FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

makna modernitas dan tantangannya terhadap iman Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

makna modernitas dan tantangannya terhadap iman Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

makna modernitas dan tantangannya terhadap iman

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

makna modernitas dan tantangannya terhadap iman Empty makna modernitas dan tantangannya terhadap iman

Post by keroncong Sat Apr 14, 2012 6:03 am

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Kita telah melihat bahwa sumber peradaban Barat adalah rasio
yang menonjol. Dengan rasio yang kuat itu dapat dikembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian menjadi sarana
untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera untuk rakyat
banyak. Melalui rasio juga telah dikembangkan nilai
kemanusiaan sehingga rakyat dapat memperoleh kedaulatan.
Tetapi kita juga melihat bahwa kalau rasio terlalu berlebihan
dikembangkan dan ditonjolkan maka akan terjadi kelemahan dan
kekurangan yang merugikan. Baik berupa atheisme,
individualisme, kapitalisme, maupun imperialisme dan
kolonialisme.

Untuk memberikan ukuran apakah Pancasila telah berhasil, maka
harus tercipta masyarakat yang adil dan makmur, lahir batin,
di Indonesia. Itu berarti bahwa kita perlu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan luas dan mendalam, karena
hanya itu yang merupakan jaminan bagi kesejahteraan rakyat.
Itu berarti bahwa kita juga harus mengembangkan penggunaan
rasio dalam kehidupan kita, karena tanpa itu tak mungkin ada
kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun
pengembangan penggunaan rasio tidak boleh berlebihan sehingga
menimbulkan segi-segi negatif yang telah terjadi di dunia
Barat. Sebab itu akan bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila. Pengembangan dalam penggunaan rasio tidak boleh
menimbulkan ateisme, oleh karena itu jelas bertentangan dengan
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Peningkatan penggunaan rasio
penting untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam kalangan rakyat banyak dan dengan itu meningkatkan pula
harkat dan derajat manusia, hal mana sesuai dengan prinsip
Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Akan tetapi tidak boleh mengakibatkan individualisme dan
liberalisme yang bertentangan dengan semangat gotong-royong
dan musyawarah mufakat yang terkandung dalam Pancasila.
Penggunaan rasio perlu membentuk pandangan yang menghargai
benda atau materi, tapi tidak boleh menimbulkan materialisme.
Dan jelas tidak boleh berakibat timbulnya faham kapitalisme
dan dominasi terhadap pihak lain.

Jadi pengembangan rasio diperlukan sekali, tetapi tidak boleh
berlebihan. Untuk menjaga agar tidak berlebihan itu diperlukan
harmoni antara rasio dan rasa. Itu berarti bahwa seni, agama,
dan kegiatan lain yang memperhalus rasa perlu diusahakan dalam
modernitas Pancasila.

Karena kita menghendaki modernitas untuk meluhurkan kehidupan
bangsa dan Pancasila sendiri adalah pandangan yang modern,
maka aspek-aspek kehidupan bangsa yang tidak cocok lagi dengan
keperluan serta tuntutan masa kini harus dapat ditinggalkan.
Mungkin saja aspek-aspek itu mempunyai fungsi yang berguna
atau bahkan penting bagi kehidupan bangsa di masa lampau. Akan
tetapi itu tidak dengan sendirinya berlaku untuk masa kini dan
masa depan. Bahkan ada yang tadinya bersifat berguna, tetapi
sekarang malah bersifat merugikan. Contoh yang baik adalah
aspek feodal dalam kehidupan bangsa; di masa lalu aspek itu
berguna dalam hal kepimpinan dalam masyarakat Indonesia,
mengingat kondisi sosial bangsa Indonesia. Tapi sekarang kalau
aspek feodal dilanjutkan, maka itu justru merugikan dalam
perkembangan bangsa dalam berbagai hal. Karena itu hal-hal
yang tidak berguna lagi atau bahkan merugikan, seperti aspek
feodal, harus dapat diidentifikasikan dengan cermat dan
kemudian ditinggalkan. Bagaikan benda-benda kuno yang
dimasukkan di museum.

Sebaliknya modernitas menuntut agar kita dapat mengembangkan
kemampuan dan kebiasann baru yang diperlukan sekali untuk
menjamin kehidupan bangsa, karena tadinya belum ada atau belum
cukup berkembang. Sebab tanpa kemampuan dan kebiasaan itu
bangsa kita tidak akan mampu untuk menghadapi dunia di
sekeliling kita tidak dapat menghasilkan kesejahteraan
lahir-bathin yang kita inginkan.

Contoh yang baik tentang itu adalah perlunya kemampuan untuk
mengembangkan sikap, dengan komitmen penuh kepada segala hal
yang kita kerjakan, sehingga melahirkan kesungguh-sungguhan
niat untuk senantiasa menghasilkan hal yang paling baik. Pada
waktu ini umumnya orang Indonesia cukup kuat dengan hasil
seadanya dan asal jadi. Kita perlukan kebiasaan baru seperti
umpamanya hidup berdisiplin, tahu waktu, hidup hemat dan
cermat. Ini semua merupakan hal yang belum menjadi kebiasaan
untuk rata-rata orang Indonesia. Bahkan ada bahaya bahwa
materialisme yang merupakan dampak dari peradaban Barat justru
mengakibatkan kebiasaan buruk seperti, hidup boros dan
memperkuat kebiasaan lama yang tidak cocok lagi seperti
"alon-alon asal kelakon." Meskipun di dunia Barat sendiri
tidak ada kebiasaan demikian yang ditimbulkan oleh
materialisme.

Modernitas tidak a priori menghendaki hapusnya tradisi. Bahkan
tradisi yang masih bermanfaat untuk masa kini justru lebih
ditingkatkan penggunaannya seperti umpamanya gotong-royong.
Akan tetapi modernitas tidak menghendaki tradisionalisme,
yaitu sikap yang mempertahankan dengan gigih segala tradisi
masa lampau, tanpa menilai apakah tradisi itu masih berguna di
masa kini atau memerlukan perubahan agar tetap berguna.
Modernitas menghendaki dinamika, oleh karena itu merupakan
hakikat alam semesta. Sedangkan tradisi yang mempunyai nilai
berlanjut menjadi identitas bangsa yang menjadi sumber
kekuatan untuk kehidupan dinamis itu.

Modernitas Pancasila tidak dapat membebaskan diri dari
pengaruh dan dampak peradaban Barat yang agresif. Memang ada
unsur-unsur peradaban Barat yang bermanfaat bagi modernitas
Pancasila. Akan tetapi modernitas Pancasila bermaksud untuk
menggerakkan Renaissanse atau kelahiran kembali Indonesia
sebagai pembuka pintu peradaban Indonesia sendiri.

TANTANGAN MODERNITAS TERHADAP IMAN

Adakah tantangan modernitas, dan khususnya modernitas
Pancasila, terhadap iman? Apakah kepercayaan dan keyakinan
kita kepada Tuhan Yang Maha Esa akan terganggu oleh
modernitas? Dan karena iman merupakan bagian dari kehidupan
kita beragama, apakah modernitas menimbulkan kesukaran dan
pertentangan dengan kehidupan beragama kita? Kalau modernitas
Pancasila berjalan dengan baik, yaitu sesuai dengan apa yang
diisyaratkan Pancasila dan seperti yang telah digambarkan
secara singkat dalam uraian sebelum ini, dan di pihak lain
pelaksanaan iman serta kehidupan beragama pada umumnya
dilakukan dengan baik, maka tidak ada pertentangan antara
modernitas dan iman dengan kehidupan beragama pada umumnya.
Bahkan iman merupakan sumber motivasi yang kuat sekali untuk
menjalankan modernitas Pancasila. Namun kalau di pihak
modernitas maupun di pihak iman terjadi pelaksanaan yang
kurang baik, maka akan terjadi kesukaran dan bahkan terjadi
pertentangan antara yang satu dengan yang lain.

Kalau kehidupan beragama diliputi tradisionalisme yang kuat,
sehingga pelaku agama tidak dimungkinkan dan bahkan tidak
diperbolehkan berpikir, maka akan terjadi pertentangan antara
modernitas dan kehidupan beragama. Hal itu telah terjadi juga
di Eropa Barat pada abad ke-15 dan abad ke-16, ketika gereja
Katholik menganggap sebagai sikap dan tindakan murtad apabila
ada orang melakukan pemikiran tentang gejala alam. Orang
diharuskan menerima saja apa yang telah dikemukakan oleh para
pemuka agama. Dan barang siapa yang melanggarnya dikenakan
hukuman, bahkan ada yang dihukum mati dalam api. Cukup banyak
orang-orang yang ingin lebih mendalami ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa dan yang masih kokoh mengakui keesaan dan kekuasaan
Tuhan, harus naik tempat hukuman untuk dibakar karena mereka
berpendirian kokoh sebagai hamba Tuhan Yang Maha Kuasa mereka
tidak melanggar dan tidak menentang kehendak-Nya.

Kita semua mengetahui bahwa Islam adalah agama yang rasional
dan mendorong untuk berpikir rasional. Itu sebabnya peradaban
Islam di masa lampau melahirkan ilmu pengetahuan matematika
dan fisika yang kemudian juga diambil oleh dunia Barat. Namun
sekalipun demikian juga kita tidak dapat menghindari kenyataan
bahwa di banyak lingkungan telah terjadi kehidupan peradaban
Islam yang diliputi oleh tradisionalisme yang kuat. Mungkin
karena itu pula belum ada bangsa yang menganut agama Islam
yang berhasil menciptakan peradaban yang dapat mengimbangi
paradaban Barat, sejak peradaban Islam di masa lampau surut.
Jadi tantangan pertama adalah tradisionalisme dalam
pelaksanaan ajaran agama.

Sikap fanatik adalah hasil atau akibat dari pandangan yang
sempit dan picik. Agama Islam menganjurkan para penganutnya
untuk tidak berpikiran sempit dan picik, malahan mengajarkan
untuk berpandangan luas. Jadi Islam tidak membenarkan sikap
fanatik. Namun dalam kenyataan kita tidak dapat menutup mata
terhadap berbagai sikap kefanatikan dalam lingkungan penganut
Islam. Mereka tidak dapat membedakan antara ketaatan dan
fanatisme, oleh karena mereka berpandangan sempit. Sikap
fanatik itu juga mengganggu modernitas, oleh karena akan
membatasi daya gerak bangsa. Memang modernitas Pancasila
memerlukan sikap hidup penuh disiplin, tapi tidak sama dengan
sikap fanatik. Sebenarnya para penganut Islam yang taat dapat
memperkuat sikap disiplin bangsa, kalau disadari apa arti taat
dan disiplin. Akan tetapi orang Islam yang fanatik akan
menimbulkan banyak hambatan dan kesukaran dalam perkembangan
bangsa, seperti juga telah kita alami dalam sejarah bangsa.
Maka tantangan kedua dalah pandangan hidup sempit yang
berakibat pada sikap yang fanatik.

Agama Islam mengajarkan kepada manusia untuk hidup dengan baik
di dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan yang baik pula
di akhirat. Islam tidak pernah mengatakan bahwa kehidupan
manusia harus dipusatkan untuk mempersiapkan diri bagi
kehidupan di akhirat saja. Namun dalam kenyataan kita melihat
bahwa keimanan dan kehidupan beragama kurang ditujukan kepada
kehidupan di dunia. Akibatnya adalah bahwa kurang ada dinamika
untuk memperoleh kemajuan dalam kehidupan. Tidak ada niat yang
kuat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern, kurang pula usaha untuk menciptakan kehidupan ekonomi
yang kuat. Jadinya banyak umat Islam hidup dalam
keterbelakangan dan kemiskinan kemudian dalam kehidupan
sehari-hari juga kurang ada perhatian kepada kebersihan dan
pemeliharaan lingkungan. Seakan-akan sudah kurang perduli
kepada kehidupan di dunia ini. Tidak mengherankan bahwa
kehidupan yang demikian menghasilkan berbagai penyakit dan
kematian dalam usia muda. Manusia tidak mensyukuri kemurahan
Tuhan Yang Maha Kuasa berupa kehidupan dan alam lingkungan.
Sikap demikian tidak mendukung modernitas Pancasila. Sedangkan
sebenarnya ajaran-ajaran Islam dapat dipergunakan untuk
membentuk masyarakat yang mengejar ilmu pengetahuan dan
teknologi, rajin bekerja untuk membuat kehidupan dengan hasil
yang memadai, menciptakan keindahan dan kemajuan di dunia.
Seperti yang telah dibuktikan oleh peradaban Islam di masa
lampau. Itulah tantangan ketiga untuk kehidupan beragama.

Ajaran Islam tentang sikap pasrah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
dan tentang takdir Ilahi adalah ajaran positif. Bukan ajaran
yang menghendaki manusia menjadi fatalistis. Namun dalam
kenyataan kita dapatkan cukup banyak sikap fatalistis di
lingkungan umat Islam dewasa ini. Manusia menganggap tidak ada
gunanya mengembangkan prakarsa dan inisiatif, oleh karena
berpendapat semua toh sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kehidupan menjadi pasif tanpa dinamika yang memungkinkan
kemajuan. Sikap demikian merugikan modernitas Pancasila. Sebab
justru dalam modernitas Pancasila diperlukan prakarsa lebih
banyak dari manusia Indonesia, sekalipun disadari bahwa segala
kesudahan dari prakarsa ada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Soal prakarsa ini erat hubungannya dengan faktor geografis
dimana bangsa Indonesia hidup berkembang. Ada orang mengatakan
bahwa karena kita lahir dan dibesarkan dalam lingkungan
geografis yang panas, dengan alam yang subur makmur, maka
manusia Indonesia seakan-akan ditakdirkan untuk menjadi malas
dan kurang minat untuk mencapai kemajuan. Sebab itu sudah
ditakdirkan untuk dikuasai dan didominasi oleh bangsa-bangsa
yang hidup di utara yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan
yang keras yang menuntut perjuangan lahir-bathin untuk tetap
hidup. Sudah jelas bahwa pandangan demikian tentang takdir
untuk bangsa Indonesia adalah tidak benar. Adalah sepenuhnya
di tangan bangsa dan manusia Indonesia, apakah ia mau menjadi
bangsa yang penuh prakarsa dan justru memanfaatkan kemurahan
Tuhan yang dilimpahkan kepada kita untuk memperoleh kehidupan
yang maju dan sejahtera, atau menjadi bangsa yang malas tanpa
banyak prakarsa karena berpikir bahwa hidup ini toh mudah
dengan akibat dikuasai dan dikalahkan oleh bangsa-bangsa lain
yang lebih giat dan malahan dapat memanfaatkan kemurahan Tuhan
yang sebenarnyaa dilimpahkan kepada bangsa Indonesia. Ini
adalah tantangan keempat dan sangat mendasar untuk kehidupan
iman kita.

Sebaliknya modernitas Pancasila juga dapat berkembang ke arah
yang kurang sesuai. Kalau modernitas yang berkembang kurang
memperhatikan asas Pancasila dan melahirkan rasionalisme yang
berlebihan, maka seperti di dunia Barat dapat terjadi atheisme
atau sekurang-kurangnya agnosticisme (kurang yakin adanya
Tuhan Yang Maha Esa). Atau timbul materialisme, yaitu
mendewa-dewakan benda, sehingga kurang ada perhatian kepada
keimanan. Ini juga berakibat kepada kurangnya perhatian kepada
kelestarian dan pemeliharaan lingkungan. Alam dianggap hanya
merupakan sumber untuk memperoleh benda yang diinginkan
manusia, tanpa ada pertimbangan harus dipelihara untuk dapat
menjalankan fungsi itu untuk jangka waktu yang lama. Kurang
perhatian kepada alam lingkungan itu hakikatnya adalah pula
kurangnya perhatian kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dapat pula
timbul individualisme yang mengagungkan individu di atas
segalanya. Tidak ada ingatan sama sekali bahwa Tuhan
menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam
kebersamaan dengan manusia lain. Ini selanjutnya dapat
menimbulkan sikap hidup yang tidak peduli terhadap kehidupan
manusia lain, asalkan kehidupannya sendiri atau golongannya
sudah baik. Ini mudah sekali mengakibatkan sikap eksploitasi
manusia oleh manusia (l'exploitation de l'homme par l'homme)
seperti yang terjadi pada masyarakat Barat pada abad ke 18 dan
19, dan juga menghasilkan imperialisme dan kolonialisme. Kalau
modernitas Indonesia sampai menyeleweng demikian dan dalam
kenyataan jauh sekali dari tuntutan Pancasila, maka terjadi
pula tantangan yang berat terhadap iman. Manusia yang
bergelimpangan dalam kekayaan benda dan harta lupa bahwa
segala hal itu hanya bersifat relatif dan lupa pula bahwa yang
mempunyai nilai mutlak hanya Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya
pula manusia yang dikungkung kemiskinan akibat kapitalisme
yang merajalela mudah lupa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
akan lebih mudah mengandalkan penggunaan kekuatan dan
kekerasan untuk mendobrak kapitalis yang berkuasa. Akibatnya
adalah bahwa masyarakat tidak akan maju karena terus-menerus
diliputi kekacauan dan pergulatan.

Untuk mencegah terjadinya hal-hal itu, maka penting sekali
bahwa kita harus terus beriman secara tepat dan menjalankan
kehidupan beragama menurut ajaran Islam yang sebenarnya.
Ketekunan dan kesungguh-sungguhan orang yang beriman akan
membawa manusia Indonesia menjadi orang yang komitmen yang
kuat kepada tujuan hidupnya. Prakarsa yang kuat akan timbul
untuk membentuk kemajuan dalam kehidupan. Atheisme,
individualisme, materialisme, dan sebangsanya akan dapat
dicegah sehingga modernitas Indonesia yang benar adalah
modernitas Pancasila. Iman yang kuat akan mengangkat manusia
Indonesia untuk dapat mengadakan reaksi dan prakarsa yang
tepat terhadap lingkungan geografi yang kaya, sehingga bangsa
Indonesia bagaikan anak orang kaya yang mandiri dan bukan anak
orang kaya yang manja. Hilanglah gambaran tentang, manusia
Indonesia yang malas, yang hidupnya jorok, yang tidak tahu
waktu, yang tidak dapat berdisiplin. Dan digantikan oleh citra
baru manusia Indonesia yang giat bekerja dengan memperhatikan
mutu pekerjaannya, yang selalu memperhatikan kebersihan dan
pemeliharaan lingkungan hidupnya, yang biasa mematuhi segala
ketentuan, yang pandai hidup bersama dengan orang lain, yang
hemat hidupnya dan menghargai waktu. Kalau perkembangan itu
dapat terjadi, maka besar kemungkinannya bahwa modernitas itu
dapat menghasilkan peradaban Indonesia dalam abad ke-21. Jelas
sekali bahwa peranan iman yang dilakukan dengan tepat amat
besar peranannya dalam tercapainya keadaan itu. Tergantung
kepada umat Islam Indonesia yang merupakan bagian terbesar
bangsa, dan terutama para pemimpinnya, apakah hal itu dapat
terwujud. Kalau itu terjadi, maka sekaligus Islam timbul
kembali sebagai agama yang mendukung terwujudnya kehidupan
bangsa yang maju, sejahtera dan damai.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik