apa sih halaqah?
Halaman 1 dari 1 • Share
apa sih halaqah?
Pengertian Halaqah
Dalam manhaj 1421 H disebutkan halaqah adalah sarana utama tarbiyah bagi marhalah tamhidi dan muayyid sebagai media untuk merealisasikan kurikulum tarbiyah sarana utama berupa halaqah tersebut masih harus dilengkapi dengan sarana-sarana tambahan agar sasaran tarbiyah yakni pencapaian muwashafat atau karakteristik di jenjang-jenjang tersebut dapat tercapai secara optimal. Sarana-sarana tambahan antara lain rihlah, mukhayyam, daurah, seminar, ta’lim, dan penugasan.
Selain merupakan salah satu sarana tarbiyah bagi marhalah tamhidi dan muayyid, halaqah juga dapat didefinisikan sebagai satu proses kegiatan tarbiyah dalam dinamika kelompok dengan jumlah anggota maksimal 12 orang.
Walaupun cara mentarbiyah seseorang bisa melalui da'wah fardhiyah misalnya, halaqah tetap merupakan metode talaqqi wadah yang efektif karena terjadi proses interaksi yang intensif antara anggota halaqah. Melalui proses interaksi, tersebut diharapkan terjadi proses saling bercermin, mempengaruhi dan berpacu ke arah yang lebih baik serta melatih kebersamaan dalam ruang lingkup amal jama’i.
Dalam buku Adab Halaqah, Dr. Abdullah Qadiri menegaskan bahwa sasaran utama belajar mengajar dalam sebuah halaqah haruslah bertujuan akhir mengokohkan hubungan dengan Allah dan mampu beribadah kepada-Nya, dengan cara yang diridhai-Nya. Karena beribadah kepada Allah adalah tujuan asasi diciptakan-Nya manusia.
Halaqah Sebagai Sarana Pembentukan Pribadi Muslim
Halaqah sebagai sarana utama tarbiyah marhalah tamhidi dan muayyid juga berfungsi sebagai sarana pembentukan pribadi Muslim yang shaleh. Pribadi-pribadi yang terbentuk diharapkan memiliki sifat-sifat terpuji, perangai Islam asasi, tidak terkotori oleh bentuk-bentuk kemusyrikan dan tidak memiliki hubungan dengan pihak-pihak yang memusuhi Islam. Dalam fase tarbiyah ini diperkenalkan dasar-dasar umum Islam berupah aqidah, syari’ah, akhlaq dan jihad.
Ada sepuluh muwashafat atau karakteristik pribadi muslim yang shaleh dengan rincian atau penjabaran yang sesuai dengan marhalah tamhidi dan muayyid. Sebagai contoh untuk karakteristik Saliimul Aqidah (aqidah yang bersih/selamat) seorang pribadi yang shaleh hanya akan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak berhubungan dan meminta tolong pada jin, tidak meramal nasib dan pergi ke dukun, tidak memintah berkah ke kuburan atau meminta tolong pada orang yang sudah mati dan lain-lain.
Kemudian untuk ciri Shahihul Ibadah (ibadah yang shahih) ternampakkan bila ia berani mengumandangkan adzan, benar-benar ihsan dalam thaharah (bersuci), bersemangat untuk shalat berjama’ah di masjid, ihsan dalam shalat, berpuasa fardhu, berzakat dan qiyamul lail / shalat tahajjud minimal 1 kali sepekan.
Berikutnya untuk muwashafat Matiinul Khuluq (akhlak yang kokoh, mulia) terjabarkan dalam sikap dan perilaku yang tidak takabbur, tidak imma’ah (asal ikut, membeo), tidak berdusta, tidak mencaci maki, tidak mengadu domba, tidak ghibah (membicarakan keburukan orang lain) dan tidah mematahkan pembicaraan orang lain.
Selanjutnya, karakteristik Qadirun ‘alal kasbi (kemandirian) tercermin pada perilaku peserta halaqah ini bila ia selalu menjauhi sumber penghasilan yang haram, giat bekerja dan rajin membayar zakat, menjauhi riba, judi dan segala tindak penipuan.
Ciri Mutsaqaful Fikri (intelektualitas yang berkembang dengan baik) terwujudkan bila pribadi ini pandai, cakap membaca dan menulis, berwawasan luas, pandai menggunakan logika berfikir yang logis dan metodologis, membaca 1 juz tafsir Al-Qur’an (juz ke 30), memperhatikan hukum-hukum tilawah, menghafalkan Hadits Arba’in (hadits ke 1-20) dan mengetahui hukum thaharah (bersuci), shalat dan berpuasa.
Sedangkan karakteristik Qawwiyul Jismi tertampakkan pada kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, komitmen terhadap adab makan dan minum sesuai dengan sunnah, kontinyu olahraga 2 jam/pekan, bangun sebelum fajar, menghindari rokok dan minuman-minuman yang berkafein.
Selanjutnya ciri Mujahidin Linafsihi terlihat bila pribadi yang shaleh tersebut selalu menjauhi segala yang haram, tempat-tempat hiburan maksiat. Sedangkan karakter Munazhamun fi Syu’unihi tercermin bila peserta halaqah mulai memperbaiki penampilan ke arah lebih Islami serta kualitas kerja yang rapi dan profesional.
Kemudian Muwashafat Harishun Waqtihi (menjaga dan menghargai waktu) nampak bila pribadi tersebut senantiasa bangun pagi, menghindari kesia-siaan atau hal-hal yang tak berfaedah serta memanfaatkan waktu untuk beribadah, belajar, mencari nafkah dan berda'wah.
Akhirnya ciri ke sepuluh berupa Nafi’un Lighairihi (bermanfaat bagi orang lain) terjabarkan oleh sosok pribadi shaleh dengan menunaikan hak kedua orang tua, berpartisipasi dalam kebaikan seperti aktif dalam bakti sosial dan kerja bakti, pandai membahagiakan orang lain, membantu orang yang membutuhkan dan sebagainya.
Rukun Halaqah
Halaqah sebagai proyeksi bayangan sebuah usrah juga memiliki rukun halaqah sebagaimana halnya usrah yakni : Ta’aruf, Tafahum dan Takaful.
Rukun pertama (1) Ta’aruf (saling mengenal) adalah sebuah permulaan yang harus ada dalam sebuah halaqah. Dasar da'wah kita adalah saling mengenal, seyogyanyalah setiap peserta halaqah saling mengenal dan berkasih sayang dalam naungan ridha Allah SWT.
Ayat-ayat Al-Qur’an seperti Al-Hujurat ayat 10 dan 13 serta Ali Imran ayat 103 memberi arahan pokok bagaimana seseorang harus saling mengenal. Ditambah lagi hadits-hadits Nabi SAW: “Mukmin dengan mukmin lainnya ibarat satu bangunan yang saling mengokohkan”, “Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya, tidak akan menzhalimi dan menyerahkannya pada musuh” dan “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal cinta, kasih sayang dan kelemah-lembutan seperti jasad yang satu”.
Ta’aruf melingkupi saling mengenal mulai hal-hal yang berkaitan dengan fisik seperti nama, pekerjaan, postur tubuh, kegemaran, keadaan keluarga. Kemudian aspek kejiwaan seperti emosi, kecenderungan, kepekaan hingga aspek fikriyah seperti orientasi pemikiran. Selain itu juga hingga mengetahui kondisi sosial ekonomi, keseriusan dalam beribadah, dan puncaknya sampai mengetahui kondisi “isi kantong” dan kegiatan harian secara detail sepekan penuh.
(2) Tafahum (saling memahami). Rasulullah SAW bersabda : “Seorang mukmin itu hatinya lunak. Tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak dapat menggugah hati”.(HR Imam Ahmad). Yang dimaksud dengan tafahum adalah :
a. Menghilangkan faktor-faktor penyebab kekeringan dan keretakan hubungan
b. Cinta kasih dan lembut hati
c. Melenyapkan perpecahan dan perselisihan karena pada hakikatnya perbedaan itu bukan pada masalah yang sifatnya prinsipil.
Jika itu sudah terwujud maka tafahum akan mampu memberikan arahan-arahan positif berupa :
a. Bekerja demi tercapainya kedekatan cara pandang
b. Bekerja untuk membentuk keseragaman pola pikir yang bersumberkan pada Islam dan keberpikan pada kebenaran
c. Mempertemukan ragam cara pandang atas 2 hal yang sangat penting yakni :
1. Skala prioritas amal
2. Tahapan-tahapan dalam beraktivitas
d. Menuju puncak tafahum yakni memiliki kesatuan hati dan mampu berbicara dengan bahasa yang satu
(3) Takaful (saling menanggung beban). Hendaknya sesama peserta halaqah dilatih untuk saling memikul beban saudaranya.
Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang yang berjalan dalam rangka memenuhi hajat saudaranya lebih baik baginya dari I’tikaf satu bulan di masjidku ini”, kemudian hadits lainnya “Barangsiapa memasukkan kegembiraan kepada satu keluarga Muslim Allah tidak melihat balasan baginya kecuali surga”
Takaful memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :
1 Saling mencintai, adanya kasih sayang dan keterkaitan hati.
2. Bahu membahu dalam berbagai pekerjaan yang menuntut banyak energi
3. Tolong menolong sesama muslim
4. Saling menjamin (takaful) dalam ruang lingkup halaqah baik dengan murabbi maupun dengan sesama peserta halaqah.
Adab-adab Halaqah
Agar sebuah halaqah dapat dikategorikan sebagai halaqah muntigah (berhasil guna) tentunya ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua komponen halaqah dalam hal ini adalah murrabi dan mutarabbi.
Dr. Abdullah Qadiri dalam buku Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah:
1. Serius dalam segala urusan, menjauhi senda gurau dan orang-orang yang banyak bergurau. Yang dimaksudkan serius dan tidak bersenda gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menajdi kaku, tegang, dan gersang, melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih sayang, gurauan yang tidak melampaui batas atau berlebih-lebihan. Jadi canda ria dan gurauan hanya menjadi unsur penyela/penyeling yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.
2. Berkemauan keras untuk memahami aqidah Salafusshalih dari kitab-kitabnya seperti kitab Al-’Ubudiyah. Sehingga semua peserta halaqah akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan aqidah.
3. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dengan jalan banyak membaca, mentadabbur ayat-ayatnya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits dan lain-lain.
4. Menjauhkan diri dari sifat ta’asub (fanatisme buta) yang membuat orang-orang yang taqlid terhadap seseorang atau golongan telah terjerumus ke dalamnya karena tidak ada manusia yang ma’shum (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulallah yang dijaga Allah. Sehingga apabila ada perbedaan pendapat hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya kebenaranlah yang wajib diikuti, oleh karenanya tidak boleh mentaati makhluk dalam hal maksiat pada Allah.
5. Majlis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah terhadap seseorang atau jama’ah tertentu. Adab-adab Islami haruslah diterapkan antara lain dengan tidak memburuk-burukan seseorang.
6. Melakukan Ishlah (koreksi) terhadap murabbi atau mutarabbi secara tepat dan bijak karena tujuannya untuk mengingatkan dan bukan mengadili.
7. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menetapkan skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.
Selain adab-adab pokok tersebut, secara lebih spesifik ada adab yang harus di penuhi oleh peserta/anggota halaqah terhadap diri mereka sendiri, terhadap murabbi, dan sesama peserta halaqah. Mula-mula seorang peserta halaqah hendaknya memiliki kesiapan jasmani, ruhani, dan akal saat menghadiri liqa halaqah ia semestinya membersihkan hati dari aqidah dan akhlaq yang kotor, kemudian memperbaiki dan membersihkan niat, barsahaja dalam hal cara berpakaian, makanan dan tempat pertemuan. Selain itu juga besemangat menuntut ilmu dan senantiasa menghiasai diri dengan akhlaq yang mulia.
Selanjutnya terhadap murabbi hendaknya ia tsiqah (percaya) dan taat selama sang murabbi tidak melakukan maksiat. Lalu berusaha konsultatif atau selalu mengkomunikasikan dan meminta saran-saran tentang urusan-urusan dirinya kepada murabbi. Selain itu ia juga berupaya memenuhi hak-hak murabbi dan tidak melupakan jasanya, sabar atas perlakuannya yang boleh jadi suatu saat tidak berkenan, meminta izin dan berlaku serta bertutur kata yang sopan dan santun.
Dan akhirnya adab terhadap kolega, rekan atau sesama peserta halaqah: mendorong peserta lain untuk giat dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti tarbiyah. Lalu tidak memotong pembicaraan teman tanpa izinnya, selalu hadir tidak terlambat dan dengan wajah berseri, memberi salam, bertegur sapa dan tidak menyakiti perasaan. Selain itu terhadap lingkungan di sekitar tempat halaqah berlangsung, hendaknya semua peserta halaqah selalu menunjukkan adab-adab kesantunan, mengucapkan salam, meminta izin ketika melewati mereka dan pamit bila akan pulang serta melewati mereka lagi.
Agenda Aktivitas Halaqah
Agenda aktivitas halaqah atau baramij halaqah adalah sesuatu yang harus dirancang dan direncanakan dengan matang dan seksama. Ayat Al-Qur’an di surat Al-Hasyr ayat ke 18 yakni: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, hendaklah setiap diri memperhatikan bekal apa yang sudah dipersiapkannya untuk hari esok, bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”, mengingatkan bahwa agenda aktivitas halaqah harus di “planning”, direncanakan dengan baik agar ia tidak sekedar menjadi tempat temu kangen, ngobrol-ngobrol yang tentu arah dan sedikit diselingi dengan materi tarbiyah, lalu diakhiri dengan makan siang.
Kita tidak bisa mengatakan: “Ah bagaimana nanti saja”, melainkan kini paradigmanya harus dibalik: “Bagaimana nanti seandainya tidak direncanakan dengan baik”.
Agenda aktivitas ini bisa direncanakan dan dibuat dalam rentang waktu per pekan, per bulan atau per tiga bulan dan kalau perlu agenda acara atau baramij selama 1 tahun penuh sudah dirancang sebelumnya.
Terlepas dari rancangan agenda acara yang setahun sekali atau sebulan sekali, yang jelas baramij halaqah yang pokok, yang harus ada dan secara tertib dilaksanakan setiap pekan adalah sebagai berikut:
- Iftitah (pembukaan) bisa berupa taujih (pengarahan) dari murabbi atau sekilas info berupa analisis atas masalah da'wah atau kejadian-kejadian yang actual di masyarakat.
- Infaq, kotak infaq (sunduq infaq), diedarkan di awal acara selagi konsentrasi para peserta halaqah masih penuh, karena jika dikahir acara dikhawatirkan konsentrasi sudah buyar, ada saja yang lupa atau peserta-peserta sudah terlanjur bubar.
- Tilawah dan tadabbur. Hendaknya ditunjuk koordinator yang mengawasi yang dipilih dari peserta halaqah yang paling baik bacaannya. Hendaknya semua menyimak dan dilanjutkan bersama-sama mentadabburinya agar diperoleh keberkahan dan rahmat dari Allah.
- Talaqqi madah, murabbi lalu menyampaikan materi tarbiyah untuk marhalah tamhidi dan muayyid secara disiplin dan cermat agar muwashafat yang diharapkan dari materi tersebut dapat terwujud dalam diri peserta halaqah.
- Mutaba’ah/pemantauan dan diskusi
- Ta’limat/pemberitahuan-pemberitahuan tentang rencana-rencana berikut atau info-info penting yang mendesak
- Ikhtitam berupa do’a penutup yakni do’a rabithah atau do’a persatuan hati.
Selain agenda pokok rutin yang dilaksanakan per pekan, acara yang secara rutin sebulan sekali dilakukan juga dapat direncanakan secara baik. Misalnya acara jalasah ruhi atau buka shaum sunnah sebukan sekali. Atau ziarah sebukan sekali bergiliran ke tempat setiap peserta halaqah dengan tujuan mempererat ukhuwwah. Acara yang diselenggarakan bisa berupa saling tukar hadiah. Bisa juga acara ziarah itu berupa ziarah yang insidental dan tidak direncakan seperti menjenguk peserta halaqah yang sakit atau melahirkan.
Kemudian sebulan sekali bisa pula dilakukan acara diskusi, bedah buku, penugasan kliping atau daurah “upgrading” dengan mengundang guru dari luar. Setiap tiga bulan sekali atau 6 bulan sekali bisa diadakan acara rihlah atau piknik bersama ke puncak atau pantai misalnya. Acara-acara sepertiini bisa menjadi sarana taqwim/penilaian yang efektif karena seseorang akan terlihat sifat aslinya bila sedang menjadi musafir juga akan terlihat apakah ia mau berinisiatif berkerjasama dsb.
Untuk mengasah kepekaan dan tanggung jawab sosial, peserta halaqah dilatih untuk rutin, memberikan bantuan dan mengunjungi panti asuhan atau yatim piatu, bakti sosial atau penjualan sembako murah, khitanan massal dan pengobatan gratis di daerah kumuh dan penggalangan dana bagi Mujahid-mujahid di dunia Islam seperti Palestina, Ambon dll.
Sementara untuk melatih dan meningkatkan kemampuan da’wiyah bisa berupa penugasan untuk mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an), membina remaja masjid dsb.
Acara tahunan berupa Tarhib Ramadhan dan ‘Idul Fitri bisa disemarakkan dengan menjadikan ifthar shaim untuk dhu’afa, musafir atau piknik bersama dan pemberian Kiswatul ‘Id dalam acara misalnya Gebyar ‘Idul Fitri (Gembira bersama yatim di saat ‘Idul Fitri)
Selanjutnya karena tarbiyah melingkupi 3 aspek yang ada pada manusia yakni jasmani, rohani dan intelektualitas (jism, ruhi dan fikri), maka agenda acara yang dibuatpun harus memperhatikan dan mengasah ketiga aspek tersebut.
Di aspek jasmani bisa berupa penyuluhan pola hidup dan pola makan yang sehat, pemeriksaan kesehatan dan olahraga yang rutin seperti senam bagi wanita dan sepakbola, jalan kaki atau bulu tangkis bagi laki-laki.
Aspek fikriyah bisa diasah dengan sering menjadi panitia atau peserta seminar bedah buku, membaca kitab-kitab Hadits dan Sirah Nabawiyah, biografi sahabat-sahabat Rasulullah SAW dengan sumber-sumber rujukan seperti Riyadhus Shalihin, Sirah Ibnu Hisyam, Fiqh Sirah M. Ghazali, Said Ramadhan Al-Buthi, Fiqh Sirah Munir Muhammad Ghadban, Manhaj Haraki Lis Sirah An-Nabawiyah.
Berikutnya aspek ruhiyah dapat disentuh dengan daurah-daurah ruhiyah, daurah “upgrading”, tahsin dan tahfizh, mutaba’ah tilawah, membaca Ma’tsurat, shaum sunnah, ifthar shaim, bergaul, ziarah ke orang-orang shaleh, membaca kitab Targhib wa Tarhib.
Sebagai pelengkap agar peserta halaqah juga memiliki skill atau ketrampilan, faktor fanniyah pun perlu diasah dengan mengadakan kursus dan pelatihan masak memasak, jahit menjahit, kewiraniagaan, mengemudi motor atau mobil dan jurnalistik.
Bila baramij halaqah tersebut direncanakan dan dilakksanakan secara baik, cermat dan konsisten agar ahdaf halaqah terealisir.
Kiat Memenej/Menata Halaqah Dengan Baik
Keberhasilan pembentukan halaqah-halaqah muntijah tak pelak lagi ditentukan oleh tiga faktor dominan, yakni faktor murabbiyah, faktor mutarabiyyah atau mad’u dan faktor manajemen/penataana halaqah yang disebut juga sebagai idarah halaqah.
Kemampuan seorang murabbi dalam menata halaqah-halaqah yang dimilikinya tentu saja sangat diperlukan, Namun hal itu perlu didukung oleh mekanisme penataan yang manhaji di dalam usrah tempat murabbi itu berada. Oleh karena itu konsep idarah halaqah (penataan halaqah) yang dimaksudkan di sini adalah dalam konteks usrah.
Dalam sebuah usrah harus ada syu’un tarbiyah yang menjadi koordinator penataan halaqah-halaqah yang dimiliki oleh anggota-anggota usrah. Akan tetapi kesadaran akan pentingnya penataan halaqah harus dimiliki secara timbal balik oleh syu’un tarbiyah maupun oleh para murabbi. Misalnya syu’un tarbiyah berkewajiban memutaba’ah, memantau pertumbuhan, perkembangan dan problematika halaqah-halaqah yang dimiliki anggota-anggota usrah. Sebaliknya para murabbi berkewajiban memberi laporan secara rutin perkembangan dan problematika para mad’u atau anggota-anggota halaqah yang dimilikinya baik secara lisan maupun dalam bentuk laporan tertulis.
Oleh sebab itu sarana idarah halaqah yang perlu dimiliki setiap usrah adalah Buku Halaqah. Buku halaqah ini sangat penting dan berguna baik untuk keperluan mutasi (perpindahan anggota-anggota halaqah) maupun taqwim (penyeleksian kenaikan marhalah).
Dalam panduan idarah halaqah tercatat beberapa fungsi syu’un tarbiyah yang ternyata mencakup rumus dasar ilmu manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
Fungsi pertama adalah planning (perencanaan). Usrah dengan koordinator syu’un tarbiyah membuat perencanaan program-program yang diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta-peserta seperti daurah tarqiiyah, daurah sakinah, daurah tarbiyatul aulaad, daurah ketrampilan rumah tangga, daurah tahfizhul qur’an, daurah pembekalan siyasi dan lain-lain.
Halaqah Marhalah Tamhidi dan Muayyid
Fungsi berikutnya adalah organizing (pengaturan). Untuk tujuan percepatan atau pematangan halaqah-halaqah tertentu, usrah dengan koordinator syu’un tarbiyah dapat melakukan reformasi misalnya memindahkan dan mengelompokkan peserta-peserta halaqah tertentu ke dalam halaqah tertentu. Dan kemudian menunjuk salah seorang anggota pilihan untuk menjadi murabbi pada halaqah tersebut. Pemindahan anggota halaqah pra tamhidi ke dalam halaqah tamhidi setelah dimusyawarahkan dalam usrah. Sedangkan pemindahan anggota halaqah tamhidi ke halaqah muayyid dilakukan setelah lulus taqwim usrah.
Selanjutnya fungsi actuating ialah bagaimana syu’un tarbiyah sebagai koordinator bidang tarbiyah berupaya mengaktualisasikan potensi SDM yang dimilikinya, baik para muntadhim anggota usrah maupun para muayin dalam halaqah-halaqah yang dimiliki muntadhim-muntadhim tersebut.
Terakhir adalah fungsi controlling atau pemutaba’ahan. Syu’un tarbiyah berfungsi memantau perkembangan dan problematika anggota-anggota halaqah yang berada dalam areal tanggung jawabnya. Ketentuan-ketentuan lain dalam panduan idarah halaqah yang perlu diperhatikan adalah kewajiban para murabiyyah buku halaqah bulanan yang juga harus dimutaba’ah oleh syu’un tarbiyah. Kemudian ketentuan bahwa perpindahan anggota halaqah tamhidi dan muayyid pada lintas manapun harus selalu disertai buku halaqah.
Bila butir-butir dalam panduan idarah halaqah diterapkan secara konsisten sambil mengharapkan daya dukung Ilahiyah, insya Allah tujuan berupa akselerasi pertumbuhan muntadhim-muntadhim yang berkualitas akan tercapai sehingga semakin banyak pemikul-pemikul beban atau pendukung-pendukung da’wah yang akan muncul. Dan pada akhirnya akan mempercepat terealisirnya tujuan jama’ah yaitu Iqamatud dien dan Khilafah Islamiyyah.
Karakteristik Halaqah Pada Segmen-segmen Tertentu
Secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar antara halaqah yang satu dengan yang lain walaupun peserta-pesertanya terdiri dari segmen masyarakat yang berbeda misalnya segmen akhwat dan mahasiswa.
Sebenarnya juga tidak ada keharusan bahwa halaqah harus homogen atau terdiri dari peserta-peserta halaqah yang sejenis atau seprofesi, namun memang lebih mudah buat seorang murabbi untuk mengarahkan bila dalam satu kelompok halaqah tidak terdapat kesenjangan intelektualitas, pemikiran atau perbedaan latar belakang yang mecolok.
Oleh karena itu kita mengenal adanya halaqah buruh, pelajar, mahasiswa atau akhwat dan halaqah akhwat masih bisa dirinci halaqah akhwat yang mahasiswi, buruh atau pelajar. Sesuai dengan perbedaan taraf inetelektualitas, kedewasaan dan latar belakang memang ada perbedaan spesifik di antara jenis-jenis halaqah tersebut.
Halaqah Pelajar
Dalam hadits disebutkan tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah di mana tidak ada naungan selain naungan Allah, di antaranya adalah pemuda yang tumbuh berkembang dalam ibadah dan pemuda yang lekat hatinya dengan masjid. Pelajar sebagai awal dari rentang usia seorang pemuda atau lazim pula disebut ABG (Anak Baru Gede) berada di masa-masa transisi/pubertas. Masa-masa ini sulit karena kematangan biologis, seksual pada diri mereka tidak dibarengi kematangan ruhani dan fikriyah (intelektualitas) sehingga dampak berupa kenakalan remaja, tawuran, keterjeratan/keterperangkapan pada narkoba dan pergaulan bebas semakin marak.
Seyogyanyalah sejak usia SLTP dan SMU, mereka mulai dilirik dan dibidik sebagai sasaran da'wah dengan tetap memperhatikan kekhasan dunia mereka sebagai ABG sehingga acara seperti wisata ruhani, olah raga dan kesenian dapat digunakan sebagai daya tarik sebuah halaqah pelajar.
Halaqah Mahasiswa
Mahasiswa dikenal sejak dulu sebagai agen perubahan. Kekhasannya sebagai segelintir elit pemuda yang terdidik, dinamis dan peka serta memiliki nurani yang tajam membuat ia menjadi sasaran utama da'wah.
Umar ibnul Khathab r.a pernah berkata: “Kalau ingin menggenggam dunia, genggamlah para pemudanya”. Dan memang sejarah mencatat setiap terjadi perubahan besar di masyarakat, hampir bisa dipastikan mahasiswalah ujung tombaknya.
Karena itulah pembinaan halaqah mahasiswa harus memperhatikan kekhasan mahasiswa berupa aspek intelektualitas dan dinamikanya yang tinggi. Kegiatan penugasan untuk menjadi peserta atau panitia seminar, diskusi panel, pentas seni di kampus sendiri atau di kampus-kampus lain sebagai studi banding adalah sarana yang baik untuk mengasah kemampuan ilmiah, da’wah dan bekerja dalam sebuah team work.
Selain mereka disupport untuk aktif melakukan da'wah ammah di lingkungan kampus, mereka pun hendaknya secara berkala di up grade melalui daurah-daurah tarqiyah (up grading). Dengan kata lain mereka tetap menjadi sasaran da'wah khosshoh yang utama agar mereka senantiasa mendapatkan back up/daya dukung ruhiyah yang memadai.
Halaqah Buruh/Pekerja
Buruh yang kini lebih dan ingin dikenal sebagai kelompok pekerja tak pelak lagi merupakan salah satu komponen masyarakat yang penting karena merekalah yang turut menggerakkan roda-roda ekonomi dan industri.
Merekapun rentan terhadap hasutan dan penguasaan kaum sosialis atau marxis yang juga berkepentingan mendekati, menggarap dan membina para pekerja ini yang mereka anggap dan sebut sebagai kaum proletar.
Para pekerja ini umumnya memang memiliki taraf intelentualitas yang terbatas karena umumnya lulusan SD, SLTP atau maksimum SMU, namun tak berarti mereka sulit disentuh dan dibina. Asal kita bisa mengarahkan dengan pas, faham jadual kerja mereka yang acapkali berganti-ganti shift, mereka bisa menjadi kader da'wah yang handal dan motor penggerak paling tidak di kalangan pekerja pula.
Bahkan Majalah Ummi dulu sempat mencatat sekitar tahun 1993 – 1996 ketika membuka dompet Bosnia bagi pembaca yang ingin membantu saudara-saudaranya di Bosnia, bahwa banyak sekali pekerja-pekerja wanita dari beberapa pabrik tertentu yang rutin menyalurkan infaq mereka.
Halaqah Akhwat
Seyogyanyalah seorang murabbi bagi halaqah ini adalah juga akhwat, karena hanya wanitalah yang mengetahui secara lebih mendalam kekhasan-kekhasan kejiwaan seorang wanita. Kecuali dalam keadaan terpaksa misalnya ketiadaan akhwat yang mampu.
Walaupun tidak ada perbedaan tugas, kewajiban dan hak-hak selaku hamba Allah, wanita tetap memiliki hak dan kewajiban yang spesifik sebagai seorang anak wanita, istri dan ibu. Sehingga selain diajarkan hal-hal yang pokok seperti aqidah, ibadah dan syari’ah, akhlaq dan jihad, kepada halaqah akhwat ini juga harus diberikan materi-materi yang dapat mengasah kewanitaannya seperti daurul mar’ah (peranan wanita), tarbiyatul aulad (pendidikan anak), Fiqh Nisa’ (fiqh wanita) seperti thaharah (bersuci), haid dsb dan Tarajimun Nisa’ (biografi wanita-wanita teladan dalam sejarah Islam).
Bahkan perlu ditambah pula pekan-pekan khusus seperti pekan terakhir di setiap bulan berupa pembekalan fanniyah yang berkaitan dengan ke”rabbatul bait”an (kerumahtanggaan) seperti kursus memasak, menjahit, menata rumah, merangkai bunga dan juga ketrampilan lain seperti memotong rambut dan mengemudi. Dalam hal evaluasi tarbiyah juga perlu diperhatikan pula tingkat kepekaan, kedewasaan kewanitaan dan tingkat kecondongan mereka pada fitrah kewanitaan mereka di samping kekuatan iman dan kontinuitas ibadah serta keutamaan akhlaq.
Proses pembinaan akhwat perlu memperhatikan peluang berupa athifiyah (kelembutan) dan kepekaan wanita dalam bersegera menyambut kebaikan namun ancaman berupa ketidakstabilan emosi dan friksi-friksi dengan murabiyyah atau dengan sesama peserta halaqah perlu diwaspadai dan disiasati.
Kendala-kendala seperti cobaan keterlambatan mendapat jodoh atau bila sudah berumah tangga kekurangcakapan menata beban-beban baru seperti tugas-tugas kerumahtanggaan dan anak dapat mengendurkan semangat dan menurunkan aktivitas serta produktivitas akhwat.
Seyogyanyalah halaqah akhwat perlu ditata, direncanakan dan ditangani secara lebih matang dan serius oleh tenaga-tenaga pembina yang handal.
Dalam manhaj 1421 H disebutkan halaqah adalah sarana utama tarbiyah bagi marhalah tamhidi dan muayyid sebagai media untuk merealisasikan kurikulum tarbiyah sarana utama berupa halaqah tersebut masih harus dilengkapi dengan sarana-sarana tambahan agar sasaran tarbiyah yakni pencapaian muwashafat atau karakteristik di jenjang-jenjang tersebut dapat tercapai secara optimal. Sarana-sarana tambahan antara lain rihlah, mukhayyam, daurah, seminar, ta’lim, dan penugasan.
Selain merupakan salah satu sarana tarbiyah bagi marhalah tamhidi dan muayyid, halaqah juga dapat didefinisikan sebagai satu proses kegiatan tarbiyah dalam dinamika kelompok dengan jumlah anggota maksimal 12 orang.
Walaupun cara mentarbiyah seseorang bisa melalui da'wah fardhiyah misalnya, halaqah tetap merupakan metode talaqqi wadah yang efektif karena terjadi proses interaksi yang intensif antara anggota halaqah. Melalui proses interaksi, tersebut diharapkan terjadi proses saling bercermin, mempengaruhi dan berpacu ke arah yang lebih baik serta melatih kebersamaan dalam ruang lingkup amal jama’i.
Dalam buku Adab Halaqah, Dr. Abdullah Qadiri menegaskan bahwa sasaran utama belajar mengajar dalam sebuah halaqah haruslah bertujuan akhir mengokohkan hubungan dengan Allah dan mampu beribadah kepada-Nya, dengan cara yang diridhai-Nya. Karena beribadah kepada Allah adalah tujuan asasi diciptakan-Nya manusia.
Halaqah Sebagai Sarana Pembentukan Pribadi Muslim
Halaqah sebagai sarana utama tarbiyah marhalah tamhidi dan muayyid juga berfungsi sebagai sarana pembentukan pribadi Muslim yang shaleh. Pribadi-pribadi yang terbentuk diharapkan memiliki sifat-sifat terpuji, perangai Islam asasi, tidak terkotori oleh bentuk-bentuk kemusyrikan dan tidak memiliki hubungan dengan pihak-pihak yang memusuhi Islam. Dalam fase tarbiyah ini diperkenalkan dasar-dasar umum Islam berupah aqidah, syari’ah, akhlaq dan jihad.
Ada sepuluh muwashafat atau karakteristik pribadi muslim yang shaleh dengan rincian atau penjabaran yang sesuai dengan marhalah tamhidi dan muayyid. Sebagai contoh untuk karakteristik Saliimul Aqidah (aqidah yang bersih/selamat) seorang pribadi yang shaleh hanya akan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak berhubungan dan meminta tolong pada jin, tidak meramal nasib dan pergi ke dukun, tidak memintah berkah ke kuburan atau meminta tolong pada orang yang sudah mati dan lain-lain.
Kemudian untuk ciri Shahihul Ibadah (ibadah yang shahih) ternampakkan bila ia berani mengumandangkan adzan, benar-benar ihsan dalam thaharah (bersuci), bersemangat untuk shalat berjama’ah di masjid, ihsan dalam shalat, berpuasa fardhu, berzakat dan qiyamul lail / shalat tahajjud minimal 1 kali sepekan.
Berikutnya untuk muwashafat Matiinul Khuluq (akhlak yang kokoh, mulia) terjabarkan dalam sikap dan perilaku yang tidak takabbur, tidak imma’ah (asal ikut, membeo), tidak berdusta, tidak mencaci maki, tidak mengadu domba, tidak ghibah (membicarakan keburukan orang lain) dan tidah mematahkan pembicaraan orang lain.
Selanjutnya, karakteristik Qadirun ‘alal kasbi (kemandirian) tercermin pada perilaku peserta halaqah ini bila ia selalu menjauhi sumber penghasilan yang haram, giat bekerja dan rajin membayar zakat, menjauhi riba, judi dan segala tindak penipuan.
Ciri Mutsaqaful Fikri (intelektualitas yang berkembang dengan baik) terwujudkan bila pribadi ini pandai, cakap membaca dan menulis, berwawasan luas, pandai menggunakan logika berfikir yang logis dan metodologis, membaca 1 juz tafsir Al-Qur’an (juz ke 30), memperhatikan hukum-hukum tilawah, menghafalkan Hadits Arba’in (hadits ke 1-20) dan mengetahui hukum thaharah (bersuci), shalat dan berpuasa.
Sedangkan karakteristik Qawwiyul Jismi tertampakkan pada kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, komitmen terhadap adab makan dan minum sesuai dengan sunnah, kontinyu olahraga 2 jam/pekan, bangun sebelum fajar, menghindari rokok dan minuman-minuman yang berkafein.
Selanjutnya ciri Mujahidin Linafsihi terlihat bila pribadi yang shaleh tersebut selalu menjauhi segala yang haram, tempat-tempat hiburan maksiat. Sedangkan karakter Munazhamun fi Syu’unihi tercermin bila peserta halaqah mulai memperbaiki penampilan ke arah lebih Islami serta kualitas kerja yang rapi dan profesional.
Kemudian Muwashafat Harishun Waqtihi (menjaga dan menghargai waktu) nampak bila pribadi tersebut senantiasa bangun pagi, menghindari kesia-siaan atau hal-hal yang tak berfaedah serta memanfaatkan waktu untuk beribadah, belajar, mencari nafkah dan berda'wah.
Akhirnya ciri ke sepuluh berupa Nafi’un Lighairihi (bermanfaat bagi orang lain) terjabarkan oleh sosok pribadi shaleh dengan menunaikan hak kedua orang tua, berpartisipasi dalam kebaikan seperti aktif dalam bakti sosial dan kerja bakti, pandai membahagiakan orang lain, membantu orang yang membutuhkan dan sebagainya.
Rukun Halaqah
Halaqah sebagai proyeksi bayangan sebuah usrah juga memiliki rukun halaqah sebagaimana halnya usrah yakni : Ta’aruf, Tafahum dan Takaful.
Rukun pertama (1) Ta’aruf (saling mengenal) adalah sebuah permulaan yang harus ada dalam sebuah halaqah. Dasar da'wah kita adalah saling mengenal, seyogyanyalah setiap peserta halaqah saling mengenal dan berkasih sayang dalam naungan ridha Allah SWT.
Ayat-ayat Al-Qur’an seperti Al-Hujurat ayat 10 dan 13 serta Ali Imran ayat 103 memberi arahan pokok bagaimana seseorang harus saling mengenal. Ditambah lagi hadits-hadits Nabi SAW: “Mukmin dengan mukmin lainnya ibarat satu bangunan yang saling mengokohkan”, “Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya, tidak akan menzhalimi dan menyerahkannya pada musuh” dan “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal cinta, kasih sayang dan kelemah-lembutan seperti jasad yang satu”.
Ta’aruf melingkupi saling mengenal mulai hal-hal yang berkaitan dengan fisik seperti nama, pekerjaan, postur tubuh, kegemaran, keadaan keluarga. Kemudian aspek kejiwaan seperti emosi, kecenderungan, kepekaan hingga aspek fikriyah seperti orientasi pemikiran. Selain itu juga hingga mengetahui kondisi sosial ekonomi, keseriusan dalam beribadah, dan puncaknya sampai mengetahui kondisi “isi kantong” dan kegiatan harian secara detail sepekan penuh.
(2) Tafahum (saling memahami). Rasulullah SAW bersabda : “Seorang mukmin itu hatinya lunak. Tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak dapat menggugah hati”.(HR Imam Ahmad). Yang dimaksud dengan tafahum adalah :
a. Menghilangkan faktor-faktor penyebab kekeringan dan keretakan hubungan
b. Cinta kasih dan lembut hati
c. Melenyapkan perpecahan dan perselisihan karena pada hakikatnya perbedaan itu bukan pada masalah yang sifatnya prinsipil.
Jika itu sudah terwujud maka tafahum akan mampu memberikan arahan-arahan positif berupa :
a. Bekerja demi tercapainya kedekatan cara pandang
b. Bekerja untuk membentuk keseragaman pola pikir yang bersumberkan pada Islam dan keberpikan pada kebenaran
c. Mempertemukan ragam cara pandang atas 2 hal yang sangat penting yakni :
1. Skala prioritas amal
2. Tahapan-tahapan dalam beraktivitas
d. Menuju puncak tafahum yakni memiliki kesatuan hati dan mampu berbicara dengan bahasa yang satu
(3) Takaful (saling menanggung beban). Hendaknya sesama peserta halaqah dilatih untuk saling memikul beban saudaranya.
Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang yang berjalan dalam rangka memenuhi hajat saudaranya lebih baik baginya dari I’tikaf satu bulan di masjidku ini”, kemudian hadits lainnya “Barangsiapa memasukkan kegembiraan kepada satu keluarga Muslim Allah tidak melihat balasan baginya kecuali surga”
Takaful memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :
1 Saling mencintai, adanya kasih sayang dan keterkaitan hati.
2. Bahu membahu dalam berbagai pekerjaan yang menuntut banyak energi
3. Tolong menolong sesama muslim
4. Saling menjamin (takaful) dalam ruang lingkup halaqah baik dengan murabbi maupun dengan sesama peserta halaqah.
Adab-adab Halaqah
Agar sebuah halaqah dapat dikategorikan sebagai halaqah muntigah (berhasil guna) tentunya ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua komponen halaqah dalam hal ini adalah murrabi dan mutarabbi.
Dr. Abdullah Qadiri dalam buku Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah:
1. Serius dalam segala urusan, menjauhi senda gurau dan orang-orang yang banyak bergurau. Yang dimaksudkan serius dan tidak bersenda gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menajdi kaku, tegang, dan gersang, melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih sayang, gurauan yang tidak melampaui batas atau berlebih-lebihan. Jadi canda ria dan gurauan hanya menjadi unsur penyela/penyeling yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.
2. Berkemauan keras untuk memahami aqidah Salafusshalih dari kitab-kitabnya seperti kitab Al-’Ubudiyah. Sehingga semua peserta halaqah akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan aqidah.
3. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dengan jalan banyak membaca, mentadabbur ayat-ayatnya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits dan lain-lain.
4. Menjauhkan diri dari sifat ta’asub (fanatisme buta) yang membuat orang-orang yang taqlid terhadap seseorang atau golongan telah terjerumus ke dalamnya karena tidak ada manusia yang ma’shum (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulallah yang dijaga Allah. Sehingga apabila ada perbedaan pendapat hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya kebenaranlah yang wajib diikuti, oleh karenanya tidak boleh mentaati makhluk dalam hal maksiat pada Allah.
5. Majlis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah terhadap seseorang atau jama’ah tertentu. Adab-adab Islami haruslah diterapkan antara lain dengan tidak memburuk-burukan seseorang.
6. Melakukan Ishlah (koreksi) terhadap murabbi atau mutarabbi secara tepat dan bijak karena tujuannya untuk mengingatkan dan bukan mengadili.
7. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menetapkan skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.
Selain adab-adab pokok tersebut, secara lebih spesifik ada adab yang harus di penuhi oleh peserta/anggota halaqah terhadap diri mereka sendiri, terhadap murabbi, dan sesama peserta halaqah. Mula-mula seorang peserta halaqah hendaknya memiliki kesiapan jasmani, ruhani, dan akal saat menghadiri liqa halaqah ia semestinya membersihkan hati dari aqidah dan akhlaq yang kotor, kemudian memperbaiki dan membersihkan niat, barsahaja dalam hal cara berpakaian, makanan dan tempat pertemuan. Selain itu juga besemangat menuntut ilmu dan senantiasa menghiasai diri dengan akhlaq yang mulia.
Selanjutnya terhadap murabbi hendaknya ia tsiqah (percaya) dan taat selama sang murabbi tidak melakukan maksiat. Lalu berusaha konsultatif atau selalu mengkomunikasikan dan meminta saran-saran tentang urusan-urusan dirinya kepada murabbi. Selain itu ia juga berupaya memenuhi hak-hak murabbi dan tidak melupakan jasanya, sabar atas perlakuannya yang boleh jadi suatu saat tidak berkenan, meminta izin dan berlaku serta bertutur kata yang sopan dan santun.
Dan akhirnya adab terhadap kolega, rekan atau sesama peserta halaqah: mendorong peserta lain untuk giat dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti tarbiyah. Lalu tidak memotong pembicaraan teman tanpa izinnya, selalu hadir tidak terlambat dan dengan wajah berseri, memberi salam, bertegur sapa dan tidak menyakiti perasaan. Selain itu terhadap lingkungan di sekitar tempat halaqah berlangsung, hendaknya semua peserta halaqah selalu menunjukkan adab-adab kesantunan, mengucapkan salam, meminta izin ketika melewati mereka dan pamit bila akan pulang serta melewati mereka lagi.
Agenda Aktivitas Halaqah
Agenda aktivitas halaqah atau baramij halaqah adalah sesuatu yang harus dirancang dan direncanakan dengan matang dan seksama. Ayat Al-Qur’an di surat Al-Hasyr ayat ke 18 yakni: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, hendaklah setiap diri memperhatikan bekal apa yang sudah dipersiapkannya untuk hari esok, bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”, mengingatkan bahwa agenda aktivitas halaqah harus di “planning”, direncanakan dengan baik agar ia tidak sekedar menjadi tempat temu kangen, ngobrol-ngobrol yang tentu arah dan sedikit diselingi dengan materi tarbiyah, lalu diakhiri dengan makan siang.
Kita tidak bisa mengatakan: “Ah bagaimana nanti saja”, melainkan kini paradigmanya harus dibalik: “Bagaimana nanti seandainya tidak direncanakan dengan baik”.
Agenda aktivitas ini bisa direncanakan dan dibuat dalam rentang waktu per pekan, per bulan atau per tiga bulan dan kalau perlu agenda acara atau baramij selama 1 tahun penuh sudah dirancang sebelumnya.
Terlepas dari rancangan agenda acara yang setahun sekali atau sebulan sekali, yang jelas baramij halaqah yang pokok, yang harus ada dan secara tertib dilaksanakan setiap pekan adalah sebagai berikut:
- Iftitah (pembukaan) bisa berupa taujih (pengarahan) dari murabbi atau sekilas info berupa analisis atas masalah da'wah atau kejadian-kejadian yang actual di masyarakat.
- Infaq, kotak infaq (sunduq infaq), diedarkan di awal acara selagi konsentrasi para peserta halaqah masih penuh, karena jika dikahir acara dikhawatirkan konsentrasi sudah buyar, ada saja yang lupa atau peserta-peserta sudah terlanjur bubar.
- Tilawah dan tadabbur. Hendaknya ditunjuk koordinator yang mengawasi yang dipilih dari peserta halaqah yang paling baik bacaannya. Hendaknya semua menyimak dan dilanjutkan bersama-sama mentadabburinya agar diperoleh keberkahan dan rahmat dari Allah.
- Talaqqi madah, murabbi lalu menyampaikan materi tarbiyah untuk marhalah tamhidi dan muayyid secara disiplin dan cermat agar muwashafat yang diharapkan dari materi tersebut dapat terwujud dalam diri peserta halaqah.
- Mutaba’ah/pemantauan dan diskusi
- Ta’limat/pemberitahuan-pemberitahuan tentang rencana-rencana berikut atau info-info penting yang mendesak
- Ikhtitam berupa do’a penutup yakni do’a rabithah atau do’a persatuan hati.
Selain agenda pokok rutin yang dilaksanakan per pekan, acara yang secara rutin sebulan sekali dilakukan juga dapat direncanakan secara baik. Misalnya acara jalasah ruhi atau buka shaum sunnah sebukan sekali. Atau ziarah sebukan sekali bergiliran ke tempat setiap peserta halaqah dengan tujuan mempererat ukhuwwah. Acara yang diselenggarakan bisa berupa saling tukar hadiah. Bisa juga acara ziarah itu berupa ziarah yang insidental dan tidak direncakan seperti menjenguk peserta halaqah yang sakit atau melahirkan.
Kemudian sebulan sekali bisa pula dilakukan acara diskusi, bedah buku, penugasan kliping atau daurah “upgrading” dengan mengundang guru dari luar. Setiap tiga bulan sekali atau 6 bulan sekali bisa diadakan acara rihlah atau piknik bersama ke puncak atau pantai misalnya. Acara-acara sepertiini bisa menjadi sarana taqwim/penilaian yang efektif karena seseorang akan terlihat sifat aslinya bila sedang menjadi musafir juga akan terlihat apakah ia mau berinisiatif berkerjasama dsb.
Untuk mengasah kepekaan dan tanggung jawab sosial, peserta halaqah dilatih untuk rutin, memberikan bantuan dan mengunjungi panti asuhan atau yatim piatu, bakti sosial atau penjualan sembako murah, khitanan massal dan pengobatan gratis di daerah kumuh dan penggalangan dana bagi Mujahid-mujahid di dunia Islam seperti Palestina, Ambon dll.
Sementara untuk melatih dan meningkatkan kemampuan da’wiyah bisa berupa penugasan untuk mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an), membina remaja masjid dsb.
Acara tahunan berupa Tarhib Ramadhan dan ‘Idul Fitri bisa disemarakkan dengan menjadikan ifthar shaim untuk dhu’afa, musafir atau piknik bersama dan pemberian Kiswatul ‘Id dalam acara misalnya Gebyar ‘Idul Fitri (Gembira bersama yatim di saat ‘Idul Fitri)
Selanjutnya karena tarbiyah melingkupi 3 aspek yang ada pada manusia yakni jasmani, rohani dan intelektualitas (jism, ruhi dan fikri), maka agenda acara yang dibuatpun harus memperhatikan dan mengasah ketiga aspek tersebut.
Di aspek jasmani bisa berupa penyuluhan pola hidup dan pola makan yang sehat, pemeriksaan kesehatan dan olahraga yang rutin seperti senam bagi wanita dan sepakbola, jalan kaki atau bulu tangkis bagi laki-laki.
Aspek fikriyah bisa diasah dengan sering menjadi panitia atau peserta seminar bedah buku, membaca kitab-kitab Hadits dan Sirah Nabawiyah, biografi sahabat-sahabat Rasulullah SAW dengan sumber-sumber rujukan seperti Riyadhus Shalihin, Sirah Ibnu Hisyam, Fiqh Sirah M. Ghazali, Said Ramadhan Al-Buthi, Fiqh Sirah Munir Muhammad Ghadban, Manhaj Haraki Lis Sirah An-Nabawiyah.
Berikutnya aspek ruhiyah dapat disentuh dengan daurah-daurah ruhiyah, daurah “upgrading”, tahsin dan tahfizh, mutaba’ah tilawah, membaca Ma’tsurat, shaum sunnah, ifthar shaim, bergaul, ziarah ke orang-orang shaleh, membaca kitab Targhib wa Tarhib.
Sebagai pelengkap agar peserta halaqah juga memiliki skill atau ketrampilan, faktor fanniyah pun perlu diasah dengan mengadakan kursus dan pelatihan masak memasak, jahit menjahit, kewiraniagaan, mengemudi motor atau mobil dan jurnalistik.
Bila baramij halaqah tersebut direncanakan dan dilakksanakan secara baik, cermat dan konsisten agar ahdaf halaqah terealisir.
Kiat Memenej/Menata Halaqah Dengan Baik
Keberhasilan pembentukan halaqah-halaqah muntijah tak pelak lagi ditentukan oleh tiga faktor dominan, yakni faktor murabbiyah, faktor mutarabiyyah atau mad’u dan faktor manajemen/penataana halaqah yang disebut juga sebagai idarah halaqah.
Kemampuan seorang murabbi dalam menata halaqah-halaqah yang dimilikinya tentu saja sangat diperlukan, Namun hal itu perlu didukung oleh mekanisme penataan yang manhaji di dalam usrah tempat murabbi itu berada. Oleh karena itu konsep idarah halaqah (penataan halaqah) yang dimaksudkan di sini adalah dalam konteks usrah.
Dalam sebuah usrah harus ada syu’un tarbiyah yang menjadi koordinator penataan halaqah-halaqah yang dimiliki oleh anggota-anggota usrah. Akan tetapi kesadaran akan pentingnya penataan halaqah harus dimiliki secara timbal balik oleh syu’un tarbiyah maupun oleh para murabbi. Misalnya syu’un tarbiyah berkewajiban memutaba’ah, memantau pertumbuhan, perkembangan dan problematika halaqah-halaqah yang dimiliki anggota-anggota usrah. Sebaliknya para murabbi berkewajiban memberi laporan secara rutin perkembangan dan problematika para mad’u atau anggota-anggota halaqah yang dimilikinya baik secara lisan maupun dalam bentuk laporan tertulis.
Oleh sebab itu sarana idarah halaqah yang perlu dimiliki setiap usrah adalah Buku Halaqah. Buku halaqah ini sangat penting dan berguna baik untuk keperluan mutasi (perpindahan anggota-anggota halaqah) maupun taqwim (penyeleksian kenaikan marhalah).
Dalam panduan idarah halaqah tercatat beberapa fungsi syu’un tarbiyah yang ternyata mencakup rumus dasar ilmu manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
Fungsi pertama adalah planning (perencanaan). Usrah dengan koordinator syu’un tarbiyah membuat perencanaan program-program yang diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta-peserta seperti daurah tarqiiyah, daurah sakinah, daurah tarbiyatul aulaad, daurah ketrampilan rumah tangga, daurah tahfizhul qur’an, daurah pembekalan siyasi dan lain-lain.
Halaqah Marhalah Tamhidi dan Muayyid
Fungsi berikutnya adalah organizing (pengaturan). Untuk tujuan percepatan atau pematangan halaqah-halaqah tertentu, usrah dengan koordinator syu’un tarbiyah dapat melakukan reformasi misalnya memindahkan dan mengelompokkan peserta-peserta halaqah tertentu ke dalam halaqah tertentu. Dan kemudian menunjuk salah seorang anggota pilihan untuk menjadi murabbi pada halaqah tersebut. Pemindahan anggota halaqah pra tamhidi ke dalam halaqah tamhidi setelah dimusyawarahkan dalam usrah. Sedangkan pemindahan anggota halaqah tamhidi ke halaqah muayyid dilakukan setelah lulus taqwim usrah.
Selanjutnya fungsi actuating ialah bagaimana syu’un tarbiyah sebagai koordinator bidang tarbiyah berupaya mengaktualisasikan potensi SDM yang dimilikinya, baik para muntadhim anggota usrah maupun para muayin dalam halaqah-halaqah yang dimiliki muntadhim-muntadhim tersebut.
Terakhir adalah fungsi controlling atau pemutaba’ahan. Syu’un tarbiyah berfungsi memantau perkembangan dan problematika anggota-anggota halaqah yang berada dalam areal tanggung jawabnya. Ketentuan-ketentuan lain dalam panduan idarah halaqah yang perlu diperhatikan adalah kewajiban para murabiyyah buku halaqah bulanan yang juga harus dimutaba’ah oleh syu’un tarbiyah. Kemudian ketentuan bahwa perpindahan anggota halaqah tamhidi dan muayyid pada lintas manapun harus selalu disertai buku halaqah.
Bila butir-butir dalam panduan idarah halaqah diterapkan secara konsisten sambil mengharapkan daya dukung Ilahiyah, insya Allah tujuan berupa akselerasi pertumbuhan muntadhim-muntadhim yang berkualitas akan tercapai sehingga semakin banyak pemikul-pemikul beban atau pendukung-pendukung da’wah yang akan muncul. Dan pada akhirnya akan mempercepat terealisirnya tujuan jama’ah yaitu Iqamatud dien dan Khilafah Islamiyyah.
Karakteristik Halaqah Pada Segmen-segmen Tertentu
Secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar antara halaqah yang satu dengan yang lain walaupun peserta-pesertanya terdiri dari segmen masyarakat yang berbeda misalnya segmen akhwat dan mahasiswa.
Sebenarnya juga tidak ada keharusan bahwa halaqah harus homogen atau terdiri dari peserta-peserta halaqah yang sejenis atau seprofesi, namun memang lebih mudah buat seorang murabbi untuk mengarahkan bila dalam satu kelompok halaqah tidak terdapat kesenjangan intelektualitas, pemikiran atau perbedaan latar belakang yang mecolok.
Oleh karena itu kita mengenal adanya halaqah buruh, pelajar, mahasiswa atau akhwat dan halaqah akhwat masih bisa dirinci halaqah akhwat yang mahasiswi, buruh atau pelajar. Sesuai dengan perbedaan taraf inetelektualitas, kedewasaan dan latar belakang memang ada perbedaan spesifik di antara jenis-jenis halaqah tersebut.
Halaqah Pelajar
Dalam hadits disebutkan tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah di mana tidak ada naungan selain naungan Allah, di antaranya adalah pemuda yang tumbuh berkembang dalam ibadah dan pemuda yang lekat hatinya dengan masjid. Pelajar sebagai awal dari rentang usia seorang pemuda atau lazim pula disebut ABG (Anak Baru Gede) berada di masa-masa transisi/pubertas. Masa-masa ini sulit karena kematangan biologis, seksual pada diri mereka tidak dibarengi kematangan ruhani dan fikriyah (intelektualitas) sehingga dampak berupa kenakalan remaja, tawuran, keterjeratan/keterperangkapan pada narkoba dan pergaulan bebas semakin marak.
Seyogyanyalah sejak usia SLTP dan SMU, mereka mulai dilirik dan dibidik sebagai sasaran da'wah dengan tetap memperhatikan kekhasan dunia mereka sebagai ABG sehingga acara seperti wisata ruhani, olah raga dan kesenian dapat digunakan sebagai daya tarik sebuah halaqah pelajar.
Halaqah Mahasiswa
Mahasiswa dikenal sejak dulu sebagai agen perubahan. Kekhasannya sebagai segelintir elit pemuda yang terdidik, dinamis dan peka serta memiliki nurani yang tajam membuat ia menjadi sasaran utama da'wah.
Umar ibnul Khathab r.a pernah berkata: “Kalau ingin menggenggam dunia, genggamlah para pemudanya”. Dan memang sejarah mencatat setiap terjadi perubahan besar di masyarakat, hampir bisa dipastikan mahasiswalah ujung tombaknya.
Karena itulah pembinaan halaqah mahasiswa harus memperhatikan kekhasan mahasiswa berupa aspek intelektualitas dan dinamikanya yang tinggi. Kegiatan penugasan untuk menjadi peserta atau panitia seminar, diskusi panel, pentas seni di kampus sendiri atau di kampus-kampus lain sebagai studi banding adalah sarana yang baik untuk mengasah kemampuan ilmiah, da’wah dan bekerja dalam sebuah team work.
Selain mereka disupport untuk aktif melakukan da'wah ammah di lingkungan kampus, mereka pun hendaknya secara berkala di up grade melalui daurah-daurah tarqiyah (up grading). Dengan kata lain mereka tetap menjadi sasaran da'wah khosshoh yang utama agar mereka senantiasa mendapatkan back up/daya dukung ruhiyah yang memadai.
Halaqah Buruh/Pekerja
Buruh yang kini lebih dan ingin dikenal sebagai kelompok pekerja tak pelak lagi merupakan salah satu komponen masyarakat yang penting karena merekalah yang turut menggerakkan roda-roda ekonomi dan industri.
Merekapun rentan terhadap hasutan dan penguasaan kaum sosialis atau marxis yang juga berkepentingan mendekati, menggarap dan membina para pekerja ini yang mereka anggap dan sebut sebagai kaum proletar.
Para pekerja ini umumnya memang memiliki taraf intelentualitas yang terbatas karena umumnya lulusan SD, SLTP atau maksimum SMU, namun tak berarti mereka sulit disentuh dan dibina. Asal kita bisa mengarahkan dengan pas, faham jadual kerja mereka yang acapkali berganti-ganti shift, mereka bisa menjadi kader da'wah yang handal dan motor penggerak paling tidak di kalangan pekerja pula.
Bahkan Majalah Ummi dulu sempat mencatat sekitar tahun 1993 – 1996 ketika membuka dompet Bosnia bagi pembaca yang ingin membantu saudara-saudaranya di Bosnia, bahwa banyak sekali pekerja-pekerja wanita dari beberapa pabrik tertentu yang rutin menyalurkan infaq mereka.
Halaqah Akhwat
Seyogyanyalah seorang murabbi bagi halaqah ini adalah juga akhwat, karena hanya wanitalah yang mengetahui secara lebih mendalam kekhasan-kekhasan kejiwaan seorang wanita. Kecuali dalam keadaan terpaksa misalnya ketiadaan akhwat yang mampu.
Walaupun tidak ada perbedaan tugas, kewajiban dan hak-hak selaku hamba Allah, wanita tetap memiliki hak dan kewajiban yang spesifik sebagai seorang anak wanita, istri dan ibu. Sehingga selain diajarkan hal-hal yang pokok seperti aqidah, ibadah dan syari’ah, akhlaq dan jihad, kepada halaqah akhwat ini juga harus diberikan materi-materi yang dapat mengasah kewanitaannya seperti daurul mar’ah (peranan wanita), tarbiyatul aulad (pendidikan anak), Fiqh Nisa’ (fiqh wanita) seperti thaharah (bersuci), haid dsb dan Tarajimun Nisa’ (biografi wanita-wanita teladan dalam sejarah Islam).
Bahkan perlu ditambah pula pekan-pekan khusus seperti pekan terakhir di setiap bulan berupa pembekalan fanniyah yang berkaitan dengan ke”rabbatul bait”an (kerumahtanggaan) seperti kursus memasak, menjahit, menata rumah, merangkai bunga dan juga ketrampilan lain seperti memotong rambut dan mengemudi. Dalam hal evaluasi tarbiyah juga perlu diperhatikan pula tingkat kepekaan, kedewasaan kewanitaan dan tingkat kecondongan mereka pada fitrah kewanitaan mereka di samping kekuatan iman dan kontinuitas ibadah serta keutamaan akhlaq.
Proses pembinaan akhwat perlu memperhatikan peluang berupa athifiyah (kelembutan) dan kepekaan wanita dalam bersegera menyambut kebaikan namun ancaman berupa ketidakstabilan emosi dan friksi-friksi dengan murabiyyah atau dengan sesama peserta halaqah perlu diwaspadai dan disiasati.
Kendala-kendala seperti cobaan keterlambatan mendapat jodoh atau bila sudah berumah tangga kekurangcakapan menata beban-beban baru seperti tugas-tugas kerumahtanggaan dan anak dapat mengendurkan semangat dan menurunkan aktivitas serta produktivitas akhwat.
Seyogyanyalah halaqah akhwat perlu ditata, direncanakan dan ditangani secara lebih matang dan serius oleh tenaga-tenaga pembina yang handal.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: apa sih halaqah?
https://pendidikansunnah.wordpress.com/2015/01/23/arti-dan-sejarah-halaqah/
ARTI DAN SEJARAH HALAQAHPosted on Januari 23, 2015
by abuhasnaaumar
Oleh: Ummu Hasnaa Fajriah Nur, S.Pd.I.
Arti Halaqoh
Kata halaqah berasal dari bahasa arab yaitu halaqah atau halqah yang berarti lingkaran. Kalimat halqah min al-nas artinya kumpulan orang yang duduk.[1]
Halaqah sendiri dikenal dalam berbagai istilah, ada yang menyebutnya dengan usrah(keluarga), karena metode halaqah ini lebih bersifat kekeluargaan.
Ada pula yang menyebutnya dengan liqa’. Sedangkan dalam bahasa Jawa, halaqah ini lebih dikenal dengan wetonan atau bandongan.
Halaqah adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran Islam (tarbiyah Islamiyah). Istilah halaqah(lingkaran) biasanya digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil Muslim yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta mereka dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan manhaj (kurikulum) tertentu. Biasanya kurikulum tersebut berasal dari murabbi/naqib yang mendapatkannya dari jamaah (organisasi) yang menaungi halaqah tersebut. Di beberapa kalangan, halaqahdisebut juga mentoring, ta’lim, pengajian kelompok, tarbiyah atau sebutan lainnya.[2]
Menurut Hanun Asrohah halaqah adalah proses belajar mengajar yang dilaksanakan murid-murid dengan melingkari guru yang bersangkutan. Biasanya duduk dilantai serta berlangsung secara kontinu untuk mendengarkan seorang guru membacakan dan menerangkan kitab karangannya atau memberi komentar atas karya orang lain.[3]
Sedangkan menurut Hasbullah, metode halaqah atau wetonan adalah metode yang di dalamnya terdapat seorang kyai yang membaca kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kiyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif.[4]
Tidak jauh berbeda, Haidar Putra Daulay dalam bukunya Sejarah Pertumbuhan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia menuturkan, wetonan atau bandongan adalah metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai. Kyai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan.[5]
Halaqah merupakan kumpulan individu yang berkeinginan kuat untuk membentuk kepribadian muslim secara terpadu yang berlandaskan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Oleh karena itu peranan halaqah sangat penting dalam tujuan pembentukan kepribadian muslim, yang pelaksanaannya berlandaskan kepada contoh Nabi ` dalam membina para sahabatnya. Halaqah sebagai perisai pelindung bagi pesertanya dari pengaruh eksternal yang kotor. Masing-masing peserta terikat hubungan persaudaraan yang mendalam seperti keluarga. Halaqah juga merupakan kumpulan individu yang mempunyai kepentingan yang sama untuk meningkatkan iman dan amal saleh. [6]
Pendidikan melalui sistem halaqah ini mengembangkan program yang berkelanjutan sehingga memperoleh suatu interaksi dengan Islam secara intensif. Pematangan kejiwaan, pemikiran, akidah, dan pematangan perilaku merupakan kegiatan berkelanjutan. Pematangan secara berkelanjutan ini hanya dapat dilakukan dengan sarana halaqah.[7]
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa halaqah merupakan sekumpulan individu muslim yang bersungguh-sungguh dan berusaha untuk tolong menolong sesama anggotahalaqah untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan Islam secara menyeluruh yang berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah `. Hal ini sejalan dengan firman Allah l dalam QS. Al-Maidah: 2,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب
….dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Sejarah Halaqah
Halaqah sudah dimulai sejak awal Islam. Sebagaimana diketahui, Mekkah merupakan sentral agama bangsa Arab. Di sana ada peribadahan terhadap Kakbah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh bangsa Arab. Cita-cita untuk memperbaiki keadaan bangsa Arab tentu bertambah sulit dan berat jika orang yang hendak mengadakan perbaikan jauh dari keadaan lingkungan bangsa Arab. Hal ini membutuhkan usaha yang keras maka, dalam menghadapi kondisi seperti itu, tindakan yang paling bijaksana adalah tidak terkejut karena tiba-tiba mnghadapi sesuatu yang menggusarkan bangsa Arab.[8]
Pada awal dakwah Islam di Mekkah, Rasulullah SAW menampakkan Islam kepada orang yang paling dekat dengannya, anggota keluarganya dan sahabat-sahabat karib Rasulullah SAW. Rasulullah mendakwahkan mereka dan juga siapa saja yang memang diketahui mencintai kebaikan, kebenaran, dan kejujuran beliau.
Rasulullah SAW menemui dan mengajarkan Islam kepada mereka secara sembunyi-sembunyi, hal ini dilakukan karena untuk menjaga keselamatan masing-masing. Rasulullah membuat pertemuan-pertemuan di rumah beberapa sahabat. Yang masyhur dalam proses penanaman nilai-nilai ajaran Islam ini dilakukan di rumah al-Arqam. Di dalam majlis ini, terdiri dari beberapa orang sahabat. Rasulullah ` sendiri yang lebih banyak mendidik dan membentuk mereka agar memiliki kepribadian yang Islami. Melalui halaqah pertama ini terbentuklah sekelompok orang mukmin yang senantiasa bahu-membahu untuk untuk menegakkan kalimat Allah.
Pada periode dakwah di Madinah, halaqah pertama kali dilakukan di masjid. Nabi SAW melakukan tugas mendidik umat melalui halaqah di masjid yang menyatu dengan rumah beliau pada waktu-waktu yang dipilih. [9] Ibnu Mas’ud meriwayatkan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الْأَيَّامِ كَرَاهَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا
Nabi SAW membuat sela-sela (lingkaran) dalam ceramah pada hari-hari tertentu demi menghindari kebosanan. (HR. Bukhari No.66)
Dalam halaqah, Nabi ` menyampaikan materi ilmu yang beragam. Namun yang paling diutamakan oleh Nabi adalah mengajarkan al-Qur`an.[10] M. Alawi al-Makki mengatakan:
Pada majelis-mejelis halaqah kenabian dipelajari ilmu-ilmu dasar beserta kaidah-kaidahnya, seperti berbagai macam fadhilah, wawasan pemikiran, akhlak, tradisi yang baik, dan faedah-faedahnya yang besar, yang merupakan sumber ilmu pengetahuan. Kami akan menuturkan sebagian dari apa yang dipelajari para sahabat pada halaqah agung yang mulia tersebut. Dan tidak diragukan lagi, sesungguhnya ilmu dasar terpenting di situ adalah al-Qur`an al-Karim.[11]
Pada zaman tabi’in, terdapat halaqah-halaqah ilmu di Madinah Munawwarah yang memakmurkan masjid Nabawi yang mulia. Di masjid itu para ulama yang langka dari para pembesar tabi’in berkumpul sebagaimana kumpulan gugusan bintang-bintang yang bersinar di jantung langit. Ada halaqah yang dipimpin ‘Urwah bin az-Zubair, ada halaqahyang dipimpin Said bin al-Musayyib, dan ada halaqah yang dipimpin Abdullah bin ‘Utbah.[12]
Menurut Satria Hari Lubis, dalam bukunya Menggairahkan Perjalanan Halaqah,halaqah berawal dari berdirinya jamaah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928 M. di Mesir, Hasan al-Banna sangat prihatin dengan kondisi umat Islam saat itu yang jauh dari nilai-nilai Islam. Al-Banna berusaha keras mengembalikan umat kepada agamanya. Dari pengamatannya yang mendalam, al-Banna pun sampai pada satu kesimpulan bahwa hal ini disebabkan kaum muslimin tidak terdidik secara Islami. Lalu al-Banna pun mengenalkan sistem pendidikan alternatif yang harus dilakukan oleh anggota jamaahnya. Sistem tersebut disebut dengan sistem usrah. Anggota jamaah dibagi dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan tingkat pemahamannya terhadap Islam.[13]
Dengan dibimbing oleh seorang naqib, para anggota Ikhwanul Muslimin saat itu secara serius mempelajari Islam yang berorientasi pada pengamalan Islam. hasilnya, jamaah Ikhwanul Muslimin saat itu dikenal oleh kawan dan lawannya sebagai j metodehalaqah bagi pendidikan akhlak Islami ummahat amaah yang anggotanya sangat konsisten menegakkan Islam di dalam diri dan masyarakat. Sepeninggal Hasan al-Banna, sistem usrah dilanjutkan oleh para pengikutnya. Sistem ini akhirnya menyebar dengan berbagai modifikasinya ke berbagai gerakan Islam lainnya.[14]
Di Nusantara, sistem halaqah ini dikategorikan dalam sistem pembelajaran tradisional. Sistem halaqah ini sudah mulai diterapkan sejak masuknya Islam di Nusantara. Pada awalnya diterapkan di masjid-masjid, surau, dan langgar-langgar yang merupakan cikal bakal lahirnya pesantren. Seiring perkembangan zaman, pesantren juga ikut mengalami perkembangan, berupa lahirnya berbagai inovasi baru dalam dunia pendidikan pesantren. Tapi ada hal yang merupakan ciri khas yang tidak bisa lepas yaitu penerapan sistemhalaqah dalam pembelajaran di pesantren, meskipun sudah ada sistem pembelajaran klasik atau madrasah.[15]
Kini fenomena halaqah/usrah menjadi umum dijumpai di lingkungan kaum muslimin di mana pun mereka berada. Walaupun mungkin dengan nama yang berbeda-beda. Penyebaran halaqah/usrah yang pesat tidak bisa dilepaskan dari keberhasilanhalaqah/usrah dalam mendidik pesertanya menjadi mukmin yang bertakwa kepada Allah . Saat ini halaqah/usrah menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang masif dan merakyat. Di dalam halaqah tidak lagi melihat latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial, atau budaya pesertanya. Bahkan tanpa melihat apakah seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan agama Islam atau tidak. Halaqah/usrah telah menjadi sebuah wadah pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif saat ini.[16]
Demikian penjelasan tentang arti halaqoh dan sejarahnya. semoga kita semua mendapat taufik dari Alloh SWT untuk senantiasa bersemangat mendatangi halaqoh-halaqoh ilmu kapanpun dan di manapun kita berada. Amien..Wallohu A’lam
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik