Penyangakalan........
FORUM LASKAR ISLAM :: PERBANDINGAN AGAMA :: FORUM LINTAS AGAMA :: Menjawab Fitnah, Tuduhan & Misunderstanding
Halaman 1 dari 1 • Share
Penyangakalan........
Hadis adalah sebuah bagian integral dari iman Islam, dan menyangkalinya berarti menyangkali pilar-pilar Islam yang penting, dan akan meningkatkan keragu-raguan mengenai (about) Qur’an dan hidup Muhammad itu sendiri.
Ada dua kategori orang Muslim: Mereka yang menerima otentisitas Qur’an dan Hadis tanpa mengenal kata jika atau tetapi, dan mereka yang menyangkali Hadis, baik sebagian maupun secara total. Mereka mencoba menafsirkan Qur’an kontras dengan arti yang terlihat, dengan tujuan agar ia menjadi sesuatu yang bisa diterima oleh akal sehat.
Selama hampir 1200 tahun, koleksi-koleksi hadis dari Bukhari, dipandang (dan masih hingga kini) sebagai kitab kedua setelah Qur’an, oleh mayoritas orang-orang Muslim. Disamping Qur’an, Muslim, khususnya kelompok Suni menganggap Hadis sebagai sumber pedoman. Hadis adalah kisah-kisah tentang hidup Muhammad, dikumpulkan oleh para sarjana pada abad kedua dan ketiga setelah Hijrah. Yang paling dikenal dan dihormati adalah yang disusun oleh Bukhari dan muridnya Muslim ibn al-Hajjaj. Kisah-kisah dalam Hadis kedua orang ini dianggap Sahih (tepat, masuk akal, otentik) karena mereka telah melalui sebuah proses otentisitas yang sangat teliti yang disebut Ilmul Hadith.
Namun demikian, ada sebuah tren baru di antara sekelompok orang Muslim, khususnya Para Penakluk, untuk menyangkali otentisitas hadis seluruhnya. Mereka menyebut penyusunan hadis ini sebagai penipuan dan merupakan klenik. Hal ini akan membunuh sang Utusan. Para kolektor hadis bukan orang yang mengarang kisah-kisah ini sehingga mereka layak untuk dihina seperti itu. Mereka hanya mengumpulkannya, menyusunnya dan memberikan rangkaian cerita yang mengisahkan apa yang terjadi pada Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
Para sarjana Muslim mula-mula menerima sebuah hadis sebagai Sahih hanya ketika otentisitasnya dibangun berdasarkan Fann-i-Riwaayat (seni merangkai cerita) dan Fann-i-Daraayat (seni penyusunan konkordansi logis). Lebih daripada itu, sebuah Hadis tidak boleh berkontradiksi dengan Sunnah dan Qur’an.
Tak ada dari kita yang punya kualifikasi untuk menentukan akurasi metodologi yang dipakai untuk menerima atau menolak sebuah hadis yang didasarkan pada Fann-i-Riwaayat. Ini adalah cerita-cerita yang sudah tua. Semua orang yang melaporkannya sudah wafat lebih dari seribu tahun yang lalu, dan tak ada cara yang bisa kita pakai untuk memverifikasi kebenarannya. Pada saat ini, satu-satunya metode yang tersisa untuk menentukan sihhat(masuk akal) dari sebuah hadis adalah Fann-i-Daraayat dan kecocokannya dengan Qur’an.
Sarjana Islam, Asif Iftikhar menulis,”Karena itu, sebuah hadis dapat dianggap sebagai sebuah sumber pedoman keagamaan hanya jika dasar dari Hadis itu eksis dalam Qur’an atau Sunnah atau prinsip-prinsip natur dan intelektual manusia yang ada. Terlebih lagi, ia tidak boleh berkontradiksi dengan satupun dari dasar-dasar ini” (dari The Authenticity of Hadith)
Penulis yang sama menulis,” Imam Ibni Ali Jauzee dilaporkan telah mengatakan:’Jika engkau menemukan sebuah Hadis bertentangan dengan akal sehat atau kontras dengan sebuah hukum universal, anggaplah itu sebagai sebuah laporan palsu; mendiskusikan kebenaran para periwayat adalah hal yang tidak berguna. Hal yang mirip, Ahadis seperti itu (plural for hadis) harus dicurigai sebagai hal yang tidak bisa diterima, sebab ia tidak menyediakan ruang untuk penjelasan yang masuk akal. Demikian juga dengan sebuah Hadis yang menjanjikan upah yang sangat besar bagi sebuah perbuatan minor atau sebuah Hadis yang diduga memiliki arti yang tidak masuk akal.”
Dengan menguji sejumlah ahadis dalam terang ‘akal sehat’, dan memperhatikan rekomendasi Ibni Ali Jauzee, kita menemukan banyak dari hadis itu, tidak memiliki kualifikasi sebagai hadis-hadis yang sahih. Sebagai contoh adalah hadis yang ada di bawah ini:
Sahih Bukhari Volume 3, Buku 43, Nomor 652
Diriwayatkan oleh Abu Huraira:
Rasul Allah berkata,”Ketika seorang pria ada di tengah perjalanan, ia menemukan sebuah ranting berduri dari sebuah pohon yang ada di tengah jalan itu kemudian mencabutnya. Allah berterimakasih atas perbuatannya itu serta mengampuninya.”
Di sini, upah diberikan berdasarkan perbuatan baik, dan jika kita mengikuti nasehat yang diberikan oleh Ibni Ali Jauzee, maka kita harus membuang Hadis ini sebagai sebuah hadis yang palsu.
Hal ini mungkin terlihat sepele, tetapi implikasinya sangat besar. Dengan membuktikan bahwa sebuah hadis yang dikategorikan sebagai sahih adalah tidak sahih, maka kita tengah membangun sebuah kecurigaan akan otentisitas seluruh ahadis yang diklasifikasikan sebagai sahih. Faktanya, ini membuktikan bahwa meskipun 90 persen orang Muslim percaya pada koleksi-koleksi Bukhari dan Muslim, dan disamping fakta bahwa ahadis ini dianggap sebagai pedoman terbaik setelah Qur’an, mereka sama sekali tidak bisa dipercaya.
Sekarang mari kita ambil hadis lainnya dan mengujinya dengan akal sehat. Sebelum itu kita harus mendefinisikan apa yang kita maksud dengan akal sehat. Saya tiba pada kesimpulan bahwa akal sehat sama sekali bukan hal yang bersifat umum, dan bisa jadi mempunyai arti yang berbeda bagi seorang yang beragama, yang akal sehatnya dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinannya.
Sebagai contoh, sebuah akal sehat yang tidak tercatat mengatakan bahwa pria dan wanita memiliki level kecerdasan yang sama. Tentu saja di antara kedua jenis kelamin terdapat orang-orang yang bodoh dan yang cerdas, tetapi hal ini tak ada kaitannya dengan jenis kelamin mereka. Tak pernah ada studi ilmiah yang serius, juga tak ada pra-konsepsi religius yang pernah mendemonstrasikan bahwa ada perbedaan dalam hal kecerdasan antara pria dan wanita. Yang telah ditemukan adalah bahwa beberapa bagian dari otak pada wanita, lebih berkembang dibandingkan beberapa bagian otak pria, sementara dalam bidang-bidang lainnya pria lebih maju. Setiap orang yang logis akan menyimpulkan bahwa pria dan wanita harus menikmati hak-hak yang sama. Perbedaan ini juga menjadi bukti dalam perbandingan antara anggota-anggota dari jenis kelamin yang sama. Tidak semua pria mempunyai kecerdasan yang setara. Beberapa pria lebih cerdas daripada pria-pria lainnya. Tetapi di hadapan hukum, semua pria adalah setara. Kesaksian Einstein dan Joe Blow memiliki bobot yang sama.
Tak ada indikasi bahwa wanita kurang cerdas dibandingkan pria, dan bahkan jika kita memproses data secara berbeda, tak ada pembenaran sehingga wanita tidak memperoleh hak yang sama sebagaimana yang diperoleh oleh pria. Ilmu pengetahuan, keadilan dan akal sehat, semuanya mengakui bahwa pria dan wanita adalah setara dan harus mendapatkan hak-hak yang sama.
Ketika dipengaruhi oleh doktrin-doktrin yang menyesatkan, akan sehat pun diabaikan. Islam mempunyai seperangkat kriteria yang berbeda dan yang berlawanan dengan akal sehat. Yang mengherankan adalah, banyak wanita Muslim yang dengan senang memperjuangkan ketidaksetaraan dan penindasan atas hak-hak yang diberlakukan atas mereka dan menyebutnya “pembebasan”. Mereka berpikir, mengenakan jilbab akan meningkatkan status mereka. Diomeli, dihukum bahkan dipukul oleh suami mereka dianggap sebagai hal yang baik bagi mereka. Mereka percaya bahwa mereka mempunyai kecerdasan yang lebih rendah dan kebanyakan dari mereka akan pergi ke neraka sebab Muhammad sendiri yang telah mengatakannya.
Karena itu ketika aku berbicara mengenai akal sehat, aku tidak sedang berbicara mengenai akal sehat dari seorang pribadi yang religius, tetapi mengenai akal sehat yang didukung oleh ilmu pengetahuan yang ‘nyata’ dan dibuktikan oleh para ilmuwan yang ‘nyata’ pula. Aku menaruh kata ‘nyata’ diantara tanda petik sebab semua agama telah membuat versi mereka sendiri mengenai ilmu pengetahuan gadungan dan mempunyai merek mereka sendiri tentang para ilmuwan gadungan dan para filsuf gadungan. Apa yang para dukun seperti Maurice Bucaille dan Keith Moore katakan tentang Qur’an sebagai sesuatu yang ilmiah adalah tidak ilmiah. Itu hanyalah omong kosong belaka yang mereka ucapkan untuk mengisi buku tabungan di bank mereka.
Mari kita melihat jika hadis berikut ini bersifat ilmiah dan bisa diterima oleh akal sehat.
Sahih Bukhari Volume 4, Buku 54, Nomor 414
Ia (Muhammad) berkata,”Yang pertama dari semua, tak ada satupun kecuali Allah, dan (kemudian Ia menciptakan TahtaNya). TahtaNya itu ada di atas air, dan Ia menulis segala sesuatu dalam Kitab (di Surga) dan menciptakan Langit dan Bumi.”
Bagaimana ini bisa menjadi cerita yang masuk akal? Jika sebelumnya tak ada “sesuatupun”, bagaimana Allah menaruh tahtanya di atas air? Air yang mana? Apa yang menahan air itu? Bagaimana bisa Langit dan Bumi diciptakan setelah air? Bukankah air membutuhkan bumi menjadi wadahnya, dan bukankah bumi membutuhkan langit untuk tempat ia berada? Pada kenyataannya, keseluruhan gagasan dalam Hadis ini adalah salah berdasarkan ilmu pengetahuan, yang mana terdapat kesalahan fatal dalam kaitan dengan urutan penciptaan.
Bukankah Bumi adalah sebuah planet dalam sistem tata surya, dan merupakan bagian yang tidak signifikan dari sebuah galaksi, yang mana jagat raya itu sendiri terdiri dari satu milyar galaksi? Bisakah seseorang, termasuk Maurice Bucaille yang telah menemukan banyak “$cience” dalam Qur’an untuk mengisi buku tabungannya (namun masih menolak untuk menjadi pemeluk Islam), menjelaskan pada kita bagian mana dari Hadis ini yang bersifat ilmiah?
Karena itu kita bisa menyimpulkan bahwa hadis di atas adalah sesuatu yang palsu karena bertentangan dengan akal sehat dan kontras dengan aturan yang bersifat universal. Atau bisakah kita?
Masalahnya adalah bahwa hadis ini sesuai dengan Qur’an dan sebagaimana yang dikatakan oleh Asif Iftikhar, ”Sebuah Hadis bisa dianggap sebagai sumber pedoman religius hanya jika dasar dari Hadis itu eksis dalam Qur’an dan Sunnah.” Bagaimana jika kita menemukan sesuatu dalam Qur’an yang menguatkan kemustahilan yang ada di atas? Ada lebih dari satu ayat yang menegaskannya. Perhatikan yang berikut:
Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikanterhadap mereka. Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. (Q. 18:86, 89, 90)
Matahari terbit dan terbenam di SEMUA tempat, atau untuk lebih tepatnya, tidak dimana pun. Seseorang tidak harus pergi melalui “jalan yang lain” untuk menemukannya terbit. Hal ini memberikan pada kita petunjuk bahwa Muhammad benar-benar percaya bahwa Bumi ini datar dan bahwa Matahari bergerak di langit, terbit dari satu tempat dan terbenam di tempat lainnya.
Bagaimana kita bisa memastikan bahwa inilah yang dipikirkan oleh Muhammad? Jawabannya bisa ditemukan dalam hadis yang lain.
Sahih Bukhari Volume 4, Buku 54, Nomor 421
Diriwayatkan oleh Abu Dhar:
Rasul bertanya padaku saat matahari terbenam,”Tahukah engkau kemana matahari pergi (pada saat ia terbenam)?” Jawabku,”Allah dan RasulNya tahu lebih baik.” Ia berkata,”Ia berjalan (bepergian) hingga ia sujud di bawah Tahta dan meminta ijin untuk terbit kembali, dan ia diberi ijin dan kemudian (waktunya akan tiba ketika) saat ia akan sujud, sujudnya itu tidak diterima, dan ketika ia meminta ijin untuk melakukan tugasnya, tetapi ijin tidak diberikan, tetapi ia akan diperintahkan untuk kembali saat waktunya telah datang, maka ia akan terbit dari sebelah barat. Dan inilah penafsiran dari Pernyataan Allah: ”Dan matahari Menjalani pekerjaannya yang sudah ditentukan untuk satu termin (ketentuan). Itulah ketentuan Allah yang Maha Ditinggikan, Yang Mengetahui segala sesuatu.”
Di sini kita mendapati sebuah kasus dimana sebuah hadis ditegaskan oleh Qur’an, diratifikasi oleh hadis lainnya dan mengulangi pertanyaan Qur’an.
Apakah hadis ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan akal sehat? Tentu saja. Namun demikian, ia tidak bertentangan dengan Qur’an. Pesan yang dibawa oleh Hadis adalah salah, meskipun kenyataannya itu adalah sebuah Hadis yang otentik.
Jika kita punya keraguan tentang apa yang benar-benar dipikirkan oleh Muhammad mengenai bentuk Bumi, dengan aman kita bisa menghilangkan keraguan itu dengan membaca ayat-ayat berikut ini.
Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak? Q. 78: 6-7
“Hamparan” memberikan ide mengenai sesuatu yang datar. Kata Arab yang dipakai dalam Qur’an adalah mehad (tempat tidur). Tempat tidur dibuat datar, tidak seperti bola. Lebih jauh lagi, gunung-gunung bukanlah seperti pasak yang menjaga bumi dari goncangan.
Bukankah ahadis yang didukung oleh Qur’an, dengan jelas menggambarkan sebuah Bumi yang datar, dengan Matahari yang terbit dari ujung yang satu dan terbenam dalam air yang berlumpur hitam di ujung yang berlawanan? Apakah ada sebuah Tahta di langit kemana Matahari berjalan di bawahnya untuk mendapatkan ijin? Kapan dan bagaimana Matahari membungkukkan dirinya untuk bersujud? Konsep ini sungguh menggelikan. Pada masa kuno, rakyat kebanyakan meyakini bahwa bumi ini mengambang di atas air, dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi diantara jurang yang sangat dalam. Penjelasan Muhammad mengenai kosmos, masuk akal untuk para pengikutnya yang dungu. Tetapi tidak masuk akal untuk kita yang hidup pada masa kini.
Visi yang salah mengenai jagat raya tidak ditemukan oleh Muhammad. Ini adalah bagian dari dongeng masyarakatnya. Dalam sebuah buku berjudul Cerita-Cerita Paling Tua dalam Dunia (The Oldest Stories in the Word), Theodor H. Gaster telah menyusun dongeng dari masyarakat Babilonia, Hittite dan Kanaan dari masa 3500 tahun yang lalu. Cerita-cerita ini telah hilang selama berabad-abad. Pada pertengahan abad ke-20, cerita-cerita ini ditemukan dan digali kembali. Mereka dipecahkan dan dicetak pada tahun 1952. Kemiripan dongeng-dongeng kuno itu dengan cerita-cerita dalam Qur’an, termasuk Hadis yang ada di atas, benar-benar mencengangkan. Kita bisa menyimpulkan bahwa Qur’an sama sekali bukan berasal dari Tuhan. Apa yang disampaikan oleh Muhammad adalah cerita-cerita yang ia dengar dari penutur cerita, dongeng kuno yang merupakan bagian dari tradisi masyarakat pada zamannya.
Mujizat dalam Islam
Banyak juga ahadis yang menyebutkan mujizat yang dilakukan oleh Muhammad. Bagaimana seharusnya kita menanggapinya? Sekali lagi Asif Iftikhar mengindikasikan, sebuah hadis yang kontradiktif dengan Qur’an tidak boleh dipercayai. Saya anggap pendapatnya bisa diterima oleh semua Muslim. Jika ada kontroversi antara sebuah hadis dan Qur’an, maka otoritas Qur’an akan mengesampingkan hadis.
Apa yang Qur’an katakan dalam menghormati mujizat-mujizat? Secara kategoris Qur’an menyangkalinya (It categorically denies them.)
Menurut Qur’an, Muhammad tidak melakukan satu pun mujizat dan semua ahadis yang melaporkan cerita mengenai mujizat adalah palsu. Kepalsuan ahadis itu juga bisa dibuktikan secara logis.
Sarjana terkenal, Ali Dashti bertanya: Jika Muhammad benar-benar sanggup melakukan mujizat, membuat batu yang bisa berbicara, memotong bulan menjadi dua bagian, memperbanyak makanan, mengunjungi neraka dan surga dalam satu malam, dsb., sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa ahadis, mengapa ia tidak memperlihatkan mujizat yang logis dan bermanfaat serta tidak belajar untuk membaca dan menulis? Apakah masuk akal jika seorang pria yang bisa melihat dunia yang akan datang, saat diberikan secarik kertas dengan tulisan dalam bahasanya sendiri, menemukan kesulitan untuk membacanya? Orang Muslim percaya bahwa Muhammad bisa melihat ke dalam mata mereka serta membaca pikiran mereka. Ia sendiri mengklaim bahwa ketika ia memimpin sholat berjemaat, ia bisa melihat para pengikut yang ada di belakangnya tanpa berpaling. Namun ia tidak sanggup membaca sepotong surat yang sederhana dalam bahasanya sendiri? Di antara semua mujizat yang ia perlihatkan, bukankah kemampuan membaca merupakan hal yang paling bermanfaat?
Di samping Qur’an, ada banyak hadis yang juga menyangkali kekuatan supranatural atau pengetahuan tersembunyi yang dianggap ada pada Muhammad.
Sahih Bukhari Volume 3, Buku 43, Nomor 638
(isteri Rasul) Rasul Allah mendengar beberapa orang bertengkar di depan pintu rumahnya. Ia keluar dan berkata,”AKU INI HANYA SEORANG MANUSIA, dan para penentang datang padaku (untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka); barangkali seseorang di antara kamu bisa menyampaikan kasusnya secara lebih baik daripada orang lain, yang mana aku bisa mengganggapnya benar dan memberikan sebuah keputusan baginya. Karena itu, jika aku secara salah memberikan hak seorang Muslim kepada orang lain, maka itu sesungguhnya merupakan satu bagian Api (Neraka), dan ia mempunyai opsi untuk mengambil atau menolaknya (sebelum Hari kebangkitan).”
Bagaimana seorang pria yang menyadari akan dunia saat ini dan di masa yang akan datang, yang, sebagaimana dikatakan oleh orang-orang Muslim, telah meramalkan semua penemuan-penemuan yang telah terjadi sebelumnya, sanggup memotong bulan dan memperlihatkan setiap mujizat – tidak bisa mempercayai penghakimannya sendiri, karena ia takut bahwa kepandaian salah satu pihak akan memperdayainya serta membuatnya melakukan kesalahan?
Mari kita menguji lebih banyak lagi hadis dengan Fann-i-Daraayat kita, membuka sumbatan dari pra-konsepsi dan prejudis.
Sahih Bukhari Volume 1, Buku 6, Nomor 315
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
Rasul berkata,”Di setiap rahim, Allah mengutus seorang malaikat yang berkata,’O Tuhan! Setetes air mani, O Tuhan! Segumpal darah! Segumpal daging.” Maka jika Allah berkehendak (untuk menyelesaikan) ciptaannya, malaikat bertanya, (O Tuhan!) apakah ia akan menjadi pria atau wanita, seorang yang sial atau seorang yang diberkati, dan seberapa banyak perlengkapannya nanti? Dan berapa umurnya nanti?’ Itulah semua yang ditulis selagi seorang anak masih berada dalam rahim ibunya.”
Hadis ini adalah sebuah lelucon. Baru memikirkan mengenai malaikat kecil yang masuk ke dalam rahim, dan berdiri di depan rahim setiap kali seorang pria berhubungan intim dengan isterinya; menonton seluruh pertunjukan dari dalam vagina si wanita, memohon Allah untuk setetes air mani tepat di depan wajahnya, sudah merupakan menimbulkan sebuah kegaduhan. Bukankah kita seharusnya melihat hadis ini sebagai hadis yang palsu? Sudah jelas ini bertentangan dengan akal sehat kita. Tetapi ia tidak bertentangan dengan akal sehat mereka yang biasa menceritakannya satu sama lain pada 1200 tahun yang lalu. Ia tak masuk akal bagi kita, tetapi sangat masuk akal bagi mereka. Beberapa ratus tahun yang lalu, akal sehat mengatakan bahwa Bumi ini bulat. Semua filsuf menyetujuinya. Hari ini tidaklah demikian bukan? Bisakah kita mengatakan bahwa hadis-hadis yang bertentangan dengan akal sehat manusia modern kita adalah palsu saat ini, tetapi bahwa mereka benar karena sesuai dengan akal sehat masyarakat kuno?
Poinnya adalah, kita tidak bisa mengesampingkan sebuah hadis sebagai tidak otentik berdasarkan pada akal sehat kita. Orang-orang Muslim meyakini bahwa Muhammad adalah Utusan Allah dan karena itu tak mungkin Ia salah. Karena itu mereka me-reevaluasi kembali hadis-hadis di saat waktu terus maju, dan membuang hadis-hadis yang dalam pemahaman ilmu pengetahuan mereka terbukti tidak masuk akal.
Ini adalah metode yang sangat bias. Kita tidak boleh membuang bukti-bukti yang memperlihatkan bahwa Muhammad itu sesungguhnya adalah seorang penipu hanya karena kita sudah menerimanya sebagai seorang yang patut dipercayai. Seorang juri yang tidak bias akan menimbang semua bukti-bukti; yang baik dan yang buruk.
Untuk menguji akan kebenaran klaim Muhammad, kita harus memutuskan pada sisi yang mana kita berdiri. Apakah kita bagian dari tim bertahan atau kita adalah bagian dari juri? Mayoritas orang Muslim, diharapkan akan memilih menjadi bagian dari tim bertahan. Mereka tidak tertarik untuk mengetahui apakah Muhammad itu benar atau ia hanyalah seorang penipu yang lihai. Pertanyaan seperti itu tidak muncul dalam pemikiran mereka. Mereka telah menerimanya sebagai utusan Allah. Mereka mendekati subyek dengan prejudis. Obyektif mereka bukanlah untuk menemukan kebenaran tentang dia, tetapi untuk membebaskannya.
Hari ini banyak orang Muslim terdidik yang menemukan banyak hal yang tak masuk akal dalam hadis dan menyangkali otentisitasnya. Namun demikian, karena mayoritas hadis tidak masuk akal, konsensus semakin berkembang untuk menolak semua hadis yang tidak masuk akal itu, dengan tujuan mencegah fitnah yang dialamatkan pada Bukhari dan Muslim yang selama satu milenium sangat dihormati. Bukhari dan Muslim, bersama dengan Muhaditheen (para kolektor hadis) lainnya, bukanlah orang yang membuat hadis-hadis ini. Mereka orang yang secara sangat cermat telah mencatatnya. Juga tidak etis jika kita mencemarkan nama baik para sarjana ini dan menyangkali apa yang sudah secara seksama mereka kumpulkan, karena apa yang telah mereka laporkan dianggap telah menodai Muhammad.
Beberapa hadis memang hanya dibuat-dibuat, tetapi banyak juga yang benar. Kamu tidak harus membuang semua uangmu karena ada beberapa lembar uang palsu dan kamu tidak bisa menentukan mana yang palsu dan mana yang asli. Sama halnya, kita tidak boleh membuang semua hadis hanya karena beberapa dari hadis itu palsu.
Meskipun adalah bijak bagi orang-orang Muslim untuk bersandar pada hadis sebagai sumber pedoman yang tanpa salah, tetapi itu hanyalah sejarah Islam. Melalui itulah kita bisa mengetahui tentang Muhammad dan hidupnya.
Jika kita membuang hadis, bagaimana kita bisa membuktikan historisitas Rasul? Jika semua kisah-kisah itu dianggap palsu dan seseorang dengan akal yang kejam telah memalsukan semuanya, maka barangkali seseorang yang sama jahatnya telah memalsukan Qur’an dan karena itu seluruh Islam adalah omong kosong atau hanya khayalan belaka. Tanpa hadis, kita tidak tahu apa pun mengenai Muhammad, hidupnya dan sejarahnya. Tanpa hadis, orang Muslim tak punya cara untuk mengetahui bagaimana caranya melakukan sholat atau puasa. Bukankah itu semua adalah pilar Islam.
Hal Yang Tak Masuk Akal Dari Qur’an
Menyangkali otentisitas hadis karena hal-hal yang tidak masuk akal yang ada di dalamnya, akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Apa yang bisa dilakukan dengan ayat-ayat yang sama tak masuk akalnya, yang ada di dalam Qur’an? Bisakah kita membuang Qur’an karena ia bersifat sama tak logisnya dengan hadis?
Ini adalah sebuah garis yang tak pernah bisa diseberangi oleh orang-orang Muslim. Karena itu, apa yang bisa mereka lakukan ketika mereka dikonfrontasikan dengan ayat-ayat Qur’an yang tidak logis itu? Mereka mengintepretasi ulang ayat-ayat itu secara esoterik (maknanya hanya diketahui oleh beberapa orang). Hasrat untuk mengintepretasikan Kitab Suci dan memberikan arti-arti esoterik pada ayat-ayat itu lahir dari fakta bahwa ayat-ayat itu masih mentah dan kekurangan makna.
Kaum Mu’tazelits (para rasionalis Islam mula-mula), adalah kelompok pertama yang menemukan kekurangan Qur’an, dan Sufisme sepenuhnya didasarkan pada memberikan makna esoterik pada Qur’an. Sufisme adalah usaha untuk “mendandani” Qur’an, untuk menghilangkan agama yang sepenuhnya bersifat legalistik dan mengalami signifikansi mistis dari pertemuan Muhammad dengan Allah pada malam Mi’raj, yang bagi orang-orang Sufis juga dipandang memiliki natur spiritual.
Ada dua kategori Muslim. Pertama adalah mereka yang membela Muhammad, apapun yang sudah ia lakukan, menolak setiap pertimbangan akan kesusilaan, kebenaran dan keadilan. Mereka tidak menyangkali pernikahannya dengan anak kecil berusia 9 tahun, pembunuhan-pembunuhan yang ia lakukan, pembantaian massal terhadap para tawanan perang, genosida, perkosaan, perbuatannya yang cabul dan hal jahat lain yang ia lakukan; tetapi tetap menganggapnya sebagai perbuatan-perbuatan yang patut dimuliakan. Bagi mereka Muhammad adalah manusia sempurna, dan tak ada hak siapa pun untuk mempertanyakan tindakan-tindakannya.
Kelompok kedua adalah mereka yang menyangkali sebagian dari fakta-fakta historis mengenai Muhammad dan memelintirkan bukti tersebut untuk membuatnya tetap bisa diterima oleh moralitas modern. Mereka inilah yang disebut orang-orang Muslim moderat. Dalam sebuah kulit kacang, orang-orang moderat adalah mereka yang menyangkali kebenaran tak sedap mengenai nabi mereka, lebih suka mendustai kebenaran dan hidup dengan membenamkan kepala mereka di dalam pasir.
Tentu saja saya lebih menghargai kejujuran kelompok pertama. Banyak dari orang-orang yang disebut sebagai Muslim moderat berusaha keras untuk menyembunyikan brutalitas Qur’an dan menghadirkannya dengan sebuah cahaya yang berbeda. Mereka akan mengutip ayat-ayat awal Qur’an saat Muhammad masih lemah dan kotbah-kotbahnya hanya berisi yang manis-manis. Namun mereka akan menyembunyikan ayat-ayat yang keras yang diucapkan Muhammad di Medina.
Para Penakluk
Kurun waktu 1970an, seorang sarjana Muslim Mesir muncul dengan solusi cerdas yang akan memikat banyak orang Muslim dan akan memperbaharui iman mereka kepada Islam. Namanya adalah Rashed Khalifa. Pada mulanya ia mengklaim bahwa ia menemukan sebuah mujizat matematika dalam Qur’an. Klaim ini dibuktikan salah oleh beberapa orang pemikir sebagai sebuah “tipu daya.” Karena klaim ini ia memperoleh penghormatan dan menjadi terkenal di antara orang-orang Muslim, hingga ia memutuskan untuk memulai karir kenabiannya, sebuah keputusan yang membuat orang-orang Muslim menjadi marah dan menyebabkan ia kehilangan nyawanya.
Namun demikian, kontribusi Khalifa adalah penting. Dengan sepenuhnya menyangkali Hadis, serta usahanya yang serius untuk mengintepretasikan ulang Qur’an dengan cara meniadakan pesan-pesan yang keras dan tidak toleran dari kitab ini, ia pun memulai sebuah gerakan baru di antara para intelektual gadungan, yang sekarang bisa berpura-pura mempromosikan sebuah Islam yang lebih lembut, yang tidak menganjurkan pembunuhan terhadap orang yang murtad dan tidak menghasut orang untuk melakukan perang suci (jihad).
Penyangkalan mereka mengenai hadis sampai pada titik dimana mereka menyangkali semua hal berkaitan dengan sejarah Muhammad. Semangat mereka untuk menghadirkan Qur’an sebagai sebuah buku mujizat yang logis, menyebabkan mereka membengkokkan setiap aturan akal sehat. Mereka menggunakan ayat-ayat berikut untuk membenarkan klaim mereka itu.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Q. 12: 111
Dan
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Q. 31: 6
Namun demikian, ayat-ayat itu tidak mendukung penyangkalan terhadap hadis. Muhammad diolok-olok oleh orang-orang sezamannya dan Qur’annya disebut sebagai cerita-cerita yang tak masuk akal dan dongeng yang tak bermanfaat. Kata ‘cerita’ atau ‘dongeng’ dalam bahasa Arab adalah hadis. Dalam ayat-ayat ini, Muhammad tengah membela klaimnya yang mengatakan bahwa apa yang ia bacakan adalah pewahyuan, bukan sebuah dongeng (hadis) yang dibuat-buat atau sebuah pidato yang sembrono. Ia mengatakan bahwa dongeng yang tidak bermanfaat dari orang-orang, akan menyesatkan mereka, sementara Qur’an akan membimbing mereka. Para penakluk, sama seperti semua orang Muslim adalah para penyesat. Hadis-hadis yang ditolak oleh Muhammad adalah dongeng-dongeng yang diriwayatkan oleh para pesaingnya, dan bukan dongeng-dongeng yang berasal dari dia.
Ada dua kategori orang Muslim: Mereka yang menerima otentisitas Qur’an dan Hadis tanpa mengenal kata jika atau tetapi, dan mereka yang menyangkali Hadis, baik sebagian maupun secara total. Mereka mencoba menafsirkan Qur’an kontras dengan arti yang terlihat, dengan tujuan agar ia menjadi sesuatu yang bisa diterima oleh akal sehat.
Selama hampir 1200 tahun, koleksi-koleksi hadis dari Bukhari, dipandang (dan masih hingga kini) sebagai kitab kedua setelah Qur’an, oleh mayoritas orang-orang Muslim. Disamping Qur’an, Muslim, khususnya kelompok Suni menganggap Hadis sebagai sumber pedoman. Hadis adalah kisah-kisah tentang hidup Muhammad, dikumpulkan oleh para sarjana pada abad kedua dan ketiga setelah Hijrah. Yang paling dikenal dan dihormati adalah yang disusun oleh Bukhari dan muridnya Muslim ibn al-Hajjaj. Kisah-kisah dalam Hadis kedua orang ini dianggap Sahih (tepat, masuk akal, otentik) karena mereka telah melalui sebuah proses otentisitas yang sangat teliti yang disebut Ilmul Hadith.
Namun demikian, ada sebuah tren baru di antara sekelompok orang Muslim, khususnya Para Penakluk, untuk menyangkali otentisitas hadis seluruhnya. Mereka menyebut penyusunan hadis ini sebagai penipuan dan merupakan klenik. Hal ini akan membunuh sang Utusan. Para kolektor hadis bukan orang yang mengarang kisah-kisah ini sehingga mereka layak untuk dihina seperti itu. Mereka hanya mengumpulkannya, menyusunnya dan memberikan rangkaian cerita yang mengisahkan apa yang terjadi pada Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
Para sarjana Muslim mula-mula menerima sebuah hadis sebagai Sahih hanya ketika otentisitasnya dibangun berdasarkan Fann-i-Riwaayat (seni merangkai cerita) dan Fann-i-Daraayat (seni penyusunan konkordansi logis). Lebih daripada itu, sebuah Hadis tidak boleh berkontradiksi dengan Sunnah dan Qur’an.
Tak ada dari kita yang punya kualifikasi untuk menentukan akurasi metodologi yang dipakai untuk menerima atau menolak sebuah hadis yang didasarkan pada Fann-i-Riwaayat. Ini adalah cerita-cerita yang sudah tua. Semua orang yang melaporkannya sudah wafat lebih dari seribu tahun yang lalu, dan tak ada cara yang bisa kita pakai untuk memverifikasi kebenarannya. Pada saat ini, satu-satunya metode yang tersisa untuk menentukan sihhat(masuk akal) dari sebuah hadis adalah Fann-i-Daraayat dan kecocokannya dengan Qur’an.
Sarjana Islam, Asif Iftikhar menulis,”Karena itu, sebuah hadis dapat dianggap sebagai sebuah sumber pedoman keagamaan hanya jika dasar dari Hadis itu eksis dalam Qur’an atau Sunnah atau prinsip-prinsip natur dan intelektual manusia yang ada. Terlebih lagi, ia tidak boleh berkontradiksi dengan satupun dari dasar-dasar ini” (dari The Authenticity of Hadith)
Penulis yang sama menulis,” Imam Ibni Ali Jauzee dilaporkan telah mengatakan:’Jika engkau menemukan sebuah Hadis bertentangan dengan akal sehat atau kontras dengan sebuah hukum universal, anggaplah itu sebagai sebuah laporan palsu; mendiskusikan kebenaran para periwayat adalah hal yang tidak berguna. Hal yang mirip, Ahadis seperti itu (plural for hadis) harus dicurigai sebagai hal yang tidak bisa diterima, sebab ia tidak menyediakan ruang untuk penjelasan yang masuk akal. Demikian juga dengan sebuah Hadis yang menjanjikan upah yang sangat besar bagi sebuah perbuatan minor atau sebuah Hadis yang diduga memiliki arti yang tidak masuk akal.”
Dengan menguji sejumlah ahadis dalam terang ‘akal sehat’, dan memperhatikan rekomendasi Ibni Ali Jauzee, kita menemukan banyak dari hadis itu, tidak memiliki kualifikasi sebagai hadis-hadis yang sahih. Sebagai contoh adalah hadis yang ada di bawah ini:
Sahih Bukhari Volume 3, Buku 43, Nomor 652
Diriwayatkan oleh Abu Huraira:
Rasul Allah berkata,”Ketika seorang pria ada di tengah perjalanan, ia menemukan sebuah ranting berduri dari sebuah pohon yang ada di tengah jalan itu kemudian mencabutnya. Allah berterimakasih atas perbuatannya itu serta mengampuninya.”
Di sini, upah diberikan berdasarkan perbuatan baik, dan jika kita mengikuti nasehat yang diberikan oleh Ibni Ali Jauzee, maka kita harus membuang Hadis ini sebagai sebuah hadis yang palsu.
Hal ini mungkin terlihat sepele, tetapi implikasinya sangat besar. Dengan membuktikan bahwa sebuah hadis yang dikategorikan sebagai sahih adalah tidak sahih, maka kita tengah membangun sebuah kecurigaan akan otentisitas seluruh ahadis yang diklasifikasikan sebagai sahih. Faktanya, ini membuktikan bahwa meskipun 90 persen orang Muslim percaya pada koleksi-koleksi Bukhari dan Muslim, dan disamping fakta bahwa ahadis ini dianggap sebagai pedoman terbaik setelah Qur’an, mereka sama sekali tidak bisa dipercaya.
Sekarang mari kita ambil hadis lainnya dan mengujinya dengan akal sehat. Sebelum itu kita harus mendefinisikan apa yang kita maksud dengan akal sehat. Saya tiba pada kesimpulan bahwa akal sehat sama sekali bukan hal yang bersifat umum, dan bisa jadi mempunyai arti yang berbeda bagi seorang yang beragama, yang akal sehatnya dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinannya.
Sebagai contoh, sebuah akal sehat yang tidak tercatat mengatakan bahwa pria dan wanita memiliki level kecerdasan yang sama. Tentu saja di antara kedua jenis kelamin terdapat orang-orang yang bodoh dan yang cerdas, tetapi hal ini tak ada kaitannya dengan jenis kelamin mereka. Tak pernah ada studi ilmiah yang serius, juga tak ada pra-konsepsi religius yang pernah mendemonstrasikan bahwa ada perbedaan dalam hal kecerdasan antara pria dan wanita. Yang telah ditemukan adalah bahwa beberapa bagian dari otak pada wanita, lebih berkembang dibandingkan beberapa bagian otak pria, sementara dalam bidang-bidang lainnya pria lebih maju. Setiap orang yang logis akan menyimpulkan bahwa pria dan wanita harus menikmati hak-hak yang sama. Perbedaan ini juga menjadi bukti dalam perbandingan antara anggota-anggota dari jenis kelamin yang sama. Tidak semua pria mempunyai kecerdasan yang setara. Beberapa pria lebih cerdas daripada pria-pria lainnya. Tetapi di hadapan hukum, semua pria adalah setara. Kesaksian Einstein dan Joe Blow memiliki bobot yang sama.
Tak ada indikasi bahwa wanita kurang cerdas dibandingkan pria, dan bahkan jika kita memproses data secara berbeda, tak ada pembenaran sehingga wanita tidak memperoleh hak yang sama sebagaimana yang diperoleh oleh pria. Ilmu pengetahuan, keadilan dan akal sehat, semuanya mengakui bahwa pria dan wanita adalah setara dan harus mendapatkan hak-hak yang sama.
Ketika dipengaruhi oleh doktrin-doktrin yang menyesatkan, akan sehat pun diabaikan. Islam mempunyai seperangkat kriteria yang berbeda dan yang berlawanan dengan akal sehat. Yang mengherankan adalah, banyak wanita Muslim yang dengan senang memperjuangkan ketidaksetaraan dan penindasan atas hak-hak yang diberlakukan atas mereka dan menyebutnya “pembebasan”. Mereka berpikir, mengenakan jilbab akan meningkatkan status mereka. Diomeli, dihukum bahkan dipukul oleh suami mereka dianggap sebagai hal yang baik bagi mereka. Mereka percaya bahwa mereka mempunyai kecerdasan yang lebih rendah dan kebanyakan dari mereka akan pergi ke neraka sebab Muhammad sendiri yang telah mengatakannya.
Karena itu ketika aku berbicara mengenai akal sehat, aku tidak sedang berbicara mengenai akal sehat dari seorang pribadi yang religius, tetapi mengenai akal sehat yang didukung oleh ilmu pengetahuan yang ‘nyata’ dan dibuktikan oleh para ilmuwan yang ‘nyata’ pula. Aku menaruh kata ‘nyata’ diantara tanda petik sebab semua agama telah membuat versi mereka sendiri mengenai ilmu pengetahuan gadungan dan mempunyai merek mereka sendiri tentang para ilmuwan gadungan dan para filsuf gadungan. Apa yang para dukun seperti Maurice Bucaille dan Keith Moore katakan tentang Qur’an sebagai sesuatu yang ilmiah adalah tidak ilmiah. Itu hanyalah omong kosong belaka yang mereka ucapkan untuk mengisi buku tabungan di bank mereka.
Mari kita melihat jika hadis berikut ini bersifat ilmiah dan bisa diterima oleh akal sehat.
Sahih Bukhari Volume 4, Buku 54, Nomor 414
Ia (Muhammad) berkata,”Yang pertama dari semua, tak ada satupun kecuali Allah, dan (kemudian Ia menciptakan TahtaNya). TahtaNya itu ada di atas air, dan Ia menulis segala sesuatu dalam Kitab (di Surga) dan menciptakan Langit dan Bumi.”
Bagaimana ini bisa menjadi cerita yang masuk akal? Jika sebelumnya tak ada “sesuatupun”, bagaimana Allah menaruh tahtanya di atas air? Air yang mana? Apa yang menahan air itu? Bagaimana bisa Langit dan Bumi diciptakan setelah air? Bukankah air membutuhkan bumi menjadi wadahnya, dan bukankah bumi membutuhkan langit untuk tempat ia berada? Pada kenyataannya, keseluruhan gagasan dalam Hadis ini adalah salah berdasarkan ilmu pengetahuan, yang mana terdapat kesalahan fatal dalam kaitan dengan urutan penciptaan.
Bukankah Bumi adalah sebuah planet dalam sistem tata surya, dan merupakan bagian yang tidak signifikan dari sebuah galaksi, yang mana jagat raya itu sendiri terdiri dari satu milyar galaksi? Bisakah seseorang, termasuk Maurice Bucaille yang telah menemukan banyak “$cience” dalam Qur’an untuk mengisi buku tabungannya (namun masih menolak untuk menjadi pemeluk Islam), menjelaskan pada kita bagian mana dari Hadis ini yang bersifat ilmiah?
Karena itu kita bisa menyimpulkan bahwa hadis di atas adalah sesuatu yang palsu karena bertentangan dengan akal sehat dan kontras dengan aturan yang bersifat universal. Atau bisakah kita?
Masalahnya adalah bahwa hadis ini sesuai dengan Qur’an dan sebagaimana yang dikatakan oleh Asif Iftikhar, ”Sebuah Hadis bisa dianggap sebagai sumber pedoman religius hanya jika dasar dari Hadis itu eksis dalam Qur’an dan Sunnah.” Bagaimana jika kita menemukan sesuatu dalam Qur’an yang menguatkan kemustahilan yang ada di atas? Ada lebih dari satu ayat yang menegaskannya. Perhatikan yang berikut:
Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikanterhadap mereka. Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. (Q. 18:86, 89, 90)
Matahari terbit dan terbenam di SEMUA tempat, atau untuk lebih tepatnya, tidak dimana pun. Seseorang tidak harus pergi melalui “jalan yang lain” untuk menemukannya terbit. Hal ini memberikan pada kita petunjuk bahwa Muhammad benar-benar percaya bahwa Bumi ini datar dan bahwa Matahari bergerak di langit, terbit dari satu tempat dan terbenam di tempat lainnya.
Bagaimana kita bisa memastikan bahwa inilah yang dipikirkan oleh Muhammad? Jawabannya bisa ditemukan dalam hadis yang lain.
Sahih Bukhari Volume 4, Buku 54, Nomor 421
Diriwayatkan oleh Abu Dhar:
Rasul bertanya padaku saat matahari terbenam,”Tahukah engkau kemana matahari pergi (pada saat ia terbenam)?” Jawabku,”Allah dan RasulNya tahu lebih baik.” Ia berkata,”Ia berjalan (bepergian) hingga ia sujud di bawah Tahta dan meminta ijin untuk terbit kembali, dan ia diberi ijin dan kemudian (waktunya akan tiba ketika) saat ia akan sujud, sujudnya itu tidak diterima, dan ketika ia meminta ijin untuk melakukan tugasnya, tetapi ijin tidak diberikan, tetapi ia akan diperintahkan untuk kembali saat waktunya telah datang, maka ia akan terbit dari sebelah barat. Dan inilah penafsiran dari Pernyataan Allah: ”Dan matahari Menjalani pekerjaannya yang sudah ditentukan untuk satu termin (ketentuan). Itulah ketentuan Allah yang Maha Ditinggikan, Yang Mengetahui segala sesuatu.”
Di sini kita mendapati sebuah kasus dimana sebuah hadis ditegaskan oleh Qur’an, diratifikasi oleh hadis lainnya dan mengulangi pertanyaan Qur’an.
Apakah hadis ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan akal sehat? Tentu saja. Namun demikian, ia tidak bertentangan dengan Qur’an. Pesan yang dibawa oleh Hadis adalah salah, meskipun kenyataannya itu adalah sebuah Hadis yang otentik.
Jika kita punya keraguan tentang apa yang benar-benar dipikirkan oleh Muhammad mengenai bentuk Bumi, dengan aman kita bisa menghilangkan keraguan itu dengan membaca ayat-ayat berikut ini.
Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak? Q. 78: 6-7
“Hamparan” memberikan ide mengenai sesuatu yang datar. Kata Arab yang dipakai dalam Qur’an adalah mehad (tempat tidur). Tempat tidur dibuat datar, tidak seperti bola. Lebih jauh lagi, gunung-gunung bukanlah seperti pasak yang menjaga bumi dari goncangan.
Bukankah ahadis yang didukung oleh Qur’an, dengan jelas menggambarkan sebuah Bumi yang datar, dengan Matahari yang terbit dari ujung yang satu dan terbenam dalam air yang berlumpur hitam di ujung yang berlawanan? Apakah ada sebuah Tahta di langit kemana Matahari berjalan di bawahnya untuk mendapatkan ijin? Kapan dan bagaimana Matahari membungkukkan dirinya untuk bersujud? Konsep ini sungguh menggelikan. Pada masa kuno, rakyat kebanyakan meyakini bahwa bumi ini mengambang di atas air, dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi diantara jurang yang sangat dalam. Penjelasan Muhammad mengenai kosmos, masuk akal untuk para pengikutnya yang dungu. Tetapi tidak masuk akal untuk kita yang hidup pada masa kini.
Visi yang salah mengenai jagat raya tidak ditemukan oleh Muhammad. Ini adalah bagian dari dongeng masyarakatnya. Dalam sebuah buku berjudul Cerita-Cerita Paling Tua dalam Dunia (The Oldest Stories in the Word), Theodor H. Gaster telah menyusun dongeng dari masyarakat Babilonia, Hittite dan Kanaan dari masa 3500 tahun yang lalu. Cerita-cerita ini telah hilang selama berabad-abad. Pada pertengahan abad ke-20, cerita-cerita ini ditemukan dan digali kembali. Mereka dipecahkan dan dicetak pada tahun 1952. Kemiripan dongeng-dongeng kuno itu dengan cerita-cerita dalam Qur’an, termasuk Hadis yang ada di atas, benar-benar mencengangkan. Kita bisa menyimpulkan bahwa Qur’an sama sekali bukan berasal dari Tuhan. Apa yang disampaikan oleh Muhammad adalah cerita-cerita yang ia dengar dari penutur cerita, dongeng kuno yang merupakan bagian dari tradisi masyarakat pada zamannya.
Mujizat dalam Islam
Banyak juga ahadis yang menyebutkan mujizat yang dilakukan oleh Muhammad. Bagaimana seharusnya kita menanggapinya? Sekali lagi Asif Iftikhar mengindikasikan, sebuah hadis yang kontradiktif dengan Qur’an tidak boleh dipercayai. Saya anggap pendapatnya bisa diterima oleh semua Muslim. Jika ada kontroversi antara sebuah hadis dan Qur’an, maka otoritas Qur’an akan mengesampingkan hadis.
Apa yang Qur’an katakan dalam menghormati mujizat-mujizat? Secara kategoris Qur’an menyangkalinya (It categorically denies them.)
Menurut Qur’an, Muhammad tidak melakukan satu pun mujizat dan semua ahadis yang melaporkan cerita mengenai mujizat adalah palsu. Kepalsuan ahadis itu juga bisa dibuktikan secara logis.
Sarjana terkenal, Ali Dashti bertanya: Jika Muhammad benar-benar sanggup melakukan mujizat, membuat batu yang bisa berbicara, memotong bulan menjadi dua bagian, memperbanyak makanan, mengunjungi neraka dan surga dalam satu malam, dsb., sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa ahadis, mengapa ia tidak memperlihatkan mujizat yang logis dan bermanfaat serta tidak belajar untuk membaca dan menulis? Apakah masuk akal jika seorang pria yang bisa melihat dunia yang akan datang, saat diberikan secarik kertas dengan tulisan dalam bahasanya sendiri, menemukan kesulitan untuk membacanya? Orang Muslim percaya bahwa Muhammad bisa melihat ke dalam mata mereka serta membaca pikiran mereka. Ia sendiri mengklaim bahwa ketika ia memimpin sholat berjemaat, ia bisa melihat para pengikut yang ada di belakangnya tanpa berpaling. Namun ia tidak sanggup membaca sepotong surat yang sederhana dalam bahasanya sendiri? Di antara semua mujizat yang ia perlihatkan, bukankah kemampuan membaca merupakan hal yang paling bermanfaat?
Di samping Qur’an, ada banyak hadis yang juga menyangkali kekuatan supranatural atau pengetahuan tersembunyi yang dianggap ada pada Muhammad.
Sahih Bukhari Volume 3, Buku 43, Nomor 638
(isteri Rasul) Rasul Allah mendengar beberapa orang bertengkar di depan pintu rumahnya. Ia keluar dan berkata,”AKU INI HANYA SEORANG MANUSIA, dan para penentang datang padaku (untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka); barangkali seseorang di antara kamu bisa menyampaikan kasusnya secara lebih baik daripada orang lain, yang mana aku bisa mengganggapnya benar dan memberikan sebuah keputusan baginya. Karena itu, jika aku secara salah memberikan hak seorang Muslim kepada orang lain, maka itu sesungguhnya merupakan satu bagian Api (Neraka), dan ia mempunyai opsi untuk mengambil atau menolaknya (sebelum Hari kebangkitan).”
Bagaimana seorang pria yang menyadari akan dunia saat ini dan di masa yang akan datang, yang, sebagaimana dikatakan oleh orang-orang Muslim, telah meramalkan semua penemuan-penemuan yang telah terjadi sebelumnya, sanggup memotong bulan dan memperlihatkan setiap mujizat – tidak bisa mempercayai penghakimannya sendiri, karena ia takut bahwa kepandaian salah satu pihak akan memperdayainya serta membuatnya melakukan kesalahan?
Mari kita menguji lebih banyak lagi hadis dengan Fann-i-Daraayat kita, membuka sumbatan dari pra-konsepsi dan prejudis.
Sahih Bukhari Volume 1, Buku 6, Nomor 315
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
Rasul berkata,”Di setiap rahim, Allah mengutus seorang malaikat yang berkata,’O Tuhan! Setetes air mani, O Tuhan! Segumpal darah! Segumpal daging.” Maka jika Allah berkehendak (untuk menyelesaikan) ciptaannya, malaikat bertanya, (O Tuhan!) apakah ia akan menjadi pria atau wanita, seorang yang sial atau seorang yang diberkati, dan seberapa banyak perlengkapannya nanti? Dan berapa umurnya nanti?’ Itulah semua yang ditulis selagi seorang anak masih berada dalam rahim ibunya.”
Hadis ini adalah sebuah lelucon. Baru memikirkan mengenai malaikat kecil yang masuk ke dalam rahim, dan berdiri di depan rahim setiap kali seorang pria berhubungan intim dengan isterinya; menonton seluruh pertunjukan dari dalam vagina si wanita, memohon Allah untuk setetes air mani tepat di depan wajahnya, sudah merupakan menimbulkan sebuah kegaduhan. Bukankah kita seharusnya melihat hadis ini sebagai hadis yang palsu? Sudah jelas ini bertentangan dengan akal sehat kita. Tetapi ia tidak bertentangan dengan akal sehat mereka yang biasa menceritakannya satu sama lain pada 1200 tahun yang lalu. Ia tak masuk akal bagi kita, tetapi sangat masuk akal bagi mereka. Beberapa ratus tahun yang lalu, akal sehat mengatakan bahwa Bumi ini bulat. Semua filsuf menyetujuinya. Hari ini tidaklah demikian bukan? Bisakah kita mengatakan bahwa hadis-hadis yang bertentangan dengan akal sehat manusia modern kita adalah palsu saat ini, tetapi bahwa mereka benar karena sesuai dengan akal sehat masyarakat kuno?
Poinnya adalah, kita tidak bisa mengesampingkan sebuah hadis sebagai tidak otentik berdasarkan pada akal sehat kita. Orang-orang Muslim meyakini bahwa Muhammad adalah Utusan Allah dan karena itu tak mungkin Ia salah. Karena itu mereka me-reevaluasi kembali hadis-hadis di saat waktu terus maju, dan membuang hadis-hadis yang dalam pemahaman ilmu pengetahuan mereka terbukti tidak masuk akal.
Ini adalah metode yang sangat bias. Kita tidak boleh membuang bukti-bukti yang memperlihatkan bahwa Muhammad itu sesungguhnya adalah seorang penipu hanya karena kita sudah menerimanya sebagai seorang yang patut dipercayai. Seorang juri yang tidak bias akan menimbang semua bukti-bukti; yang baik dan yang buruk.
Untuk menguji akan kebenaran klaim Muhammad, kita harus memutuskan pada sisi yang mana kita berdiri. Apakah kita bagian dari tim bertahan atau kita adalah bagian dari juri? Mayoritas orang Muslim, diharapkan akan memilih menjadi bagian dari tim bertahan. Mereka tidak tertarik untuk mengetahui apakah Muhammad itu benar atau ia hanyalah seorang penipu yang lihai. Pertanyaan seperti itu tidak muncul dalam pemikiran mereka. Mereka telah menerimanya sebagai utusan Allah. Mereka mendekati subyek dengan prejudis. Obyektif mereka bukanlah untuk menemukan kebenaran tentang dia, tetapi untuk membebaskannya.
Hari ini banyak orang Muslim terdidik yang menemukan banyak hal yang tak masuk akal dalam hadis dan menyangkali otentisitasnya. Namun demikian, karena mayoritas hadis tidak masuk akal, konsensus semakin berkembang untuk menolak semua hadis yang tidak masuk akal itu, dengan tujuan mencegah fitnah yang dialamatkan pada Bukhari dan Muslim yang selama satu milenium sangat dihormati. Bukhari dan Muslim, bersama dengan Muhaditheen (para kolektor hadis) lainnya, bukanlah orang yang membuat hadis-hadis ini. Mereka orang yang secara sangat cermat telah mencatatnya. Juga tidak etis jika kita mencemarkan nama baik para sarjana ini dan menyangkali apa yang sudah secara seksama mereka kumpulkan, karena apa yang telah mereka laporkan dianggap telah menodai Muhammad.
Beberapa hadis memang hanya dibuat-dibuat, tetapi banyak juga yang benar. Kamu tidak harus membuang semua uangmu karena ada beberapa lembar uang palsu dan kamu tidak bisa menentukan mana yang palsu dan mana yang asli. Sama halnya, kita tidak boleh membuang semua hadis hanya karena beberapa dari hadis itu palsu.
Meskipun adalah bijak bagi orang-orang Muslim untuk bersandar pada hadis sebagai sumber pedoman yang tanpa salah, tetapi itu hanyalah sejarah Islam. Melalui itulah kita bisa mengetahui tentang Muhammad dan hidupnya.
Jika kita membuang hadis, bagaimana kita bisa membuktikan historisitas Rasul? Jika semua kisah-kisah itu dianggap palsu dan seseorang dengan akal yang kejam telah memalsukan semuanya, maka barangkali seseorang yang sama jahatnya telah memalsukan Qur’an dan karena itu seluruh Islam adalah omong kosong atau hanya khayalan belaka. Tanpa hadis, kita tidak tahu apa pun mengenai Muhammad, hidupnya dan sejarahnya. Tanpa hadis, orang Muslim tak punya cara untuk mengetahui bagaimana caranya melakukan sholat atau puasa. Bukankah itu semua adalah pilar Islam.
Hal Yang Tak Masuk Akal Dari Qur’an
Menyangkali otentisitas hadis karena hal-hal yang tidak masuk akal yang ada di dalamnya, akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Apa yang bisa dilakukan dengan ayat-ayat yang sama tak masuk akalnya, yang ada di dalam Qur’an? Bisakah kita membuang Qur’an karena ia bersifat sama tak logisnya dengan hadis?
Ini adalah sebuah garis yang tak pernah bisa diseberangi oleh orang-orang Muslim. Karena itu, apa yang bisa mereka lakukan ketika mereka dikonfrontasikan dengan ayat-ayat Qur’an yang tidak logis itu? Mereka mengintepretasi ulang ayat-ayat itu secara esoterik (maknanya hanya diketahui oleh beberapa orang). Hasrat untuk mengintepretasikan Kitab Suci dan memberikan arti-arti esoterik pada ayat-ayat itu lahir dari fakta bahwa ayat-ayat itu masih mentah dan kekurangan makna.
Kaum Mu’tazelits (para rasionalis Islam mula-mula), adalah kelompok pertama yang menemukan kekurangan Qur’an, dan Sufisme sepenuhnya didasarkan pada memberikan makna esoterik pada Qur’an. Sufisme adalah usaha untuk “mendandani” Qur’an, untuk menghilangkan agama yang sepenuhnya bersifat legalistik dan mengalami signifikansi mistis dari pertemuan Muhammad dengan Allah pada malam Mi’raj, yang bagi orang-orang Sufis juga dipandang memiliki natur spiritual.
Ada dua kategori Muslim. Pertama adalah mereka yang membela Muhammad, apapun yang sudah ia lakukan, menolak setiap pertimbangan akan kesusilaan, kebenaran dan keadilan. Mereka tidak menyangkali pernikahannya dengan anak kecil berusia 9 tahun, pembunuhan-pembunuhan yang ia lakukan, pembantaian massal terhadap para tawanan perang, genosida, perkosaan, perbuatannya yang cabul dan hal jahat lain yang ia lakukan; tetapi tetap menganggapnya sebagai perbuatan-perbuatan yang patut dimuliakan. Bagi mereka Muhammad adalah manusia sempurna, dan tak ada hak siapa pun untuk mempertanyakan tindakan-tindakannya.
Kelompok kedua adalah mereka yang menyangkali sebagian dari fakta-fakta historis mengenai Muhammad dan memelintirkan bukti tersebut untuk membuatnya tetap bisa diterima oleh moralitas modern. Mereka inilah yang disebut orang-orang Muslim moderat. Dalam sebuah kulit kacang, orang-orang moderat adalah mereka yang menyangkali kebenaran tak sedap mengenai nabi mereka, lebih suka mendustai kebenaran dan hidup dengan membenamkan kepala mereka di dalam pasir.
Tentu saja saya lebih menghargai kejujuran kelompok pertama. Banyak dari orang-orang yang disebut sebagai Muslim moderat berusaha keras untuk menyembunyikan brutalitas Qur’an dan menghadirkannya dengan sebuah cahaya yang berbeda. Mereka akan mengutip ayat-ayat awal Qur’an saat Muhammad masih lemah dan kotbah-kotbahnya hanya berisi yang manis-manis. Namun mereka akan menyembunyikan ayat-ayat yang keras yang diucapkan Muhammad di Medina.
Para Penakluk
Kurun waktu 1970an, seorang sarjana Muslim Mesir muncul dengan solusi cerdas yang akan memikat banyak orang Muslim dan akan memperbaharui iman mereka kepada Islam. Namanya adalah Rashed Khalifa. Pada mulanya ia mengklaim bahwa ia menemukan sebuah mujizat matematika dalam Qur’an. Klaim ini dibuktikan salah oleh beberapa orang pemikir sebagai sebuah “tipu daya.” Karena klaim ini ia memperoleh penghormatan dan menjadi terkenal di antara orang-orang Muslim, hingga ia memutuskan untuk memulai karir kenabiannya, sebuah keputusan yang membuat orang-orang Muslim menjadi marah dan menyebabkan ia kehilangan nyawanya.
Namun demikian, kontribusi Khalifa adalah penting. Dengan sepenuhnya menyangkali Hadis, serta usahanya yang serius untuk mengintepretasikan ulang Qur’an dengan cara meniadakan pesan-pesan yang keras dan tidak toleran dari kitab ini, ia pun memulai sebuah gerakan baru di antara para intelektual gadungan, yang sekarang bisa berpura-pura mempromosikan sebuah Islam yang lebih lembut, yang tidak menganjurkan pembunuhan terhadap orang yang murtad dan tidak menghasut orang untuk melakukan perang suci (jihad).
Penyangkalan mereka mengenai hadis sampai pada titik dimana mereka menyangkali semua hal berkaitan dengan sejarah Muhammad. Semangat mereka untuk menghadirkan Qur’an sebagai sebuah buku mujizat yang logis, menyebabkan mereka membengkokkan setiap aturan akal sehat. Mereka menggunakan ayat-ayat berikut untuk membenarkan klaim mereka itu.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Q. 12: 111
Dan
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Q. 31: 6
Namun demikian, ayat-ayat itu tidak mendukung penyangkalan terhadap hadis. Muhammad diolok-olok oleh orang-orang sezamannya dan Qur’annya disebut sebagai cerita-cerita yang tak masuk akal dan dongeng yang tak bermanfaat. Kata ‘cerita’ atau ‘dongeng’ dalam bahasa Arab adalah hadis. Dalam ayat-ayat ini, Muhammad tengah membela klaimnya yang mengatakan bahwa apa yang ia bacakan adalah pewahyuan, bukan sebuah dongeng (hadis) yang dibuat-buat atau sebuah pidato yang sembrono. Ia mengatakan bahwa dongeng yang tidak bermanfaat dari orang-orang, akan menyesatkan mereka, sementara Qur’an akan membimbing mereka. Para penakluk, sama seperti semua orang Muslim adalah para penyesat. Hadis-hadis yang ditolak oleh Muhammad adalah dongeng-dongeng yang diriwayatkan oleh para pesaingnya, dan bukan dongeng-dongeng yang berasal dari dia.
xsquall- KOPRAL
-
Posts : 41
Location : omnipresent
Join date : 17.02.12
Reputation : 0
Re: Penyangakalan........
cakar-cakaran antara quran only vs quran-hadis
lebih mengerikan daripada vs alkitab
lebih mengerikan daripada vs alkitab
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Penyangakalan........
Belum ada yg ngasi tanggapan?
xsquall- KOPRAL
-
Posts : 41
Location : omnipresent
Join date : 17.02.12
Reputation : 0
Re: Penyangakalan........
Yaelah, ni org "salah kamar" rupanye Istilahe wis cetho, banter, salah maneh Harusnya kan ni trit di subforum ini:
https://laskarislam.indonesianforum.net/f1-islam
Mohon Admin/Co-Admin/Momod LI pindahin
https://laskarislam.indonesianforum.net/f1-islam
Mohon Admin/Co-Admin/Momod LI pindahin
Penyaran- LETNAN SATU
-
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115
Re: Penyangakalan........
andah secara tibah2 menghadirkan sejumlah kasus yg harus diteliti 1/1.xsquall wrote:Belum ada yg ngasi tanggapan?
membandingkan-meneliti bukan perkara seperti copas.
harus ada tanggung jawab dari sisi ke-ilmu-an,baik ilmu hadits maupun tafsir.betul2 bukan perkara mudah.dan sayah akan tanggapih satu per satu pada satu tret.insya allah.
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Penyangakalan........
halow???masih eksis???xsquall wrote:Belum ada yg ngasi tanggapan?
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Penyangakalan........
kan memang diajarin begitu : http://mubhar.wordpress.com/2011/11/26/metode-mengetahui-hadits-munkar-dan-palsu/
Diriwayatkan oleh al-Khatib dari Jubair bin Mut’im, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
« مَا حَدَّثْتُمْ عَنِّي مِمَّا تَعْرِفُوْنَهُ فَخُذُوْهُ ، وَمَا حَدَّثْتُمْ عَنِّي مِمَّا تُنْكِرُوْنَهُ فَلَا تَأْخُذُوْا بِهِ، فَإِنِّي لَا أَقُوْلُ الْمُنْكَرَ »
Apa yang kalian riwayatkan dariku dan kalian mengetahui (kebenaran)nya ambillah (amalkanlah), dan apa yang kalian riwayatkan dariku sedang kalian mengingkari (kebenaran)nya maka janganlah kalian mengambilnya, karena sesungguhnya aku tidak mengatakan hal yang munkar.
Dan diriwayatkan pula oleh Ibn al-Jawzy darinya (Jubair bin Mut’im) sabda Nabi:
” مَا حَدَّثْتُمْ عَنِّى بِمَا تُنْكِرُوْنَهُ فَلَا تَأْخُذُوْهُ فَإِنِّى لَا أَقُوْلُ الْمُنْكَرْ “
Apa yang yang kalian riwayatkan dariku sedang kalian mengingkarinya, maka janganlah kalian mengambilnya karena sesungguhnya aku tidak berkata sesuatu yang munkar.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari ‘Abd al-Malik bin Sa’id bin Suwayd, dari Abu Usayd, dari Abu Humayd al al-Sa’idy bahwasanya Nabi Saw bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ الْحَدِيثَ عَنِّي تَعْرِفُهُ قُلُوبُكُمْ وَتَلِينُ لَهُ أَشْعَارُكُمْ وَأَبْشَارُكُمْ وَتَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْكُمْ قَرِيبٌ فَأَنَا أَوْلَاكُمْ بِهِ وَإِذَا سَمِعْتُمْ الْحَدِيثَ عَنِّي تُنْكِرُهُ قُلُوبُكُمْ وَتَنْفِرُ أَشْعَارُكُمْ وَأَبْشَارُكُمْ وَتَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْكُمْ بَعِيدٌ فَأَنَا أَبْعَدُكُمْ مِنْهُ
Jika kalian mendengarkan satu hadis yang dariku dimana hatimu mengenalinya (dengan baik), perasaan kalian menjadi lembut karenanya, dan kalian mendapatinya sangat dekat (akrab) dengan kalian, maka aku lebih pantas bagi kalian, dan jika kalian mendengar satu hadis dariku dimana hatimu mengingkarinya dan jiwa kalian membencinya, dan kalian mendapatinya sangat jauh dari perkara) kalian, maka aku lebih jauh lagi dari (mengatakan) perkara itu.
jadi bukan karena suka2!Diriwayatkan oleh al-Khatib dari Abu Shalih dari Abu Hurayrah, dari Nabi Saw bahwasanya beliau bersabda:
سَيَأْتِيْكُمْ عَنِّي أَحَادِيْثُ مُخْتَلِفَة ، فَمَا جَاءَكُمْ مُوَافِقًا لِكِتَابِ اللهِ تَعَالَى وَلِسُنَّتِي فَهُوَ مِنِّي، وَمَا جَاءَكُمْ مُخَالِفًا لِكِتَابِ اللهِ تَعَالَى وَلَسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Akan datang kepada kalian hadis-hadis yang berbeda (periwayatannya) dariku, jika kalian mendapatinya sejalan dengan kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnahku, maka hadis itu dariku. Dan apa yang datang kepada kalian bertentangan dengan kitab Allah dan Sunnahku, maka itu bukan berasal dariku.
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
FORUM LASKAR ISLAM :: PERBANDINGAN AGAMA :: FORUM LINTAS AGAMA :: Menjawab Fitnah, Tuduhan & Misunderstanding
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik