Muhammad sebagai nabi penutup
Halaman 1 dari 1 • Share
Muhammad sebagai nabi penutup
Dalam sangkutannya dengan Nabi, praktek tabanni (yang beliau
lakukan untuk bekas budaknya yang dimerdekakan oleh beliau
sendiri, Zayd [ibn Haritsah]) mengakibatkan sebutan Nabi
sebagai "bapak" seseorang diantara kaum beriman, yaitu Zayd
(maka ia disebut Zayd ibn Muhammad), dengan mengesampingkan
kaum beriman yang lain. Maka firman Allah mengenai hal ini
terbaca: "Muhammad itu bukanlah bapak seseorang dari antara
kaum lelakimu, melainkan Rasul Allah dan penutup para Nabi."
[7] Kemudian, mendahului firman itu terbaca firman: "Nabi
lebih berhak atas kaum beriman daripada diri mereka sendiri,
dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka..." [8]. Sudah
tentu yang dimaksud bahwa isteri-isteri Nabi itu adalah
ibu-ibu kaum beriman ialah dalam pengertian spiritual. Maka
Nabi sendiri, sementara dinyatakan sebagai bukan bapak salah
seorang diantara kaum beriman, adalah bapak (spiritual)
seluruh kaum beriman, yakni, panutan mereka semua. Inilah
yang dapat kita simpulkan dari rangkaian firman-firman yang
relevan. Muhammad Asad menjabarkan bahwa penegasan itu
mengandung arti penolakan kepada pandangan bahwa adanya
hubungan fisik (keturunan) dengan Nabi mempunyai makna
spiritual tersendiri; sebaliknya, karena hubungan kebapakan
kepada Nabi dan keibuan kepada para isteri beliau itu harus
dipahami hanya sebagai hubungan spiritual (dan mustahil
sebagai hubungan fisikal), [9] maka kedudukan seluruh kaum
beriman dalam hal ini di hadapan beliau adalah mutlak sama.
Pengertian ini lebih-lebih lagi sangat logis karena Nabi
Muhammad saw adalah Utusan Allah yang terakhir.
Untuk pengertian "penutup" itu al-Qur'an menggunakan istilah
"khatam," yang secara harfiah berarti "cincin," yaitu cincin
pengesah dokumen (seal, stempel), sebagaimana Nabi Muhammad
sendiri juga memilikinya (antara lain beliau pergunakan
mereka yang sahkan surat-surat yang beliau kirim ke para
penguasa sekitar Jazirah Arabia saat itu). Jadi fungsi Nabi
Muhammad saw terhadap para Nabi dan Rasul sebelum beliau
ialah untuk memberi pengesahan kepada kebesaran, kitab-kitab
suci, dan ajaran mereka. Hal ini tersimpul dari penjelasan
tentang kedudukan al-Qur'an terhadap kitab-kitab suci yang
lalu, yaitu sebagai pembenar (mushaddiq) dan penentu atau
penguji (mahaymin), disamping sebagai pengoreksi (furqan)
atas penyimpangan yang terjadi oleh para pengikut
kitab-kitab itu. Penegasan itu kita dapatkan dalam al-Qur'an
dalam deretan keterangan tentang kaum Yahudi dan Kristen,
disertai harapan agar mereka benar-benar menjalankan ajaran
agama mereka masing-masing dengan baik, dan dirangkaikan
dengan penegasan pluralitas kenyataan hidup manusia,
termasuk dan terutama hidup keagamaannya. Di sini akan
dikutip deretan firman itu, karena amat patut (dan di zaman
sekarang cukup mendesak) untuk disimak dan direnungkan akan
makna dan semangatnya:
Mereka (kaum Yahudi) itu suka mendengarkan kedustaan dan
memakan harta terlarang. Kalau mereka datang kepadamu
(Muhammad) maka buatlah keputusan hukum antara mereka
(berkenaan dengan perkara yang menyangkut mereka), atau
berpalinglah dari mereka. Jika engkau berpaling dari mereka,
maka mereka tidaklah akan merugikan engkau sedikitpun juga
Dan jika engkau buat keputusan hukum, maka buatlah keputusan
hukum itu antara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat keadilan.
Tetapi bagaimana mereka akan meminta hukum kepadamu, padahal
mereka punya Taurat yang didalamnya ada hukum Allah kemudian
mereka berpaling sesudah itu (dari keputusanmu). Mereka
bukanlah kaum yang (benar-benar) beriman.
Sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menurunkan Kitab Taurat yang
didalamnya ada hidayah dan cahaya, yang dengan Taurat itu
para Nabi yang berserah diri (kepada Allah) membuat
keputusan hukum untuk mereka yang beragama Yunani, demikian
pula mereka yang ber-Ketuhanan (rabbaniyyun) dan para
pendeta mereka, karena perintah agar mereka memelihara kitab
Allah, dan mereka menjadi saksi atas hal itu. Maka janganlah
kamu takut kepada manusia, melainkan takutlah kepada-Ku, dan
jangan pula kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga murah.
Barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan yang diturunkan
Allah maka mereka adalah kaum yang kafir.
Dan telah kami tetapkan bagi mereka (kaum Yahudi) dalam
Taurat bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,
hidung dengan hidung, kuping dengan kuping, gigi dengan
gigi, dan luka pun ada balasannya. Namun barangsiapa
melepaskan haknya (untuk membalas), maka hal itu menjadi
penebus bagi (dosa)-nya. Dan barangsiapa tidak menjalankan
hukum dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah kaum
yang zalim.
Dan Kami susuli atas jejak mereka dengan Isa putera Maryam
sebagai pendukung bagi kitab yang ada sebelumnya, yaitu
Taurat. Dan Kami karuniakan kepadanya Injil, didalamnya ada
hidayah dan cahaya, sebagai mendukung kebenaran kitab yang
ada, yaitu Taurat, dan sebagai petunjuk dan nasihat bagi
mereka yang bertaqwa.
Karena itu hendaknyalah para penganut Injil itu menjalankan
hukum dengan apa yang diturunkan Allah didalamnya.
Barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan yang diturunkan
Allah maka mereka adalah kaum yang fasik.
Dan Kami turunkan kepada engkau (Muhammad) dengan benar,
sebagai pendukung bagi yang ada sebelumnya, yaitu
kitab-kitab suci (terdahulu) dan sebagai penentu (kebenaran
kitab yang lalu itu). Maka jalankan hukum dengan yang
diturunkan Allah, dan jangan mengikuti keinginan mereka
sehingga menyimpang dari yang datang kepada engkau, yaitu
kebenaran. Untuk masing-masing dari kamu (ummat manusia)
telah Kami tetapkan tatanan hukum (syir'ah, syari'ah) dan
jalan hidup (minhaj). Jika seandainya Allah menghendaki,
maka tentu akan dijadikannya kamu sekalian ummat yang
tunggal. Tetapi Dia hendak menguji kamu berkenaan dengan
hal-hal yang telah dikaruniakan kepada kamu. Maka
berlombalah kamu sekalian untuk berbagai kebajikan. Kepada
Allah tempat kembalimu semua, maka Dia akan menjelaskan
kepadamu tentang perkara yang pernah kamu perselisihkan.
[10]
Penafsiran terhadap ayat-ayat Ilahi ini amat baku di
kalangan para ahli dan 'ulama. Pertama, dalam firman itu
terdapat penegasan bahwa para penganut agama, dalam hal ini
Yahudi dan Kristen, harus menjalankan ajaran kebenaran yang
diberikan Allah kepada mereka melalui kitab-kitab mereka,
berturut-turut Taurat dan Injil. Kalau mereka tidak
melakukan hal itu, maka mereka adalah kafir dan zalim.
Kedua, al-Qur'an mendukung kebenaran dasar ajaran-ajaran
dalam kitab-kitab suci itu, tapi juga mengujinya dari
kemungkinan pengimpangan oleh para pengikutnya. Jadi
al-Qur'an mengajarkan tentang kontinuitas agama-agama Tuhan
-sebagaimana banyak ditegaskan di berbagai tempat lain dalam
al-Qur'an- sekaligus ajaran tentang perkembangan agama-agama
Tuhan itu dari masa ke masa.
Segi kebenaran yang didukung dan dilindungi oleh al-Qur'an
ialah kebenaran asasi yang menjadi inti semua agama Allah,
khususnya Tawhid atau paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Inti
agama yang umum itu dinyatakan dalam istilah Arab al-din,
yang seperti dijelaskan oleh Muhammad Asad mengandung makna
kebenaran-kebenaran agama/spiritual yang asasi dan tidak
berubah-ubah, yang menurut al-Qur'an diajarkan kepada setiap
Utusan Allah. Jadi semua Nabi dan Rasul membawa ajaran inti
keagamaan (din) yang sama, kecuali jika diselewengkan atau
diubah oleh para pengikutnya. Namun para Nabi dan Rasul
tidak membawa sistem hukum (syir'ah, syari'ah) ataupun cara
hidup (minhaj, way of life) yang sama. Perbedaan dalam segi
ini membawa kepada adanya kenyataan plural agama-agama, yang
sepanjang ajaran al-Qur'an tidak perlu kita persoalkan,
karena itu sudah menjadi kehendak Allah (Dia tidak
menghendaki masyarakat tunggal manusia), dan Allah pula yang
akan menjelaskan adanya perbedaan ini. [11]
Dari urutan dan logika ajaran al-Qur'an itu dapat dilihat
letak pandangan bahwa al-Qur'an adalah kulminasi semua kitab
suci, dan bahwa penerimanya, yaitu Nabi Muhammad saw adalah
penutup para Nabi dan Rasul. Sebab ajaran yang dibawakannya
adalah perkembangan akhir dari semua agama, menuju
kesempurnaan. Maka Nabi Muhammad sebagai penutup segala Nabi
juga berarti bahwa beliau diutus untuk sekalian ummat
manusia:
Katakan olehmu (Muhammad): "Wahai sekalian ummat manusia!
Sesungguhnya aku adalah Utusan Allah kepada kamu sekalian,
yang bagi-Nya kekuasaan seluruh langit dan bumi; tiada Tuhan
selain Dia yang menghidupkan dan mematikan." Maka sekarang
berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan kepada Rasul-Nya
yang tak pandai baca tulis itu, yang beriman kepada
firman-firmanNya. Ikutilah dia, agar kamu mendapatkan
petunjuk. [12]
Firman ini, dilihat dari letaknya, merupakan interpolasi
atas deretan keterangan tentang Nabi Musa dan keturunan
Israel. Maksudnya ialah menjelaskan bahwa sementara
Nabi-nabi terdahulu dan ajaran-ajaran yang dibawanya tertuju
khusus kepada bangsa, tempat dan zaman tertentu, namun Nabi
Muhammad dan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia,
tanpa terikat oleh bangsa, tempat maupun zaman tertentu.
Sebab sesudah Nabi Muhammad saw tidak akan lagi ada Nabi,
dan sesudah al-Qur'an tidak diturunkan lagi kitab suci. [13]
Oleh karena itu Nabi Muhammad saw juga disebut sebagai bukti
rahmat atau kasih Allah kepada seluruh alam, khususnya
seluruh ummat manusia:
Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan
sebagai rahmat untuk sekalian alam. Katakan (olehmu,
Muhammad), "Sesungguhnya diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu
adalah Tuhan Yang Maha Esa. Apakah kamu bersedia tunduk
(Islam) kepada-Nya?" Kalau mereka berpaling, maka katakan
olehmu, "Ku telah sampaikan hal ini kepada kamu semua tanpa
perbedaan. Dan aku tidak tahu apakah dekat (segera) atau
jauh (terjadinya) apa yang dijanjikan kepada kamu (oleh
Tuhan) itu. [14]
Jadi paham Tawhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah inti
ajaran al-Qur'an, sebagaimana juga inti ajaran para Nabi
yang lain. Kita diperintahkan untuk tunduk (Islam) kepada
Tuhan Yang Maha Esa itu. Dan ajaran inti ini telah
disampaikan Nabi kepada ummat manusia tanpa perbedaan.
Dengan kata-kata lain, ajaran adalah universal. Muhammad
Asad menjelaskan segi-segi yang mendukung universalitas
al-Qur'an, yaitu, pertama, seruan al-Qur'an tertuju kepada
seluruh ummat manusia, tanpa mempedulikan keturunan, ras dan
lingkungan budayanya: kedua, fakta bahwa al-Qur'an menyeru
semata-mata kepada amal manusia dan karenanya, tidak
merumuskan dengan yang bisa diterima atas dasar kepercayaan
buta semata; dan akhirnya, fakta bahwa -berbeda dari semua
kitab suci yang diketahui dalam sejarah- al-Qur'an tetap
seluruhnya tak berubah dalam kata-katanya sejak ia
diturunkan dalam belasan abad yang lalu dan akan selamanya
demikian keadaannya, karena ia diantara sedemikian luas,
sesuai dengan janji Illahi. "Dan Kami-(Tuhan)-lah yang pasti
menjaganya" (QS. al-Hijr/15:9). Berdasarkan tiga daftar isi
muka al-Qur'an merupakan tahap akhir wahyu Tuhan, dan Nabi
Muhammad adalah penutup segala Nabi. [15]
lakukan untuk bekas budaknya yang dimerdekakan oleh beliau
sendiri, Zayd [ibn Haritsah]) mengakibatkan sebutan Nabi
sebagai "bapak" seseorang diantara kaum beriman, yaitu Zayd
(maka ia disebut Zayd ibn Muhammad), dengan mengesampingkan
kaum beriman yang lain. Maka firman Allah mengenai hal ini
terbaca: "Muhammad itu bukanlah bapak seseorang dari antara
kaum lelakimu, melainkan Rasul Allah dan penutup para Nabi."
[7] Kemudian, mendahului firman itu terbaca firman: "Nabi
lebih berhak atas kaum beriman daripada diri mereka sendiri,
dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka..." [8]. Sudah
tentu yang dimaksud bahwa isteri-isteri Nabi itu adalah
ibu-ibu kaum beriman ialah dalam pengertian spiritual. Maka
Nabi sendiri, sementara dinyatakan sebagai bukan bapak salah
seorang diantara kaum beriman, adalah bapak (spiritual)
seluruh kaum beriman, yakni, panutan mereka semua. Inilah
yang dapat kita simpulkan dari rangkaian firman-firman yang
relevan. Muhammad Asad menjabarkan bahwa penegasan itu
mengandung arti penolakan kepada pandangan bahwa adanya
hubungan fisik (keturunan) dengan Nabi mempunyai makna
spiritual tersendiri; sebaliknya, karena hubungan kebapakan
kepada Nabi dan keibuan kepada para isteri beliau itu harus
dipahami hanya sebagai hubungan spiritual (dan mustahil
sebagai hubungan fisikal), [9] maka kedudukan seluruh kaum
beriman dalam hal ini di hadapan beliau adalah mutlak sama.
Pengertian ini lebih-lebih lagi sangat logis karena Nabi
Muhammad saw adalah Utusan Allah yang terakhir.
Untuk pengertian "penutup" itu al-Qur'an menggunakan istilah
"khatam," yang secara harfiah berarti "cincin," yaitu cincin
pengesah dokumen (seal, stempel), sebagaimana Nabi Muhammad
sendiri juga memilikinya (antara lain beliau pergunakan
mereka yang sahkan surat-surat yang beliau kirim ke para
penguasa sekitar Jazirah Arabia saat itu). Jadi fungsi Nabi
Muhammad saw terhadap para Nabi dan Rasul sebelum beliau
ialah untuk memberi pengesahan kepada kebesaran, kitab-kitab
suci, dan ajaran mereka. Hal ini tersimpul dari penjelasan
tentang kedudukan al-Qur'an terhadap kitab-kitab suci yang
lalu, yaitu sebagai pembenar (mushaddiq) dan penentu atau
penguji (mahaymin), disamping sebagai pengoreksi (furqan)
atas penyimpangan yang terjadi oleh para pengikut
kitab-kitab itu. Penegasan itu kita dapatkan dalam al-Qur'an
dalam deretan keterangan tentang kaum Yahudi dan Kristen,
disertai harapan agar mereka benar-benar menjalankan ajaran
agama mereka masing-masing dengan baik, dan dirangkaikan
dengan penegasan pluralitas kenyataan hidup manusia,
termasuk dan terutama hidup keagamaannya. Di sini akan
dikutip deretan firman itu, karena amat patut (dan di zaman
sekarang cukup mendesak) untuk disimak dan direnungkan akan
makna dan semangatnya:
Mereka (kaum Yahudi) itu suka mendengarkan kedustaan dan
memakan harta terlarang. Kalau mereka datang kepadamu
(Muhammad) maka buatlah keputusan hukum antara mereka
(berkenaan dengan perkara yang menyangkut mereka), atau
berpalinglah dari mereka. Jika engkau berpaling dari mereka,
maka mereka tidaklah akan merugikan engkau sedikitpun juga
Dan jika engkau buat keputusan hukum, maka buatlah keputusan
hukum itu antara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat keadilan.
Tetapi bagaimana mereka akan meminta hukum kepadamu, padahal
mereka punya Taurat yang didalamnya ada hukum Allah kemudian
mereka berpaling sesudah itu (dari keputusanmu). Mereka
bukanlah kaum yang (benar-benar) beriman.
Sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menurunkan Kitab Taurat yang
didalamnya ada hidayah dan cahaya, yang dengan Taurat itu
para Nabi yang berserah diri (kepada Allah) membuat
keputusan hukum untuk mereka yang beragama Yunani, demikian
pula mereka yang ber-Ketuhanan (rabbaniyyun) dan para
pendeta mereka, karena perintah agar mereka memelihara kitab
Allah, dan mereka menjadi saksi atas hal itu. Maka janganlah
kamu takut kepada manusia, melainkan takutlah kepada-Ku, dan
jangan pula kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga murah.
Barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan yang diturunkan
Allah maka mereka adalah kaum yang kafir.
Dan telah kami tetapkan bagi mereka (kaum Yahudi) dalam
Taurat bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,
hidung dengan hidung, kuping dengan kuping, gigi dengan
gigi, dan luka pun ada balasannya. Namun barangsiapa
melepaskan haknya (untuk membalas), maka hal itu menjadi
penebus bagi (dosa)-nya. Dan barangsiapa tidak menjalankan
hukum dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah kaum
yang zalim.
Dan Kami susuli atas jejak mereka dengan Isa putera Maryam
sebagai pendukung bagi kitab yang ada sebelumnya, yaitu
Taurat. Dan Kami karuniakan kepadanya Injil, didalamnya ada
hidayah dan cahaya, sebagai mendukung kebenaran kitab yang
ada, yaitu Taurat, dan sebagai petunjuk dan nasihat bagi
mereka yang bertaqwa.
Karena itu hendaknyalah para penganut Injil itu menjalankan
hukum dengan apa yang diturunkan Allah didalamnya.
Barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan yang diturunkan
Allah maka mereka adalah kaum yang fasik.
Dan Kami turunkan kepada engkau (Muhammad) dengan benar,
sebagai pendukung bagi yang ada sebelumnya, yaitu
kitab-kitab suci (terdahulu) dan sebagai penentu (kebenaran
kitab yang lalu itu). Maka jalankan hukum dengan yang
diturunkan Allah, dan jangan mengikuti keinginan mereka
sehingga menyimpang dari yang datang kepada engkau, yaitu
kebenaran. Untuk masing-masing dari kamu (ummat manusia)
telah Kami tetapkan tatanan hukum (syir'ah, syari'ah) dan
jalan hidup (minhaj). Jika seandainya Allah menghendaki,
maka tentu akan dijadikannya kamu sekalian ummat yang
tunggal. Tetapi Dia hendak menguji kamu berkenaan dengan
hal-hal yang telah dikaruniakan kepada kamu. Maka
berlombalah kamu sekalian untuk berbagai kebajikan. Kepada
Allah tempat kembalimu semua, maka Dia akan menjelaskan
kepadamu tentang perkara yang pernah kamu perselisihkan.
[10]
Penafsiran terhadap ayat-ayat Ilahi ini amat baku di
kalangan para ahli dan 'ulama. Pertama, dalam firman itu
terdapat penegasan bahwa para penganut agama, dalam hal ini
Yahudi dan Kristen, harus menjalankan ajaran kebenaran yang
diberikan Allah kepada mereka melalui kitab-kitab mereka,
berturut-turut Taurat dan Injil. Kalau mereka tidak
melakukan hal itu, maka mereka adalah kafir dan zalim.
Kedua, al-Qur'an mendukung kebenaran dasar ajaran-ajaran
dalam kitab-kitab suci itu, tapi juga mengujinya dari
kemungkinan pengimpangan oleh para pengikutnya. Jadi
al-Qur'an mengajarkan tentang kontinuitas agama-agama Tuhan
-sebagaimana banyak ditegaskan di berbagai tempat lain dalam
al-Qur'an- sekaligus ajaran tentang perkembangan agama-agama
Tuhan itu dari masa ke masa.
Segi kebenaran yang didukung dan dilindungi oleh al-Qur'an
ialah kebenaran asasi yang menjadi inti semua agama Allah,
khususnya Tawhid atau paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Inti
agama yang umum itu dinyatakan dalam istilah Arab al-din,
yang seperti dijelaskan oleh Muhammad Asad mengandung makna
kebenaran-kebenaran agama/spiritual yang asasi dan tidak
berubah-ubah, yang menurut al-Qur'an diajarkan kepada setiap
Utusan Allah. Jadi semua Nabi dan Rasul membawa ajaran inti
keagamaan (din) yang sama, kecuali jika diselewengkan atau
diubah oleh para pengikutnya. Namun para Nabi dan Rasul
tidak membawa sistem hukum (syir'ah, syari'ah) ataupun cara
hidup (minhaj, way of life) yang sama. Perbedaan dalam segi
ini membawa kepada adanya kenyataan plural agama-agama, yang
sepanjang ajaran al-Qur'an tidak perlu kita persoalkan,
karena itu sudah menjadi kehendak Allah (Dia tidak
menghendaki masyarakat tunggal manusia), dan Allah pula yang
akan menjelaskan adanya perbedaan ini. [11]
Dari urutan dan logika ajaran al-Qur'an itu dapat dilihat
letak pandangan bahwa al-Qur'an adalah kulminasi semua kitab
suci, dan bahwa penerimanya, yaitu Nabi Muhammad saw adalah
penutup para Nabi dan Rasul. Sebab ajaran yang dibawakannya
adalah perkembangan akhir dari semua agama, menuju
kesempurnaan. Maka Nabi Muhammad sebagai penutup segala Nabi
juga berarti bahwa beliau diutus untuk sekalian ummat
manusia:
Katakan olehmu (Muhammad): "Wahai sekalian ummat manusia!
Sesungguhnya aku adalah Utusan Allah kepada kamu sekalian,
yang bagi-Nya kekuasaan seluruh langit dan bumi; tiada Tuhan
selain Dia yang menghidupkan dan mematikan." Maka sekarang
berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan kepada Rasul-Nya
yang tak pandai baca tulis itu, yang beriman kepada
firman-firmanNya. Ikutilah dia, agar kamu mendapatkan
petunjuk. [12]
Firman ini, dilihat dari letaknya, merupakan interpolasi
atas deretan keterangan tentang Nabi Musa dan keturunan
Israel. Maksudnya ialah menjelaskan bahwa sementara
Nabi-nabi terdahulu dan ajaran-ajaran yang dibawanya tertuju
khusus kepada bangsa, tempat dan zaman tertentu, namun Nabi
Muhammad dan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia,
tanpa terikat oleh bangsa, tempat maupun zaman tertentu.
Sebab sesudah Nabi Muhammad saw tidak akan lagi ada Nabi,
dan sesudah al-Qur'an tidak diturunkan lagi kitab suci. [13]
Oleh karena itu Nabi Muhammad saw juga disebut sebagai bukti
rahmat atau kasih Allah kepada seluruh alam, khususnya
seluruh ummat manusia:
Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan
sebagai rahmat untuk sekalian alam. Katakan (olehmu,
Muhammad), "Sesungguhnya diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu
adalah Tuhan Yang Maha Esa. Apakah kamu bersedia tunduk
(Islam) kepada-Nya?" Kalau mereka berpaling, maka katakan
olehmu, "Ku telah sampaikan hal ini kepada kamu semua tanpa
perbedaan. Dan aku tidak tahu apakah dekat (segera) atau
jauh (terjadinya) apa yang dijanjikan kepada kamu (oleh
Tuhan) itu. [14]
Jadi paham Tawhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah inti
ajaran al-Qur'an, sebagaimana juga inti ajaran para Nabi
yang lain. Kita diperintahkan untuk tunduk (Islam) kepada
Tuhan Yang Maha Esa itu. Dan ajaran inti ini telah
disampaikan Nabi kepada ummat manusia tanpa perbedaan.
Dengan kata-kata lain, ajaran adalah universal. Muhammad
Asad menjelaskan segi-segi yang mendukung universalitas
al-Qur'an, yaitu, pertama, seruan al-Qur'an tertuju kepada
seluruh ummat manusia, tanpa mempedulikan keturunan, ras dan
lingkungan budayanya: kedua, fakta bahwa al-Qur'an menyeru
semata-mata kepada amal manusia dan karenanya, tidak
merumuskan dengan yang bisa diterima atas dasar kepercayaan
buta semata; dan akhirnya, fakta bahwa -berbeda dari semua
kitab suci yang diketahui dalam sejarah- al-Qur'an tetap
seluruhnya tak berubah dalam kata-katanya sejak ia
diturunkan dalam belasan abad yang lalu dan akan selamanya
demikian keadaannya, karena ia diantara sedemikian luas,
sesuai dengan janji Illahi. "Dan Kami-(Tuhan)-lah yang pasti
menjaganya" (QS. al-Hijr/15:9). Berdasarkan tiga daftar isi
muka al-Qur'an merupakan tahap akhir wahyu Tuhan, dan Nabi
Muhammad adalah penutup segala Nabi. [15]
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» Muhammad sebagai penutup para Nabi
» Nabi Muhammad Sebagai Al Amin
» beriman kepada Muhammad bin Abdullah sebagai nabi
» kedudukan sebagai hamba Allah dan umat nabi muhammad
» [video] kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai suri teladan umat islam
» Nabi Muhammad Sebagai Al Amin
» beriman kepada Muhammad bin Abdullah sebagai nabi
» kedudukan sebagai hamba Allah dan umat nabi muhammad
» [video] kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai suri teladan umat islam
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik