orientalisme dalam kajian islam part 2
Halaman 1 dari 1 • Share
orientalisme dalam kajian islam part 2
Sebagian kalangan Muslim, akhir-akhir ini ada yang berpendapat, bahwa kaum
Muslim tidak perlu bersikap apriori terhadap hal-hal yang asing. Islam tidak
perlu takut diinfiltrasi oleh pemikiran Barat modern, Kristen, atau Yahudi.
Sebab, menurut mereka, sejak awal mula kelahirannya, Islam memang sudah
diinfiltrasi oleh Kristen-Yahudi. Buktinya, dalam al-Quran ada cerita tentang
Maryam, Bani Israel, dan sebagainya. Jadi, wajar saja, jika Islam kemudian juga
terus menyerap unsur-unsur asing dalam dirinya, seperti penerapan hermeneutika
untuk tafsir al-Quran.
Untuk memahami duduk masalahnya, ada baiknya kita
tinjau, latar belakang sejarah perkembangan 'teori pengaruh' ini di kalangan
orientalis dan misionaris Kristen. Menurut orientalis terkenal dalam studi
al-Quran, Andrew Rippin, adalah Abraham Geiger (seorang rabbi Yahudi di Jerman),
orang pertama yang menggunakan pendekatan ilmiah terhadap Islam. Yang dimaksud
dengan ilmiah adalah 'Teori Pengaruh Asing' kepada Islam.
Geiger menulis
sebuah buku "What did Muhammad Borrow from Judaism?" Theodor Noldeke, seorang
Pendeta di Jerman dan juga dedengkot orientalis dalam studi historisitas
al-Quran, memuji usaha Geiger.
Murid Noldeke, bernama Friedrich
Schwally, mengkritik pendapat gurunya. Menurut Schwally, yang lebih berpengaruh
terhadap Islam adalah Kristen, dan bukan Yahudi. CC Torrey, seorang profesor di
Universitas Yale, Amerika Serikat, mempertahankan pendapat Geiger. Torrey
membahas secara panjang lebar mengenai pengaruh Yahudi dalam Islam dalam
karyanya "The Jewish Foundation of Islam". Menyibukkan diri untuk menjawab
pertanyaan, mana yang lebih banyak pengaruhnya kepada Islam, Yahudi atau
Kristen, Prof MacDonald mengkritik karya Torrey dan mengajukan pertanyaan, "Is
Islam a Jewish or a Christian heresy?" Apakah Islam itu penyimpangan dari
Yahudi, atau dari Kristen?
Namun, kemudian, 'Teori Pengaruh' ini
dikembangkan lebih jauh lagi. Bahwa, kata para orientalis dan misionaris, Islam
bukan hanya dipengaruhi oleh Yahudi dan Kristen, tetapi juga oleh unsur-unsur
budaya. Seorang misionaris Inggris untuk Isfahan, W. St. Clair-Tisdall
menegaskan bahwa Islam itu bukan bersumber dari 'langit', tapi bersumber dari
ragam agama dan budaya. Menurut Tisdall, konsep Islam tentang Tuhan, haji, cium
hajar aswad, menghormati kabah, semuanya diambil dari budaya jahiliah. Shalat
lima waktu dari tradisi Sabian. Kisah Nabi Ibrahim, Sulaiman, Ratu Balqis, Harut
Marut, Habil Qabil dari Yahudi. Ashabul Kahfi dan Maryam dari Kristen. Tidak
ketinggalan dari Hindu dan Zoroastria, yaitu Isra Mi'raj dan jembatan (shirath)
di hari kiamat.
Para orientalis dan misionaris itu terus memproduksi
untuk menyebarkan 'Teori Pengaruh' tersebut, bahkan kemudian, ada sebagian
kalangan Muslim yang 'memungut' teori tersebut dan disebarluaskan kepada kaum
Muslim. Sayangnya, kadangkala, ia tidak menyebutkan sumbernya. S Fraenkel
menulis buku De Vocabulis in Antiquis Arabum Carminibus et in Corano Peregrinis
(Mengenai kosa kata asing di dalam puisi Arab kuno dan di dalam al-Quran).
Fraenkel juga menulis Die Aramaischen Fremworter im Arabischen (pengaruh Aramaik
kepada bahasa Arab). Hartwig Hirschfeld menegaskan bahwa kosa kata asing
(Fremdworter) di dalam al-Quran menunjukkan Islam itu tidak orisinal.
Hirshfeld mengatakan: ''Salah satu persoalan utama yang kita hadapi
kemudian adalah ... bagaimana memastikan sebuah ide atau ekspresi itu muncul
dari kekayaan spiritual Muhammad atau dipinjam dari sumber lain, bagaimana dia
mempelajari hal itu, dan seberapa jauh hal itu diubah untuk disesuaikan dengan
tujuan kenabiannya.'' Arthur Jeffery mengamini pendapat yang umum di kalangan
para orientalis itu. Memang, al-Quran terpengaruh berbagai bahasa asing seperti
Ethiopia, Aramaik, Ibrani, Syriak, Yunani Kuno, Persia, dan bahasa lainnya.
Jeffery menyebutkan adanya 275 kosa kata asing di dalam al-Quran (Foreign
Vocabulary of the Quran). Melanjutkan "Teori Pengaruh", Christoph Luxenberg
(nama samaran), menyatakan bahwa bahasa al-Quran sebenarnya berasal dari bahasa
Syriac (Syro-Aramaik).
Dengan bahasa puitis Arnold mengatakan: "Islam
lahir di gurun pasir, ibunya Sabean Arab, ayahnya Yahudi, dan perawat yang
mengasuhnya adalah Kristen Timur." Senada dan seirama dengan Arnold, Samuel
Zwemer (pernah berkunjung ke Indonesia tahun 1922 sebagai seorang misionaris
level internasional, pendiri dan penggagas jurnal misionaris The Moslem World
serta perancang terkemuka berbagai konferensi misionaris internasional)
menyimpulkan bahwa Islam bukanlah sebuah kreativitas, namun sebuah cangkokan
(concoction); tidak ada yang mulia mengenainya kecuali Muhammad yang genius
mencampurkan unsur-unsur lama di dalam obat mujarab baru untuk penyakit manusia
dan memaksanya dengan menggunakan pedang.
Ia menulis buku "Islam: A
Challenge to Faith" (terbit pertama tahun 1907). 'Teori Pengaruh' terus
diperluas ke bidang-bidang yang ada di dalam studi Islam seperti filsafat, usul
fikih, kalam, sufi, syariah, tafsir, dan sebagainya. Semua itu, kata mereka,
juga terpengaruh dengan Yahudi-Kristen. John Wansbrough, misalnya, berpendapat
historisitas tafsir serupa dengan dengan apa yang terjadi di agama Yahudi. Ia
selanjutnya menggunakan istilah haggadic, halakhic, dan masoretic exegesis.
Filsafat al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Ikhwanus Safa, diambil dari tradisi
Neo-Platonik dan Aristote.
Bahkan sekalipun al-Kindi dan al-Ghazali
mengkritik teori penciptaan alam, maka kritik al-Kindi dan al-Ghazali itu pun,
kata mereka, diambil dari Philoponus. Teori usul fikih diambil dari logika
Aristoteles. Kalam Asy'ari apalagi Mu'tazilah berasal dari filsafat Yunani. Sufi
berasal dari Neo-Platonik. Nihil novum sub sole! (Nothing is new under the sun).
Mereka juga mengklaim, bahwa infiltrasi terhadap Islam, dari versi Yahudi dan
Kristen, sudah ada sejak Islam muncul. Makanya, Muhammad itu bukan ummi. Ia
membuat ajaran Islam dari apa yang ia baca dan dengar. Untuk menyebarluaskan
pola pikir semacam itu, maka para orientalis dan misionaris itu juga membuat
jurnal, ensiklopedia, bahkan universitas-universitas.
Khususnya studi
tentang Islam dalam versi dan cara pandang mereka. Berdirilah, misalnya,
Fakultas School of Oriental Studies, di American University, Kairo, pada tahun
1921. Fakultas ini dirancang dan digagas di United Kingdom pada 1910 oleh Zwemer
dan kawan-kawan. Kairo dipilih karena pusat literatur dan peradaban Arab ada di
situ. Datanglah Snouck Hurgronje ke Makkah dan bergaul dengan para syekh di
sana. Terbitlah berbagai jurnal level internasional yang sibuk mengkaji Islam.
Berdirilah berbagai pusat studi Islam di Eropa dan Amerika. Dikirimlah calon
para pemikir Muslim dengan berbagai santunan, beasiswa untuk belajar tentang
Islam. Kita tidak perlu apriori terhadap semua yang datang dari luar Islam.
Al-Quran telah memberikan contoh, bagaimana menyebutkan hal-hal yang
sama dengan yang ada dalam tradisi Kristen, Yahudi, bahkan jaihiliyah Arab,
tetapi al-Quran memberikan konsep baru dan sekaligus mengkritik keras berbagai
konsep Yahudi-Kristen. Jika Yahudi-Kristen menggambarkan dalam Bibel mereka,
bahwa Daud dan Luth adalah pezina kelas berat, maka al-Quran menyebutkan, bahwa
mereka adalah nabi-nabi Allah yang saleh. Para ulama kita sudah maklum akan hal
ini. Bahkan, para ulama Islam, pun selama berabad-abad telah melakukan
usaha-usaha kritis dalam mengkaji dan mengadopsi unsur-unsur asing, tanpa
membongkar hal-hal yang asasi dalam Islam.
Tetapi, pola kajian
orientalis-misionaris biasanya mencoba mengaburkan banyak hal. Pendekatan
historis-kritis yang sudah sangat mapan dalam tradisi kajian Bibel dikacaukan
dengan konsep asbab an-nuzul dalam kajian al-Quran. Dalam kajian sejarah, konsep
'teokrasi' Kristen dikacaukan dengan konsep 'khilafah' Islam. Bahkan, kajian
'Textual Criticism' terhadap Bibel juga kemudian diaplikasikan terhadap
al-Quran. Ujung-ujungnya, adalah membongkar konsep al-Quran sebagai kalam Allah.
Seolah-olah, semua itu, menggambarkan apa yang disabdakan Rasululah SAW, jika
'Yahudi-Nasrani' masuk ke lobang biawak, maka Muslim pun ikut juga. Jika mereka
merusak agama mereka sendiri, ada saja kalangan Muslim yang ikut-ikutan.
Berderet karya-karya sarjana Bibel yang mengkaji secara kritis tentang
otentisitas teks-teks Bibel.
Banyak karya bisa dirujuk, seperti karya
Prof Bruce M Metzger, The Text of the New Testament: Its Transmission,
Corruption, and Restoration. Juga karyanya, A Textual Commentary on the Greek
New Testament, dan juga The Canon of the New Testament: Its Origin, Development
and Significance. Begitu juga karya Robert R Wilson Sociological Approaches to
the Old Testament, dan Edgard Krentz The Historical-Critical Method.
Pendekatan-pendekatan tersebut telah digunakan oleh Theodor Noldeke, F Schwally,
Gotthelf Bergstrasser, Otto Pretzl, Edward Sell, Arthur Jeffery, John
Wansbrough, dan lain-lain. Sell, misalnya, mengelaborasi gagasannya tentang
studi kritis historisitas al-Quran di dalam karyanya Historical Development of
the Quran yang diterbitkan pada tahun 1909 di Madras, India.
Sell
menyeruh kalangan misionaris keristen ketika mengkaji Islam,supaya fokus kepada
historitas al-Quran. Menurut Sell, kajian kritis-historis al-Quran bisa
dilakukan dengan menggunakan metodologi analisa bibel (Biblical criticism).
Merealisasikan idenya, Sell sendiri sudah menggunakan metodologi higher
criticism. Sebelum Sell, Noldeke, ikut lomba penulisan esay tentang
kritis-historis al-Quran, yang diadakan di Paris dan ia menang. Saat itu, ia
masih berumur 20 tahun. Karyanya Geschichte des Qorans (Sejarah al-Quran)
dipublikasikan tahun 1860. Karya ini selanjutnya dilengkapi oleh F Schwally,
Bergstrasser, dan Pretzl. Mereka menyelesaikan buku kritis-historis al-Quran
selama kurang lebih 68 tahun.
Jeffery ikut juga mengaplikasikan
pendekatan-pendekatan tersebut. Hasilnya, Jeffery ingin menggagas al-Quran edisi
kritis (a critical edition of the Koran). Latar belakang sejarah dan pemikiran
ini perlu dipahami, agar dipahami, bahwa usaha untuk 'meruntuhkan' bangunan
Islam tidaklah pernah berhenti. Dari bentuk yang sangat kasar, seperti yang
dilakukan Salman Rushdi, sampai yang sangat halus, melalui infiltrasi pemikiran
berbaju Islam. Tentu akan berbeda dampaknya, jika propagandis 'Teori-Pengaruh'
itu adalah Geiger yang Yahudi dengan 'Abdul' 'yang nongkrong di organisasi
Islam. Meskipun sumbernya dia-dia juga. (RioL)
Muslim tidak perlu bersikap apriori terhadap hal-hal yang asing. Islam tidak
perlu takut diinfiltrasi oleh pemikiran Barat modern, Kristen, atau Yahudi.
Sebab, menurut mereka, sejak awal mula kelahirannya, Islam memang sudah
diinfiltrasi oleh Kristen-Yahudi. Buktinya, dalam al-Quran ada cerita tentang
Maryam, Bani Israel, dan sebagainya. Jadi, wajar saja, jika Islam kemudian juga
terus menyerap unsur-unsur asing dalam dirinya, seperti penerapan hermeneutika
untuk tafsir al-Quran.
Untuk memahami duduk masalahnya, ada baiknya kita
tinjau, latar belakang sejarah perkembangan 'teori pengaruh' ini di kalangan
orientalis dan misionaris Kristen. Menurut orientalis terkenal dalam studi
al-Quran, Andrew Rippin, adalah Abraham Geiger (seorang rabbi Yahudi di Jerman),
orang pertama yang menggunakan pendekatan ilmiah terhadap Islam. Yang dimaksud
dengan ilmiah adalah 'Teori Pengaruh Asing' kepada Islam.
Geiger menulis
sebuah buku "What did Muhammad Borrow from Judaism?" Theodor Noldeke, seorang
Pendeta di Jerman dan juga dedengkot orientalis dalam studi historisitas
al-Quran, memuji usaha Geiger.
Murid Noldeke, bernama Friedrich
Schwally, mengkritik pendapat gurunya. Menurut Schwally, yang lebih berpengaruh
terhadap Islam adalah Kristen, dan bukan Yahudi. CC Torrey, seorang profesor di
Universitas Yale, Amerika Serikat, mempertahankan pendapat Geiger. Torrey
membahas secara panjang lebar mengenai pengaruh Yahudi dalam Islam dalam
karyanya "The Jewish Foundation of Islam". Menyibukkan diri untuk menjawab
pertanyaan, mana yang lebih banyak pengaruhnya kepada Islam, Yahudi atau
Kristen, Prof MacDonald mengkritik karya Torrey dan mengajukan pertanyaan, "Is
Islam a Jewish or a Christian heresy?" Apakah Islam itu penyimpangan dari
Yahudi, atau dari Kristen?
Namun, kemudian, 'Teori Pengaruh' ini
dikembangkan lebih jauh lagi. Bahwa, kata para orientalis dan misionaris, Islam
bukan hanya dipengaruhi oleh Yahudi dan Kristen, tetapi juga oleh unsur-unsur
budaya. Seorang misionaris Inggris untuk Isfahan, W. St. Clair-Tisdall
menegaskan bahwa Islam itu bukan bersumber dari 'langit', tapi bersumber dari
ragam agama dan budaya. Menurut Tisdall, konsep Islam tentang Tuhan, haji, cium
hajar aswad, menghormati kabah, semuanya diambil dari budaya jahiliah. Shalat
lima waktu dari tradisi Sabian. Kisah Nabi Ibrahim, Sulaiman, Ratu Balqis, Harut
Marut, Habil Qabil dari Yahudi. Ashabul Kahfi dan Maryam dari Kristen. Tidak
ketinggalan dari Hindu dan Zoroastria, yaitu Isra Mi'raj dan jembatan (shirath)
di hari kiamat.
Para orientalis dan misionaris itu terus memproduksi
untuk menyebarkan 'Teori Pengaruh' tersebut, bahkan kemudian, ada sebagian
kalangan Muslim yang 'memungut' teori tersebut dan disebarluaskan kepada kaum
Muslim. Sayangnya, kadangkala, ia tidak menyebutkan sumbernya. S Fraenkel
menulis buku De Vocabulis in Antiquis Arabum Carminibus et in Corano Peregrinis
(Mengenai kosa kata asing di dalam puisi Arab kuno dan di dalam al-Quran).
Fraenkel juga menulis Die Aramaischen Fremworter im Arabischen (pengaruh Aramaik
kepada bahasa Arab). Hartwig Hirschfeld menegaskan bahwa kosa kata asing
(Fremdworter) di dalam al-Quran menunjukkan Islam itu tidak orisinal.
Hirshfeld mengatakan: ''Salah satu persoalan utama yang kita hadapi
kemudian adalah ... bagaimana memastikan sebuah ide atau ekspresi itu muncul
dari kekayaan spiritual Muhammad atau dipinjam dari sumber lain, bagaimana dia
mempelajari hal itu, dan seberapa jauh hal itu diubah untuk disesuaikan dengan
tujuan kenabiannya.'' Arthur Jeffery mengamini pendapat yang umum di kalangan
para orientalis itu. Memang, al-Quran terpengaruh berbagai bahasa asing seperti
Ethiopia, Aramaik, Ibrani, Syriak, Yunani Kuno, Persia, dan bahasa lainnya.
Jeffery menyebutkan adanya 275 kosa kata asing di dalam al-Quran (Foreign
Vocabulary of the Quran). Melanjutkan "Teori Pengaruh", Christoph Luxenberg
(nama samaran), menyatakan bahwa bahasa al-Quran sebenarnya berasal dari bahasa
Syriac (Syro-Aramaik).
Dengan bahasa puitis Arnold mengatakan: "Islam
lahir di gurun pasir, ibunya Sabean Arab, ayahnya Yahudi, dan perawat yang
mengasuhnya adalah Kristen Timur." Senada dan seirama dengan Arnold, Samuel
Zwemer (pernah berkunjung ke Indonesia tahun 1922 sebagai seorang misionaris
level internasional, pendiri dan penggagas jurnal misionaris The Moslem World
serta perancang terkemuka berbagai konferensi misionaris internasional)
menyimpulkan bahwa Islam bukanlah sebuah kreativitas, namun sebuah cangkokan
(concoction); tidak ada yang mulia mengenainya kecuali Muhammad yang genius
mencampurkan unsur-unsur lama di dalam obat mujarab baru untuk penyakit manusia
dan memaksanya dengan menggunakan pedang.
Ia menulis buku "Islam: A
Challenge to Faith" (terbit pertama tahun 1907). 'Teori Pengaruh' terus
diperluas ke bidang-bidang yang ada di dalam studi Islam seperti filsafat, usul
fikih, kalam, sufi, syariah, tafsir, dan sebagainya. Semua itu, kata mereka,
juga terpengaruh dengan Yahudi-Kristen. John Wansbrough, misalnya, berpendapat
historisitas tafsir serupa dengan dengan apa yang terjadi di agama Yahudi. Ia
selanjutnya menggunakan istilah haggadic, halakhic, dan masoretic exegesis.
Filsafat al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Ikhwanus Safa, diambil dari tradisi
Neo-Platonik dan Aristote.
Bahkan sekalipun al-Kindi dan al-Ghazali
mengkritik teori penciptaan alam, maka kritik al-Kindi dan al-Ghazali itu pun,
kata mereka, diambil dari Philoponus. Teori usul fikih diambil dari logika
Aristoteles. Kalam Asy'ari apalagi Mu'tazilah berasal dari filsafat Yunani. Sufi
berasal dari Neo-Platonik. Nihil novum sub sole! (Nothing is new under the sun).
Mereka juga mengklaim, bahwa infiltrasi terhadap Islam, dari versi Yahudi dan
Kristen, sudah ada sejak Islam muncul. Makanya, Muhammad itu bukan ummi. Ia
membuat ajaran Islam dari apa yang ia baca dan dengar. Untuk menyebarluaskan
pola pikir semacam itu, maka para orientalis dan misionaris itu juga membuat
jurnal, ensiklopedia, bahkan universitas-universitas.
Khususnya studi
tentang Islam dalam versi dan cara pandang mereka. Berdirilah, misalnya,
Fakultas School of Oriental Studies, di American University, Kairo, pada tahun
1921. Fakultas ini dirancang dan digagas di United Kingdom pada 1910 oleh Zwemer
dan kawan-kawan. Kairo dipilih karena pusat literatur dan peradaban Arab ada di
situ. Datanglah Snouck Hurgronje ke Makkah dan bergaul dengan para syekh di
sana. Terbitlah berbagai jurnal level internasional yang sibuk mengkaji Islam.
Berdirilah berbagai pusat studi Islam di Eropa dan Amerika. Dikirimlah calon
para pemikir Muslim dengan berbagai santunan, beasiswa untuk belajar tentang
Islam. Kita tidak perlu apriori terhadap semua yang datang dari luar Islam.
Al-Quran telah memberikan contoh, bagaimana menyebutkan hal-hal yang
sama dengan yang ada dalam tradisi Kristen, Yahudi, bahkan jaihiliyah Arab,
tetapi al-Quran memberikan konsep baru dan sekaligus mengkritik keras berbagai
konsep Yahudi-Kristen. Jika Yahudi-Kristen menggambarkan dalam Bibel mereka,
bahwa Daud dan Luth adalah pezina kelas berat, maka al-Quran menyebutkan, bahwa
mereka adalah nabi-nabi Allah yang saleh. Para ulama kita sudah maklum akan hal
ini. Bahkan, para ulama Islam, pun selama berabad-abad telah melakukan
usaha-usaha kritis dalam mengkaji dan mengadopsi unsur-unsur asing, tanpa
membongkar hal-hal yang asasi dalam Islam.
Tetapi, pola kajian
orientalis-misionaris biasanya mencoba mengaburkan banyak hal. Pendekatan
historis-kritis yang sudah sangat mapan dalam tradisi kajian Bibel dikacaukan
dengan konsep asbab an-nuzul dalam kajian al-Quran. Dalam kajian sejarah, konsep
'teokrasi' Kristen dikacaukan dengan konsep 'khilafah' Islam. Bahkan, kajian
'Textual Criticism' terhadap Bibel juga kemudian diaplikasikan terhadap
al-Quran. Ujung-ujungnya, adalah membongkar konsep al-Quran sebagai kalam Allah.
Seolah-olah, semua itu, menggambarkan apa yang disabdakan Rasululah SAW, jika
'Yahudi-Nasrani' masuk ke lobang biawak, maka Muslim pun ikut juga. Jika mereka
merusak agama mereka sendiri, ada saja kalangan Muslim yang ikut-ikutan.
Berderet karya-karya sarjana Bibel yang mengkaji secara kritis tentang
otentisitas teks-teks Bibel.
Banyak karya bisa dirujuk, seperti karya
Prof Bruce M Metzger, The Text of the New Testament: Its Transmission,
Corruption, and Restoration. Juga karyanya, A Textual Commentary on the Greek
New Testament, dan juga The Canon of the New Testament: Its Origin, Development
and Significance. Begitu juga karya Robert R Wilson Sociological Approaches to
the Old Testament, dan Edgard Krentz The Historical-Critical Method.
Pendekatan-pendekatan tersebut telah digunakan oleh Theodor Noldeke, F Schwally,
Gotthelf Bergstrasser, Otto Pretzl, Edward Sell, Arthur Jeffery, John
Wansbrough, dan lain-lain. Sell, misalnya, mengelaborasi gagasannya tentang
studi kritis historisitas al-Quran di dalam karyanya Historical Development of
the Quran yang diterbitkan pada tahun 1909 di Madras, India.
Sell
menyeruh kalangan misionaris keristen ketika mengkaji Islam,supaya fokus kepada
historitas al-Quran. Menurut Sell, kajian kritis-historis al-Quran bisa
dilakukan dengan menggunakan metodologi analisa bibel (Biblical criticism).
Merealisasikan idenya, Sell sendiri sudah menggunakan metodologi higher
criticism. Sebelum Sell, Noldeke, ikut lomba penulisan esay tentang
kritis-historis al-Quran, yang diadakan di Paris dan ia menang. Saat itu, ia
masih berumur 20 tahun. Karyanya Geschichte des Qorans (Sejarah al-Quran)
dipublikasikan tahun 1860. Karya ini selanjutnya dilengkapi oleh F Schwally,
Bergstrasser, dan Pretzl. Mereka menyelesaikan buku kritis-historis al-Quran
selama kurang lebih 68 tahun.
Jeffery ikut juga mengaplikasikan
pendekatan-pendekatan tersebut. Hasilnya, Jeffery ingin menggagas al-Quran edisi
kritis (a critical edition of the Koran). Latar belakang sejarah dan pemikiran
ini perlu dipahami, agar dipahami, bahwa usaha untuk 'meruntuhkan' bangunan
Islam tidaklah pernah berhenti. Dari bentuk yang sangat kasar, seperti yang
dilakukan Salman Rushdi, sampai yang sangat halus, melalui infiltrasi pemikiran
berbaju Islam. Tentu akan berbeda dampaknya, jika propagandis 'Teori-Pengaruh'
itu adalah Geiger yang Yahudi dengan 'Abdul' 'yang nongkrong di organisasi
Islam. Meskipun sumbernya dia-dia juga. (RioL)
darussalam- Co-Administrator
-
Posts : 411
Kepercayaan : Islam
Location : Brunei Darussalam
Join date : 25.11.11
Reputation : 10
Similar topics
» orientalisme dalam kajian islam
» Kajian moral dan hukum Islam dalam pernikahan
» Ruh/spirit kekerasan dalam ISLAM part #2
» reaksi islam terhadap orientalisme
» Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
» Kajian moral dan hukum Islam dalam pernikahan
» Ruh/spirit kekerasan dalam ISLAM part #2
» reaksi islam terhadap orientalisme
» Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik