang sakit disebabkan oleh serangan penyakit yang mungkin berbagai macam bentuknya, dan oleh
sebab lainnya, termasuk juga biaya dan alat-alat balai kesehatan dan Rumah Sakit Umum yang ada di setiap
daerah begitupun gaji semua pegawainya.

d. Biaya bagi setiap jenasah termasuk ongkos orang-orang yang melakukan pemakaman yang langsung
Mengurus jenasah atau kematian yang terjadi dalam masyarakat umum, hingga dengan demikian keluarga yang
dalam duka cita tidak disusahkan oleh jenasah yang harus segera dikuburkan.

Maka sedekah untuk Gaarimiin termasuk pada Ayat menurut adanya kementerian kesehatan yang langsung menangani kecelakaan ataupun musibah yang terjadi di antara rakyat umum. Namun kelompok ini barulah diwujudkan atas hasil sedekah yang dikumpulkan pemerintah setelah kelompok no 1 s.d 5 sudah diwujudkan dan terlaksana.



7. Pada Garis hukum ALLAH atau FII SABIILILLAH yaitu bagi perjuangan menegakkan hukum ALLAH, bukan hanya dalam lingkungan masyarakat tertentu tetapi juga ke luar daerah hukum negara Islam. Hal ini tercakup dalam perintah wajib perang terhadap orang-orang kafir yang antara lain disebutkan:
Ayat 2/16 menyatakan orang-orang beriman wajib perang walaupun zahirnya tidak senangi, tetapi perang itu mengandung kebaikan. Mungkin orang membenci sesuatu pada hal dia baik baginya.
Ayat2/244, 4/74, 4/76 dan 61/4 menyatakan orang-orang beriman hendaklah berperang dalam garis hukum ALLAH, bahu-membahu, maka siapa yang membunuh atau terbunuh, untuknya diberikan upah besar.

Ayat 4/71, 4/84, dan 4/104 menyatakan orang-orang beriman harus memerangi kaum yang tidak menghukum dengan hukum ALLAH. Mereka hendaklah berjuang sepenuh hati, diri dan dengan harta benda, untuk kepentingan garis hukum ALLAH. Mereka juga harus memerangi orang-orang yang melemahkan Mukminin dalam bidang ekonomi dan sebagainya.
Jadi setelah alinea 1 s.d 4 diselesaikan pemerintah, begitupun pertahanan, keamanan, serta orang-orang mendapat kecelakaan dijamin biaya dan perawatannya oleh biaya negara seperti termuat dalam alinea 5 dan 6, barulah diadakan Kementerian Luar Negeri juga tugas perang orang-orang kafir di luar negeri menurut kesanggupan yang ada. Mungkin hal ini agak janggal kedengaran tetapi semua bangsa bertindak demikian bagi kepentingan negara dan agamanya.
Banyak sekali yang harus dibicarakan dalam hal yang mengenai perjuangan dan perang, tetapi ingatlah bahwa setiap orang beriman dididik untuk bersikap tegas keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang antara orang-orang beriman, 48/29 dan 49/10, sesuai dengan ketentuan pada Ayat 3/133, 3/139, 33/36, dan 40/51, maka untuk tugas-tugas juang dan perang tersebut dibutuhkan biaya yang harus diberikan negara. Orang-orang Islam harus yakin mendapat kebahagian hidup dunia dan Akhirat tentang mana kematian ataupun gugur di medan perang hanyalah media yang mencepatkan diri untuk memperolehnya.

Adalah kebohongan bila orang mengatakan beriman pada hukum agamanya jika dia sengaja mengelakkan diri dari tugas juang yang diperintahkan agamanya, dan adalah kekeliruan jika seorang Muslim menganggap tugas FII SABIILILLAAH tidak jadi kewajibannya. Bahkan tidak masuk akal jika dalam suatu daerah ada tiga kelompok manusia yang berlainan agama dapat hidup damai tanpa saling mencurigai dan bergaul tanpa permusuhan.


8.
Para pejuang atau IBNUSSABIIL yaitu pejuang-pejuang yang bertugas di medan perang ataupun yang sudah jadi veteran, ataupun semua lelaki tua yang memang dulunya jadi anggota milisi tanpa kecuali. Mereka ini adalah kelompok terakhir yang harus mendapat biaya dari pemerintah setelah tugas-tugas kenegaraan lainnya pada alinea 1 sampai dengan 7 dapat diselesaikan pemerintah. Bukanlah IBNUSSABIIL berarti orang-orang dalam perjalanan karena orang-orang yang melakukan perjalanan jauh adalah orang-orang kaya yang tidak perlu dibantu dengan biaya negara, kecuali kalau kebetelun mereka itu miskin atau orang-orang melarat, ataupun mendapat kecelakaan seperti dimaksud pada alinea 1, 2, dan alinea 6.
SABIIL berarti “garis hukum “ sebagai tercantum pada Ayat 7/146, 17/72, 17/84, 42/41 dan lain-lain. Jamaknya adalah SUBULU termuat pada Ayat 5/16, 6/153, 14/13, dan 29/89. Bukan berarti “jalan” karena untuk ini Alquran memakai istilah THARIIQ pada Ayat 4/169, 20/63, 20/77, 46/30, 72/16, dan “yang berjalan” disebut THAARIQ pada Ayat 23/17, 72/11 dan 86/2.
Karena itu juga bukanlah IBNUSSABIIL berarti “orang-orang dalam perjalanan” karena untuk ini Alquran memakai istilah SAYYAARAH seperti pada Ayat 5/96, 12/10, dan 12/19, sementara untuk “perjalanan” dipakai istilahSAYRU pada Ayat 34/18, 52/10, dan istilah JUNUBU pada Ayat 4/36, 4/43, 5/6, dan 28/11.

dade
dade
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 46
Posts : 207
Location : bEkAsi
Join date : 04.03.12
Reputation : 11

http://myquran.org

Kembali Ke Atas Go down

Zakaah Shadaqah Infaaq Empty Re: Zakaah Shadaqah Infaaq

Post by dade Sun Aug 19, 2012 8:55 pm

Tentu ada yang akan bertanya: Bagaimana keadaan para pensiunan dan masalah pembangunan di segala bidang?
Ingatlah bahwa orang-orang Islam adalah orang-orang yang selalu giat. Mereka yang bertugas dalam bidang-bidang kenegaraan tidak akan dipensiunkan selagi masih berkesanggupan melakukan tugasnya secara baik dan menurut keahlian. Tetapi jika mereka dipensiunkan adalah karena tidak berdaya lagi. Kepada mereka ini diberikan bantuan kebutuhan hidup, tergolong pada IBNUSSABIIL atau pada orang-orang miskin.
Berbicara tentang pembangunan, maka apa yang dimaksud pada alinea 1 sampai dengan 8 tercantum pada Ayat 9/60 adalah sebenarnya pembangunan menyeluruh, moral dan material, di mana tampak urutan tertentu bertingkat dalam semua lapangan kehidupan yang wajar. Maka dengan satu Ayat Suci saja dapat diketahui betapa logisnya ajaran Islam, dalam bidang ekonomi masyarakat umum. Kalau hukum yang termuat pada Ayat 9/60 dan 9/103 dilaksanakan dalam masyarakat mana juga di dunia ini, akan terlaksanalah pembangunan di segala bidang dalam waktu yang relatif pendek pada mana tidak diperlukan rencana pembangunan jangka panjang sebagai dilaksanakan oleh kebanyakan negara pada abad ke-15 Hijriah.
Perlu disampaikan lagi bahwa sedekah yang sebenarnya adalah pajak, bea, dan cukai, diwajibkan pada setiap orang untuk membayarnya tanpa kecuali asal saja dia normal, dewasa lelaki atau perempuan, miskin atau kaya, dan pemerintah wajib memungutnya. Bilamana kebetulan seseorang fakir matau miskin maka pembayaran itu ditangguhkan sampai dia mendapat jatah sebagai disebutkan pada alinea 1 dan 2. Ketentuan demikan ialah agar tugas dan kewajiban rakyat dalam negara jadi merata tanpa pilih, tanpa kecuali, tentang mana peraturan tidak membedakan seseorang dari yang lain, dengan itu juga dapat dijalankan sensus penduduk sekaligus untuk perencanaan menyeluruh.



C. INFAAQ berati “perbelanjaan” termuat pada Ayat 17/100. Ada pula yang disebut NAFQAH berarti “belanja” tercantum pada Ayat 2/270, 9/45 dan 9/121. Kata kerjanya ialah ANFAQA berati “menafkahkan” atau “membelanjakan” tertulis pada Ayat 2/267, 36/47, dan banyak Ayat Suci lainnya.

Istilah NAFQAH dalam Alquran biasanya diartikan dengan “nafkah” saja yaitu belanja berbentuk pemberian uang atau harta benda kepada yang membutuhkan. Tegasnya nafkah itu adalah pemberian wajib pada yang membutuhkan, baik dalam lingkungan keluarga, jiran, dan negara sendiri. Karena itu SEDEKAH atau SADAQAH termasuk dalam golongan nafkah. Jika sedekah hanyalah berbentuk uang saja maka nafkah mungkin saja berbentuk uang atau barang, namun keduanya mengandung nilai yang dibutuhkan.

Tanpa nafkah kehidupan rumah tangga tidak akan selamat, begitu pula kehidupan bertetangga dan bernegara. Perbedaan lain antara sedekah dan nafkah ialah bahwa sedekah dan nafkah ialah bahwa sedekah diberikan kepada pemerintah secara terang-terangan menurut peraturan undang-undang tertentu, tetapi nafkah pada umumnya diberikan kepada pemerintah berupa sedekah dan kepada keluarga atau jiran menurut ukuran relatif, baik secara terang ataupun sembunyi. Setiap orang boleh melebihkan pemberian nafkah menurut kadar kesanggupannya, tetapi tidak boleh mengurangi nilai yang ditentukan atasnya menurut keadaan dan hukum yang berlaku.

Tentang nafkah inilah orang sangat dianjurkan agar bermurah hati dan secara sukarela memberikannya kepada yang patut dan harus menerima sebagaimana seringkali disebutkan dalam Alquran, termasuk juga nafkah yang harus diberikan untuk dana perjuangan mencapai kemerdekaan jika masyarakat masih terjajah. Dengan nafkah itulah perjuangan itu dimulai sebelum sedekah sempat dipungut secara resmi oleh badan pemerintah yang dikehendaki. Banyak Ayat Suci yang mengandung istilah ANFAQA di antara lain maksudnya sebagai berikut:

وَأَنفِقُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّہۡلُكَةِ‌ۛ وَأَحۡسِنُوٓاْ‌ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
2/195. Bernafkahlah dalam garis hukum ALLAH, dan janganlah sampai dengan tanganmu pada kebinasaan.
Berbuat baiklah bahwa ALLAH menyukai orang-orang yang berbuat baik.


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَـٰتِ مَا ڪَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ
ٱلۡأَرۡضِ‌ۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِ‌ۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ

2/267. Wahai orang-orang beriman, nafkahkanlah yang baik-baik dari apa yang kamu lakukan dan dari apa yang KAMI
keluarkan untukmu dari Bumi. Jangan liputi yang buruk daripadanya, kamu nafkahkan dan kamu tidak mau
mengambilnya kecuali mengomel padanya. Ketahuilah bahwa ALLAH kaya terpuji.


ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّ۬ا وَعَلَانِيَةً۬ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
2/274. Orang-orang yang menafkahkan hartanya waktu malam dan siang secara rahasia dan terbuka, untuk mereka upah mereka
pada TUHAN mereka, tiada kecemasan atas mereka dan tidaklah mereka berduka cita.


إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُمۡ لِيَصُدُّواْ
عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيۡهِمۡ حَسۡرَةً۬ ثُمَّ يُغۡلَبُونَ‌ۗ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحۡشَرُونَ

8/36. Bahwa orang-orang kafir menafkahkan hartanya untuk mengelak dari garis hukum ALLAH, mereka akan
menafkahkannya. Kemudian dia jadi kekecewaan atas mereka, kemudian mereka dikalahkan.
Dan orang-orang kafir itu dikumpulkan kepada Jahannam.


وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡہُمۡ نَفَقَـٰتُهُمۡ إِلَّآ أَنَّهُمۡ
ڪَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا يَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمۡ ڪُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَـٰرِهُونَ

9/54. Tiada yang mencegah untuk diterima nafkah dari mereka kecuali karena mereka kafir pada ALLAH
dan pada Rasul-NYA, dan mereka tidak datang ber-Shalat kecuali dengan malas, dan tidak bernafkah kecuali
mereka merasa benci.


هَـٰٓأَنتُمۡ هَـٰٓؤُلَآءِ تُدۡعَوۡنَ لِتُنفِقُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَمِنڪُم مَّن يَبۡخَلُ‌ۖ
وَمَن يَبۡخَلۡ فَإِنَّمَا يَبۡخَلُ عَن نَّفۡسِهِۦ‌ۚ وَٱللَّهُ ٱلۡغَنِىُّ وَأَنتُمُ ٱلۡفُقَرَآءُ‌ۚ وَإِن تَتَوَلَّوۡاْ يَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَيۡرَكُمۡ ثُمَّ لَا يَكُونُوٓاْ أَمۡثَـٰلَكُم

47/38. Kamu inilah orang-orang yang diseru untuk bernafkah dalam garis hukum ALLAH, maka dari kamu ada yang kikir.
Siapa yang kikir maka dia kikir pada dirinya. ALLAH kaya dan kamu melarat. Jika kamu berpaling,
akan dia ganti dengan kaum selain kamu, kemudian mereka tidak jadi permisalanmu.


وَمَا لَكُمۡ أَلَّا تُنفِقُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ
وَلِلَّهِ مِيرَٲثُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ لَا يَسۡتَوِى مِنكُم مَّنۡ أَنفَقَ
مِن قَبۡلِ ٱلۡفَتۡحِ وَقَـٰتَلَ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَعۡظَمُ دَرَجَةً۬ مِّنَ ٱلَّذِينَ أَنفَقُواْ مِنۢ بَعۡدُ وَقَـٰتَلُواْ‌ۚ وَكُلاًّ۬ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡحُسۡنَىٰ‌ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٌ۬

57/10. Dan apakah bagimu hingga tidak bernafkah dalam garis hukum ALLAH padahal kepunyaan ALLAH pewarisan planet-planet
dan Bumi? Tidaklah sama di antara kamu orang yang bernafkah sebelum pembukaan serta berperang. Itulah yang lebih besar
derajatnya daripada orang-orang yang bernafkah sesudahnya serta berperang. Setiapnya ALLAH janjikan kebaikan,
dan ALLAH memberi kabar tentang apa yang kamu kerjakan.



Dengan susunan maksud Ayat Suci tadi jelaslah bahwa nafkah adalah pemberian wajib berupa uang dan harta benda, baik yang yang didapat dari pertanian, peternakan, perusahaan, dan sebagainya untuk orang-orang yang membutuhkan dalam keluarga, jiran, dan negara. Semua itu adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat serta keredhaan ALLAH yang menjanjikan upah besar di dunia kini dan Ahirat nanti.
4

D. ZAKAAH yang menurut tradisi diartikan dengan “zakat” juga, yaitu pemberian wajib, terdiri dari zakat diri, zakat harta, dan sebahagiaanya menurut persentase tertentu berdasarkan Hadis yang dikatakan dari Nabi Muhammad dan pendapat para ulama. Dan isitilah ZAKAT itu biasanya dimaksudkan “pembersihan” diri dan harta benda, mungkin mereka dasarkan pada Ayat 9/103. Tetapi terjemahan ZAKAAH dengan “pembersihan, kebersihan, atau penyucikan, kesucian” tidaklah tepat karena untuk pengertian itu Alquran memakai istilah THAHARA pada Ayat 2/222; THAHARA pada Ayat 2/125, 5/6, 5/41, 8/11, 9/103, 22/26, 33/33, 74/4; THAHUURAA pada Ayat 25/48, 76/21; MUTHAHHIRU pada Ayat 3/55; MUTHAHHARAH pada Ayat 2/25, 3/15, 4/57, 80/14, 98/2; MUTHAHHARUUN pada Ayat 2/222, 9/108, 56/79; ITTHAHHARA pada Ayat 5/6, dan ATH-HARU pada Ayat 2/232, 11/78, 33/53, 58/12.

Semua istilah di atas ini berpangkal pada THAHARA berarti “suci atau bersih” dipakai untuk zahir maupun batin, tubuh ataupun jiwa. Karena itu tidaklah wajar istilah ZAKATA diartikan “penyucikan.”

Menurut ketentuan yang ada dalam Alquran, istilah ZAKAAH berarti “kecerdasan” tercantum pada berbagai Ayat Suci, di antaranya bermaksud sebagai berikut:


لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ
وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَـٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ وَٱلۡمَلَـٰٓٮِٕڪَةِ وَٱلۡكِتَـٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ
وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآٮِٕلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتَى ٱلزَّڪَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَـٰهَدُواْ‌ۖ وَٱلصَّـٰبِرِينَ فِى ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِ‌ۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ‌ۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ

2/177. Bukanlah kebaikan agar kamu memalingkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu siapa beriman pada ALLAH dan Hari Akhirat dan
Malekat dan Kitab dan Nabi-Nabi, serta memberikan harta atas kecintaannya pada kerabat dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan para
pejuang dan orang-orang minta-minta dan pada penjagaan (negeri) serta mendirikan Shalat dan memberikan KECEDERDASAN dan
menunaikan ketegasan ketika mereka menegaskan, dan yang tabah dalam kesengsaraan dan bahaya dan sewaktu dalam kuat.
Itulah orang-orang benar dan itulah mereka yang insyaf.


وَحَنَانً۬ا مِّن لَّدُنَّا وَزَكَوٰةً۬‌ۖ وَكَانَ تَقِيًّ۬ا
19/13. Dan kecerdikan dari KAMI serta KECERDASAN,
dan adalah dia (Yahya) seorang insyaf.


وَجَعَلَنِى مُبَارَكًا أَيۡنَ مَا ڪُنتُ وَأَوۡصَـٰنِى بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّڪَوٰةِ مَا دُمۡتُ حَيًّ۬ا
19/31. “DIA jadikan aku (Isa Almasih) penuh berkah di mana aku berada, dan mewasiatkan
Shalat dan KECERDASAN pada selama aku hidup.”


قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
23/1. Sungguh menang orang-orang beriman.

وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِلزَّكَوٰةِ فَـٰعِلُونَ
23/4. Dan orang-orang yang berbuat untuk KECERDASAN.

ءَأَشۡفَقۡتُمۡ أَن تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَىۡ نَجۡوَٮٰكُمۡ صَدَقَـٰتٍ۬‌ۚ فَإِذۡ لَمۡ تَفۡعَلُواْ
وَتَابَ ٱللَّهُ عَلَيۡكُمۡ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ‌ۚ وَٱللَّهُ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

58/13. Apakah kamu merasa berat mendahulukan SEDEKAH sebelum bisikanmu? Ketika kamu tidak melakukan,
ALLAH memberi taubat atasmu, maka dirikanlah Shalat dan berikanlah KECERDASAN. Patuhilah ALLAH dan
Rasul-NYA, dan ALLAH memberi kabar tentang yang kamu kerjakan.


Pada maksud Ayat 58/13 ini secara nyata dijelaskan perbedaan sedekah dari ZAKAT. Kalau zakat dimaksud dengan pemberian wajib dengan persentase yang oleh para ulama didasarkan atas Ayat 9/60, maka pemberian itu adalah sedekah sebagaimana tercantum pada kedua Ayat Suci itu. Jadi istilah zakat berarti KECERDASAN yang diberikan, bukan berarti “kesucian, penyucikan” karena keduanya tidak mungkin diberikan kepada orang lain. Disamping itu Ayat 23/4 menyatakan orang-orang beriman berbuat untuk KECERDASAN, bukan berbuat agar suci. Berbuat untuk kecerdasan adalah bagi orang lain, sedangkan berbuat agar suci adalah untuk diri sendiri.

Ayat 19/31 menyatakan Isa Almasih agar melakukan Shalat dan KECERDASAN bersama orang-orang beriman lainnya. Memang Shalat dan Zakat itu mengandung pengertian luas sekali, karena itu bukanlah zakat berati kesucian atau penyucian.

Ayat 19/13 menyatakan bahwa ALLAH memberikan kecerdikan dan zakat pada Nabi Yahya, maka bukanlah zakat tersebut menurut anggapan umum selama ini yaitu yang wajib diberikan karena ALLAH tidak berkewajiban tentang itu, tetapi zakat adalah KECERDASAN yang diberikan ALLAH kepada Yahya. Dan kalau zakat diartikan dengan kebersihan atau kesucian, juga tidak tepat, karena kebersihan bukanlah diberikan kepada Yahya tetapi harus dilakukan oleh Nabi itu.

Lebih jelas lagi maksud istilah zakat dalam Ayat 2/177, bahwa setelah dinyatakan kebaikan ada pada beberapa syarat, dan sesudah dikatakan agar orang memberikan sebahagian harta pada yang patut berupa sedekah dan nafkah, maka orang diperintah lagi memberikan zakat. Jadi zakat di sini bukanlah menurut anggapan selama ini tetapi KECERDASAN yang terdiri dari berbagai bentuk, yaitu:

a. Pemberian ilmu dan penjelasan yang diperlukan orang lain, atau kepada orang-orang yang membutuhkan. Karena
itu perintah untuk ber-Shalat dan ber-Zakat menandakan orang-orang beriman harus lebih tinggi dalam segala
bidang kehidupan.

b. Pemberian kesempatan dan lapangan bekerja bagi yang membutuhkan dalam masyarakat orang-orang beriman di mana
setiap diri bertindak saling menolong dalam sikap Ukhuwah Islamiyah.

c. Pemberian harta atau uang yang dibutuhkan oleh orang lain, mungkin sehubungan dengan sedekah, nafkah, atau
lainnya, karena itu orang-orang beriman adalah mereka yang insyaf tentang hidup serta berbuat untuk
kepentingan bersama.

d. Pemberian pertolongan berbentuk usaha , tenaga, buah pikiran, atau apa saja untuk kepentingan masyarakat
umum, terutama kepada orang-orang yang membutuhkan. Itulah pemberian zakat, yaitu KECERDASAN yang berfaedah
bagi kehidupan bersama.

Istilah yang sehubungan dengan itu adalah ZAKAA berarti “jadi cerdas” termuat pada Ayat 24/21; ZAAKKAA berarti “menganggap cerdas” tercantum pada Ayat 53/32; IZZAKKA artinya “bersikap cerdas” pada Ayat 80/3, 80/7; AZKAA artinya “lebih cerdas” pada Ayat 2/232, 18/19, 24/28, 24/30; ZAKIYYU artinya “yang cerdas” pada Ayat 18/74, 19/19; dan ZAKKAA berarti “mencerdaskan” pada Ayat 2/129, 2/151, 2/174, 3/164, 4/49, 9/103, 24/21, 62/2, 79/18, 91/9. Di bawah ini kita kutipkan arti beberapa Ayat Suci sebagai bahan pertimbangan:

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ صَدَقَةً۬ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيہِم بِہَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡ‌ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ۬ لَّهُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
9/103. Ambillah sedekah dari harta mereka untuk menyucikan mereka dan MENCERDASKAN mereka dengannya,
dan Shalatlah untuk mereka, bahwa Shalatmu penenang bagi mereka, dan ALLAH mendengar mengetahui.


قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡ‌ۚ ذَٲلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ
24/30. Katakanlah pada Mukminin itu agar merendahkan dari pandangan mereka dan menjaga kesopanan mereka.
Itu lebih CERDAS bagi mereka, bahwa ALLAH memberi khabar tentang apa yang mereka perbuat.


قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡ‌ۚ ذَٲلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ
62/2. DIA-lah yang membangkitkan pada orang-orang buta huruf Rasul di antara mereka, menganalisakan atas mereka
Ayat-ayat-NYA dan MENCERDASKAN mereka serta mengajar mereka Kitab dan sains sekalipun mereka
dulunya dalam kesesatan nyata.


Ayat 9/103 menyatakan sedekah yang diambil dari harta rakyat adalah untuk menyucikan dan mencerdaskan. Jika “mencerdaskan” dirubah jadi “menyucikan” pula maka Ayat Suci itu menjadi tidap dapat dipahami, padahal kedua istilahnya berbeda dengan arti yang berbeda. Ayat 24/30 menyuruh orang merendahkan pandangan dan menjaga kesopanan dalam pergaulan di antara masyarakat ramai. Hal demikian lebih cerdas bukan lebih suci, karena memang orang tidak jadi suci dengan merendahkan pandangan. Seterusnya 62/2 menyatakan bahwa ALLAH membangkitkan Rasul untuk mencerdaskan manusia ramai bukan menyucikan mereka, karena untuk menyucikan manusia ramai bukanlah Rasul tetapi manusia itu sendiri.

Kini jelaslah bahwa sedekah adalah pemberian wajib berupa pajak, bea, dan cukai yang dipungut pemerintah untuk dipergunakan bagi delapan kelompok dalam kehidupan masyarakat bernegara. Infak atau nafkah adalah pemberian yang dibutuhkan dalam berkeluarga, berjiran, dan bernegara di mana termasuk sedekah tadi. Dan zakat mencakup semua pemberian, pertolongan, berbentuk harta benda, uang, usaha, dan pengetahuan. Memberikan zakat ialah memberikan kecerdasan yang di dalamnya termasuk sedekah dan nafkah tadi.

Orang diperintah mendirikan Shalat sebagai tali hubungan langsung dengan ALLAH yang menciptakan semua yang ada kini untuk kehidupan, dan orang diperintah memberikan zakat atau kecerdasan terhadap sesama manusia untuk kesejahteraan masyarakat umum. Itulah hubungan vertikan dan hubungan horizontal yang dimaksud pada Ayat 3/112. Celakalah mereka yang meniadakan salah satu atau keduanya dari hubungan itu, merka celak di dunia kini dan di Akhirat nanti. Islam bukanlah agama yang mengatur hubungan manusia dengan ALLAH saja sembari meninggalkan kepentingan dunia, begitu pula bukan sebaliknya. Islam bukanlah agama yang memisahkan urusan dunia dari usaha persiapan bagi kehidupan Akhirat.

Alquran selaku Kitab Suci yang satu-satunya mengandung Firman ALLAH secara lengkap dan asli adalah dasar mutlak bagi agama Islam. Terhadap Alquran seluruh manusia dianjurkan memberikan perhatian lalu menjadikannya pedoman khusus dalam kehidupan di berbagai bidang. Orang mungkin saja memberikan kritik dan tanggapan berbeda pada mana ada yang pro dan ada yang kontra, tetapi ALLAH menyatakan Islam adalah agama logis sempurna untuk untuk seluruh zaman. Keingkaran terhadap hukum Islam hanyalah kebodohan dan kurang pengertian tentang Ayat-ayat Alquran terhadap mana bukan dituntut hanya kepatuhan tetapi lebih utama penganalisan dan pemikiran logis.


ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَـٰهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ يَتۡلُونَهُ ۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦۤ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦ‌ۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِهِۦ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡخَـٰسِرُونَ
2/121. Orang-orang yang KAMI datangkan Kitab pada mereka, menganalisanya dengan analisa logis, itulah yang beriman
padanya. Dan siapa yang mengingkarinya, itulah orang-orang rugi.


وَمَن يَرۡغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبۡرَٲهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفۡسَهُ ۥ‌ۚ وَلَقَدِ ٱصۡطَفَيۡنَـٰهُ فِى ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَإِنَّهُ ۥ فِى ٱلۡأَخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ
2/130. Siapa yang membenci doktrin Ibrahim hanyalah memperbodoh dirinya. Sungguh KAMI pilih dia di dunia, dan di Akhirat
dia termasuk orang-orang shaleh.


أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ‌ۚ وَلَوۡ كَانَ مِنۡ عِندِ غَيۡرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ ٱخۡتِلَـٰفً۬ا ڪَثِيرً۬ا
4/82. Tidaklah mereka memperhatikan Alquran? Kalau dia dari selain ALLAH tentulah mereka dapati
dalamnya kontradiksi yang banyak.


وَٱلَّذِينَ إِذَا ذُڪِّرُواْ بِـَٔايَـٰتِ رَبِّهِمۡ لَمۡ يَخِرُّواْ عَلَيۡهَا صُمًّ۬ا وَعُمۡيَانً۬ا
25/73. Dan orang-orang yang ketika diperingatkan Ayat-ayat TUHAN mereka tidak merunduk
atasnya secara tuli dan buta.


فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفً۬ا‌ۚ فِطۡرَتَ
ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡہَا‌ۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِ‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ

30/30. Dirikanlah wajahmu untuk agama itu sesempurnanya, susunan ALLAH yang menyusun manusia atasnya.
Tiada perubahan bagi ciptaan ALLAH. Itulah agama kukuh, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.


وَلَقَدۡ يَسَّرۡنَا ٱلۡقُرۡءَانَ لِلذِّكۡرِ فَهَلۡ مِن مُّدَّكِرٍ۬
54/40. Sungguh KAMI permudah Alquran untuk pemikiran
maka adakah yang memperhatikan?


فَأَيۡنَ تَذۡهَبُونَ
81/26. Kemanapun kamu pergi.

إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٌ۬ لِّلۡعَـٰلَمِينَ
81/27. Bahwa dia (Alquran) melainkan pemikiran
untuk seluruh manusia.


وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
81/29. Tiada yang kamu kehendaki kecuali yang dikehendaki
ALLAH Tuhan seluruh manusia.



dade
dade
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 46
Posts : 207
Location : bEkAsi
Join date : 04.03.12
Reputation : 11

http://myquran.org

Kembali Ke Atas Go down

Zakaah Shadaqah Infaaq Empty Re: Zakaah Shadaqah Infaaq

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik