pluralisme dalam islam
Halaman 1 dari 1 • Share
pluralisme dalam islam
Sudah lewat setahun sejak Ahmad Von Denver menerbitkan "Beberapa Risalah Untuk Saudara-saudaraku" yang berisi 12 risalah. Dalam risalah "Menuju Masyarakat Muslim", ia mengkomparasikan antara ajakan untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam dan akidah, sebagai prioritas utama dan usulan-usulan terbatas tentang bagaimana sampai secara individual, langkah demi langkah, menuju taraf kesempurnaan dalam masyarakat Islam (atau bisa juga disebut ukhuwah islamiyah).
Tema yang difokuskan oleh Ahmad, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur'an berkaitan dengan fenomena munafik.
Upaya-upaya ini punya akar yang dalam. Sepanjang sejarah Islam, pemuda muslim mendirikan organisasi-organisasi rahasia yang kadang-kadang menjalankan gerakan tutup mulut dan menggunakan sistem kelompok.
Karena kenaifan manusia dan mengakarnya rasa ego, maka tidak mudah mewujudkan kemajuan di bidang agama, pada saat Ignatius Alioly dan Vladimir A. Lenin sukses menguasai dunia dengan menciptakan krisis-krisis.
Sungguh bertambahnya kesempatan-kesempatan Islam di Barat, tidak hanya terhenti dalam tataran pengalaman ajaran-ajaran agama secara kaffah saja, namun lebih dari itu, juga menuntut keahlian-keahlian manajemen, khususnya di bidang pangan, organisasi, dan transportasi.
Hari ini kami bertemu dalam suatu lesehan di Darul Islam, di desa kecil yang terletak di selatan Frankfurt, untuk mendiskusikan bagaimana mengusahakan pengakuan Islam secara resmi di Jerman.
Pengakuan resmi merupakan syarat penting untuk menyebarkan pengajaran Islam di sekolah-sekolah dan untuk mengumpulkan pajak-pajak, seperti yang didapatkan gereja melalui instansi keuangan negara. Dalam merealisasikan syarat penting ini, Islam dituntut untuk bersatu di Jerman.
Seseorang tidaklah bersalah dalam memahami keinginan pemerintah Jerman dalam berinteraksi dengan satu mitra yang kuat. Inilah letak masalahnya.
Umat lslam --seperti halnya orang Arab-- mewakili kelompok-kelompok yang masing-masing berkeinginan keras untuk independen dan memainkan pluralisme dengan cara yang tidak mungkin ditolerir atau dibiarkan oleh gereja. Bisa jadi, rasa tidak senang ini timbul karena Islam tidak mengenal praktik ritus-ritus suci. Hal ini seperti yang terdapat dalam agama Kristen, sekaligus dengan tuntutan-tuntutan kependetaan dan keuskupan --praktik-praktik ritus suci dan hierarki kependetaan seringkali digunakan untuk memperkuat persatuan dan kedisplinan.
Islam menyatakan meskipun hal itu dalam sistem khilafah --sampai beberapa waktu setelah PD II usai-- toleransi yang besar dalam masalah-masalah penafsiran dan yang berkaitan dengan ushuluddin (teologi).
Sudah tentu, vonis murtad terhadap seorang muslim selama berpegang teguh terhadap dasar-dasar Islam dan mengakui keislamannya adalah di antara faktor-faktor penting yang mempengaruhi terciptanya situasi ini.
Karena, jarang kita temui pelarangan kegiatan-kegiatan kelompok yang mengatasnamakan Islam secara resmi, seperti yang terjadi terhadap kelompok Ahmadiyah di Pakistan.
Umat Islam selalu memandang kemajemukan mereka sebagai sumber kekuatan, bukan sumber kelemahan. Hal itu bisa dipahami, karena latar belakang lahirnya empat mazhab, tarekat-tarekat sufi (seperti Qadiriyah, Baktasyiah, dan Naqsyabandiah) dan kelompok-kelompok keagamaan (seperti Syiah dengan segala ordonya).
Di Barat friksi umat Islam menjadi beberapa kelompok, semakin bertambah atas dasar keanggotan ganda dan bahasa. Hasilnya adalah kombinasi acak-acakan dari oraganisasi-organisasi, budaya-budaya, dan akidah-akidah Islam di bawah kubah besar Islam.
Jika kelompok-kelompok ini memperhatikan saran Ahmad Denver, maka umat Islam di seluruh negara. Eropa dan Amerika Utara akan segera menyadari bahwa mereka menumpang kapal yang sama dan menuju arah yang sama.
Tema yang difokuskan oleh Ahmad, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur'an berkaitan dengan fenomena munafik.
Upaya-upaya ini punya akar yang dalam. Sepanjang sejarah Islam, pemuda muslim mendirikan organisasi-organisasi rahasia yang kadang-kadang menjalankan gerakan tutup mulut dan menggunakan sistem kelompok.
Karena kenaifan manusia dan mengakarnya rasa ego, maka tidak mudah mewujudkan kemajuan di bidang agama, pada saat Ignatius Alioly dan Vladimir A. Lenin sukses menguasai dunia dengan menciptakan krisis-krisis.
Sungguh bertambahnya kesempatan-kesempatan Islam di Barat, tidak hanya terhenti dalam tataran pengalaman ajaran-ajaran agama secara kaffah saja, namun lebih dari itu, juga menuntut keahlian-keahlian manajemen, khususnya di bidang pangan, organisasi, dan transportasi.
Hari ini kami bertemu dalam suatu lesehan di Darul Islam, di desa kecil yang terletak di selatan Frankfurt, untuk mendiskusikan bagaimana mengusahakan pengakuan Islam secara resmi di Jerman.
Pengakuan resmi merupakan syarat penting untuk menyebarkan pengajaran Islam di sekolah-sekolah dan untuk mengumpulkan pajak-pajak, seperti yang didapatkan gereja melalui instansi keuangan negara. Dalam merealisasikan syarat penting ini, Islam dituntut untuk bersatu di Jerman.
Seseorang tidaklah bersalah dalam memahami keinginan pemerintah Jerman dalam berinteraksi dengan satu mitra yang kuat. Inilah letak masalahnya.
Umat lslam --seperti halnya orang Arab-- mewakili kelompok-kelompok yang masing-masing berkeinginan keras untuk independen dan memainkan pluralisme dengan cara yang tidak mungkin ditolerir atau dibiarkan oleh gereja. Bisa jadi, rasa tidak senang ini timbul karena Islam tidak mengenal praktik ritus-ritus suci. Hal ini seperti yang terdapat dalam agama Kristen, sekaligus dengan tuntutan-tuntutan kependetaan dan keuskupan --praktik-praktik ritus suci dan hierarki kependetaan seringkali digunakan untuk memperkuat persatuan dan kedisplinan.
Islam menyatakan meskipun hal itu dalam sistem khilafah --sampai beberapa waktu setelah PD II usai-- toleransi yang besar dalam masalah-masalah penafsiran dan yang berkaitan dengan ushuluddin (teologi).
Sudah tentu, vonis murtad terhadap seorang muslim selama berpegang teguh terhadap dasar-dasar Islam dan mengakui keislamannya adalah di antara faktor-faktor penting yang mempengaruhi terciptanya situasi ini.
Karena, jarang kita temui pelarangan kegiatan-kegiatan kelompok yang mengatasnamakan Islam secara resmi, seperti yang terjadi terhadap kelompok Ahmadiyah di Pakistan.
Umat Islam selalu memandang kemajemukan mereka sebagai sumber kekuatan, bukan sumber kelemahan. Hal itu bisa dipahami, karena latar belakang lahirnya empat mazhab, tarekat-tarekat sufi (seperti Qadiriyah, Baktasyiah, dan Naqsyabandiah) dan kelompok-kelompok keagamaan (seperti Syiah dengan segala ordonya).
Di Barat friksi umat Islam menjadi beberapa kelompok, semakin bertambah atas dasar keanggotan ganda dan bahasa. Hasilnya adalah kombinasi acak-acakan dari oraganisasi-organisasi, budaya-budaya, dan akidah-akidah Islam di bawah kubah besar Islam.
Jika kelompok-kelompok ini memperhatikan saran Ahmad Denver, maka umat Islam di seluruh negara. Eropa dan Amerika Utara akan segera menyadari bahwa mereka menumpang kapal yang sama dan menuju arah yang sama.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» teks ketuhanan dan pluralisme dalam masyarakat muslim
» islam, pluralisme dan klaim kebenaran
» Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
» astronomi dalam islam
» Mencuri dalam Islam
» islam, pluralisme dan klaim kebenaran
» Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
» astronomi dalam islam
» Mencuri dalam Islam
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik