pesantren adalah benteng kejayaan islam
Halaman 1 dari 1 • Share
pesantren adalah benteng kejayaan islam
Pesantren sebagai ajang penggemblengan umat Islam di Indonesia pada umumnya, di Pulau Jawa khususnya, mempunyai peran yang sangat bersejarah sebagai benteng Islam. Sejak zaman Wali Songo hingga sekarang ini, pesantern tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan. Pesantern tidak penah surut, sebaliknya semakin bertambah dalam jumnlah, kian maju di bidang ilmu.
Kata pesantren beasal dari khasanah bahasa Jawa, asal kata Santri, lalu menjadi pe-santri-an maka jadilah istilah pesantrian, yang dilazimkan dilafalkan menjadi pesantren. Santri, adalah siswa atau murid lelaki atau perempuan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sususnan W.J.S Poerwadarminta, kata santri berarti: Orang yang menalami pengajian dalam agama Islam (dengan prgi ke pesantern dsb. Arti kdua: Orang yang beribadat sungguh-sungguh. Sekarang ini malah umum dipakai sebutan santriwan (pria) dan santriwati (puteri). Namun demikian istilah murid atau siswa lebih umum dipergunakan untuk mereka yang belajar di sekolah umum, yakni bukan di madrasah atau pesantern. Mungkin ini berdasarkan kebiasaan kita memakai akhiran wan dan wati, seperti dalam istilah wartawan-wartawati, karyawan-karyawati, peragawan-peragawati, seniman-seniwati, dsb.
Pesantren umumnya bersifat mandiri, sebab tidak tergantung kepada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Karena sifat mandirinya itu, pesantern bisa memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Karena itu pesantren tidak mudah disusupi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tidak semua oang mau dan mampu mendirikan pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Dalam sejarahnya, pesantren selalu didirikan oleh ulama yang sudah menyandang predikat kyai. Malah ada pendapat,bahwa seorang ulama pantas menyandang gelar kyai, apabila ia sudah mendirikan atau memiliki pesantren.
Tentang kyai, Zamakhsyari Dhofier, Ph,D. menulis sebagai berikut: "Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantern. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantern semata-mata bergantung kepada pribadi kyainya." (Dhofier, 1982:55)
Seorang kyai ternyata tidak hanya memberikan ilmunya kepada santrinya. Pak Kyai itu juga mesti mengelola pesantrennya sedemikian rupa sehingga teteap eksis, syukur bisa makin berkembang jumlah santri maupun kualitas pendidikan dengan dukungan sarana yang semakin meningkat. Dengan demikian, kyai, bukan hanya seorang pengajar atau pendidik, tetapi sekaligus juga pejuang. Sungguh tidak mudah mengelola, mulai dari mempertahankan hingga mengembangkan pesantren. Sebab selain memerlukan banyak tenaga pengajar juga diperlukan dana untuk perawatan sarana dan fasilitas fisiknya.
Hubungan kyai dengan santri dalam satu pesantren saling terkait satu sama lain. Tidak akan ada pesantern, jika tidak ada kyainya. Sebaliknya sebuah pesantern tidak bisa disebut demikian, tanpa ada santrinya. Lembaga pesantern biasanya dilengkapi dengan kehadiran masjid. Masjid merupakan bagian yang integral dari setiap pesantren.Haruslah kita sadari selalu bahwa shalat itu adalah tiang agama. Maka jika roboh shalatnya, maka juga robohlah agama seseorang.
Santri bisa digolongkan dua macam. Ada santri yang menetap (mukim) di pesantern, ada santri yang tidak menetap, tetapi pulang seusai belajar (nglaju). Maka lahilah sebutan santri mukim dan santri yang nglaju, lazim disebut santri kalong. Karena adanya santri mukim itu diperlukan tempat untuk mondok. Maka wajar bila dalam pesantren terdapat pondok. Dalam bahasa sehari-hari, apabila ada orang bilang "mau mondok" artinya mau bermukim di sebuah pesantren.
Untuk kegiatan pembelajaran, sudah tentu diperlukan bahan-bahan yang merupakan sumber atau pedoman pokok, yang berupa kitab-kitab Islam klasik. Apabila dimati secara saksama, bukan hanya para santri yang belajar. Para kyai juga dinamis, tidak statis. Dalam arti kyai pun selalu berusaha menambah kekayaan keilmuannya. K.H. Mahali (alm), kyai dari Desa banjaranyar, Balapulang, Tegal, misalnya, setiap bulan Ramadhan, pergi menambah ilmunya ke pesantren Babakan, yang terletak di selatan Kota Teh Slawi.
Di zaman sekarang ini, kita mengenal istilah long life education atau pendidikan seumur hidup. Itu bukanlah barang baru bagi umat Islam di Indonesia. Sebab umat Islam mempunyai semboyan, bahwa menuntut ilmu itu mulai dari ayunan hingga istirahat di liang lahat. (Bahasa Jawa: Awit soko ayunan tumekan delahan).
Di pesantren, seorang santri tidak melulu belajar agama. Selain bersembahyang dan mengaji, mereka juga berlatih membina diri. Di pesantern itu mereka belajar mandiri dalam banyak hal. Masak sendii untuk keperluan makan, mencuci sendiri, misalnya. Di pesantern itu mereka juga bersosialisasi dengan sesama santri, berinteraksi dalam bidang keilmuan. Tidak hanya itu. Santri senior juga bisa berperan positif bagi para yuniornya. Santri yang sudah lebih dulu berpengalaman bisa berperan bagi kemajuan pesantrennya, di bawah bimbingan Sang Kyai.Demikianlah, Dhofier menyimpulkan berbagai elemen dalam suatu pesantren: Masjid, Pondok, Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik, Kyai dan Santri. Dalam pesanter, seorang santri tidak melulu belajar ilmu-ilmu Al-Quran, tetapi juga menimpa akhlak, membentuk jati diri Muslim. Karena itu tidaklah aneh, jika pesantren banyak melahirkan pribadi-pribadi Muslim yang masing-masing merupakan kekuatan penjaga moral bangsa dalam kapasitasnya masing-masing. Pesantern dengan demikian bisa diharapkan dan mampu menjadi sumber pencerahan bagi masyarakat kita yang konon kini sedang dilanda krisis moral.
Apabila kita percaya bahwa pesantren punya potensi menjadi sumber daya pencerah bangsa, mestinya kita bisa optimistis bahwa penyaskit moral kita akan bisa disembuhkan pada waktunya. Sebab kita mempunya banyak pesantern. Pada tahun 1831, sedikitnya 13 kabupaten sudah memiliki lembaga pendidikan Islam: Cirebon, Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Kedu, Surabaya/Mojokerto, Gresik, Bawean, Sumenep, Pamekasan, Besuki, Jepara. Dari semua kabupaten itu tersebut terdapat 1.853 lembaga pendidikan dengan total murid 16.556 orang.
Dalam abad ke-19 dan ke-20, pusat-pusat pesantern bertaburan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, yakni di kota-kota: Banten, Bogor, Purwakarta, Garut, Tasikmalaya, Cirebon, Banyumas, Tegal, Brebes, Pemalang, Kebumen, Kendal, Kaliwungu, Muntilan, Yogyakarta, Klaten, Semarang, Demak, Surakarta, Pati, Pacitan, Rembang, Ponorogo, Kediri, Jombang, Tuban, Lamongan, Mojokerto, Sedayu, Gresik, Surabaya, Bangkalan, Bangil, Pasuruan, Malang, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi dan Bawean. Belum lagi pesantren yang berada di luar Pulau Jawa.
Dengan demikian, pesantren selain berfungsi sebagai benteng kejayaan Islam, juga menjadi benteng keselamatan bangsa ini, dari zaman ke zaman. Kita mengenal pesantern besar, juga pedantern kecil. Tetapi semua itu mempunyai peranan yang sama, yakni mengajarkan dan menyebarkan Islam ke segala penjuru masyarakat, Tambahan pula, kini semakin banyak pesantren yang berupaya serius untuk terus mengembangkan sistem dan kualitas pendidikan bagi para santrinya. Modernisasi pesantren, yang memungkinkan ilmu-ilmu seperti sosiologi, bahasa-bahasa, juga filsafat, dll, akan memungkinkan para alumninya semakin lengkap bekalnya guna mengabdi kepada sesama umat di kemudian hari.
Kata pesantren beasal dari khasanah bahasa Jawa, asal kata Santri, lalu menjadi pe-santri-an maka jadilah istilah pesantrian, yang dilazimkan dilafalkan menjadi pesantren. Santri, adalah siswa atau murid lelaki atau perempuan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sususnan W.J.S Poerwadarminta, kata santri berarti: Orang yang menalami pengajian dalam agama Islam (dengan prgi ke pesantern dsb. Arti kdua: Orang yang beribadat sungguh-sungguh. Sekarang ini malah umum dipakai sebutan santriwan (pria) dan santriwati (puteri). Namun demikian istilah murid atau siswa lebih umum dipergunakan untuk mereka yang belajar di sekolah umum, yakni bukan di madrasah atau pesantern. Mungkin ini berdasarkan kebiasaan kita memakai akhiran wan dan wati, seperti dalam istilah wartawan-wartawati, karyawan-karyawati, peragawan-peragawati, seniman-seniwati, dsb.
Pesantren umumnya bersifat mandiri, sebab tidak tergantung kepada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Karena sifat mandirinya itu, pesantern bisa memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Karena itu pesantren tidak mudah disusupi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tidak semua oang mau dan mampu mendirikan pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Dalam sejarahnya, pesantren selalu didirikan oleh ulama yang sudah menyandang predikat kyai. Malah ada pendapat,bahwa seorang ulama pantas menyandang gelar kyai, apabila ia sudah mendirikan atau memiliki pesantren.
Tentang kyai, Zamakhsyari Dhofier, Ph,D. menulis sebagai berikut: "Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantern. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantern semata-mata bergantung kepada pribadi kyainya." (Dhofier, 1982:55)
Seorang kyai ternyata tidak hanya memberikan ilmunya kepada santrinya. Pak Kyai itu juga mesti mengelola pesantrennya sedemikian rupa sehingga teteap eksis, syukur bisa makin berkembang jumlah santri maupun kualitas pendidikan dengan dukungan sarana yang semakin meningkat. Dengan demikian, kyai, bukan hanya seorang pengajar atau pendidik, tetapi sekaligus juga pejuang. Sungguh tidak mudah mengelola, mulai dari mempertahankan hingga mengembangkan pesantren. Sebab selain memerlukan banyak tenaga pengajar juga diperlukan dana untuk perawatan sarana dan fasilitas fisiknya.
Hubungan kyai dengan santri dalam satu pesantren saling terkait satu sama lain. Tidak akan ada pesantern, jika tidak ada kyainya. Sebaliknya sebuah pesantern tidak bisa disebut demikian, tanpa ada santrinya. Lembaga pesantern biasanya dilengkapi dengan kehadiran masjid. Masjid merupakan bagian yang integral dari setiap pesantren.Haruslah kita sadari selalu bahwa shalat itu adalah tiang agama. Maka jika roboh shalatnya, maka juga robohlah agama seseorang.
Santri bisa digolongkan dua macam. Ada santri yang menetap (mukim) di pesantern, ada santri yang tidak menetap, tetapi pulang seusai belajar (nglaju). Maka lahilah sebutan santri mukim dan santri yang nglaju, lazim disebut santri kalong. Karena adanya santri mukim itu diperlukan tempat untuk mondok. Maka wajar bila dalam pesantren terdapat pondok. Dalam bahasa sehari-hari, apabila ada orang bilang "mau mondok" artinya mau bermukim di sebuah pesantren.
Untuk kegiatan pembelajaran, sudah tentu diperlukan bahan-bahan yang merupakan sumber atau pedoman pokok, yang berupa kitab-kitab Islam klasik. Apabila dimati secara saksama, bukan hanya para santri yang belajar. Para kyai juga dinamis, tidak statis. Dalam arti kyai pun selalu berusaha menambah kekayaan keilmuannya. K.H. Mahali (alm), kyai dari Desa banjaranyar, Balapulang, Tegal, misalnya, setiap bulan Ramadhan, pergi menambah ilmunya ke pesantren Babakan, yang terletak di selatan Kota Teh Slawi.
Di zaman sekarang ini, kita mengenal istilah long life education atau pendidikan seumur hidup. Itu bukanlah barang baru bagi umat Islam di Indonesia. Sebab umat Islam mempunyai semboyan, bahwa menuntut ilmu itu mulai dari ayunan hingga istirahat di liang lahat. (Bahasa Jawa: Awit soko ayunan tumekan delahan).
Di pesantren, seorang santri tidak melulu belajar agama. Selain bersembahyang dan mengaji, mereka juga berlatih membina diri. Di pesantern itu mereka belajar mandiri dalam banyak hal. Masak sendii untuk keperluan makan, mencuci sendiri, misalnya. Di pesantern itu mereka juga bersosialisasi dengan sesama santri, berinteraksi dalam bidang keilmuan. Tidak hanya itu. Santri senior juga bisa berperan positif bagi para yuniornya. Santri yang sudah lebih dulu berpengalaman bisa berperan bagi kemajuan pesantrennya, di bawah bimbingan Sang Kyai.Demikianlah, Dhofier menyimpulkan berbagai elemen dalam suatu pesantren: Masjid, Pondok, Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik, Kyai dan Santri. Dalam pesanter, seorang santri tidak melulu belajar ilmu-ilmu Al-Quran, tetapi juga menimpa akhlak, membentuk jati diri Muslim. Karena itu tidaklah aneh, jika pesantren banyak melahirkan pribadi-pribadi Muslim yang masing-masing merupakan kekuatan penjaga moral bangsa dalam kapasitasnya masing-masing. Pesantern dengan demikian bisa diharapkan dan mampu menjadi sumber pencerahan bagi masyarakat kita yang konon kini sedang dilanda krisis moral.
Apabila kita percaya bahwa pesantren punya potensi menjadi sumber daya pencerah bangsa, mestinya kita bisa optimistis bahwa penyaskit moral kita akan bisa disembuhkan pada waktunya. Sebab kita mempunya banyak pesantern. Pada tahun 1831, sedikitnya 13 kabupaten sudah memiliki lembaga pendidikan Islam: Cirebon, Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Kedu, Surabaya/Mojokerto, Gresik, Bawean, Sumenep, Pamekasan, Besuki, Jepara. Dari semua kabupaten itu tersebut terdapat 1.853 lembaga pendidikan dengan total murid 16.556 orang.
Dalam abad ke-19 dan ke-20, pusat-pusat pesantern bertaburan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, yakni di kota-kota: Banten, Bogor, Purwakarta, Garut, Tasikmalaya, Cirebon, Banyumas, Tegal, Brebes, Pemalang, Kebumen, Kendal, Kaliwungu, Muntilan, Yogyakarta, Klaten, Semarang, Demak, Surakarta, Pati, Pacitan, Rembang, Ponorogo, Kediri, Jombang, Tuban, Lamongan, Mojokerto, Sedayu, Gresik, Surabaya, Bangkalan, Bangil, Pasuruan, Malang, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi dan Bawean. Belum lagi pesantren yang berada di luar Pulau Jawa.
Dengan demikian, pesantren selain berfungsi sebagai benteng kejayaan Islam, juga menjadi benteng keselamatan bangsa ini, dari zaman ke zaman. Kita mengenal pesantern besar, juga pedantern kecil. Tetapi semua itu mempunyai peranan yang sama, yakni mengajarkan dan menyebarkan Islam ke segala penjuru masyarakat, Tambahan pula, kini semakin banyak pesantren yang berupaya serius untuk terus mengembangkan sistem dan kualitas pendidikan bagi para santrinya. Modernisasi pesantren, yang memungkinkan ilmu-ilmu seperti sosiologi, bahasa-bahasa, juga filsafat, dll, akan memungkinkan para alumninya semakin lengkap bekalnya guna mengabdi kepada sesama umat di kemudian hari.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» pesantren, benteng kejayaan islam
» ilmu adalah simbol kejayaan
» ilmu adalah simbol kejayaan umat
» Masa Kejayaan Islam Di Eropa
» wujudkan kejayaan islam dengan memurnikan tauhid
» ilmu adalah simbol kejayaan
» ilmu adalah simbol kejayaan umat
» Masa Kejayaan Islam Di Eropa
» wujudkan kejayaan islam dengan memurnikan tauhid
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik