jalan lurus
Halaman 1 dari 1 • Share
jalan lurus
Hukum Islam memberikan cetak-biru masyarakat yang baik,
ideal Islam. Karenanya, Syari'ah atau Jalan Tuhan merupakan
serangkaian prinsip umum, arah, dan nilai-nilai yang
diwahyukan Tuhan untuk membangun peraturan dan cara-cara
yang rinci yang pada gilirannya diterapkan oleh para hakim
(qadhi) di pengadilan-pengadilan agama.
Ruang lingkup hukum Islam sangat lengkap, mencakup
peraturan-peraturan yang mengatur ibadah dan memberikan
batasan norma-norma sosial masyarakat. Yang merupakan pusat
agama adalah lima pilar (Rukun Islam; penerjemah) atau tugas
utama yang diwajibkan atas semua orang beriman.
1. Syahadat merupakan tanda masuknya seseorang kedalam
masyarakat Islam: "Tidak ada tuhan kecuali Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah."
2. Shalat lima kali sehari pada waktu-waktu yang telah
ditentukan, dan melaksanakan shalat Jumat.
3. Zakat, dua setengah persen dari kekayaan seorang Muslim,
yang harus dibagikan kepada orang miskin bukan karena
kedermawanan tetapi sebagai kewajiban agama setiap Muslim
kepada saudara-saudara seagamanya yang kurang beruntung.
4. Puasa sejak subuh hingga menjelang malam selama satu
bulan dalam bulan Ramadhan.
5. Menunaikan ibadah haji ke Makkah paling sedikit sekali
seumur hidup, suatu tugas yang diwajibkan kepada semua
Muslim yang mampu dan mempunyai sumber keuangan yang cukup
untuk melakukannya.
Lima pilar itu merupakan penggabungan antara tanggung-jawab
individu, kesadaran sosial dan kesadaran kolektif atau
keanggotaan dalam masyarakat Islam yang lebih luas.
Dimensi sosial hukum tersebut tercakup dalam serangkaian
peraturan atau norma yang mengatur keluarga, kriminalitas,
kontrak, dan hukum intemasional. Di sini secara khusus dapat
dilihat pengaruh Islam baik terhadap kehidupan pribadi
maupun umat. Peraturan yang lengkap mengatur perkawinan,
poligami, perceraian, harta waris, pencurian, perzinaan,
minum-minuman keras, dan masalah-masalah peperangan dan
perdamaian.
Hukum Islam memiliki kesatuan pokok. Ia mencerminkan
keragaman konteks geografis, dan juga perbedaan-perbedaan
yang menyangkut interpretasi atau penilaian manusia. Maka,
hukum Islam tidak kaku dan tidak tertutup, tetapi justru
mewujudkan kedinamisan, fleksibilitas, dan keanekaragaman.
Di tangan para ahli hukum (mufti) yang mengabdi sebagai
penasihat dalam pengadilan, hukum tersebut tetap tanggap
terhadap lingkungan yang baru. Interpretasi mereka (fatwa)
baik dalam hal-hal hukum maupun yang menyangkut hal-hal
baru, seringkali membimbing kearah keputusan pengadilan.
Namun, pada abad ke-10, hukum Islam memang cenderung menjadi
lebih kaku karena banyak ahli hukum menyimpulkan bahwa
pokok-pokok hukum Tuhan telah dilukiskan secara memadai
dalam teks-teks hukum. Dengan demikian ada kecenderungan
untuk membatasi interpretasi yang substansif (ijtihad) dan
menekankan kewajiban untuk mengikuti (taqlid) saja teks-teks
hukum Islam. Praktik-praktik atau doktrin-doktrin baru
dituduh sebagai menyimpang (bid'ah) dari hukum Tuhan.
Inovasi yang tidak mempunyai jaminan kerap disebut sebagai
bid'ah. Akibatnya, perbedaan antara hukum Tuhan yang yang
abadi yang ada dalam wahyu dan banyak peraturan hukum yang
merupakan hasil penalaran manusia yang tak luput dari
kesalahan atau adat-istiadat setempat, menjadi kabur dan
dilupakan. Masalah hukum Islam dan perubahan menjadi isu
utama pada abad ke-19 dan 20, ketika kaum Muslim menanggapi
pengaruh modernisasi dan pembangunan.
ideal Islam. Karenanya, Syari'ah atau Jalan Tuhan merupakan
serangkaian prinsip umum, arah, dan nilai-nilai yang
diwahyukan Tuhan untuk membangun peraturan dan cara-cara
yang rinci yang pada gilirannya diterapkan oleh para hakim
(qadhi) di pengadilan-pengadilan agama.
Ruang lingkup hukum Islam sangat lengkap, mencakup
peraturan-peraturan yang mengatur ibadah dan memberikan
batasan norma-norma sosial masyarakat. Yang merupakan pusat
agama adalah lima pilar (Rukun Islam; penerjemah) atau tugas
utama yang diwajibkan atas semua orang beriman.
1. Syahadat merupakan tanda masuknya seseorang kedalam
masyarakat Islam: "Tidak ada tuhan kecuali Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah."
2. Shalat lima kali sehari pada waktu-waktu yang telah
ditentukan, dan melaksanakan shalat Jumat.
3. Zakat, dua setengah persen dari kekayaan seorang Muslim,
yang harus dibagikan kepada orang miskin bukan karena
kedermawanan tetapi sebagai kewajiban agama setiap Muslim
kepada saudara-saudara seagamanya yang kurang beruntung.
4. Puasa sejak subuh hingga menjelang malam selama satu
bulan dalam bulan Ramadhan.
5. Menunaikan ibadah haji ke Makkah paling sedikit sekali
seumur hidup, suatu tugas yang diwajibkan kepada semua
Muslim yang mampu dan mempunyai sumber keuangan yang cukup
untuk melakukannya.
Lima pilar itu merupakan penggabungan antara tanggung-jawab
individu, kesadaran sosial dan kesadaran kolektif atau
keanggotaan dalam masyarakat Islam yang lebih luas.
Dimensi sosial hukum tersebut tercakup dalam serangkaian
peraturan atau norma yang mengatur keluarga, kriminalitas,
kontrak, dan hukum intemasional. Di sini secara khusus dapat
dilihat pengaruh Islam baik terhadap kehidupan pribadi
maupun umat. Peraturan yang lengkap mengatur perkawinan,
poligami, perceraian, harta waris, pencurian, perzinaan,
minum-minuman keras, dan masalah-masalah peperangan dan
perdamaian.
Hukum Islam memiliki kesatuan pokok. Ia mencerminkan
keragaman konteks geografis, dan juga perbedaan-perbedaan
yang menyangkut interpretasi atau penilaian manusia. Maka,
hukum Islam tidak kaku dan tidak tertutup, tetapi justru
mewujudkan kedinamisan, fleksibilitas, dan keanekaragaman.
Di tangan para ahli hukum (mufti) yang mengabdi sebagai
penasihat dalam pengadilan, hukum tersebut tetap tanggap
terhadap lingkungan yang baru. Interpretasi mereka (fatwa)
baik dalam hal-hal hukum maupun yang menyangkut hal-hal
baru, seringkali membimbing kearah keputusan pengadilan.
Namun, pada abad ke-10, hukum Islam memang cenderung menjadi
lebih kaku karena banyak ahli hukum menyimpulkan bahwa
pokok-pokok hukum Tuhan telah dilukiskan secara memadai
dalam teks-teks hukum. Dengan demikian ada kecenderungan
untuk membatasi interpretasi yang substansif (ijtihad) dan
menekankan kewajiban untuk mengikuti (taqlid) saja teks-teks
hukum Islam. Praktik-praktik atau doktrin-doktrin baru
dituduh sebagai menyimpang (bid'ah) dari hukum Tuhan.
Inovasi yang tidak mempunyai jaminan kerap disebut sebagai
bid'ah. Akibatnya, perbedaan antara hukum Tuhan yang yang
abadi yang ada dalam wahyu dan banyak peraturan hukum yang
merupakan hasil penalaran manusia yang tak luput dari
kesalahan atau adat-istiadat setempat, menjadi kabur dan
dilupakan. Masalah hukum Islam dan perubahan menjadi isu
utama pada abad ke-19 dan 20, ketika kaum Muslim menanggapi
pengaruh modernisasi dan pembangunan.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» Siapakah sebenarnya Sang Sirathal Mustaqiim/Jalan Lurus ini ??
» ikut isa=ikut jalan yang lurus
» [pemandangan][jalan-jalan] Breathtaking Painted Hills, Oregon - 4K Nature Documentary Film
» [beauty oriental] CAROL'S DIARY #01 "ULTAH BROTHER/VLOG PERTAMA/JALAN-JALAN"
» [JALAN-JALAN/walk/WALKING] korea ... busan ...Haeundae ... https://www.youtube.com/watch?v=m5_HD5Kaa54
» ikut isa=ikut jalan yang lurus
» [pemandangan][jalan-jalan] Breathtaking Painted Hills, Oregon - 4K Nature Documentary Film
» [beauty oriental] CAROL'S DIARY #01 "ULTAH BROTHER/VLOG PERTAMA/JALAN-JALAN"
» [JALAN-JALAN/walk/WALKING] korea ... busan ...Haeundae ... https://www.youtube.com/watch?v=m5_HD5Kaa54
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik