sejak kapan ada mauludan?
Halaman 1 dari 1 • Share
sejak kapan ada mauludan?
Maulid Nabi
1. Pengertian
"Maulud Nabi" yang kadang disebut "Maulid
Nabi" dari bahasa asalnya Arab berarti "kelahiran Nabi", dalam
hal ini Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW.
Muhammad SAW dilahirkan tanggal 12 Rabi'ul awwal atau 21
April 571 M. Tahun kelahiran Nabi, oleh bangsa Arab, disebut "tahun
gajah", karena pada tahun itu tentara Abrahah yang berkendaraan gajah dari
Yaman menyerbu Kota Makkah untuk menghancurkan ka'bah. Tentara itu, akhirnya,
lari tunggang langgang lantaran dilempari dengan kerikil tajam yang panas oleh
gerombolan burung Ababil dari berbagai penjuru di luar perhitungan Abrahah.
Dalam sejarah hidup Muhammad SAW, 12 Rabi'ul awwal memiliki
arti tersendiri. Selain menandai kelahiran, tanggal itu juga Nabi hijrah ke
Madinah, bahkan Nabi wafat pada 12 Rabi'ul- awwal.
Di zaman Khulafaur Rasyidin dan daulat Umaiyah serta
Abbasiyah, belum berkembang ide memperingati kelahiran atau Maulid Nabi. Nanti
di zaman daulat Khilafat Fathimiyah abad IV hijriah, peringatan Maulid dimulai.
Raja Abu Sa'id Muzaffar, ipar Sultan Salahuddin AI-Ayubi,
adalah orang pertama yang memperingati Maulid Nabi secara besar-besaran.
Walaupun Raja yang memerintah kerajaan Arbil (Arbelles), sebelah timur Mosul
Irak, itu sehari-harinya hidup sederhana, namun untuk peringatan Maulid Nabi,
beliau tidak segan-segan mengeluarkan sampai 300 ribu dinar. Di zaman itu, raja
Mongolia Zengis Khan mengganas dan melabrak negeri tetangga. Raja Muzaffar
membayangkan apabila rakyat tidak memiliki ketahanan mental yang tinggi, tentu
mereka akan menjadi korban keganasan nafsu ekspansionisme itu. Pada saat
semangat rakyat melemah, Raja menemukan gagasan untuk membangkitkan kembali
semangat rakyat dengan mengungkapkan riwayat kehidupan Muhammad SAW, yang penuh
heroisme dan patriatisme dalam menegakkan kebenaran, serta melindungi hak kaum
lemah dan golongan tertindas. Kajian mengenai hidup dan kehidupan Nabi itu
ternyata mampu membangun kembali semangat rakyat serta menumbuhkan ketahanan
nasional yang tinggi sehingga Zengis Khan tidak berhasil melabrak kerajaan
kecil itu.
Salahuddin AI-Ayubi juga menggunakan pendekatan Maulid Nabi
sebagai upaya membangkitkan semangat rakyat dalam menghadapi perang salib yang
cukup lama itu.
Ummat Islam, terutama di Indonesia, secara resmi
memperingati 12 Rabiul awwal sebagai hari kelahiran atau mauludin Nabi. Karena
peringatan itu telah menjadi sesuatu yang sangat berarti dalam peradaban Islam
Indonesia, mereka tidak saja memperingati 12 Rabiul awwal tetapi juga hari-hari
sebelum dan sesudah tanggal itu. Pada bulan Rabiul akhir, yang oleh sementara
daerah di Indonesia disebut Maulid kedua, ummat Islam masih menyelenggarakan
peringatan hari besar itu. Pada sementara masyarakat kita, berkembang pula
budaya membaca Maulid/Rawi sebagai awal pekerjaan yang baik, sehingga membaca
riwayat Nabi tidak dilakukan pada bulan Rabi'ul awal saja, tetapi juga pada
sembarang bulan. Orang yang akan menunaikan ibadah haji, umpamanya, sering
mengadakan Maulid. Upacara akad nikah, pihak keluarga mengadakan Maulid.
Upacara memandikan anak pun dikaitkan dengan peringatan Maulid. Peringatan
Maulid memang tidak dapat dipisahkan dari tata kehidupan dan tata nilai bangsa
Indonesia. Di Jogyakarta, peringatan Maulid diselenggarakan besar-besaran.
Mereka menyebutnya Sekaten., dari kata Syahadatain, yang berarti dua kalimat
syahadat. Pada kesempatan itu digelar berbagai seni budaya Islam serta ceramah
keagamaan. Di kalangan masyarakat kita tersebar luas berbagai kitab Maulid
berbahasa Arab, seperti kitab barzanji, yang dibaca secara khas dengan lagu.
Peringatan Maulid, sebagai tradisi keagamaan, berlangsung
dari kota sampai desa dengan berbagai acara sakral. Di Masjid, mushallo,
pesanlren, kantor, bahkan di perumahan, Maulid diselenggarakan melalui berbagai
cara. Terkadang dikaitkan dengan perlombaan kesenian dan olahraga serta ceramah
agama dan santunan terhadap fakir miskin. Peringatan Maulid merupakan sasaran
dakwah yang relevan dengan tata cara kehidupan ummat Islam di Indonesia. Pada
dasarnya, Peringatan Maulid merupakan manifestasi kecintaan ummat kepada
junjungannya, Muhammad SAW, yang disertai doa semoga kelak di hari kiamat
mendapat syafaatnya.
2. Masyarakat Arab Jahiliyah
Muhammad SAW berhadapan dengan struktur sosial yang rusak.
Orang kaya menindas orang miskin; penguasa bertindak semena-mena; yang kuat
mempermainkan yang lemah; dan yang lebih tragis adalah posisi kaum wanita yang
diperlakukan hanya sebagai pemuas hawa nafsu seksual kaum laki-laki.
Kehidupan mental spiritual masyarakat Arab sebelum Islam
ditandai berbagai kemusyrikan penyembahan berhala atau patung ciptaan sendiri.
Masyarakat seperti itu disebut masyarakat Jahiliyah, artinya masyarakat yang
diliputi kebodohan dan kejahilan. Nabi diutus kepada masyarakat itu untuk
menegakkan nilai moral yang tinggi atau akhlaqul karimah (akhlak yang mulia)
Nabi bersabda:
artinya:
"Sesungguhnya aku diutus untuk kesempurnaan akhlak
orang mulia". (Hadist Riwayat Imam Ahmad).
Pikiran mereka sangat dipengaruhi berbagai kemusyrikan yang
berkembang di masyarakat. Memang mereka percaya pada Allah, Tuhan yang
menguasai langit dan bumi serta yang mengatur segala sesuatunya, tetapi mereka
tidak dapat memahami ajaran tauhid yang jernih sebagaimana yang diajarkan para
rasul terdahulu. Lantaran itu, mereka mencari perantara yang dapat mendekatkan
mereka kepada Allah. Mereka menganggap tuhan-tuhan itu sanggup memberi manfaat
dan mendatangkan kemudaratan.
Masyarakat Arab Jahiliyah mempunyai berbagai kepercayaan
dengan bermacam tuhan kecil. Ada yang mempertuhankan malaikat, bulan, bintang,
jin, binatang, dll. Mereka percaya bahwa malaikat adalah anak perempuan tuhan,
karena itu mereka sembah untuk mendapatkan syafa'at dan sebagai perantara
dengan Allah. Mereka juga mempersekutukan jin dengan Allah.
Sementara itu, akhlak mereka sangat parah. Minuman keras
yang berakibat sampingan dalam kehidupan mental spiritual menjadi kegemaran
utama. Pesta dan jamuan makan kaum bangsawan dirasa tidak sempurna tanpa
menyajikan minuman keras. Kebiasaan membangga-banggakan hamar banyak terdapat
dalam syair Arab Jahiliyah. Kedai-kedai minuman dibuka sepanjang hari dan di
depannya dikibarkan Ghayah, bendera kebanggaan.
Judi merupakan salah satu kebanggaan dan pekerjaan bergengsi
dalam kehidupan. Tidak turut dalam perjudian akan dipandang hina, yang
menjatuhkan martabat dan harga diri seseorang. Sedemikian gemarnya mereka
berjudi sehingga istri sendiri pun dijadikan taruhan. Jika kalah, mereka akan
menyaksikan istri sendiri dibawa orang.
Perbuatan zina bukan hal aneh, malahan umum terjadi. Kumpul
kebo dianggap wajar, bahkan tidak sedikit suami yang menyuruh istrinya berbuat
zina, baik untuk persahabatan maupun untuk disewakan. Ibnu Abbas mengatakan:
"Pada zaman jahiliyah, banyak laki-laki memaksa hamba sahayanya melakukan
zina untuk mengambil upahnya".
Kaum wanita merupakan sasaran empuk penipuan kezaliman dan
kesewenang-wenangan. Hak warisnya ditiadakan, malah wanita diperjualbelikan
seperti ternak. Fanatisme kesukuan sangat menonjol. Motto hidup mereka yang
terkenal adalah "Bela saudaramu salah atau benar".
Demikianlah gambaran umum masyarakat Arab sebelum Islam.
Masyarakat itulah yang hendak diubah oleh Nabi melalui risalahnya. Tetapi
kiranya perlu dicatat bahwa dari gambaran umum tersebut barangkali kita dapat
melakukan analisa atas masyarakat modern saat ini: sejauh manakah praktek
jahiliyah terselubung dalam kehidupan modern. Itulah barangkali yang pernah
disinyalir sebagai "Jahiliyah Modern yang berkembang dalam diri manusia
yang mengaku modern.
3. Risalah lslamiyah
Mulanya Muhammad SAW mengajak manusia beriman kepada Allah
SWT dan meninggalkan berhala. Tugas ini sangal mendasar. Iman adalah dasar atas
segalanya. Di atas itulah dibangun keberagamaan seseorang.
Perjuangan Nabi menegakkan risalah, walaupun hanya selama
batas yang relatif singkat, yaitu 23 tahun, namun hasilnya luar biasa. Ketika
yang mulia itu wafat, seluruh jazirah Arab telah memeluk Islam.
Melalui ajaran keimanan dan pendidikan yang cermat, tekun
dan bijaksana, Rasulullah berhasil membangun masyarakat baru dalam akidah,
syariah, akhlak, tatanan sosial dan struktur pemerintahan, yang kesemuanya
berdasar wahyu Ilahi yang diturunkan kepadanya.
Rasul membangun kehidupan baru di atas puing kemanusiaan
yang sudah hancur. Manusia syirik menjadi beriman; yang berakhlak bejat menjadi
baik; yang sombong menjadi tahu diri serta sadar akan kelemahan dan
kekurangannya di hadapan Allah SWT. Rasul yang mulia itu berhasil menyegarkan
kembali sisa-sisa kemanusiaan yang sudah layu dan memberinya roh baru, sehingga
seolah menyalakan kembali api yang telah padam. Kemanusiaan yang telah mati
kini hidup kembali, bahkan dapat memberikan sinar terang kepada dunia. Pola
hidup, yang meraba-raba dalam gelap, kini memperleh cahaya yang memandu umat
kepada jalan yang haq. Rasul itu pembawa obor yang memberikan sinar terang.
Muhammad SAW benar-benar berhasil menghujamkan risalah
Islamiyah ke jantung dan urat nadi masyarakat, sehingga dari masyarakaat
jahiliyah dilahirkan masyarakat beradab dan berkepribadian tinggi.
4. Panutan Umat
Sesungguhnya, kunci keberhasilan Muhammad SAW terletak pada
akhlak yang sempurna, tutur kata menyenangkan, selalu sesuai, kata dengan
perbuatan dan bijaksana dalam tindakan. Kesemuanya itu terpancar dalam
keseharian beliau yang patut dijadikan panutan dan idola sepanjang masa,
sebagaimana firman Allah dalam kitab suci-Nya:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Ailah". (QS. AI- Ahzab:
21).
Ayat ini menekan agar kaum muslimin menjadikan Muhammad SAW
sebagai ikutan dalam segala hal, dalam cara bicara, bergaul, bersikap dan
bertingkah laku. Karena itu, kita harus mempelajari sejarah hidup beliau, agar
mengerti dan memahami bagaimana akhlak, kepribadian, sikap dan tingkah laku
yang mulia itu. Salah satu upayanya adalah memperingati Maulud.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan ikutan yang baik dalam ayat di atas terhimpun dalam tiga hal:
1. Fii aqwaalihi (pada perkataannya), artinya perkataan Rasul menjadi ikutan
dan pegangan, sehingga mempribadi dalam diri kita. Rasul tidak berbicara yang
tidak perlu, itupun dilakukan dengan bahasa yang komunikatif, mudah dimengerti
dan dipahami. Rasul tidak berbicara dengan bahasa yang sulit djpahami, baik
oleh ummat di masa itu maupun di kemudian hari. Jika perlu, Rasul mengulang
tiga kali agar pembicaraannya itu benar-benar dipahami dan tidak menimbulkan
salah pengertian. Beliau berbicara berdasarkan kata hatinya. Dengan kata lain,
Nabi berbicara jujur dan benar. Kepada ummatnya beliau ingatkan :
"Barangsiapa beriman dengan Allah dan hari akhir
hendaklah ia berbicara yang baik atau ia diam". (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Fii Af'aalihi (pada perbuatannya). Maksudnya hendaknya
kita jadikan perbuatan Rasul sebagai suri tauladan. Perkataan dengan perbuatan
Rasul selalu sesuai, artinya tidak hanya sekadar pandai berbicara tetapj juga
dibuktikan dalam praktek. Jika menyuruh berbuat baik, beliaulah yang memulai
lebih dahulu. Bila melarang sesuatu, beliau juga tidak melakukannya. Bukan
hanya sekadar melarang orang lain, tetapi lebih dahulu melarang dirinya
sendiri. Bahkan dalam banyak hal, Rasul berbuat dahulu baru berkata. Misalnya,
Shalat. Beliau shalat dulu, kemudian baru berkata.
"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
shalat" (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Fii ahwaalihi (akhlak dan tingkah lakunya). Akhlak
Rasulullah mendapat pujian Allah SWT :
artinya:
"Sesungguhnya engkau (hai Muhammad) memiliki akhlak
yang agung". (QS. AI- Kalam: 4).
Karena itu, pantas bila kita pelajari akhlak Nabi sebagai
pemimpin, kepala negara, panglima, suami, bapak dan teman bicara. Setelah itu,
kita berusaha mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan pribadi
maupun dalam bermasyarakat.
Demikianlah wujud cinta kita kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW.
Barangsiapa mencintai Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW, pasti akan mendapat tempat dalam surga
yang penuh nikmat. Beliau bersabda :
"Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku maka sesungguhnya
ia mencintaiku, dan barangsiapa yang mencintaiku, maka ia bersamaku nanti di
dalam surga". (HR. As-Sijzi dari Anas).
RASUL TERAKHIR DAN PENUTUP SEGALA NABI
Muhammad SAW adalah rasul terbesar dan penutup segala Nabi.
Tidak ada lagi rasul dan nabi sesudahnya. Dan beliau merupakan Rasul terbesar
sepanjang zaman. Karena itu, ajaran yang dibawanya bersifat permanen. Berbeda
dengan rasul-rasul terdahulu, mereka diutus untuk golongan, ummat serta jangka
waktu tertentu. Ajaran -ajarannya tidak abadi. Karena itu, para rasul terdahulu
menyeru dengan kalimat: Yaa Qaumi (hai kaumku). Demikian yang dilakukan Nabi
Nuh, Nabi Saleh, Nabi Musa, dan para rasul lainnya. Adapun Muhammad SAW ketika
mulai menyebarkan Islam, diperintahkan Allah SWT agar menyeru dengan kalimat:
"Yaa Ayyuhannasu., yang berarti "Wahai manusia". Ini diungkapkan
Allah dalam firman-Nya sebagai berikut:
"Katakanlah: 'Hai manusia, sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua" (QS. AI-Araf: 158).
Bahkan pada ayat lain ditegaskan lagi :
"Dan tidaklah kami mengutus engkau (hai Muhammad)
melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam" (OS. AI-Anbiyaa: 107).
Jelaslah bahwa kerasulan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersifat universal.
Ajaran yang dibawanya berlaku tetap dan sesuai sepanjang masa, tempat dan
keadaan. Karena itu, kehadiran Muhammad SAW sebagal penutup segala nabi dan
rasul merupakan anugerah Allah SWT yang sangat tinggi nilainya, sebagai rahmat
bagi semesta alam, bukan bagi makhluk manusia saja, tetapi juga bagi
makhluk-makhluk lain yang menjadi penghuni alam semesta ini.
1. Pengertian
"Maulud Nabi" yang kadang disebut "Maulid
Nabi" dari bahasa asalnya Arab berarti "kelahiran Nabi", dalam
hal ini Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW.
Muhammad SAW dilahirkan tanggal 12 Rabi'ul awwal atau 21
April 571 M. Tahun kelahiran Nabi, oleh bangsa Arab, disebut "tahun
gajah", karena pada tahun itu tentara Abrahah yang berkendaraan gajah dari
Yaman menyerbu Kota Makkah untuk menghancurkan ka'bah. Tentara itu, akhirnya,
lari tunggang langgang lantaran dilempari dengan kerikil tajam yang panas oleh
gerombolan burung Ababil dari berbagai penjuru di luar perhitungan Abrahah.
Dalam sejarah hidup Muhammad SAW, 12 Rabi'ul awwal memiliki
arti tersendiri. Selain menandai kelahiran, tanggal itu juga Nabi hijrah ke
Madinah, bahkan Nabi wafat pada 12 Rabi'ul- awwal.
Di zaman Khulafaur Rasyidin dan daulat Umaiyah serta
Abbasiyah, belum berkembang ide memperingati kelahiran atau Maulid Nabi. Nanti
di zaman daulat Khilafat Fathimiyah abad IV hijriah, peringatan Maulid dimulai.
Raja Abu Sa'id Muzaffar, ipar Sultan Salahuddin AI-Ayubi,
adalah orang pertama yang memperingati Maulid Nabi secara besar-besaran.
Walaupun Raja yang memerintah kerajaan Arbil (Arbelles), sebelah timur Mosul
Irak, itu sehari-harinya hidup sederhana, namun untuk peringatan Maulid Nabi,
beliau tidak segan-segan mengeluarkan sampai 300 ribu dinar. Di zaman itu, raja
Mongolia Zengis Khan mengganas dan melabrak negeri tetangga. Raja Muzaffar
membayangkan apabila rakyat tidak memiliki ketahanan mental yang tinggi, tentu
mereka akan menjadi korban keganasan nafsu ekspansionisme itu. Pada saat
semangat rakyat melemah, Raja menemukan gagasan untuk membangkitkan kembali
semangat rakyat dengan mengungkapkan riwayat kehidupan Muhammad SAW, yang penuh
heroisme dan patriatisme dalam menegakkan kebenaran, serta melindungi hak kaum
lemah dan golongan tertindas. Kajian mengenai hidup dan kehidupan Nabi itu
ternyata mampu membangun kembali semangat rakyat serta menumbuhkan ketahanan
nasional yang tinggi sehingga Zengis Khan tidak berhasil melabrak kerajaan
kecil itu.
Salahuddin AI-Ayubi juga menggunakan pendekatan Maulid Nabi
sebagai upaya membangkitkan semangat rakyat dalam menghadapi perang salib yang
cukup lama itu.
Ummat Islam, terutama di Indonesia, secara resmi
memperingati 12 Rabiul awwal sebagai hari kelahiran atau mauludin Nabi. Karena
peringatan itu telah menjadi sesuatu yang sangat berarti dalam peradaban Islam
Indonesia, mereka tidak saja memperingati 12 Rabiul awwal tetapi juga hari-hari
sebelum dan sesudah tanggal itu. Pada bulan Rabiul akhir, yang oleh sementara
daerah di Indonesia disebut Maulid kedua, ummat Islam masih menyelenggarakan
peringatan hari besar itu. Pada sementara masyarakat kita, berkembang pula
budaya membaca Maulid/Rawi sebagai awal pekerjaan yang baik, sehingga membaca
riwayat Nabi tidak dilakukan pada bulan Rabi'ul awal saja, tetapi juga pada
sembarang bulan. Orang yang akan menunaikan ibadah haji, umpamanya, sering
mengadakan Maulid. Upacara akad nikah, pihak keluarga mengadakan Maulid.
Upacara memandikan anak pun dikaitkan dengan peringatan Maulid. Peringatan
Maulid memang tidak dapat dipisahkan dari tata kehidupan dan tata nilai bangsa
Indonesia. Di Jogyakarta, peringatan Maulid diselenggarakan besar-besaran.
Mereka menyebutnya Sekaten., dari kata Syahadatain, yang berarti dua kalimat
syahadat. Pada kesempatan itu digelar berbagai seni budaya Islam serta ceramah
keagamaan. Di kalangan masyarakat kita tersebar luas berbagai kitab Maulid
berbahasa Arab, seperti kitab barzanji, yang dibaca secara khas dengan lagu.
Peringatan Maulid, sebagai tradisi keagamaan, berlangsung
dari kota sampai desa dengan berbagai acara sakral. Di Masjid, mushallo,
pesanlren, kantor, bahkan di perumahan, Maulid diselenggarakan melalui berbagai
cara. Terkadang dikaitkan dengan perlombaan kesenian dan olahraga serta ceramah
agama dan santunan terhadap fakir miskin. Peringatan Maulid merupakan sasaran
dakwah yang relevan dengan tata cara kehidupan ummat Islam di Indonesia. Pada
dasarnya, Peringatan Maulid merupakan manifestasi kecintaan ummat kepada
junjungannya, Muhammad SAW, yang disertai doa semoga kelak di hari kiamat
mendapat syafaatnya.
2. Masyarakat Arab Jahiliyah
Muhammad SAW berhadapan dengan struktur sosial yang rusak.
Orang kaya menindas orang miskin; penguasa bertindak semena-mena; yang kuat
mempermainkan yang lemah; dan yang lebih tragis adalah posisi kaum wanita yang
diperlakukan hanya sebagai pemuas hawa nafsu seksual kaum laki-laki.
Kehidupan mental spiritual masyarakat Arab sebelum Islam
ditandai berbagai kemusyrikan penyembahan berhala atau patung ciptaan sendiri.
Masyarakat seperti itu disebut masyarakat Jahiliyah, artinya masyarakat yang
diliputi kebodohan dan kejahilan. Nabi diutus kepada masyarakat itu untuk
menegakkan nilai moral yang tinggi atau akhlaqul karimah (akhlak yang mulia)
Nabi bersabda:
artinya:
"Sesungguhnya aku diutus untuk kesempurnaan akhlak
orang mulia". (Hadist Riwayat Imam Ahmad).
Pikiran mereka sangat dipengaruhi berbagai kemusyrikan yang
berkembang di masyarakat. Memang mereka percaya pada Allah, Tuhan yang
menguasai langit dan bumi serta yang mengatur segala sesuatunya, tetapi mereka
tidak dapat memahami ajaran tauhid yang jernih sebagaimana yang diajarkan para
rasul terdahulu. Lantaran itu, mereka mencari perantara yang dapat mendekatkan
mereka kepada Allah. Mereka menganggap tuhan-tuhan itu sanggup memberi manfaat
dan mendatangkan kemudaratan.
Masyarakat Arab Jahiliyah mempunyai berbagai kepercayaan
dengan bermacam tuhan kecil. Ada yang mempertuhankan malaikat, bulan, bintang,
jin, binatang, dll. Mereka percaya bahwa malaikat adalah anak perempuan tuhan,
karena itu mereka sembah untuk mendapatkan syafa'at dan sebagai perantara
dengan Allah. Mereka juga mempersekutukan jin dengan Allah.
Sementara itu, akhlak mereka sangat parah. Minuman keras
yang berakibat sampingan dalam kehidupan mental spiritual menjadi kegemaran
utama. Pesta dan jamuan makan kaum bangsawan dirasa tidak sempurna tanpa
menyajikan minuman keras. Kebiasaan membangga-banggakan hamar banyak terdapat
dalam syair Arab Jahiliyah. Kedai-kedai minuman dibuka sepanjang hari dan di
depannya dikibarkan Ghayah, bendera kebanggaan.
Judi merupakan salah satu kebanggaan dan pekerjaan bergengsi
dalam kehidupan. Tidak turut dalam perjudian akan dipandang hina, yang
menjatuhkan martabat dan harga diri seseorang. Sedemikian gemarnya mereka
berjudi sehingga istri sendiri pun dijadikan taruhan. Jika kalah, mereka akan
menyaksikan istri sendiri dibawa orang.
Perbuatan zina bukan hal aneh, malahan umum terjadi. Kumpul
kebo dianggap wajar, bahkan tidak sedikit suami yang menyuruh istrinya berbuat
zina, baik untuk persahabatan maupun untuk disewakan. Ibnu Abbas mengatakan:
"Pada zaman jahiliyah, banyak laki-laki memaksa hamba sahayanya melakukan
zina untuk mengambil upahnya".
Kaum wanita merupakan sasaran empuk penipuan kezaliman dan
kesewenang-wenangan. Hak warisnya ditiadakan, malah wanita diperjualbelikan
seperti ternak. Fanatisme kesukuan sangat menonjol. Motto hidup mereka yang
terkenal adalah "Bela saudaramu salah atau benar".
Demikianlah gambaran umum masyarakat Arab sebelum Islam.
Masyarakat itulah yang hendak diubah oleh Nabi melalui risalahnya. Tetapi
kiranya perlu dicatat bahwa dari gambaran umum tersebut barangkali kita dapat
melakukan analisa atas masyarakat modern saat ini: sejauh manakah praktek
jahiliyah terselubung dalam kehidupan modern. Itulah barangkali yang pernah
disinyalir sebagai "Jahiliyah Modern yang berkembang dalam diri manusia
yang mengaku modern.
3. Risalah lslamiyah
Mulanya Muhammad SAW mengajak manusia beriman kepada Allah
SWT dan meninggalkan berhala. Tugas ini sangal mendasar. Iman adalah dasar atas
segalanya. Di atas itulah dibangun keberagamaan seseorang.
Perjuangan Nabi menegakkan risalah, walaupun hanya selama
batas yang relatif singkat, yaitu 23 tahun, namun hasilnya luar biasa. Ketika
yang mulia itu wafat, seluruh jazirah Arab telah memeluk Islam.
Melalui ajaran keimanan dan pendidikan yang cermat, tekun
dan bijaksana, Rasulullah berhasil membangun masyarakat baru dalam akidah,
syariah, akhlak, tatanan sosial dan struktur pemerintahan, yang kesemuanya
berdasar wahyu Ilahi yang diturunkan kepadanya.
Rasul membangun kehidupan baru di atas puing kemanusiaan
yang sudah hancur. Manusia syirik menjadi beriman; yang berakhlak bejat menjadi
baik; yang sombong menjadi tahu diri serta sadar akan kelemahan dan
kekurangannya di hadapan Allah SWT. Rasul yang mulia itu berhasil menyegarkan
kembali sisa-sisa kemanusiaan yang sudah layu dan memberinya roh baru, sehingga
seolah menyalakan kembali api yang telah padam. Kemanusiaan yang telah mati
kini hidup kembali, bahkan dapat memberikan sinar terang kepada dunia. Pola
hidup, yang meraba-raba dalam gelap, kini memperleh cahaya yang memandu umat
kepada jalan yang haq. Rasul itu pembawa obor yang memberikan sinar terang.
Muhammad SAW benar-benar berhasil menghujamkan risalah
Islamiyah ke jantung dan urat nadi masyarakat, sehingga dari masyarakaat
jahiliyah dilahirkan masyarakat beradab dan berkepribadian tinggi.
4. Panutan Umat
Sesungguhnya, kunci keberhasilan Muhammad SAW terletak pada
akhlak yang sempurna, tutur kata menyenangkan, selalu sesuai, kata dengan
perbuatan dan bijaksana dalam tindakan. Kesemuanya itu terpancar dalam
keseharian beliau yang patut dijadikan panutan dan idola sepanjang masa,
sebagaimana firman Allah dalam kitab suci-Nya:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Ailah". (QS. AI- Ahzab:
21).
Ayat ini menekan agar kaum muslimin menjadikan Muhammad SAW
sebagai ikutan dalam segala hal, dalam cara bicara, bergaul, bersikap dan
bertingkah laku. Karena itu, kita harus mempelajari sejarah hidup beliau, agar
mengerti dan memahami bagaimana akhlak, kepribadian, sikap dan tingkah laku
yang mulia itu. Salah satu upayanya adalah memperingati Maulud.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan ikutan yang baik dalam ayat di atas terhimpun dalam tiga hal:
1. Fii aqwaalihi (pada perkataannya), artinya perkataan Rasul menjadi ikutan
dan pegangan, sehingga mempribadi dalam diri kita. Rasul tidak berbicara yang
tidak perlu, itupun dilakukan dengan bahasa yang komunikatif, mudah dimengerti
dan dipahami. Rasul tidak berbicara dengan bahasa yang sulit djpahami, baik
oleh ummat di masa itu maupun di kemudian hari. Jika perlu, Rasul mengulang
tiga kali agar pembicaraannya itu benar-benar dipahami dan tidak menimbulkan
salah pengertian. Beliau berbicara berdasarkan kata hatinya. Dengan kata lain,
Nabi berbicara jujur dan benar. Kepada ummatnya beliau ingatkan :
"Barangsiapa beriman dengan Allah dan hari akhir
hendaklah ia berbicara yang baik atau ia diam". (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Fii Af'aalihi (pada perbuatannya). Maksudnya hendaknya
kita jadikan perbuatan Rasul sebagai suri tauladan. Perkataan dengan perbuatan
Rasul selalu sesuai, artinya tidak hanya sekadar pandai berbicara tetapj juga
dibuktikan dalam praktek. Jika menyuruh berbuat baik, beliaulah yang memulai
lebih dahulu. Bila melarang sesuatu, beliau juga tidak melakukannya. Bukan
hanya sekadar melarang orang lain, tetapi lebih dahulu melarang dirinya
sendiri. Bahkan dalam banyak hal, Rasul berbuat dahulu baru berkata. Misalnya,
Shalat. Beliau shalat dulu, kemudian baru berkata.
"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
shalat" (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Fii ahwaalihi (akhlak dan tingkah lakunya). Akhlak
Rasulullah mendapat pujian Allah SWT :
artinya:
"Sesungguhnya engkau (hai Muhammad) memiliki akhlak
yang agung". (QS. AI- Kalam: 4).
Karena itu, pantas bila kita pelajari akhlak Nabi sebagai
pemimpin, kepala negara, panglima, suami, bapak dan teman bicara. Setelah itu,
kita berusaha mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan pribadi
maupun dalam bermasyarakat.
Demikianlah wujud cinta kita kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW.
Barangsiapa mencintai Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW, pasti akan mendapat tempat dalam surga
yang penuh nikmat. Beliau bersabda :
"Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku maka sesungguhnya
ia mencintaiku, dan barangsiapa yang mencintaiku, maka ia bersamaku nanti di
dalam surga". (HR. As-Sijzi dari Anas).
RASUL TERAKHIR DAN PENUTUP SEGALA NABI
Muhammad SAW adalah rasul terbesar dan penutup segala Nabi.
Tidak ada lagi rasul dan nabi sesudahnya. Dan beliau merupakan Rasul terbesar
sepanjang zaman. Karena itu, ajaran yang dibawanya bersifat permanen. Berbeda
dengan rasul-rasul terdahulu, mereka diutus untuk golongan, ummat serta jangka
waktu tertentu. Ajaran -ajarannya tidak abadi. Karena itu, para rasul terdahulu
menyeru dengan kalimat: Yaa Qaumi (hai kaumku). Demikian yang dilakukan Nabi
Nuh, Nabi Saleh, Nabi Musa, dan para rasul lainnya. Adapun Muhammad SAW ketika
mulai menyebarkan Islam, diperintahkan Allah SWT agar menyeru dengan kalimat:
"Yaa Ayyuhannasu., yang berarti "Wahai manusia". Ini diungkapkan
Allah dalam firman-Nya sebagai berikut:
"Katakanlah: 'Hai manusia, sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua" (QS. AI-Araf: 158).
Bahkan pada ayat lain ditegaskan lagi :
"Dan tidaklah kami mengutus engkau (hai Muhammad)
melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam" (OS. AI-Anbiyaa: 107).
Jelaslah bahwa kerasulan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersifat universal.
Ajaran yang dibawanya berlaku tetap dan sesuai sepanjang masa, tempat dan
keadaan. Karena itu, kehadiran Muhammad SAW sebagal penutup segala nabi dan
rasul merupakan anugerah Allah SWT yang sangat tinggi nilainya, sebagai rahmat
bagi semesta alam, bukan bagi makhluk manusia saja, tetapi juga bagi
makhluk-makhluk lain yang menjadi penghuni alam semesta ini.
darussalam- Co-Administrator
-
Posts : 411
Kepercayaan : Islam
Location : Brunei Darussalam
Join date : 25.11.11
Reputation : 10
Re: sejak kapan ada mauludan?
bro...hasil copasannya dibenahi dulu dong...moso mencar mencar gitu..ampe pegel bacanya...wkwkwkwkwkwkwk..
mang odoy- KAPTEN
- Posts : 4233
Kepercayaan : Islam
Join date : 11.10.11
Reputation : 86
Re: sejak kapan ada mauludan?
yup capek bacanya
Mutiaraa- LETNAN DUA
-
Posts : 1445
Kepercayaan : Islam
Location : DKI
Join date : 20.01.14
Reputation : 29
Re: sejak kapan ada mauludan?
yup capek bacanya
Mutiaraa- LETNAN DUA
-
Posts : 1445
Kepercayaan : Islam
Location : DKI
Join date : 20.01.14
Reputation : 29
Similar topics
» Menurut islam : sejak kapan adam jadi nabi
» kapan memusuhi kafir, kapan bekerja sama dengan kafir
» kapan harus bicara, kapan harus menahan diri
» kapan al Qur'an diturunkan?
» Kapan waktunya Puasa Pak Paul?
» kapan memusuhi kafir, kapan bekerja sama dengan kafir
» kapan harus bicara, kapan harus menahan diri
» kapan al Qur'an diturunkan?
» Kapan waktunya Puasa Pak Paul?
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik