tafsir QS Al-Baqarah : 223 versi orang bodoh
Halaman 1 dari 1 • Share
tafsir QS Al-Baqarah : 223 versi orang bodoh
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanamanmu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah ( amal yang baik ) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui_Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” ( Al-Baqarah :223 )
Supaya tidak menyesatkan, maka akan saya kutip dahulu maksud dari pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas menurut orang-orang pinter.
Allah Subhanahu wa ta’ala telah membukakan pintu kenikmatan yang seluas-luasnya bagi pasangan suami isteri bagaimanapun caranya. Asalkan proses penetrasi dilakukan pada tempatnya.
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kalimat hartsun ( ladang atau tanah tempat bercocok tanam ). Untuk menjelaskan bahwa proses penanaman dilakukan di tempat tumbuhnya tanaman. “…Fa’tuu Hartsakum.” Apa maksud dari kata Al-Harts…? Al-Harts adalah tempat tumbuhnya tanaman. Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat lain berfirman : “ Dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak….” ( Al-Baqarah : 205 )
Datangilah isterimu di tempat kamu bercocok tanam, yakni menanamkan benih anakmu. Adapun tempat yang padanya anakmu tidak mungkin tumbuh, jangan sekali-kali mendatanginya.
Sebagian orang keliru dalam memahami firman Allah, “ maka datangilah tanah tempat bercocok –tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki,”
Dengan mengatakan bahwa maknanya kita boleh mendatangi isteri kita di bagian mana saja, tentunya pemahaman ini salah. Karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “….tanah tempat kamu bercocok tanam…” yakni, tempat menabur benih tanaman. Sedangkan yang di maksud dengan tanaman bagi sepasang suami isteri adalah anak. Sehingga pengertian yang betul, datangilah isterimu dari arah mana saja, asalkan tetap pada tempat anakmu nanti di lahirkan. Dan seterusnya.
Lalu apa makna firman Alla Subhanahu wa Ta’ala di atas menurut orang bodoh…?
a. Pertama-tama saya katakan setuju dengan pendapat di atas. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyediakan tempat “titik-titik” untuk kita. Dan di sanalah kita seharusnya “titik-titik”.
b. “ Isteri-isterimu adalah ( seperti ) tanah tempat kamu bercocok tanam….” Dan saya memaknai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tadi sebagai berikut,
o Kalau mau bercocok tanam, pilihlah tanah yang subur. Dengan kata lain, pilihlah wanita yang agamanya baik. Karena seandainya kita berani mengolah tanah yang kurang subur ( wanita yang kurang agamanya ), maka itu memerlukan pengorbanan dan ilmu yang tidak sedikit. Karena,
Membutuhkan ilmu.
Dalam hal merubah tanah yang tidak subur supaya menjadi subur, akan memerlukan ilmu tertentu. Maka demikian juga dengan merubah wanita yang kurang agamanya supaya menjadi lebih baik, diperlukan ilmu yang tidak sedikit. Karena kalau tidak, malah-malah kita sebagai laki-laki yang ikut-ikutan tidak subur seperti wanita tadi.
o Membutuhkan biaya yang besar.
Biaya yang besar kita gunakan untuk pemupukan dan pengolahan yang ekstra. Dan begitu juga dengan wanita yang kurang agama. Kita akan membutuhkan dana yang besar untuk memenuhi keinginannya.
o Membutuhkan kesabaran yang tinggi.
Karena memang tanah yang tidak subur mempunyai karakter yang sama dengan wanita yang kurang agama. Sama-sama memerlukan kesabaran dan keuletan dalam mengolahnya.
o Biasanya tanah yang tidak subur, hanya cocok untuk tanaman yang bukan bahan pokok ( untuk sehari-hari ). Bahkan bukan tidak mungkin, kalau kita sebagai pemilik tanah tersebut tidak mempunyai ilmu yang cukup, biaya dan kesabaran yang tinggi, biasanya tanah yang seperti itu akan terbengkalai. Sehingga di tanah tersebut akan tumbuh subur tanaman-tanaman pengganggu. Seperti rumput dan ilalang. Dan begitu juga dengan wanita yang kurang agamanya. Ditakutkan, seandainya kita tidak mempunyai cukup ilmu, biaya dan kesabaran, hanya akan menumbuhkan ilalang dan rumput. Yang akan berefek negarif kepada kita kelak sebagai pemimpin.
o Kalau mau bercocok tanam, luas tanah ( kekayaan wanita ) yang akan kita garap harus sesuai dengan kemampuan kita. Oleh karena itu, seandainya kemampuan kita ( ilmu,biaya, kesabaran, dan lain sebagainya ) pas-pasan, maka terlalu sembrono saya kira, seandainya kita berani mengolah lahan yang luasnya diluar kemampuan kita. Karena kesemuanya itu akan mempunyai efek negarif pada kepemimpinan kita nanti. Yang diantaranya,
o Wanita yang memimpin, bukan laki-laki.
o Akan membutuhkan biaya yang sangat besar. Yang biasanya akan berbanding lurus dengan biaya yang biasa wanita itu keluarkan sebelumnya menikah.
o Kalaupun kita memaksakan diri, maka kita akan terlilit utang. Untuk biaya pupuk, tenaga kerja, pemeliharaan dan lain sebagainya. Mendingan kalau kita panen. Kalau tidak…..? Kita akan terus dan terus terlilit utang. Bahkan yang lebih jeleknya, melepas tanah itu kepada orang lain ( cerai).
o Kalaupun tidak terlilit hutang, maka minimal biasanya laki-laki itu akan menjadi budaknya. Pagi sampai sore dia kerja. Malem lembur dan seterusnya. Coba pikir…, kapan kita “titik-titiknya……?” Dan yang lebih fatal lagi, kita tidak bisa menunaikan kewajiban kita kepada Sang Maha Pencipta.
o Kalau kita mau bercocok tanam, keindahan lahan yang akan kita garap bukanlah sebuah acuan. Kalau memang tujuan kita untuk mendapatkan hasil panen yang melimpah ( pahala di akhirat kelak).
o Mengawini seorang wanita seperti kita membeli sebidang tanah. Di mana seorang wanita yang menjadi tanggung jawab orang tuanya, maka setelah pernikahan akan berpindah menjadi tanggung jawab kita sebagai suaminya. Oleh karena itulah, belilah tanah bersertifikat, atau minimal kita tahu asal usul tanah yang akan kita garap itu. Agar nantinya, tidak ada sesutu yang tidak kita harapkan.
Uraian saya di atas, seakan menjelaskan perkataan Rasulallah di bawah ini,
Rasulallah bersabda,
“perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya, dan karena agamanya. Utamakanlah memilih karena agamanya, niscaya kamu selamat.” ( HR. Bukhari dan Muslim )
Ada dua point penting dari perkataan rasulallah di atas,
• Perempuan dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya, dan karena agamanya.
Saya kira, perkataan di atas bukanlah sebuah suruhan, tapi penjelasan. Rasualallah menjelaskan, bahwa seorang lelaki biasanya akan memilih perempuan untuk mereka nikahi karena empat perkara : yaitu harta, kecantikan, keturunan dan agama. Dan itu bisa kita lihat dan rasakan sekarang ini.
• Utamakanlah memilih karena agamanya, niscaya kamu selamat.
Dan diakhir penjelasannya, Rasulallah berkata “ Utamakanlah memilih karena agamanya, niscaya kamu selamat”. Dan yang ini, baru suruhan. Artinya apa…? artinya, pemilihan perempuan berdasarkan kepada harta, kecantikan dan keturunan itu, benar-benar tidak di anjurkan. Dan ada kecenderungan membuat kita celaka. ( baca lagi uraian saya di atas ).
Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Al-Baqarah : 221 )
Itu menandakan, bahwa pemilihan seorang calon isteri dengan menggunakan kriteria harta, kecantikan dan keturunan, tidak akan menjamin keselamatan atau bahkan mungkin tidak dianjurkan sama sekali. Karena memang, meskipun tidak dianjurkan juga, ketiga pilihan tadi ( harta, kecantikan dan keturunan ) akan menjadi kriteria setiap lelaki dalam memilih wanita pendamping hidupnya. Dan yang membedakannya hanyalah, ada yang memilih ketiga kriteria tadi sebelum agama, dan ada yang memilihnya setelah agama. Dan yang setelah agama itulah yang terbaik. Itupun masih harus melalui perhitungan dari sebuah kesanggupan yang dimiliki oleh setiap lelaki.
Namun demikian, permasalahan ini tidak selesai sampai di sini. Dipilihnya kriteria agama sebelum harta, kecantikan dan keturunan, belum menyelesaikan permasalahan. Sebelum kita mengukur kesanggupan yang ada pada diri kita sebagai seorang lelaki. Karena apa…? “ agama itu adalah sesuatu yang tersembunyi….!”
Sebelum saya masuk kebahasan ini, kita harus memahami akan tabiat manusia ( suami ) yang baik pada umumnya. Bahwa seorang suami yang baik, biasanya akan berusaha sekemampuannya, untuk memenuhi keperluan keluarganya. Apalagi untuk anak dan isterinya tercinta. Di mana hal itu, akan mempengaruhi kepemimpinan kita sebagai laki-laki.
Oleh karena itu, akan saya uraikan resiko yang mungkin dapat timbul, seandainya kita memilih harta, kecantikan, dan keturunan meskipun setelah agama sekalipun.
• Ketika seorang lelaki yang berpenghasilan pas-pasan mendapatkan wanita dari keluarga kaya dan agamanya baik, akan mengandung beberapa resiko yang diantaranya,
o Ketika wanita itu bersama orang tuanya, mungkin dia terbiasa dengan makanan enak. Maka ketika wanita tadi kita berikan makanan seadanya, maka mau tidak mau ( pada umumnya ) akan mengurangi nafsu makan mereka. Meskipun wanita tadi kita misalkan akan menerima makanan yang apa adanya ( karena faktor agama mungkin ), tapi kita sebagai laki-laki akan berusaha sekemampuan kita untuk memberikan yang terbaik bagi isteri kita.
o Begitu juga dengan baju. Mungkin suatu waktu, dia kelepasan meminta pakaian yang harganya di luar jangkauan kita. Karena memang, kebiasaan dulu waktu dia berada di rumah orang tuanya yang berada, akan terbawa sampai saat wanita itu berumah tangga.
o Begitupun dengan perlengkapan rumah, kosmetik dan sebagainya. Yang kesemuanya itu hanya akan membuat kesanggupan kita dalam memimpin jadi berkurang. Karena apa….? Apakah karena isteri kita….? Tidak…., isteri kitanya bisa saja menerima apa saja pemberian kita. Tapi kita sebagai suami akan mempunyai perasaan, “ tidak bisa membahagiakan pasangan kita itu”. Yang berbuntut pada berkurangnya kesanggupan tadi. Yang akhir-akhirnya akan membuat kita sibuk untuk bekerja keras guna membahagiakan isteri kita tercinta. Sehingga lupa kepada kewajiban kita sebagai manusia dan pemimpin di hadapan Sang Maha Pencipta.
o Bila kita mempunyai isteri yang kecantikannya melebihi kapasitas kita. Menurut pandangan kita sendiri, bukan orang lain ataupun masyarakat. Biasanya suami yang demikian, akan mencintai istrinya itu di luar batas kewajaran. Sehingga secara otomatis akan melemahkan kesanggupan sang suami dalam memimpin.
o Bila kita mempunyai isteri seorang anak ulama. Apalagi kalau ulamanya itu guru kita. Maka kesanggupan kita dalam memimpin akan terhalang oleh ayah daripada isteri kita itu. Meskipun mungkin, mereka ( isteri kita dan ulama tadi ) tidak berbuat apa-apa, tapi rasa segan yang ada pada diri kitalah yang akan mengurangi kesanggupan itu.
Begitulah kira-kira. Jangankan tidak menomor satukan agama, seandainya kita mendapatkan wanita yang agamanya baikpun, seandainya memilih kriteria yang berlebih dari ketiga faktor selain agama tadi, maka akan menimbulkan resiko-resiko yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam pemilihan yang terdapat pada kriteria selain agama, kita juga musti mengukur kesanggupan kita dalam hal memimpin. Karena biasanya, penyakitnya itu datang dari laki-laki itu sendiri. Bukan dari si isteri, seandainya agamanya baik.
Selain itu, kita juga musti ingat….! Bahwa agama itu pada dasarnya tidak terlihat. Kita sebagai lelaki hanya bisa menilai dari luarnya saja. Sedangkan sifat-sifat aslinya hanya akan terllihat setelah menikah kelak. oleh karena itu, pilihlah yang agamanya baik dan kriteria lainnya dibawah kesanggupan kita sebagai suami. Kalau memang tujuan kita menikah, hanya untuk mencari ridho_Nya Allah.
Lalu kira-kira, bagaimana cara mencari pendamping hidup ( kesimpulan )
• Yang pasti, pertama-tama ada dulu wanitanya. Karena kalau kitanya nggak lakumah, boro-boro ngurus kriteria……!
• Pilihalah yang tercantik yang bisa kita dapatkan. Seandainya tidak akan mempengaruhi kita dalam hal memimpin.
• Pilihlah yang terkaya yang bisa kita dapatkan. Seandainya tidak akan mempengaruhi kita dalam memimpin.
• Pilihlah keturunan orang-orang hebat. Seandainya tidak akan mempengaruhi kita dalam memimpin.
• Tapi dengan syarat wanita itu, mempunyai agama yang baik.
“isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanamanmu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah ( amal yang baik ) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui_Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” ( Al-Baqarah :223 )
Supaya tidak menyesatkan, maka akan saya kutip dahulu maksud dari pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas menurut orang-orang pinter.
Allah Subhanahu wa ta’ala telah membukakan pintu kenikmatan yang seluas-luasnya bagi pasangan suami isteri bagaimanapun caranya. Asalkan proses penetrasi dilakukan pada tempatnya.
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kalimat hartsun ( ladang atau tanah tempat bercocok tanam ). Untuk menjelaskan bahwa proses penanaman dilakukan di tempat tumbuhnya tanaman. “…Fa’tuu Hartsakum.” Apa maksud dari kata Al-Harts…? Al-Harts adalah tempat tumbuhnya tanaman. Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat lain berfirman : “ Dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak….” ( Al-Baqarah : 205 )
Datangilah isterimu di tempat kamu bercocok tanam, yakni menanamkan benih anakmu. Adapun tempat yang padanya anakmu tidak mungkin tumbuh, jangan sekali-kali mendatanginya.
Sebagian orang keliru dalam memahami firman Allah, “ maka datangilah tanah tempat bercocok –tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki,”
Dengan mengatakan bahwa maknanya kita boleh mendatangi isteri kita di bagian mana saja, tentunya pemahaman ini salah. Karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “….tanah tempat kamu bercocok tanam…” yakni, tempat menabur benih tanaman. Sedangkan yang di maksud dengan tanaman bagi sepasang suami isteri adalah anak. Sehingga pengertian yang betul, datangilah isterimu dari arah mana saja, asalkan tetap pada tempat anakmu nanti di lahirkan. Dan seterusnya.
Lalu apa makna firman Alla Subhanahu wa Ta’ala di atas menurut orang bodoh…?
a. Pertama-tama saya katakan setuju dengan pendapat di atas. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyediakan tempat “titik-titik” untuk kita. Dan di sanalah kita seharusnya “titik-titik”.
b. “ Isteri-isterimu adalah ( seperti ) tanah tempat kamu bercocok tanam….” Dan saya memaknai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tadi sebagai berikut,
o Kalau mau bercocok tanam, pilihlah tanah yang subur. Dengan kata lain, pilihlah wanita yang agamanya baik. Karena seandainya kita berani mengolah tanah yang kurang subur ( wanita yang kurang agamanya ), maka itu memerlukan pengorbanan dan ilmu yang tidak sedikit. Karena,
Membutuhkan ilmu.
Dalam hal merubah tanah yang tidak subur supaya menjadi subur, akan memerlukan ilmu tertentu. Maka demikian juga dengan merubah wanita yang kurang agamanya supaya menjadi lebih baik, diperlukan ilmu yang tidak sedikit. Karena kalau tidak, malah-malah kita sebagai laki-laki yang ikut-ikutan tidak subur seperti wanita tadi.
o Membutuhkan biaya yang besar.
Biaya yang besar kita gunakan untuk pemupukan dan pengolahan yang ekstra. Dan begitu juga dengan wanita yang kurang agama. Kita akan membutuhkan dana yang besar untuk memenuhi keinginannya.
o Membutuhkan kesabaran yang tinggi.
Karena memang tanah yang tidak subur mempunyai karakter yang sama dengan wanita yang kurang agama. Sama-sama memerlukan kesabaran dan keuletan dalam mengolahnya.
o Biasanya tanah yang tidak subur, hanya cocok untuk tanaman yang bukan bahan pokok ( untuk sehari-hari ). Bahkan bukan tidak mungkin, kalau kita sebagai pemilik tanah tersebut tidak mempunyai ilmu yang cukup, biaya dan kesabaran yang tinggi, biasanya tanah yang seperti itu akan terbengkalai. Sehingga di tanah tersebut akan tumbuh subur tanaman-tanaman pengganggu. Seperti rumput dan ilalang. Dan begitu juga dengan wanita yang kurang agamanya. Ditakutkan, seandainya kita tidak mempunyai cukup ilmu, biaya dan kesabaran, hanya akan menumbuhkan ilalang dan rumput. Yang akan berefek negarif kepada kita kelak sebagai pemimpin.
o Kalau mau bercocok tanam, luas tanah ( kekayaan wanita ) yang akan kita garap harus sesuai dengan kemampuan kita. Oleh karena itu, seandainya kemampuan kita ( ilmu,biaya, kesabaran, dan lain sebagainya ) pas-pasan, maka terlalu sembrono saya kira, seandainya kita berani mengolah lahan yang luasnya diluar kemampuan kita. Karena kesemuanya itu akan mempunyai efek negarif pada kepemimpinan kita nanti. Yang diantaranya,
o Wanita yang memimpin, bukan laki-laki.
o Akan membutuhkan biaya yang sangat besar. Yang biasanya akan berbanding lurus dengan biaya yang biasa wanita itu keluarkan sebelumnya menikah.
o Kalaupun kita memaksakan diri, maka kita akan terlilit utang. Untuk biaya pupuk, tenaga kerja, pemeliharaan dan lain sebagainya. Mendingan kalau kita panen. Kalau tidak…..? Kita akan terus dan terus terlilit utang. Bahkan yang lebih jeleknya, melepas tanah itu kepada orang lain ( cerai).
o Kalaupun tidak terlilit hutang, maka minimal biasanya laki-laki itu akan menjadi budaknya. Pagi sampai sore dia kerja. Malem lembur dan seterusnya. Coba pikir…, kapan kita “titik-titiknya……?” Dan yang lebih fatal lagi, kita tidak bisa menunaikan kewajiban kita kepada Sang Maha Pencipta.
o Kalau kita mau bercocok tanam, keindahan lahan yang akan kita garap bukanlah sebuah acuan. Kalau memang tujuan kita untuk mendapatkan hasil panen yang melimpah ( pahala di akhirat kelak).
o Mengawini seorang wanita seperti kita membeli sebidang tanah. Di mana seorang wanita yang menjadi tanggung jawab orang tuanya, maka setelah pernikahan akan berpindah menjadi tanggung jawab kita sebagai suaminya. Oleh karena itulah, belilah tanah bersertifikat, atau minimal kita tahu asal usul tanah yang akan kita garap itu. Agar nantinya, tidak ada sesutu yang tidak kita harapkan.
Uraian saya di atas, seakan menjelaskan perkataan Rasulallah di bawah ini,
Rasulallah bersabda,
“perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya, dan karena agamanya. Utamakanlah memilih karena agamanya, niscaya kamu selamat.” ( HR. Bukhari dan Muslim )
Ada dua point penting dari perkataan rasulallah di atas,
• Perempuan dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya, dan karena agamanya.
Saya kira, perkataan di atas bukanlah sebuah suruhan, tapi penjelasan. Rasualallah menjelaskan, bahwa seorang lelaki biasanya akan memilih perempuan untuk mereka nikahi karena empat perkara : yaitu harta, kecantikan, keturunan dan agama. Dan itu bisa kita lihat dan rasakan sekarang ini.
• Utamakanlah memilih karena agamanya, niscaya kamu selamat.
Dan diakhir penjelasannya, Rasulallah berkata “ Utamakanlah memilih karena agamanya, niscaya kamu selamat”. Dan yang ini, baru suruhan. Artinya apa…? artinya, pemilihan perempuan berdasarkan kepada harta, kecantikan dan keturunan itu, benar-benar tidak di anjurkan. Dan ada kecenderungan membuat kita celaka. ( baca lagi uraian saya di atas ).
Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Al-Baqarah : 221 )
Itu menandakan, bahwa pemilihan seorang calon isteri dengan menggunakan kriteria harta, kecantikan dan keturunan, tidak akan menjamin keselamatan atau bahkan mungkin tidak dianjurkan sama sekali. Karena memang, meskipun tidak dianjurkan juga, ketiga pilihan tadi ( harta, kecantikan dan keturunan ) akan menjadi kriteria setiap lelaki dalam memilih wanita pendamping hidupnya. Dan yang membedakannya hanyalah, ada yang memilih ketiga kriteria tadi sebelum agama, dan ada yang memilihnya setelah agama. Dan yang setelah agama itulah yang terbaik. Itupun masih harus melalui perhitungan dari sebuah kesanggupan yang dimiliki oleh setiap lelaki.
Namun demikian, permasalahan ini tidak selesai sampai di sini. Dipilihnya kriteria agama sebelum harta, kecantikan dan keturunan, belum menyelesaikan permasalahan. Sebelum kita mengukur kesanggupan yang ada pada diri kita sebagai seorang lelaki. Karena apa…? “ agama itu adalah sesuatu yang tersembunyi….!”
Sebelum saya masuk kebahasan ini, kita harus memahami akan tabiat manusia ( suami ) yang baik pada umumnya. Bahwa seorang suami yang baik, biasanya akan berusaha sekemampuannya, untuk memenuhi keperluan keluarganya. Apalagi untuk anak dan isterinya tercinta. Di mana hal itu, akan mempengaruhi kepemimpinan kita sebagai laki-laki.
Oleh karena itu, akan saya uraikan resiko yang mungkin dapat timbul, seandainya kita memilih harta, kecantikan, dan keturunan meskipun setelah agama sekalipun.
• Ketika seorang lelaki yang berpenghasilan pas-pasan mendapatkan wanita dari keluarga kaya dan agamanya baik, akan mengandung beberapa resiko yang diantaranya,
o Ketika wanita itu bersama orang tuanya, mungkin dia terbiasa dengan makanan enak. Maka ketika wanita tadi kita berikan makanan seadanya, maka mau tidak mau ( pada umumnya ) akan mengurangi nafsu makan mereka. Meskipun wanita tadi kita misalkan akan menerima makanan yang apa adanya ( karena faktor agama mungkin ), tapi kita sebagai laki-laki akan berusaha sekemampuan kita untuk memberikan yang terbaik bagi isteri kita.
o Begitu juga dengan baju. Mungkin suatu waktu, dia kelepasan meminta pakaian yang harganya di luar jangkauan kita. Karena memang, kebiasaan dulu waktu dia berada di rumah orang tuanya yang berada, akan terbawa sampai saat wanita itu berumah tangga.
o Begitupun dengan perlengkapan rumah, kosmetik dan sebagainya. Yang kesemuanya itu hanya akan membuat kesanggupan kita dalam memimpin jadi berkurang. Karena apa….? Apakah karena isteri kita….? Tidak…., isteri kitanya bisa saja menerima apa saja pemberian kita. Tapi kita sebagai suami akan mempunyai perasaan, “ tidak bisa membahagiakan pasangan kita itu”. Yang berbuntut pada berkurangnya kesanggupan tadi. Yang akhir-akhirnya akan membuat kita sibuk untuk bekerja keras guna membahagiakan isteri kita tercinta. Sehingga lupa kepada kewajiban kita sebagai manusia dan pemimpin di hadapan Sang Maha Pencipta.
o Bila kita mempunyai isteri yang kecantikannya melebihi kapasitas kita. Menurut pandangan kita sendiri, bukan orang lain ataupun masyarakat. Biasanya suami yang demikian, akan mencintai istrinya itu di luar batas kewajaran. Sehingga secara otomatis akan melemahkan kesanggupan sang suami dalam memimpin.
o Bila kita mempunyai isteri seorang anak ulama. Apalagi kalau ulamanya itu guru kita. Maka kesanggupan kita dalam memimpin akan terhalang oleh ayah daripada isteri kita itu. Meskipun mungkin, mereka ( isteri kita dan ulama tadi ) tidak berbuat apa-apa, tapi rasa segan yang ada pada diri kitalah yang akan mengurangi kesanggupan itu.
Begitulah kira-kira. Jangankan tidak menomor satukan agama, seandainya kita mendapatkan wanita yang agamanya baikpun, seandainya memilih kriteria yang berlebih dari ketiga faktor selain agama tadi, maka akan menimbulkan resiko-resiko yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam pemilihan yang terdapat pada kriteria selain agama, kita juga musti mengukur kesanggupan kita dalam hal memimpin. Karena biasanya, penyakitnya itu datang dari laki-laki itu sendiri. Bukan dari si isteri, seandainya agamanya baik.
Selain itu, kita juga musti ingat….! Bahwa agama itu pada dasarnya tidak terlihat. Kita sebagai lelaki hanya bisa menilai dari luarnya saja. Sedangkan sifat-sifat aslinya hanya akan terllihat setelah menikah kelak. oleh karena itu, pilihlah yang agamanya baik dan kriteria lainnya dibawah kesanggupan kita sebagai suami. Kalau memang tujuan kita menikah, hanya untuk mencari ridho_Nya Allah.
Lalu kira-kira, bagaimana cara mencari pendamping hidup ( kesimpulan )
• Yang pasti, pertama-tama ada dulu wanitanya. Karena kalau kitanya nggak lakumah, boro-boro ngurus kriteria……!
• Pilihalah yang tercantik yang bisa kita dapatkan. Seandainya tidak akan mempengaruhi kita dalam hal memimpin.
• Pilihlah yang terkaya yang bisa kita dapatkan. Seandainya tidak akan mempengaruhi kita dalam memimpin.
• Pilihlah keturunan orang-orang hebat. Seandainya tidak akan mempengaruhi kita dalam memimpin.
• Tapi dengan syarat wanita itu, mempunyai agama yang baik.
pies- KOPRAL
-
Age : 50
Posts : 33
Kepercayaan : Islam
Location : sumedang
Join date : 10.12.11
Reputation : 0
Similar topics
» tafsir QS Al-Ashr versi orang bodoh
» Tafsir Al Baqarah 155
» Tafsir Al Baqarah 151
» tafsir al Baqarah 275
» tafsir al Baqarah 159-160
» Tafsir Al Baqarah 155
» Tafsir Al Baqarah 151
» tafsir al Baqarah 275
» tafsir al Baqarah 159-160
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik