Nubuat Daniel, Remuknya dogma kekristenan
Halaman 1 dari 1 • Share
Nubuat Daniel, Remuknya dogma kekristenan
Kitab Daniel merupakan salah satu kitab yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Kitab Daniel terdiri dari 12 pasal, di mana Pasal 1-7 ditulis dengan bahasa Aram (Aramaic), sedangkan Pasal 8-12 ditulis dengan bahasa Ibrani. Namun pada perkembangan selanjutnya, untuk Pasal 1 kemudian juga ditulis dengan menggunakan bahasa Ibrani.
Kali ini kita akan menelaah salah satu nubuat dalam Bible dengan penafsiran yang bisa dikatakan sangat berbeda dengan tafsir kalangan Gereja lainnya namun keotentikan dan kekredibilitas kebenaran makna nubuatnya tidak akan kalah dari tafsir para ahli Alkitab tersebut semacam John Collin, Young, Stuart mau pun Langrange. Pada dasarnya metode tafsir yang digunakan hampir sama dengan cara tafsiran Gereja, melalui proses analisa makna kata per kata, proses sintesa yaitu analisa keterkaitan makna kata yang satu dengan yang lain, serta kajian aspek histori dan ditambah dengan melihat realitas empirisnya. Mungkin letak perbedaannya hanya lebih pada kekritisan dalam pemahaman dan keterbukaan dalam mengetahui kebenaran.
Mengapa tafsiran dalam nubuat ini akan begitu penting? Karena jika makna nubuat berikut dapat ditafsirkan dengan benar, maka hal ini akan sukses mengguncang sisi keimanan Kristiani dan penggenapannya akan menjadi ketakutan terbesar bagi setiap pribadi Kristen yang selama ini berpayung dalam dogma Gereja. Dan nubuat menarik yang dimaksud akan dapat membahayakan nalar kritis Kristiani dan memukau nalar kritis umat lain tersebut terdapat pada Kitab Daniel, tepatnya Daniel 2:30-35.
Kitab Daniel Dan Mimpi Raja Nebukadnezar
Sebagaimana halnya seperti Kitab Wahyu yang terdapat dalam Perjanjian Baru, maka di dalam Kitab Daniel ini banyak memuat hal-hal yang berkaitan dengan penglihatan-penglihatan atau nubuat-nubuat tentang masa depan yang banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran dan keyakinan umat Kristiani. Bagi Kristiani, nubuat dalam Bible senantiasa terjadi dan menurut mereka hal inilah yang membuktikan kebenaran Bible, meskipun sejujurnya kebanyakan nubuat dalam PL yang seakan digenapi dalam PB terutama nubuat mengenai Yesus adalah distorsi dan kebohongan oknum penulis Injil Kanonik untuk meluluskan doktrin kepercayaan mereka tentang kedatangan dan takdir Yesus di dunia.
Sekarang kita akan fokus mengungkap makna nubuat dalam Daniel 2:30-35, berikut kutipan lengkap ayatnya:
Daniel 2:30-35
2:30 Adapun aku, kepadaku telah disingkapkan rahasia itu, bukan karena hikmat yang mungkin ada padaku melebihi hikmat semua orang yang hidup, tetapi supaya maknanya diberitahukan kepada tuanku raja, dan supaya tuanku mengenal pikiran-pikiran tuanku.
2:31 Ya raja, tuanku melihat suatu penglihatan, yakni sebuah patung yang amat besar! Patung ini tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak di hadapan tuanku, dan tampak mendahsyatkan.
2:32 Adapun patung itu, kepalanya dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga,
2:33 sedang pahanya dari besi dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat.
2:34 Sementara tuanku melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk.
2:35 Maka dengan sekaligus diremukkannyalah juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu, dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan. Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi.
Dasar nubuat diatas adalah penglihatan dalam mimpi Raja Nebukadnezar, makna mimpi tersebut kemudian ditanyakan Raja Nebukadnezar kepada Daniel, yang juga merupakan salah seorang penasehat Raja dan dipercaya sebagai Nabi. Daniel pun kemudian memberitahukan makna mimpi itu, dalam tafsirnya Daniel mengatakan bahwa di masa yang akan datang akan ada empat kerajaan yang akan mengalami kehancuran atau runtuh secara bergiliran. Dan kemudian akan muncul kerajaan kelima yang akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, dan kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya.
Empat kerajaan yang akan mengalami kehancuran tersebut terdiri dari: Pertama, kerajaan "emas", yang juga merupakan kerajaan Raja Nebukadnezar (Babylonia) sendiri, dan memang kerajaan tersebut akhirnya hancur dan konon Raja Nebukadnezar kemudian sakit dan mengalami gangguan jiwa selama 7 tahun; kemudian yang kedua adalah kerajaan "perak"; ketiga kerajaan "tembaga" dan yang keempat adalah kerajaan "besi dan tanah liat". Namun demikian, untuk tafsir kerajaan yang kedua, ketiga, keempat dan kemunculan kerajaan yang kelima, Daniel tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Hal itulah yang kemudian mendorong para ahli tafsir Alkitab di kalangan Kristiani terus berusaha mengidentifikasi tentang 3 kerajaan yang akan hancur secara bergiliran tersebut, dan juga mengidentifikasi kemunculan 1 kerajaan yang akan tetap berdiri untuk selama-lamanya.
Jika kita perhatikan sebagaimana penglihatan lainnya dalam Bible, mimpi Raja Nebukadnezar tersebut penuh dengan alegori atau metafora, mimpi yang penuh simbologi namun dipercaya sebagai nubuat dan merujuk kesesuatu yang nyata. Sehingga untuk mengetahui kebenaran makna mimpi tersebut tidak cukup dengan melihat sejarah historis, tapi harus dengan penuh kekritisan tinggi untuk menyibak berbagai makna yang dimaksud dalam penglihatan sang Raja.
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa pemaparan telaahan Kitab Daniel 2:30-35 berikut akan disajikan dalam perspektif yang baru dan berbeda dengan tafsiran para ahli Alkitab dari kalangan Kristiani umumnya. Kalau para ahli Alkitab lebih fokus pada upaya untuk menafsirkan makna kata "kerajaan", maka disini kita justru akan lebih fokus pada upaya menelaah makna kata "patung" yang sesungguhnya merupakan substansi hikmat dari mimpi Raja Nebukadnezar itu sendiri.
Jadi, kalau para ahli Alkitab dari kalangan Kristiani senantiasa berupaya mencari kerajaan apa yang dinubuatkan hancur tersebut, maka disini justru akan digali inti cerita yang menjadi mimpi Raja Nebukadnezar itu sendiri, yaitu makna kata "patung, karena sebagaimana yang tertulis pada Kitab Daniel 2:30-35, Raja Nebukadnezar sesungguhnya tidak bermimpi tentang sebuah kerajaan yang mengalami kehancuran, tetapi dia bermimpi tentang sebuah patung yang remuk oleh sebuah batu. Dan kita akan menyibak apa yang terkandung sebenarnya dari simbologi patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar tersebut.
Penglihatan Raja Bukan Menubuatkan Kerajaan
Sekarang kita mulai dari Daniel 2:30
Daniel 2:30 Adapun aku, kepadaku telah disingkapkan rahasia itu, bukan karena hikmat yang mungkin ada padaku melebihi hikmat semua orang yang hidup, tetapi supaya maknanya diberitahukan kepada tuanku raja, dan supaya tuanku mengenal pikiran-pikiran tuanku.
Kalimat: "...bukan karena hikmat yang mungkin ada padaku melebihi hikmat semua orang yang hidup..."
Kalau kita cermati secara seksama, kalimat tersebut sesungguhnya menyiratkan bahwa kita sebenarnya masih diberikan peluang dan keleluasaan untuk dapat menafsirkan atau menelaah makna mimpi Raja Nebukadnezar lebih lanjut, bahkan sangat dimungkinkan bahwa hasil tafsiran/telaahan kita justru akan lebih deskriptif dan lebih bermakna dibandingkan dengan tafsiran Nabi Daniel atas mimpi Raja Nebukadnezar tersebut.
Kalimat: "...tetapi supaya maknanya diberitahukan kepada tuanku raja, dan supaya tuanku mengenal pikiran-pikiran tuanku..."
Kalimat tersebut sesungguhnya juga menjelaskan bahwa fungsi tafsir yang disampaikan oleh Nabi Daniel semata-mata hanyalah berfungsi untuk mengingatkan atau memberikan "warning and attention" kepada Raja Nebukadnezar bahwa kerajaan, kekuasaan, kekuatan dan kemakmuran yang telah miliki oleh Raja Nebukadnezar hanyalah bersifat sementara dan suatu saat pasti akan sirna.
Peringatan itu memang patut untuk diberitahukan kepada Raja Nebukadnezar karena memang pada saat itu dalam pikiran dan relung hati Raja Nebukadnezar telah mulai timbul sifat-sifat buruk dan tidak terpuji yang akhirnya membuat Raja Nebukadnezar menjadi sosok seorang penguasa yang sombong. Hal itu dimaksudkan agar Raja Nebukadnezar mampu mengenal pikiran-pikiran-nya sendiri dan memahami gejolak relung hatinya yang sudah mulai berlaku sombong agar kembali sadar bahwa kerajaan dan kekuasaan yang dimiliki oleh seorang manusia, siapapun, di manapun, kapanpun dan semegah apa pun sesungguhnya tidaklah abadi karena Kerajaan dan Kekuasaan yang mutlak dan abadi hanya-lah milik Allah, Tuhan Pencipta Alam.
Jadi, kata kerajaan pada tafsir Nabi Daniel (Kitab Daniel 2:37-45) bukanlah sebuah kata sentral yang perlu ditafsirkan kembali maknanya, karena kata kerajaan tersebut hanya berfungsi sebagai tamsil dalam konteks ke-kini-an pada saat itu, yaitu ketika Nabi Daniel mengingatkan Raja Nebukadnezar agar tidak sombong. Kata "kerajaan" bukanlah merupakan sebuah kata yang mengandung makna nubuat atau ramalan-ramalan tentang adanya 4 kerajaan tertentu yang akan mengalami kehancuran dan munculnya 1 kerajaan yang akan berdiri untuk selama-lamanya di masa depan.
Menelaah Makna Mimpi Raja Nebukadnezar
Sekarang, jika ternyata penglihatan Raja Nebukadnezar bukanlah nubuat yang membicarakan masalah kerajaan pada umumnya, lantas apa makna sesungguhnya dari mimpi sang Raja? kita lanjutkan kajiannya.
Daniel 2:31: Ya raja, tuanku melihat suatu penglihatan, yakni sebuah patung yang amat besar! Patung ini tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak di hadapan tuanku, dan tampak mendahsyatkan.
Jika kita mencermati Kitab Daniel 2:31 tersebut di atas, maka tentu akan timbul beberapa pertanyaan. Mengapa Raja Nebukadnezar harus bermimpi tentang sebuah patung? Bukankah Nebukadnezar adalah seorang Raja? Mengapa dia tidak bermimpi saja tentang istananya yang runtuh? Atau bermimpi tentang singgasananya yang ambruk? Atau tentang mahkotanya yang jatuh? Dalam Kitab Daniel 2:37-45 diceritakan bahwa patung tersebut akhirnya remuk karena tertimpa sebuah batu.
Lalu apakah makna patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar tersebut merupakan tamsil atau metafora atau sebuah alegori? Apakah merupakan tamsil dari hegemoni sebuah kerajaan atau negara? Ataukah merupakan tamsil dari hegemoni sebuah kekuasaan seorang raja atau kepala negara secara pribadi? Ataukah bahkan mungkin merupakan tamsil dari hegemoni sebuah isme atau agama tertentu?
Jika kita cenderung lebih kritis, maka makna kata "patung" dalam mimpi Raja Nebukadnezar sesungguhnya merupakan simbol yang mencerminkan hegemoni sebuah keyakinan agama. Mengapa patung mesti dikaitkan dengan simbol hegemoni sebuah keyakinan agama? Karena sudah mulai sejak zaman megalitikum sampai dengan zaman sekarang ini, hampir semua agama di dunia ini melakukan ritual peribadatan kepada sesembahannya melalui simbol-simbol dalam bentuk sebuah patung (kecuali Islam, yang tidak pernah menyimbolkan Tuhannya (Allah) dengan simbol sebuah patung).
Lihat saja pada agama-agama yang masih eksis hingga saat sekarang ini; Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, Shinto dan lain-lainya, semua memiliki simbol-simbol ketuhanan masing-masing di mana sudah lazim patung-patung sesembahannya diletakkan ditempat peribadatan. Contohnya patung Yesus Kristus selalu terpasang di setiap gereja dan katedral. Di dalam ilmu anthropologi, faham yang menyimbolkan Tuhan dalam bentuk sebuah patung dan manusia disebut sebagai anthropomorphisme, atau faham yang mempersonifikasikan Tuhan sebagaimana layaknya seperti bentuk manusia atau benda tertentu. Kalau makna patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar, yang terlihat amat besar, tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak dan nampak mendahsyatkan itu, adalah mencerminkan simbol hegemoni sebuah keyakinan agama, lantas simbol hegemoni sebuah keyakinan agama apakah itu?
Daniel 2:32 Adapun patung itu, kepalanya dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga,
Dari Kitab Daniel 2:32 tersebut di atas, terdapat rangkaian kata yang perlu kita maknai agar kita mampu menangkap hikmat atau makna tersembunyi yang dimaksudkan dalam mimpi Raja Nebukadnezar tersebut.
Kalimat: "...kepalanya dari emas tua,..."
Kata "kepala", merupakan bagian tubuh yang terletak pada posisi paling atas dan merupakan identitas utama yang pertama kali dapat dikenali oleh orang lain, karena pada kepala itulah terdapat wajah kita.
Kata "emas tua", merupakan sebuah logam yang melambangkan suatu kemuliaan, sedangkan kata "tua" merupakan kata komplementasi yang menegaskan bahwa kemuliaan tersebut merupakan kemuliaan yang amat sangat tinggi. Dan kemuliaan tertinggi yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia dalam konteks ini adalah agama. Kata "tua" juga dapat dialamatkan kepada makna sangat lama, sehingga jika disatukan maka kemuliaan dari Tuhan tersebut sudah ada sejak lama dan kembali lagi maknanya merujuk kepada bentuk agama.
Jadi, kalimat "kepalanya dari emas tua," memiliki makna bahwa orang-orang mengenalnya sebagai sebuah Agama.
Kalimat: "...dada dan lengannya dari perak,..."
Kata "dada", merupakan bagian tubuh yang melambangkan suatu diri yang hidup, karena di dalam dada inilah terdapat organ pokok penyokong kehidupan, yaitu jantung dan paru-paru. Yang dimaksud suatu diri yang hidup dalam konteks ini, artinya manusia.
Kata "lengan", merupakan bagian tubuh yang paling banyak melakukan aktifitas hidup, hampir semua aktifitas hidup selalu melibatkan bagian tubuh ini. Bagian tubuh ini juga merupakan organ pokok yang digunakan dalam aktifitas menghitung (lengan, tangan, jari-jari), sehingga dalam hal ini, kata "lengan" juga melambangkan sesuatu yang banyak.
Kata "perak", merupakan sebuah logam yang sejak zaman dahulu banyak digunakan sebagai bahan baku untuk membuat perlengkapan peribadatan yang dipakai oleh para penganut dalam setiap kegiatan ritual keagamaan. Misalnya: bokor-bokor untuk persembahan atau sesaji, bejana-bejana untuk air suci, piala/cangkir untuk anggur atau darah korban, nampan/piring untuk roti, tatakan/alas untuk lilin, genta/lonceng kecil dan sebagainya.
Jadi, kalimat "dada dan lengan-nya dari perak," memiliki makna bahwa agama tersebut memiliki jumlah penganut yang sangat besar atau terbesar di dunia dibandingkan dengan jumlah pemeluk agama-agama lainnya.
Kalimat: "...perut dan pinggang-nya dari tembaga..."
Kata "perut", merupakan bagian tubuh yang melambangkan suatu kemakmuran atau kesejahteraan, karena di dalam perut inilah makanan dan minuman yang masuk dicerna, diolah dan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Bagian tubuh inilah yang memasok gizi dan nutrisi makanan yang digunakan untuk menopang kehidupan.
Kata "pinggang", merupakan bagian tubuh yang melambangkan sebuah kekuatan, karena didalamnya terdapat tulang panggul dan tulang ekor sebagai tempat bertumpunya tulang punggung atau tulang belakang sehingga merupakan tumpuan tubuh bagian atas.
Kata "tembaga", merupakan sebuah logam yang pada zaman dahulu banyak digunakan sebagai bahan baku uang logam. Uang logam dari bahan tembaga ini merupakan uang logam yang paling banyak jumlahnya (dibandingkan dengan jumlah uang logam dari emas mau pun perak) dan dipastikan hampir dapat dimiliki oleh semua kalangan, baik itu dimiliki oleh raja, keluarga raja, para bangsawan, prajurit kerajaan, saudagar-saudagar, pelaut, petani mau pun rakyat jelata. Logam ini melambangkan suatu pendanaan atau sumber keuangan.
Jadi, kalimat "perut dan pinggang-nya dari tembaga", memiliki makna bahwa agama tersebut merupakan agama yang secara individu (pemeluknya) maupun secara kelembagaan sangat kuat dan memiliki tingkat kemakmuran atau kesejahteraan yang baik, karena didukung oleh sumber pendanaan atau sumber keuangan yang sangat besar.
Daniel 2:33 sedang pahanya dari besi dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat.
Kalimat: "...paha-nya dari besi..."
Kata "paha", merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi utama untuk memulai sebuah pergerakan atau mobilitas. Agar seseorang dapat bergerak, berjalan, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, pasti selalu diawali oleh bergeraknya paha baik terangkat untuk maju, mundur atau diangkat ke atas dan kebawah. Jadi semua pergerakan seseorang dari satu titik ke titik yang lainnya sangat bergantung pada pergerakan paha, karena jika paha tidak bergerak maka sangat sulit seseorang dapat melakukan sebuah pergerakan. Jadi, "paha disini melambangkan sesuatu yang menggerakkan atau sesuatu yang menyokong kelangsungan dan eksistensi sebuah agama, agar dapat tetap eksis dan dapat berkembang biak di seluruh dunia.
Dalam konteks ini, maka yang dimaksud dengan "sesuatu yang menggerakkan" atau "sesuatu yang menyokong eksistensi" sebuah agama, adalah lembaga-lembaga keagamaan yang menanungi-nya (misalnya Dewan Gereja/Konsili, PGI, KWI, Kepausan, Keuskupan atau Bishop) dan individu-individu aktivis pergerakan agama (misalnya pendeta, pastur, suster, missionaris, dan penginjil).
Kata "besi", merupakan sebuah logam yang termasuk kategori logam paling kuat jika dibandingkan dengan logam-logam lainnya. Sehingga sudah sejak zaman dahulu kala, besi banyak digunakan sebagai bahan baku untuk membuat berbagai macam peralatan, terutama peralatan untuk perang. Misalnya untuk bahan baku pembuatan pedang, anak panah, mata tombak, pisau belati, bedil, baju besi, kereta kuda untuk perang dan sebagainya. "Besi" melambangkan sesuatu yang sangat kuat atau alat yang sangat kuat.
Jadi, kalimat "pahanya dari besi," mempunyai makna bahwa agama tersebut merupakan sebuah agama yang memiliki alat (lembaga keagamaan) yang pengaruhnya sangat kuat, dalam hal menentukan kebijakan-kebijakan yang dijadikan sebagai landasan keimanan dan merupakan mesin utama yang menggerakkan misi penyebaran agama serta merupakan pilar terpenting yang mpenyokong kelangsungan/eksistensi agama tersebut.
Kalimat: "...dengan kaki-nya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat..."
Kalimat diatas, merupakan kalimat yang paling crusial dan sangat tajam yang akan dapat mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan yang tepat tentang identitas sebuah agama yang dimaksud dalam tafsir mimpi Raja Nebukadnezar tersebut.
Sebagai orang yang terbiasa melakukan suatu analisa dan terbiasa untuk berpikir secara kritis maka dengan membaca kalimat di atas, tentu akan timbul beberapa pertanyaan dalam benaknya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain, mengapa kakinya harus terbuat dari bahan campuran antara besi dan tanah liat, kenapa bukan campuran dari bahan lainnya? Mengapa harus kakinya yang terbuat dari bahan campuran antara besi dan tanah liat, kenapa bukan kepala-nya saja, atau dada dan lengan-nya saja, atau perut dan pinggang-nya saja? Untuk mengetahuinya kita lanjutkan telaahan berikutnya.
Kata "kaki", merupakan bagian tubuh yang memilki fungsi sebagai tumpuan atau sebagai pondasi bagi keseluruhan tubuh. Kemampuan seseorang untuk dapat berdiri tegak dan kuat sangat tergantung pada kekuatan pijakan kaki yang dimiliki. Dalam konteks ini, maka sesuatu yang merupakan pondasi atau ajaran pokok sebuah agama, adalah berkaitan dengan dogma ketuhanan agama tersebut.
Kata "besi", sebagaimana telah diuraikan di atas, merupakan logam yang melambangkan alat yang sangat kuat atau melambangkan sebuah lembaga keagamaan yang sangat kuat, yaitu semisal Dewan Gereja (Konsili), PGI, KWI, Kepausan, Keuskupan atau Bishop.
Kata "tanah liat", merupakan tempat di mana kita berpijak, tanah liat dapat juga mengandung arti sebagai sebuah teritori atau sebuah wilayah. Dalam terminologi ilmu tata negara, kata "tanah liat" melambangkan suatu daerah kekuasaan atau wilayah pemerintahan, dimana dalam setiap wilayah tentu terdapat pemerintah atau penguasa yang berotoritas. Oleh karena itu, kata "tanah liat" dapat juga melambangkan sebuah pemerintahan atau melambangkan seorang penguasa sebuah kerajaan, kekaisaran atau negara.
Jadi, kalimat "dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat", memiliki makna bahwa pondasi agama tersebut, atau dogma ketuhanan agama tersebut merupakan hasil kesepakatan atau hasil kompromi antara kebijakan sebuah Lembaga Agama (Konsili) dengan kehendak seorang penguasa yang memegang otoritas pemerintahan pada saat kesepakatan tersebut dibuat. Di mana tentunya masing-masing pihak (Lembaga Agama dan Penguasa) memiliki kepentingan yang harus sama-sama diakomodir dalam kesepakatan.
Berdasarkan hasil telaahan, sudah sangat jelas kesimpulan bahwa makna "patung" dalam mimpi Raja Nebukadnezar sesungguhnya merupakan simbol yang mencerminkan hegemoni sebuah keyakinan agama. Sebelum kita bahas lebih lanjut mengenai kelanjutan nubuat Daniel ini, telebih dahulu kita ringkas kesimpulan yang telah kita dapatkan saat ini untuk mempertajam apa makna yang terkandung dalam Daniel 2:31-33. Agar lebih mudah dalam mengidentifikasi sosok patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar, berikut ini pemaparan ringkasan telaahan Daniel 2:31–33 seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Daniel 2:31 Ya raja, tuanku melihat suatu penglihatan, yakni sebuah patung yang amat besar! Patung ini tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak di hadapan tuanku, dan tampak mendahsyatkan.
Ayat di atas memiliki makna bahwa Agama ini secara visualisasi menampakkan sebuah kemegahan, memperlihatkan suatu kebesaran, menampakkan sebuah kekuatan yang seolah tak tertandingi, sehingga sangat menggoda manusia mula-mula yang mengenalnya untuk masuk ke dalamnya karena besarnya kekuasaannya.
Daniel 2:32 Adapun patung itu, kepalanya dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga,
Ayat di atas memiliki makna bahwa Agama ini dikenal orang sebagai agama yang memiliki jumlah pemeluk terbesar di dunia dan merupakan agama yang secara individu (dari sisi penganut) maupun secara kelembagaan sangatlah kuat dan memiliki tingkat kemakmuran atau kesejahteraan yang sangat baik, karena didukung oleh sumber pendanaan atau sumber keuangan yang sangat besar.
Daniel 2:33 sedang pahanya dari besi dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat.
Dan, ayat di atas memiliki makna bahwa Agama ini memiliki alat (lembaga keagamaan) yang pengaruhnya sangat kuat dalam hal menentukan kebijakan-kebijakan yang dijadikan sebagai landasan keimanan dan merupakan mesin utama yang menggerakkan misi penyebaran agama serta merupakan pilar terpenting yang menyokong kelangsungan dan eksistensi agama tersebut.
Dan agama ini, memiliki pondasi agama atau dogma ketuhanan yang merupakan hasil kesepakatan atau hasil kompromi antara kebijakan sebuah Lembaga Agama/Konsili dengan kehendak Seorang Penguasa yang memegang kekuasaan pemerintahan pada saat kesepakatan tersebut dibuat. Di mana tentunya masing-masing pihak (Lembaga Agama dan Sang Penguasa) tersebut memiliki kepentingan yang harus sama-sama diakomodir dalam kesepakatan itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pondasi agama atau dogma ketuhanan agama tersebut merupakan hasil sinkretisme antara dua kepentingan dari dua pihak yang sesungguhnya berbeda.
Setelah kita membaca dan mencermati uraian sebagaimana dimaksud di atas, maka pertanyaan yang timbul berikutnya adalah:
1. Agama apakah yang memiliki jumlah pemeluk terbesar di dunia ini?
2. Agama apakah yang memiliki sumber pendanaan atau sumber keuangan yang sangat besar itu?
3. Agama apakah yang memiliki lembaga-lembaga keagamaan yang sangat kuat pengaruhnya terhadap jemaat-nya dan merupakan kekuatan utama yang menyokong eksistensi agama tersebut?
4. Agama apakah yang memiliki pondasi agama atau dogma ketuhanan, yang merupakan hasil sinkretisme antara dua kepentingan dari duapihak yang sesungguhnya berbeda?
Jika kita memiliki nalar yang sehat dan jernih serta kita mengerti tentang konstelasi zaman dan sejarah agama-agama di dunia ini, maka tentulah kita dengan mudah dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Dan jawabannya hanyalah satu, yaitu agama: "KRISTEN". Karena hanya Kristen lah yang sesungguhnya dapat memenuhi secara keseluruhan dari 4 kriteria tersebut di atas.
Kita telah menemukan suatu kesimpulan yang mengejutkan, bahwa sesungguhnya apa yang dimimpikan Raja Nebukadzar mengenai patung yang penuh dengan simbologi tersebut, adalah penglihatan mengenai ke-Kristen-an dengan sejarah dan dogmanya.
Korelasi Nubuat Dengan Dogma Trinitas
Sekedar untuk melengkapi penjelasan maksud dalam tafsir Daniel 2:33, pada kalimat "...dengan kaki-nya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat...", sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka memiliki makna sebagai sebuah pondasi agama atau lebih tepatnya sebagai dogma ketuhanan yang merupakan hasil kolaborasi antara Lembaga Agama atau Konsili dengan Seorang Penguasa, berikut ulasan yang berkaitan dengan adanya sebuah fakta historis tentang terbentuknya dogma ketuhanan agama Kristen, yaitu sejarah terciptanya doktrin Trinitas.
Cikal-bakal terciptanya Doktrin Trinitas tersebut sesungguhnya terjadi pada tahun 325 M, yaitu pada saat Konsili Nicaea (Sidang Dewan Gereja Nicaea) Pertama yang diselenggarakan di Nicaea, Bithynia (sekarang İznik di Turki) atas prakarsa Seorang Penguasa Romawi ketika itu, yaitu Kaisar Konstantin Agung dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi dari sebuah sinode yang dipimpin oleh Hosius, seorang uskup dari Kordoba. Kaisar Konstantin Agunglah yang berinisiatif mengundang para uskup dari seluruh keuskupan yang berada di wilayah pengaruh kekuasaannya. Dan dialah yang kemudian juga berperan aktif ikut memimpin jalannya sidang-sidang dalam konsili tersebut.
Keterlibatan Kaisar Konstantin Agung di dalam menghimpun dan ikut memimpin jalannya sidang tersebut, sesungguhnya menandakan adanya kendali kekaisaran atas Gereja, dan mencerminkan adanya campur tangan kepentingan politik (kepentingannya Kaisar Konstantin Agung) dalam ranah keagamaan.
Perlu kita ketahui bersama bahwa pada saat itu kehidupan masyarakat di wilayah kekuasaan Kaisar Konstantin Agung masih sangat dipengaruhi oleh agama tradisional Romawi kuno, yaitu sebuah agama pagan yang menyembah Dewa Matahari (Dewa Sol Invectus - Dewa Matahari Tak Tertandingi). Dewa Matahari ini mempunyai seorang putra (Son of God), yang bernama Mithra. Mithra merupakan anak hasil hubungan intim antara Dewa Matahari (Sol Invectus) dengan seorang manusia. Dalam keyakinan agama pagan tersebut, Mithra diyakini lahir pada tanggal 25 Desember, kemudian dia mati terbunuh, dan jazad-nya dikuburkan di sebuah makam (goa batu). Pada hari ke 3 setelah kematiannya, dia pun bangkit (paskah) dan terangkat menuju sorga untuk kemudian bersemayam di sisi Bapa-nya, yaitu Dewa Sol Invectus.
Dan satu hal yang perlu kita garis bawahi bahwa ketika Konsili Nicaea diselenggarakan, Kaisar Konstantin Agung bukanlah seorang pemeluk Kristen Katolik, karena di samping dia itu merupakan seorang Kaisar, tetapi dia sesungguhnya juga sekaligus merupakan seorang Pemimpin Tertinggi agama pagan Sol Invectus.
Konsili Nicaea ini dihadiri oleh 318 uskup, yang terdiri dari 311 orang uskup dari gereja-gereja wilayah Timur (wilayah yang berbahasa Yunani) dan hanya dihadiri oleh 7 orang uskup dari gereja-gereja wilayah Barat (wilayah yang berbahasa Latin). Sedangkan 7 orang uskup dari gereja-gereja wilayah Barat tersebut adalah Hosius dari Kordoba, Cecilian dari Karthago, Mark dari Calabria, Nicasius dari Dijon, Donnus dari Stidon, Victor dan Vicentius mewakili Paus dari Vatikan Roma. Jumlah uskup yang hadir pada Konsili Nicaea tersebut sesungguhnya jauh dari jumlah secara keseluruhan uskup yang berada di wilayah kekuasaan Romawi, yang seluruhnya sekitar 1200 uskup.
Konsili Nicea ini diselenggarakan oleh Kaisar Konstantin Agung dalam rangka untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dalam Gereja Alexandria mengenai hakikat Yesus dalam hubungannya dengan Tuhan Bapa. Perlu digaris bawahi, bahwa pada Konsili Nicea ini Roh Kudus belum diakui secara resmi sebagai salah satu oknum Trinitas, hanya sebatas diakui keberadaanya saja. Ketuhanan Roh Kudus baru diakui pada Konsili Konstantinopel yang diadakan pada tahun 381 M. Konsili ini diprakarsai oleh Macedonius dan Teodonius yang menjadi kaisar pada saat itu. Pada saat itulah untuk pertama kalinya rumusan Tri Tunggal alias Trinitas terangkum jelas sebagai sebuah dogma ketuhanan, meskipun sesungguhnya tidak semua kalangan Kristen mula-mula menerimanya.
Nubuat Kehancuran Patung
Setelah mengetahui makna dari patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar, nubuat selanjutnya dalam Daniel 2:30-35 adalah mengenai kehancuran patung tersebut. Apakah yang dapat menyebabkan patung tersebut hancur? Hal apakah yang dapat membuat Kekristenan remuk dan binasa?
Daniel 2:34-35
2:34 Sementara tuanku melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk.
2:35 Maka dengan sekaligus diremukkannyalah juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu, dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan. Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi.
Kalau kita membaca Daniel 2:34-35 di atas dengan sikap kritis, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang cukup menggelitik yang perlu untuk segera dijawab. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:
1. Apa atau siapakah sebuah batu yang dimaksud dalam mimpi Raja Nebukadnezar tersebut?
2. Mengapa remuknya kaki patung tersebut harus karena tertimpa oleh sebuah batu? Melambangkan apakah sebuah batu tersebut?
3. Dan mengapa remuknya kaki patung tersebut bukan karena misalnya halilintar yang menyambar atau badai yang menghempas atau api yang melalap atau oleh sebab yang lainnya? Mengapa harus oleh sebuah batu yang menimpa?
4. Mengapa yang pertama tertimpa oleh sebuah batu tersebut harus bagian kakinya yang terbuat dari besi dan tanah liat dahulu? Mengapa bukan bagian kepalanya yang terbuat dari emas dahulu saja, atau dada dan lengannya yang terbuat dari perak, atau perut dan pinggangnya yang terbuat dari tembaga, atau bagian pahanya yang terbuat dari besi terlebih dahulu?
Daniel 2:34 Sementara tuanku melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk.
Kalimat: "...terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia,..."
Rangkaian kata tersebut memiliki makna bahwa sesuatu itu terjadi karena memang merupakan Kehendak dan sudah dalam Rencana Tuhan. Kata "tanpa perbuatan tangan manusia", ini menunjukkan bahwa sesuatu yang terjadi, atau yang datang, ataupun yang muncul ini, bukan karena kehendak nafsu manusia dan bukan pula karena sudah dalam rencana seorang manusia, tetapi sesungguhnya karena ada keterlibatan (invisible hand) dari Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Ghoib, yaitu Allah Yang Maha Esa. Dan sudah barang tentu Kehendak dan Rencana ini sengaja dipersembahkan oleh Allah kepada makhluk mulia yang dikasihiNya, yaitu umat manusia agar manusia senantiasa terjaga untuk tetap berada di dalam Ketauhidan atau KeTuhanan yang benar dan murni.
Kata "sebuah batu" merupakan sebuah benda alamiah yang berkarakter keras dan kuat serta bersifat natural atau alami. Ini sesungguhnya memiliki makna, bahwa sesuatu yang datang atas Kehendak Tuhan tersebut membawa nilai-nilai atau risalah (rule of law) yang keras dan tegas dan dalam penerapannya (law inforcement) pun menampakkan sebuah semangat yang sangat kuat.
Namun demikian, walau pun sesuatu ini memilki karakter yang keras dan kuat, tetapi di sisi lain sesuatu itu bersifat sangat natural dan alami, artinya nilai-nilai yang dibawa itu sesungguhnya sangat applicable dan sangat membumi. Sehingga nilai-nilai itu pun sangat tepat dan benar untuk dijadikan sebagai sandaran atau pedoman bagi seluruh umat manusia dalam rangka menjalani hidup (way of life) sebagai Khalifah di dunia ini agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti.
Kalimat: "...lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk..."
Rangkaian kata "...lalu menimpa patung itu,...", Rangkaian kata tersebut memiliki makna, bahwa sesuatu yang datang atas Kehendak Tuhan itu, sesungguhnya bertujuan atau dimaksudkan oleh Tuhan dalam rangka untuk mengoreksi atas seperangkat ajaran sebuah agama. Seperangkat ajaran yang telah diubah-ubah, dikelirukan, dan dipalsukan oleh tangan-tangan manusia di mana terjadinya perubahan itu, terjadinya kekeliruan itu dan terjadinya pemalsuan itu, adalah karena dilandasi oleh kehendak nafsu manusianya dan karena dilatarbelakangi oleh kebodohan manusianya, yaitu manusia yang berpegang dalam dogma ke-Kristen-an.
Rangkaian kata "...tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu,...", Rangkaian kata tersebut memiliki makna bahwa langkah koreksi yang pertama dan yang paling utama adalah berkaitan dengan sesuatu yang paling mendasar dan fundamental, yaitu tentu berkaitan dengan dogma ketuhanan agama tersebut. Karena bersumber dari perubahan, kekeliruan, pemalsuan dogma keagamaan inilah, yang kemudian akhirnya merusak seluruh sendi-sendi dan tatanan nilai yang ada di dalam agama tersebut. Artinya, bahwa kekeliruan utama yang ada di dalam agama Kristen tersebut, dan yang harus paling pertama dikoreksi, adalah Doktrin Trinitas.
Rangkaian kata "...sehingga remuk...", Rangkaian kata tersebut memiliki makna bahwa koreksi yang dilakukan terhadap Doktrin Trinitas itu akan memberikan inspirasi dan dorongan kepada sekalian manusia untuk segera bergegas menyelami dan mengkritisi dogma ketuhanan agama Kristen tersebut. Dan hal itu akan mengakibatkan terjadinya benturan-benturan keras, antara iman yang dilandasi oleh hati yang jernih dan benar dan dilatarbelakangi oleh akal sehat, dengan Doktrin Trinitas yang penuh dengan kekeliruan, khayalan dan kesesatan.
Dan benturan-benturan keras yang terjadi itu, akhirnya akan mengakibatkan Doktrin Trinitas akan mengalami kehancuran, baik dari sisi integritas mau pun dari sisi substansi yang akhirnya dengan seiring berjalannya waktu agama Kristen akan ditinggalkan oleh umatnya sendiri, karena sangat bertentangan dengan keimanan yang benar dan akal sehat manusia.
Hal tersebut di atas, sesungguhnya juga sekaligus merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan, mengapa sebuah batu itu harus menimpa tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu terlebih dahulu? Kenapa bukan menimpa kepalanya, dada dan lengannya, perut dan pinggangnya atau pahanya terlebih dahulu? Inilah sesungguhnya misi utama yang diemban oleh sesuatu yang diutus oleh Tuhan ke dunia ini, yaitu dalam rangka menyelamatkan akidah umat manusia dari kemusyrikan dan kesesatan yang telah nyata-nyata ada di depan mata.
Jadi, benturan-benturan yang terjadi tidaklah dalam artian benturan yang bersifat fisik, tetapi lebih tepat pada benturan-benturan yang bersifat dialogis pada tataran ideologis atau teologis. Karena benturan-benturan yang bersifat dialogis pada tataran ideologis theologis justru akan berdampak lebih mencerdaskan dan efektif, daripada benturan-benturan yang bersifat fisik yang lebih banyak menimbulkan kebencian, dendam dan kerusakan.
Lalu, sebenarnya siapakah yang dimaksud dengan sebuah batu tersebut, dan apa yang sesungguhnya dibawa olehnya, sehingga ia mampu meremukkan Doktrin Trinitas yang sudah ribuan tahun menjadi Dogma Ketuhanan bagi milyaran Kristiani di dunia ini?
Kali ini kita akan menelaah salah satu nubuat dalam Bible dengan penafsiran yang bisa dikatakan sangat berbeda dengan tafsir kalangan Gereja lainnya namun keotentikan dan kekredibilitas kebenaran makna nubuatnya tidak akan kalah dari tafsir para ahli Alkitab tersebut semacam John Collin, Young, Stuart mau pun Langrange. Pada dasarnya metode tafsir yang digunakan hampir sama dengan cara tafsiran Gereja, melalui proses analisa makna kata per kata, proses sintesa yaitu analisa keterkaitan makna kata yang satu dengan yang lain, serta kajian aspek histori dan ditambah dengan melihat realitas empirisnya. Mungkin letak perbedaannya hanya lebih pada kekritisan dalam pemahaman dan keterbukaan dalam mengetahui kebenaran.
Mengapa tafsiran dalam nubuat ini akan begitu penting? Karena jika makna nubuat berikut dapat ditafsirkan dengan benar, maka hal ini akan sukses mengguncang sisi keimanan Kristiani dan penggenapannya akan menjadi ketakutan terbesar bagi setiap pribadi Kristen yang selama ini berpayung dalam dogma Gereja. Dan nubuat menarik yang dimaksud akan dapat membahayakan nalar kritis Kristiani dan memukau nalar kritis umat lain tersebut terdapat pada Kitab Daniel, tepatnya Daniel 2:30-35.
Kitab Daniel Dan Mimpi Raja Nebukadnezar
Sebagaimana halnya seperti Kitab Wahyu yang terdapat dalam Perjanjian Baru, maka di dalam Kitab Daniel ini banyak memuat hal-hal yang berkaitan dengan penglihatan-penglihatan atau nubuat-nubuat tentang masa depan yang banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran dan keyakinan umat Kristiani. Bagi Kristiani, nubuat dalam Bible senantiasa terjadi dan menurut mereka hal inilah yang membuktikan kebenaran Bible, meskipun sejujurnya kebanyakan nubuat dalam PL yang seakan digenapi dalam PB terutama nubuat mengenai Yesus adalah distorsi dan kebohongan oknum penulis Injil Kanonik untuk meluluskan doktrin kepercayaan mereka tentang kedatangan dan takdir Yesus di dunia.
Sekarang kita akan fokus mengungkap makna nubuat dalam Daniel 2:30-35, berikut kutipan lengkap ayatnya:
Daniel 2:30-35
2:30 Adapun aku, kepadaku telah disingkapkan rahasia itu, bukan karena hikmat yang mungkin ada padaku melebihi hikmat semua orang yang hidup, tetapi supaya maknanya diberitahukan kepada tuanku raja, dan supaya tuanku mengenal pikiran-pikiran tuanku.
2:31 Ya raja, tuanku melihat suatu penglihatan, yakni sebuah patung yang amat besar! Patung ini tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak di hadapan tuanku, dan tampak mendahsyatkan.
2:32 Adapun patung itu, kepalanya dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga,
2:33 sedang pahanya dari besi dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat.
2:34 Sementara tuanku melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk.
2:35 Maka dengan sekaligus diremukkannyalah juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu, dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan. Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi.
Dasar nubuat diatas adalah penglihatan dalam mimpi Raja Nebukadnezar, makna mimpi tersebut kemudian ditanyakan Raja Nebukadnezar kepada Daniel, yang juga merupakan salah seorang penasehat Raja dan dipercaya sebagai Nabi. Daniel pun kemudian memberitahukan makna mimpi itu, dalam tafsirnya Daniel mengatakan bahwa di masa yang akan datang akan ada empat kerajaan yang akan mengalami kehancuran atau runtuh secara bergiliran. Dan kemudian akan muncul kerajaan kelima yang akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, dan kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya.
Empat kerajaan yang akan mengalami kehancuran tersebut terdiri dari: Pertama, kerajaan "emas", yang juga merupakan kerajaan Raja Nebukadnezar (Babylonia) sendiri, dan memang kerajaan tersebut akhirnya hancur dan konon Raja Nebukadnezar kemudian sakit dan mengalami gangguan jiwa selama 7 tahun; kemudian yang kedua adalah kerajaan "perak"; ketiga kerajaan "tembaga" dan yang keempat adalah kerajaan "besi dan tanah liat". Namun demikian, untuk tafsir kerajaan yang kedua, ketiga, keempat dan kemunculan kerajaan yang kelima, Daniel tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Hal itulah yang kemudian mendorong para ahli tafsir Alkitab di kalangan Kristiani terus berusaha mengidentifikasi tentang 3 kerajaan yang akan hancur secara bergiliran tersebut, dan juga mengidentifikasi kemunculan 1 kerajaan yang akan tetap berdiri untuk selama-lamanya.
Jika kita perhatikan sebagaimana penglihatan lainnya dalam Bible, mimpi Raja Nebukadnezar tersebut penuh dengan alegori atau metafora, mimpi yang penuh simbologi namun dipercaya sebagai nubuat dan merujuk kesesuatu yang nyata. Sehingga untuk mengetahui kebenaran makna mimpi tersebut tidak cukup dengan melihat sejarah historis, tapi harus dengan penuh kekritisan tinggi untuk menyibak berbagai makna yang dimaksud dalam penglihatan sang Raja.
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa pemaparan telaahan Kitab Daniel 2:30-35 berikut akan disajikan dalam perspektif yang baru dan berbeda dengan tafsiran para ahli Alkitab dari kalangan Kristiani umumnya. Kalau para ahli Alkitab lebih fokus pada upaya untuk menafsirkan makna kata "kerajaan", maka disini kita justru akan lebih fokus pada upaya menelaah makna kata "patung" yang sesungguhnya merupakan substansi hikmat dari mimpi Raja Nebukadnezar itu sendiri.
Jadi, kalau para ahli Alkitab dari kalangan Kristiani senantiasa berupaya mencari kerajaan apa yang dinubuatkan hancur tersebut, maka disini justru akan digali inti cerita yang menjadi mimpi Raja Nebukadnezar itu sendiri, yaitu makna kata "patung, karena sebagaimana yang tertulis pada Kitab Daniel 2:30-35, Raja Nebukadnezar sesungguhnya tidak bermimpi tentang sebuah kerajaan yang mengalami kehancuran, tetapi dia bermimpi tentang sebuah patung yang remuk oleh sebuah batu. Dan kita akan menyibak apa yang terkandung sebenarnya dari simbologi patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar tersebut.
Penglihatan Raja Bukan Menubuatkan Kerajaan
Sekarang kita mulai dari Daniel 2:30
Daniel 2:30 Adapun aku, kepadaku telah disingkapkan rahasia itu, bukan karena hikmat yang mungkin ada padaku melebihi hikmat semua orang yang hidup, tetapi supaya maknanya diberitahukan kepada tuanku raja, dan supaya tuanku mengenal pikiran-pikiran tuanku.
Kalimat: "...bukan karena hikmat yang mungkin ada padaku melebihi hikmat semua orang yang hidup..."
Kalau kita cermati secara seksama, kalimat tersebut sesungguhnya menyiratkan bahwa kita sebenarnya masih diberikan peluang dan keleluasaan untuk dapat menafsirkan atau menelaah makna mimpi Raja Nebukadnezar lebih lanjut, bahkan sangat dimungkinkan bahwa hasil tafsiran/telaahan kita justru akan lebih deskriptif dan lebih bermakna dibandingkan dengan tafsiran Nabi Daniel atas mimpi Raja Nebukadnezar tersebut.
Kalimat: "...tetapi supaya maknanya diberitahukan kepada tuanku raja, dan supaya tuanku mengenal pikiran-pikiran tuanku..."
Kalimat tersebut sesungguhnya juga menjelaskan bahwa fungsi tafsir yang disampaikan oleh Nabi Daniel semata-mata hanyalah berfungsi untuk mengingatkan atau memberikan "warning and attention" kepada Raja Nebukadnezar bahwa kerajaan, kekuasaan, kekuatan dan kemakmuran yang telah miliki oleh Raja Nebukadnezar hanyalah bersifat sementara dan suatu saat pasti akan sirna.
Peringatan itu memang patut untuk diberitahukan kepada Raja Nebukadnezar karena memang pada saat itu dalam pikiran dan relung hati Raja Nebukadnezar telah mulai timbul sifat-sifat buruk dan tidak terpuji yang akhirnya membuat Raja Nebukadnezar menjadi sosok seorang penguasa yang sombong. Hal itu dimaksudkan agar Raja Nebukadnezar mampu mengenal pikiran-pikiran-nya sendiri dan memahami gejolak relung hatinya yang sudah mulai berlaku sombong agar kembali sadar bahwa kerajaan dan kekuasaan yang dimiliki oleh seorang manusia, siapapun, di manapun, kapanpun dan semegah apa pun sesungguhnya tidaklah abadi karena Kerajaan dan Kekuasaan yang mutlak dan abadi hanya-lah milik Allah, Tuhan Pencipta Alam.
Jadi, kata kerajaan pada tafsir Nabi Daniel (Kitab Daniel 2:37-45) bukanlah sebuah kata sentral yang perlu ditafsirkan kembali maknanya, karena kata kerajaan tersebut hanya berfungsi sebagai tamsil dalam konteks ke-kini-an pada saat itu, yaitu ketika Nabi Daniel mengingatkan Raja Nebukadnezar agar tidak sombong. Kata "kerajaan" bukanlah merupakan sebuah kata yang mengandung makna nubuat atau ramalan-ramalan tentang adanya 4 kerajaan tertentu yang akan mengalami kehancuran dan munculnya 1 kerajaan yang akan berdiri untuk selama-lamanya di masa depan.
Menelaah Makna Mimpi Raja Nebukadnezar
Sekarang, jika ternyata penglihatan Raja Nebukadnezar bukanlah nubuat yang membicarakan masalah kerajaan pada umumnya, lantas apa makna sesungguhnya dari mimpi sang Raja? kita lanjutkan kajiannya.
Daniel 2:31: Ya raja, tuanku melihat suatu penglihatan, yakni sebuah patung yang amat besar! Patung ini tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak di hadapan tuanku, dan tampak mendahsyatkan.
Jika kita mencermati Kitab Daniel 2:31 tersebut di atas, maka tentu akan timbul beberapa pertanyaan. Mengapa Raja Nebukadnezar harus bermimpi tentang sebuah patung? Bukankah Nebukadnezar adalah seorang Raja? Mengapa dia tidak bermimpi saja tentang istananya yang runtuh? Atau bermimpi tentang singgasananya yang ambruk? Atau tentang mahkotanya yang jatuh? Dalam Kitab Daniel 2:37-45 diceritakan bahwa patung tersebut akhirnya remuk karena tertimpa sebuah batu.
Lalu apakah makna patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar tersebut merupakan tamsil atau metafora atau sebuah alegori? Apakah merupakan tamsil dari hegemoni sebuah kerajaan atau negara? Ataukah merupakan tamsil dari hegemoni sebuah kekuasaan seorang raja atau kepala negara secara pribadi? Ataukah bahkan mungkin merupakan tamsil dari hegemoni sebuah isme atau agama tertentu?
Jika kita cenderung lebih kritis, maka makna kata "patung" dalam mimpi Raja Nebukadnezar sesungguhnya merupakan simbol yang mencerminkan hegemoni sebuah keyakinan agama. Mengapa patung mesti dikaitkan dengan simbol hegemoni sebuah keyakinan agama? Karena sudah mulai sejak zaman megalitikum sampai dengan zaman sekarang ini, hampir semua agama di dunia ini melakukan ritual peribadatan kepada sesembahannya melalui simbol-simbol dalam bentuk sebuah patung (kecuali Islam, yang tidak pernah menyimbolkan Tuhannya (Allah) dengan simbol sebuah patung).
Lihat saja pada agama-agama yang masih eksis hingga saat sekarang ini; Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, Shinto dan lain-lainya, semua memiliki simbol-simbol ketuhanan masing-masing di mana sudah lazim patung-patung sesembahannya diletakkan ditempat peribadatan. Contohnya patung Yesus Kristus selalu terpasang di setiap gereja dan katedral. Di dalam ilmu anthropologi, faham yang menyimbolkan Tuhan dalam bentuk sebuah patung dan manusia disebut sebagai anthropomorphisme, atau faham yang mempersonifikasikan Tuhan sebagaimana layaknya seperti bentuk manusia atau benda tertentu. Kalau makna patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar, yang terlihat amat besar, tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak dan nampak mendahsyatkan itu, adalah mencerminkan simbol hegemoni sebuah keyakinan agama, lantas simbol hegemoni sebuah keyakinan agama apakah itu?
Daniel 2:32 Adapun patung itu, kepalanya dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga,
Dari Kitab Daniel 2:32 tersebut di atas, terdapat rangkaian kata yang perlu kita maknai agar kita mampu menangkap hikmat atau makna tersembunyi yang dimaksudkan dalam mimpi Raja Nebukadnezar tersebut.
Kalimat: "...kepalanya dari emas tua,..."
Kata "kepala", merupakan bagian tubuh yang terletak pada posisi paling atas dan merupakan identitas utama yang pertama kali dapat dikenali oleh orang lain, karena pada kepala itulah terdapat wajah kita.
Kata "emas tua", merupakan sebuah logam yang melambangkan suatu kemuliaan, sedangkan kata "tua" merupakan kata komplementasi yang menegaskan bahwa kemuliaan tersebut merupakan kemuliaan yang amat sangat tinggi. Dan kemuliaan tertinggi yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia dalam konteks ini adalah agama. Kata "tua" juga dapat dialamatkan kepada makna sangat lama, sehingga jika disatukan maka kemuliaan dari Tuhan tersebut sudah ada sejak lama dan kembali lagi maknanya merujuk kepada bentuk agama.
Jadi, kalimat "kepalanya dari emas tua," memiliki makna bahwa orang-orang mengenalnya sebagai sebuah Agama.
Kalimat: "...dada dan lengannya dari perak,..."
Kata "dada", merupakan bagian tubuh yang melambangkan suatu diri yang hidup, karena di dalam dada inilah terdapat organ pokok penyokong kehidupan, yaitu jantung dan paru-paru. Yang dimaksud suatu diri yang hidup dalam konteks ini, artinya manusia.
Kata "lengan", merupakan bagian tubuh yang paling banyak melakukan aktifitas hidup, hampir semua aktifitas hidup selalu melibatkan bagian tubuh ini. Bagian tubuh ini juga merupakan organ pokok yang digunakan dalam aktifitas menghitung (lengan, tangan, jari-jari), sehingga dalam hal ini, kata "lengan" juga melambangkan sesuatu yang banyak.
Kata "perak", merupakan sebuah logam yang sejak zaman dahulu banyak digunakan sebagai bahan baku untuk membuat perlengkapan peribadatan yang dipakai oleh para penganut dalam setiap kegiatan ritual keagamaan. Misalnya: bokor-bokor untuk persembahan atau sesaji, bejana-bejana untuk air suci, piala/cangkir untuk anggur atau darah korban, nampan/piring untuk roti, tatakan/alas untuk lilin, genta/lonceng kecil dan sebagainya.
Jadi, kalimat "dada dan lengan-nya dari perak," memiliki makna bahwa agama tersebut memiliki jumlah penganut yang sangat besar atau terbesar di dunia dibandingkan dengan jumlah pemeluk agama-agama lainnya.
Kalimat: "...perut dan pinggang-nya dari tembaga..."
Kata "perut", merupakan bagian tubuh yang melambangkan suatu kemakmuran atau kesejahteraan, karena di dalam perut inilah makanan dan minuman yang masuk dicerna, diolah dan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Bagian tubuh inilah yang memasok gizi dan nutrisi makanan yang digunakan untuk menopang kehidupan.
Kata "pinggang", merupakan bagian tubuh yang melambangkan sebuah kekuatan, karena didalamnya terdapat tulang panggul dan tulang ekor sebagai tempat bertumpunya tulang punggung atau tulang belakang sehingga merupakan tumpuan tubuh bagian atas.
Kata "tembaga", merupakan sebuah logam yang pada zaman dahulu banyak digunakan sebagai bahan baku uang logam. Uang logam dari bahan tembaga ini merupakan uang logam yang paling banyak jumlahnya (dibandingkan dengan jumlah uang logam dari emas mau pun perak) dan dipastikan hampir dapat dimiliki oleh semua kalangan, baik itu dimiliki oleh raja, keluarga raja, para bangsawan, prajurit kerajaan, saudagar-saudagar, pelaut, petani mau pun rakyat jelata. Logam ini melambangkan suatu pendanaan atau sumber keuangan.
Jadi, kalimat "perut dan pinggang-nya dari tembaga", memiliki makna bahwa agama tersebut merupakan agama yang secara individu (pemeluknya) maupun secara kelembagaan sangat kuat dan memiliki tingkat kemakmuran atau kesejahteraan yang baik, karena didukung oleh sumber pendanaan atau sumber keuangan yang sangat besar.
Daniel 2:33 sedang pahanya dari besi dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat.
Kalimat: "...paha-nya dari besi..."
Kata "paha", merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi utama untuk memulai sebuah pergerakan atau mobilitas. Agar seseorang dapat bergerak, berjalan, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, pasti selalu diawali oleh bergeraknya paha baik terangkat untuk maju, mundur atau diangkat ke atas dan kebawah. Jadi semua pergerakan seseorang dari satu titik ke titik yang lainnya sangat bergantung pada pergerakan paha, karena jika paha tidak bergerak maka sangat sulit seseorang dapat melakukan sebuah pergerakan. Jadi, "paha disini melambangkan sesuatu yang menggerakkan atau sesuatu yang menyokong kelangsungan dan eksistensi sebuah agama, agar dapat tetap eksis dan dapat berkembang biak di seluruh dunia.
Dalam konteks ini, maka yang dimaksud dengan "sesuatu yang menggerakkan" atau "sesuatu yang menyokong eksistensi" sebuah agama, adalah lembaga-lembaga keagamaan yang menanungi-nya (misalnya Dewan Gereja/Konsili, PGI, KWI, Kepausan, Keuskupan atau Bishop) dan individu-individu aktivis pergerakan agama (misalnya pendeta, pastur, suster, missionaris, dan penginjil).
Kata "besi", merupakan sebuah logam yang termasuk kategori logam paling kuat jika dibandingkan dengan logam-logam lainnya. Sehingga sudah sejak zaman dahulu kala, besi banyak digunakan sebagai bahan baku untuk membuat berbagai macam peralatan, terutama peralatan untuk perang. Misalnya untuk bahan baku pembuatan pedang, anak panah, mata tombak, pisau belati, bedil, baju besi, kereta kuda untuk perang dan sebagainya. "Besi" melambangkan sesuatu yang sangat kuat atau alat yang sangat kuat.
Jadi, kalimat "pahanya dari besi," mempunyai makna bahwa agama tersebut merupakan sebuah agama yang memiliki alat (lembaga keagamaan) yang pengaruhnya sangat kuat, dalam hal menentukan kebijakan-kebijakan yang dijadikan sebagai landasan keimanan dan merupakan mesin utama yang menggerakkan misi penyebaran agama serta merupakan pilar terpenting yang mpenyokong kelangsungan/eksistensi agama tersebut.
Kalimat: "...dengan kaki-nya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat..."
Kalimat diatas, merupakan kalimat yang paling crusial dan sangat tajam yang akan dapat mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan yang tepat tentang identitas sebuah agama yang dimaksud dalam tafsir mimpi Raja Nebukadnezar tersebut.
Sebagai orang yang terbiasa melakukan suatu analisa dan terbiasa untuk berpikir secara kritis maka dengan membaca kalimat di atas, tentu akan timbul beberapa pertanyaan dalam benaknya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain, mengapa kakinya harus terbuat dari bahan campuran antara besi dan tanah liat, kenapa bukan campuran dari bahan lainnya? Mengapa harus kakinya yang terbuat dari bahan campuran antara besi dan tanah liat, kenapa bukan kepala-nya saja, atau dada dan lengan-nya saja, atau perut dan pinggang-nya saja? Untuk mengetahuinya kita lanjutkan telaahan berikutnya.
Kata "kaki", merupakan bagian tubuh yang memilki fungsi sebagai tumpuan atau sebagai pondasi bagi keseluruhan tubuh. Kemampuan seseorang untuk dapat berdiri tegak dan kuat sangat tergantung pada kekuatan pijakan kaki yang dimiliki. Dalam konteks ini, maka sesuatu yang merupakan pondasi atau ajaran pokok sebuah agama, adalah berkaitan dengan dogma ketuhanan agama tersebut.
Kata "besi", sebagaimana telah diuraikan di atas, merupakan logam yang melambangkan alat yang sangat kuat atau melambangkan sebuah lembaga keagamaan yang sangat kuat, yaitu semisal Dewan Gereja (Konsili), PGI, KWI, Kepausan, Keuskupan atau Bishop.
Kata "tanah liat", merupakan tempat di mana kita berpijak, tanah liat dapat juga mengandung arti sebagai sebuah teritori atau sebuah wilayah. Dalam terminologi ilmu tata negara, kata "tanah liat" melambangkan suatu daerah kekuasaan atau wilayah pemerintahan, dimana dalam setiap wilayah tentu terdapat pemerintah atau penguasa yang berotoritas. Oleh karena itu, kata "tanah liat" dapat juga melambangkan sebuah pemerintahan atau melambangkan seorang penguasa sebuah kerajaan, kekaisaran atau negara.
Jadi, kalimat "dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat", memiliki makna bahwa pondasi agama tersebut, atau dogma ketuhanan agama tersebut merupakan hasil kesepakatan atau hasil kompromi antara kebijakan sebuah Lembaga Agama (Konsili) dengan kehendak seorang penguasa yang memegang otoritas pemerintahan pada saat kesepakatan tersebut dibuat. Di mana tentunya masing-masing pihak (Lembaga Agama dan Penguasa) memiliki kepentingan yang harus sama-sama diakomodir dalam kesepakatan.
Berdasarkan hasil telaahan, sudah sangat jelas kesimpulan bahwa makna "patung" dalam mimpi Raja Nebukadnezar sesungguhnya merupakan simbol yang mencerminkan hegemoni sebuah keyakinan agama. Sebelum kita bahas lebih lanjut mengenai kelanjutan nubuat Daniel ini, telebih dahulu kita ringkas kesimpulan yang telah kita dapatkan saat ini untuk mempertajam apa makna yang terkandung dalam Daniel 2:31-33. Agar lebih mudah dalam mengidentifikasi sosok patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar, berikut ini pemaparan ringkasan telaahan Daniel 2:31–33 seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Daniel 2:31 Ya raja, tuanku melihat suatu penglihatan, yakni sebuah patung yang amat besar! Patung ini tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak di hadapan tuanku, dan tampak mendahsyatkan.
Ayat di atas memiliki makna bahwa Agama ini secara visualisasi menampakkan sebuah kemegahan, memperlihatkan suatu kebesaran, menampakkan sebuah kekuatan yang seolah tak tertandingi, sehingga sangat menggoda manusia mula-mula yang mengenalnya untuk masuk ke dalamnya karena besarnya kekuasaannya.
Daniel 2:32 Adapun patung itu, kepalanya dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga,
Ayat di atas memiliki makna bahwa Agama ini dikenal orang sebagai agama yang memiliki jumlah pemeluk terbesar di dunia dan merupakan agama yang secara individu (dari sisi penganut) maupun secara kelembagaan sangatlah kuat dan memiliki tingkat kemakmuran atau kesejahteraan yang sangat baik, karena didukung oleh sumber pendanaan atau sumber keuangan yang sangat besar.
Daniel 2:33 sedang pahanya dari besi dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat.
Dan, ayat di atas memiliki makna bahwa Agama ini memiliki alat (lembaga keagamaan) yang pengaruhnya sangat kuat dalam hal menentukan kebijakan-kebijakan yang dijadikan sebagai landasan keimanan dan merupakan mesin utama yang menggerakkan misi penyebaran agama serta merupakan pilar terpenting yang menyokong kelangsungan dan eksistensi agama tersebut.
Dan agama ini, memiliki pondasi agama atau dogma ketuhanan yang merupakan hasil kesepakatan atau hasil kompromi antara kebijakan sebuah Lembaga Agama/Konsili dengan kehendak Seorang Penguasa yang memegang kekuasaan pemerintahan pada saat kesepakatan tersebut dibuat. Di mana tentunya masing-masing pihak (Lembaga Agama dan Sang Penguasa) tersebut memiliki kepentingan yang harus sama-sama diakomodir dalam kesepakatan itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pondasi agama atau dogma ketuhanan agama tersebut merupakan hasil sinkretisme antara dua kepentingan dari dua pihak yang sesungguhnya berbeda.
Setelah kita membaca dan mencermati uraian sebagaimana dimaksud di atas, maka pertanyaan yang timbul berikutnya adalah:
1. Agama apakah yang memiliki jumlah pemeluk terbesar di dunia ini?
2. Agama apakah yang memiliki sumber pendanaan atau sumber keuangan yang sangat besar itu?
3. Agama apakah yang memiliki lembaga-lembaga keagamaan yang sangat kuat pengaruhnya terhadap jemaat-nya dan merupakan kekuatan utama yang menyokong eksistensi agama tersebut?
4. Agama apakah yang memiliki pondasi agama atau dogma ketuhanan, yang merupakan hasil sinkretisme antara dua kepentingan dari duapihak yang sesungguhnya berbeda?
Jika kita memiliki nalar yang sehat dan jernih serta kita mengerti tentang konstelasi zaman dan sejarah agama-agama di dunia ini, maka tentulah kita dengan mudah dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Dan jawabannya hanyalah satu, yaitu agama: "KRISTEN". Karena hanya Kristen lah yang sesungguhnya dapat memenuhi secara keseluruhan dari 4 kriteria tersebut di atas.
Kita telah menemukan suatu kesimpulan yang mengejutkan, bahwa sesungguhnya apa yang dimimpikan Raja Nebukadzar mengenai patung yang penuh dengan simbologi tersebut, adalah penglihatan mengenai ke-Kristen-an dengan sejarah dan dogmanya.
Korelasi Nubuat Dengan Dogma Trinitas
Sekedar untuk melengkapi penjelasan maksud dalam tafsir Daniel 2:33, pada kalimat "...dengan kaki-nya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat...", sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka memiliki makna sebagai sebuah pondasi agama atau lebih tepatnya sebagai dogma ketuhanan yang merupakan hasil kolaborasi antara Lembaga Agama atau Konsili dengan Seorang Penguasa, berikut ulasan yang berkaitan dengan adanya sebuah fakta historis tentang terbentuknya dogma ketuhanan agama Kristen, yaitu sejarah terciptanya doktrin Trinitas.
Cikal-bakal terciptanya Doktrin Trinitas tersebut sesungguhnya terjadi pada tahun 325 M, yaitu pada saat Konsili Nicaea (Sidang Dewan Gereja Nicaea) Pertama yang diselenggarakan di Nicaea, Bithynia (sekarang İznik di Turki) atas prakarsa Seorang Penguasa Romawi ketika itu, yaitu Kaisar Konstantin Agung dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi dari sebuah sinode yang dipimpin oleh Hosius, seorang uskup dari Kordoba. Kaisar Konstantin Agunglah yang berinisiatif mengundang para uskup dari seluruh keuskupan yang berada di wilayah pengaruh kekuasaannya. Dan dialah yang kemudian juga berperan aktif ikut memimpin jalannya sidang-sidang dalam konsili tersebut.
Keterlibatan Kaisar Konstantin Agung di dalam menghimpun dan ikut memimpin jalannya sidang tersebut, sesungguhnya menandakan adanya kendali kekaisaran atas Gereja, dan mencerminkan adanya campur tangan kepentingan politik (kepentingannya Kaisar Konstantin Agung) dalam ranah keagamaan.
Perlu kita ketahui bersama bahwa pada saat itu kehidupan masyarakat di wilayah kekuasaan Kaisar Konstantin Agung masih sangat dipengaruhi oleh agama tradisional Romawi kuno, yaitu sebuah agama pagan yang menyembah Dewa Matahari (Dewa Sol Invectus - Dewa Matahari Tak Tertandingi). Dewa Matahari ini mempunyai seorang putra (Son of God), yang bernama Mithra. Mithra merupakan anak hasil hubungan intim antara Dewa Matahari (Sol Invectus) dengan seorang manusia. Dalam keyakinan agama pagan tersebut, Mithra diyakini lahir pada tanggal 25 Desember, kemudian dia mati terbunuh, dan jazad-nya dikuburkan di sebuah makam (goa batu). Pada hari ke 3 setelah kematiannya, dia pun bangkit (paskah) dan terangkat menuju sorga untuk kemudian bersemayam di sisi Bapa-nya, yaitu Dewa Sol Invectus.
Dan satu hal yang perlu kita garis bawahi bahwa ketika Konsili Nicaea diselenggarakan, Kaisar Konstantin Agung bukanlah seorang pemeluk Kristen Katolik, karena di samping dia itu merupakan seorang Kaisar, tetapi dia sesungguhnya juga sekaligus merupakan seorang Pemimpin Tertinggi agama pagan Sol Invectus.
Konsili Nicaea ini dihadiri oleh 318 uskup, yang terdiri dari 311 orang uskup dari gereja-gereja wilayah Timur (wilayah yang berbahasa Yunani) dan hanya dihadiri oleh 7 orang uskup dari gereja-gereja wilayah Barat (wilayah yang berbahasa Latin). Sedangkan 7 orang uskup dari gereja-gereja wilayah Barat tersebut adalah Hosius dari Kordoba, Cecilian dari Karthago, Mark dari Calabria, Nicasius dari Dijon, Donnus dari Stidon, Victor dan Vicentius mewakili Paus dari Vatikan Roma. Jumlah uskup yang hadir pada Konsili Nicaea tersebut sesungguhnya jauh dari jumlah secara keseluruhan uskup yang berada di wilayah kekuasaan Romawi, yang seluruhnya sekitar 1200 uskup.
Konsili Nicea ini diselenggarakan oleh Kaisar Konstantin Agung dalam rangka untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dalam Gereja Alexandria mengenai hakikat Yesus dalam hubungannya dengan Tuhan Bapa. Perlu digaris bawahi, bahwa pada Konsili Nicea ini Roh Kudus belum diakui secara resmi sebagai salah satu oknum Trinitas, hanya sebatas diakui keberadaanya saja. Ketuhanan Roh Kudus baru diakui pada Konsili Konstantinopel yang diadakan pada tahun 381 M. Konsili ini diprakarsai oleh Macedonius dan Teodonius yang menjadi kaisar pada saat itu. Pada saat itulah untuk pertama kalinya rumusan Tri Tunggal alias Trinitas terangkum jelas sebagai sebuah dogma ketuhanan, meskipun sesungguhnya tidak semua kalangan Kristen mula-mula menerimanya.
Nubuat Kehancuran Patung
Setelah mengetahui makna dari patung dalam mimpi Raja Nebukadnezar, nubuat selanjutnya dalam Daniel 2:30-35 adalah mengenai kehancuran patung tersebut. Apakah yang dapat menyebabkan patung tersebut hancur? Hal apakah yang dapat membuat Kekristenan remuk dan binasa?
Daniel 2:34-35
2:34 Sementara tuanku melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk.
2:35 Maka dengan sekaligus diremukkannyalah juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu, dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan. Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi.
Kalau kita membaca Daniel 2:34-35 di atas dengan sikap kritis, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang cukup menggelitik yang perlu untuk segera dijawab. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:
1. Apa atau siapakah sebuah batu yang dimaksud dalam mimpi Raja Nebukadnezar tersebut?
2. Mengapa remuknya kaki patung tersebut harus karena tertimpa oleh sebuah batu? Melambangkan apakah sebuah batu tersebut?
3. Dan mengapa remuknya kaki patung tersebut bukan karena misalnya halilintar yang menyambar atau badai yang menghempas atau api yang melalap atau oleh sebab yang lainnya? Mengapa harus oleh sebuah batu yang menimpa?
4. Mengapa yang pertama tertimpa oleh sebuah batu tersebut harus bagian kakinya yang terbuat dari besi dan tanah liat dahulu? Mengapa bukan bagian kepalanya yang terbuat dari emas dahulu saja, atau dada dan lengannya yang terbuat dari perak, atau perut dan pinggangnya yang terbuat dari tembaga, atau bagian pahanya yang terbuat dari besi terlebih dahulu?
Daniel 2:34 Sementara tuanku melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk.
Kalimat: "...terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia,..."
Rangkaian kata tersebut memiliki makna bahwa sesuatu itu terjadi karena memang merupakan Kehendak dan sudah dalam Rencana Tuhan. Kata "tanpa perbuatan tangan manusia", ini menunjukkan bahwa sesuatu yang terjadi, atau yang datang, ataupun yang muncul ini, bukan karena kehendak nafsu manusia dan bukan pula karena sudah dalam rencana seorang manusia, tetapi sesungguhnya karena ada keterlibatan (invisible hand) dari Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Ghoib, yaitu Allah Yang Maha Esa. Dan sudah barang tentu Kehendak dan Rencana ini sengaja dipersembahkan oleh Allah kepada makhluk mulia yang dikasihiNya, yaitu umat manusia agar manusia senantiasa terjaga untuk tetap berada di dalam Ketauhidan atau KeTuhanan yang benar dan murni.
Kata "sebuah batu" merupakan sebuah benda alamiah yang berkarakter keras dan kuat serta bersifat natural atau alami. Ini sesungguhnya memiliki makna, bahwa sesuatu yang datang atas Kehendak Tuhan tersebut membawa nilai-nilai atau risalah (rule of law) yang keras dan tegas dan dalam penerapannya (law inforcement) pun menampakkan sebuah semangat yang sangat kuat.
Namun demikian, walau pun sesuatu ini memilki karakter yang keras dan kuat, tetapi di sisi lain sesuatu itu bersifat sangat natural dan alami, artinya nilai-nilai yang dibawa itu sesungguhnya sangat applicable dan sangat membumi. Sehingga nilai-nilai itu pun sangat tepat dan benar untuk dijadikan sebagai sandaran atau pedoman bagi seluruh umat manusia dalam rangka menjalani hidup (way of life) sebagai Khalifah di dunia ini agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti.
Kalimat: "...lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk..."
Rangkaian kata "...lalu menimpa patung itu,...", Rangkaian kata tersebut memiliki makna, bahwa sesuatu yang datang atas Kehendak Tuhan itu, sesungguhnya bertujuan atau dimaksudkan oleh Tuhan dalam rangka untuk mengoreksi atas seperangkat ajaran sebuah agama. Seperangkat ajaran yang telah diubah-ubah, dikelirukan, dan dipalsukan oleh tangan-tangan manusia di mana terjadinya perubahan itu, terjadinya kekeliruan itu dan terjadinya pemalsuan itu, adalah karena dilandasi oleh kehendak nafsu manusianya dan karena dilatarbelakangi oleh kebodohan manusianya, yaitu manusia yang berpegang dalam dogma ke-Kristen-an.
Rangkaian kata "...tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu,...", Rangkaian kata tersebut memiliki makna bahwa langkah koreksi yang pertama dan yang paling utama adalah berkaitan dengan sesuatu yang paling mendasar dan fundamental, yaitu tentu berkaitan dengan dogma ketuhanan agama tersebut. Karena bersumber dari perubahan, kekeliruan, pemalsuan dogma keagamaan inilah, yang kemudian akhirnya merusak seluruh sendi-sendi dan tatanan nilai yang ada di dalam agama tersebut. Artinya, bahwa kekeliruan utama yang ada di dalam agama Kristen tersebut, dan yang harus paling pertama dikoreksi, adalah Doktrin Trinitas.
Rangkaian kata "...sehingga remuk...", Rangkaian kata tersebut memiliki makna bahwa koreksi yang dilakukan terhadap Doktrin Trinitas itu akan memberikan inspirasi dan dorongan kepada sekalian manusia untuk segera bergegas menyelami dan mengkritisi dogma ketuhanan agama Kristen tersebut. Dan hal itu akan mengakibatkan terjadinya benturan-benturan keras, antara iman yang dilandasi oleh hati yang jernih dan benar dan dilatarbelakangi oleh akal sehat, dengan Doktrin Trinitas yang penuh dengan kekeliruan, khayalan dan kesesatan.
Dan benturan-benturan keras yang terjadi itu, akhirnya akan mengakibatkan Doktrin Trinitas akan mengalami kehancuran, baik dari sisi integritas mau pun dari sisi substansi yang akhirnya dengan seiring berjalannya waktu agama Kristen akan ditinggalkan oleh umatnya sendiri, karena sangat bertentangan dengan keimanan yang benar dan akal sehat manusia.
Hal tersebut di atas, sesungguhnya juga sekaligus merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan, mengapa sebuah batu itu harus menimpa tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu terlebih dahulu? Kenapa bukan menimpa kepalanya, dada dan lengannya, perut dan pinggangnya atau pahanya terlebih dahulu? Inilah sesungguhnya misi utama yang diemban oleh sesuatu yang diutus oleh Tuhan ke dunia ini, yaitu dalam rangka menyelamatkan akidah umat manusia dari kemusyrikan dan kesesatan yang telah nyata-nyata ada di depan mata.
Jadi, benturan-benturan yang terjadi tidaklah dalam artian benturan yang bersifat fisik, tetapi lebih tepat pada benturan-benturan yang bersifat dialogis pada tataran ideologis atau teologis. Karena benturan-benturan yang bersifat dialogis pada tataran ideologis theologis justru akan berdampak lebih mencerdaskan dan efektif, daripada benturan-benturan yang bersifat fisik yang lebih banyak menimbulkan kebencian, dendam dan kerusakan.
Lalu, sebenarnya siapakah yang dimaksud dengan sebuah batu tersebut, dan apa yang sesungguhnya dibawa olehnya, sehingga ia mampu meremukkan Doktrin Trinitas yang sudah ribuan tahun menjadi Dogma Ketuhanan bagi milyaran Kristiani di dunia ini?
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Nubuat Daniel, Remuknya dogma kekristenan
Kita lanjutkan telaahan kita terhadap Kitab Daniel 2:30-35. Dalam kajian sebelumnya telah banyak kesimpulan yang dapat dipahami oleh pembaca sekalian, baik dari pihak Muslim maupun dari pihak Kristiani, hanya keterbukaan dalam memahami kebenaran lah yang dapat membuat orang-orang yang masih meragukan tafsir kritis dari Daniel 2:30-35 tersebut mau menerima dan mengakui kebenaran yang disampaikan dalam pemaparan rinci ini. Beberapa kesimpulan tersebut adalah:
1. Daniel 2:30-35 yang disandarkan sebagai mimpi Raja Nebukadnezar sesungguhnya merupakan nubuat terhadap masa depan bagi Kekristenan dan dogmanya dan bukan nubuat mengenai kerajaan secara harfiah.
2. Daniel 2:30-35 mencatat secara pasti bahwa simbologi dan bahasa metafora dalam mimpi Raja Nebukadnezar dimana inti ceritanya adalah sebuah Patung, sebenarnya merupakan sesuatu yang menggambarkan mengenai Kekristenan dan sejarah terbentuknya doktrin ketuhanan Gereja.
3. Daniel 2:30-35 menjelaskan secara nyata bahwa "Patung" (Kekristenan) tersebut akan hancur dan lulu lantah oleh sesuatu yang digambarkan dengan sebuah "Batu".
"Batu" Penghancur Dogma Kekristenan
Daniel 2:34 Sementara tuanku melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk.
Siapakah sebenarnya yang dimaksud dengan "sebuah batu" tersebut, dan apa yang sesungguhnya dibawa olehnya, sehingga ia mampu meremukkan Doktrin Trinitas yang sudah ribuan tahun menjadi Dogma Ketuhanan bagi milyaran Kristiani di dunia ini?
Kalau kita belajar dan membaca literatur-literatur tentang sejarah perkembangan agama-agama di dunia ini, maka sangat bisa dipastikan bahwa tidak ada satu pun agama di dunia ini yang secara terang-terangan dan terbuka berani menohok sebuah dogma ketuhanan agama tertentu, kecuali Agama Islam. Jadi, satu-satu-nya agama di dunia ini yang secara terus-terang dan terbuka berani berbenturan dan mengoreksi sebuah dogma ketuhanan (Doktrin Trinitas) yang dimiliki oleh sebuah agama tertentu (Kristen), hanyalah agama "ISLAM".
Agama Islam di dalam konteks Kitab Daniel Pasal 2:34, adalah laksana "sebuah batu" yang memiliki karakter keras dan kuat, namun juga memiliki bentuk yang natural dan alami. Itu sesungguhnya menggambarkan bahwa ajaran atau "rule of law" yang dibawa oleh Nabi Muhammad dari Allah adalah bersifat tegas dan dalam penerapannya (law inforcement) pun senantiasa dilandasi oleh semangat yang sangat kuat. Demikian juga ajaran Islam, yang laksana "sebuah batu" yang memiliki bentuk natural dan alami, maka ajaran Islam sebagai "way of life" pun sesungguhnya juga telah dipersiapkan oleh Allah sebagai pedoman hidup yang applicable, membumi, dan membawa rahmat bagi semesta alam, atau dalam istilah Al-Qur'an disebut sebagai "Rahmatan Lil Alamin".
Di dalam Al-Qur'an sebenarnya terdapat banyak sekali bertebaran ayat-ayat yang memberikan koreksi terhadap ajaran-ajaran yang bernuansa musyrik (mempersekutukan Allah), baik yang bersifat koreksi secara umum mau pun koreksi secara khusus.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlas' 112:1-4)
Kalau kita perhatikan QS. Al-Ikhlas' 112:1-4 tersebut di atas, jika ditinjau berdasarkan obyek yang menjadi sasaran koreksi, maka Surat Al-Ikhlas ini termasuk kategori yang bersifat koreksi secara umum, tetapi kalau ditinjau dari isi kandungannya, sesungguhnya termasuk kategori yang bersifat koreksi secara khusus, karena langsung menjurus pada substansi dogma ketuhanan yang dianut oleh umat Kristen.
1. Ayat "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu", langsung mengoreksi keyakinan bahwa Tuhan adalah Tri Tunggal (Tuhan terdiri dari 3 oknum: Tuhan Bapa, Tuhan Anak, dan Roh Kudus, tetapi tetap 1 Tuhan).
2. Ayat "Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan", langsung mengoreksi keyakinan bahwa di dalam Trinitas ada Tuhan Bapa (Allah) dan Tuhan Anak (Yesus Kristus).
3. Ayat "dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia", langsung mengoreksi keyakinan bahwa Tuhan Allah menjelma menjadi manusia (Yesus Kristus) sebagai wujud Tuhan dalam bentuk kedagingan.
Berikut kutipan lain dari Al-Qur'an yang dengan jelas merupakan bentuk koreksi secara khusus terhadap dogma Kristen.
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam." Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?." Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Maaidah' 5:17)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun." (QS. Al-Maaidah' 15:72)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih." (QS. Al-Maaidah' 15:73)
مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
"Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu)." (QS. Al-Maaidah' 15:75)
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (QS. Al-Maaidah' 15:77)
Demikianlah beberapa Surat dan ayat dalam Al-Qur'an yang secara terang-terangan dan terbuka mengoreksi dogma ketuhanan yang diimani oleh Kristiani, yaitu Doktrin Trinitas. Dan hal ini juga mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa sesungguhnya yang dimaksud sebagai "sebuah batu" dan satu-satunya, adalah Agama Islam.
Hajar Aswad, Monumen Spiritual Umat Islam
Sebelum kita lanjutkan telaahan terhadap Kitab Daniel 2:35, berikut info tambahan untuk melengkapi penjelasan sebelumnya berkaitan dengan makna kata "sebuah batu" dalam Kitab Daniel 2:34.
Pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan bahwa makna kata "sebuah batu" dalam Kitab Daniel 2:34 telah disimpulkan sebagai tamsil yang menunjuk kepada risalah atau "rule of law" yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yaitu diin ul haq, jalan kebenaran Islam. Namun demikian, secara faktual pun sesungguhnya agama Islam memiliki sebuah monumen spiritual yang juga berbentuk "sebuah batu", yang hingga kini masih terus terawat dan terjaga keberadaannya, di mana umat Islam di seluruh dunia mengenalnya sebagai Hajar Aswad.
Hajar Aswad adalah sebuah monumen spiritual yang sarat akan makna-makna simbolik bagi umat Islam. Hajar Aswad bukan-lah merupakan sebuah berhala yang disembah-sembah oleh umat Islam, dan bukan pula merupakan sebuah bentuk simbolisasi Tuhan, serta bukan merupakan sebuah lambang untuk mempersekutukan Allah (Na'uudzu billaahi minzalik..). Di dalam Islam tidak mengenal simbolisasi Tuhan, karena Allah memiliki sifat "mukholawatu lil khawadist" dan "lam yakullaahu kufuwan ahad", Allah tidaklah sama dengan makhluk ciptaan-Nya, dan tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya. Islam tidak menganut paham anthropomorphisme atau sebuah paham yang mempersonifikasikan Tuhan sebagaimana layaknya seperti manusia, sebagaimana yang terjadi dalam Kekristenan.
Di dalam terminologi Islam, Hajar Aswad sesungguhnya memiliki banyak makna simbolik bagi umat dan makna simbolik tersebut memang harus senantiasa terpelihara dan terhayati dalam diri setiap muslim, agar umat muslim tidak mengalami suatu dis-orientasi terhadap ajaran dan sejarah agamanya. Makna-makna simbolik Hajar Aswad tersebut antara lain meliputi:
Pertama, Hajar Aswad memiliki makna: Mutual Assistance (simbol kerjasama dan kebersamaan).
Bahwa ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail membangun kembali Ka'bah yang telah lama runtuh, Hajar Aswad adalah merupakan batu terakhir yang dipasang pada bangunan Ka'bah tersebut. Hajar Aswad merupakan batu yang diberikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Ismail, ketika Nabi Ismail sudah tidak dapat menemukan batu lain lagi untuk menyempurnakan berdirinya bangunan Ka'bah. Peristiwa ini merupakan simbol keterlibatan Malaikat Jibril dalam ikut serta membangun kembali Baitullah, Rumah Allah, Rumah Ibadah untuk menyembah dan mengagungkan Ke-Esa-an Allah. Ka'bah adalah sebuah rumah ibadah yang pertama kali didirikan di bumi ini oleh Nabi Adam, setelah dulu mereka (Adam dan Hawa) dipersona non grata-kan oleh Allah dari surga ke dunia fana ini.
Keterlibatan Malaikat Jibril pada pembangunan kembali Ka'bah itu, sesungguhnya menyiratkan sebuah kerjasama dan kebersamaan antara sesama makhluk Allah dalam membangun kembali Agama Tauhid (agama yang benar-benar meng-Esa-kan Allah). Alam semesta, manusia dan malaikat saling meleburkan diri dalam sebuah "mutual asisstance", tidak hanya secara spiritual saja, tetapi juga keterlibatan secara fisik.
Kedua, Hajar Aswad memiliki makna: Anti Racial Discrimination (simbol perlawanan terhadap rasisme dan diskriminasi).
Ketika kita berbicara tentang Hajar Aswad, maka hal itu juga mengingatkan kita kepada seorang perempuan berkulit hitam ibunda Nabi Ismail, beliau adalah Hajar, seorang budak yang diperistri oleh Nabi Ibrahim atas kehendak istri pertamanya, yaitu Sarah. Sarah meminta Nabi Ibrahim agar memperistri Hajar karena dalam umur yang sudah tua, Sarah tidak juga dikaruniai seorang anak.
Dan kemudian beberapa tahun setelah kelahiran Nabi Ismail dari rahim Hajar, ternyata Sarah pun akhirnya juga mengandung dan melahirkan seorang putra, yang diberi nama Ishak. Tidak lama kemudian, Hajar dan Ismail diusir oleh Sarah, gara-gara Sarah melihat anaknya yaitu Ishak sedang bercanda dengan anak keturunan seorang budak, yaitu Ismail. Sarah merasa tidak senang dan akhirnya menyuruh Ibrahim mengusir Hajar dan Nabi Ismail, membawa dan meninggalkannya di sebuah gurun tandus.
Di sinilah berawalnya sebuah tragedi rasisme dan diskriminasi terhadap keturunan-keturunan Nabi Ibrahim/Abraham yang berasal dari Hajar (yang merupakan seorang perempuan budak) dan keturunan-keturunan yang berasal dari Ketura (yang dituduh sebagai perempuan gundik) terjadi. Sebagaimana keyakinan Kristiani, bahwa anak yang dijanjikan oleh Allah bukanlah Ismail tetapi Ishak. Walau pun Ismail lebih dulu lahir dibandingkan Ishak, tetapi karena Ismail adalah anak keturunan budak, maka predikat anak yang dijanjikan dianggap tidak berlaku, dan Ismail cukup diberi predikat sebagai anak yang diberkati saja.
Namun yang lebih tragis lagi adalah nasib anak-anak dari keturunan Ketura, tercatat dalam Bible sebagai istri ketiga Abrahim. Karena ternyata mereka tidak mendapat predikat apa pun dari Tuhan, bahkan anak-anak dari keturunan Ketura tersebut dinyatakan sebagai anak-anak yang tidak diberkati Tuhan, karena mereka dianggap sebagai anak keturunan gundik.
Setelah Hajar dan Ismail diusir ke sebuah gurun tandus, di sanalah keperkasaan, ketegaran, kesabaran dan ketawakalan Hajar sebagai seorang perempuan yang teraniaya diuji. Beliau berlari antara Shafa dan Marwah sampai sebanyak 7 kali (sa'i), beliau bersusah payah dan berjuang demi untuk mendapatkan air yang sesungguhnya sangat mustahil ada di gurun yang amat tandus tersebut. Namun demikian atas Kasih Sayang Allah, memancarlah sebuah mata air di dekat keberadaan nabi Ismail ketika ditinggalkan sementara oleh ibunda-nya, di mana mata air tersebut sekarang lebih dikenal sebagai mata air Zam-zam. Berawal dari tempat itulah kemudian keturunan Nabi Ismail berkembang biak berdampingan dengan masyarakat sekitarnya menjadi bangsa-bangsa yang besar, yang kemudian dari anak keturunannya-lah lahir seorang manusia yang amat mulia bernama Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yang memiliki predikat sebagai Nabi Terakhir.
Dan berkaitan dengan semangat perlawanan terhadap segala bentuk rasisme dan diskriminasi dalam konteks yang lebih luas, maka turunlah Firman Allah di dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat Ayat 13 kepada Nabi Muhammad dan seluruh umat manusia.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat' 49:13)
Islam mengajarkan bahwa kemuliaan seseorang bukanlah berdasarkan garis keturunan, mulia bukan karena keturunan majikan, terbuang bukan karena keturunan budak, tidak diberkati bukan karena keturunan gundik, dan kemuliaan bukan berdasarkan atas bangsa atau pun suku. Tetapi bahwa, kemuliaan seseorang dalam Islam sesungguhnya ditentukan oleh tingkat ketakwaan-nya.
Ketiga, Hajar Aswad memiliki makna: Egalitarian and Smart Leadership (simbol egalitarian dan kepemimpinan yang cerdas).
Ketika dulu pada saat masyarakat dari kabilah-kabilah sekitar Ka'bah melakukan renovasi kembali terhadap bangunan Ka'bah, di antara mereka terjadi perselisihan yang berpotensi bisa menimbulkan perpecahan. Perselisihan tersebut disebabkan karena masing-masing kabilah merasa yang paling berhak untuk memasang kembali batu terakhir ke dalam bangunan Ka'bah, yaitu Hajar Aswad. Perselisihan tersebut akhirnya berakhir ketika kabilah-kabilah itu bersepakat meminta advice dari seorang pemuda yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Mereka menunjuk Nabi Muhammad sebagai "Problem Solver", karena beliau dikenal di kalangan masyarakat memiliki akhlak yang paling baik dan terpuji, yaitu amanah, fathonah, tabligh, dan shidiq.
Beliau memiliki sifat "amanah", yaitu sangat dapat dipercaya karena beliau selalu mampu memegang dan melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya, sehingga beliau dijuluki oleh masyarakatnya sebagai Al-Amin. Beliau juga merupakan seorang yang "fathonah", karena beliau terkenal sangat cerdas dalam memecahkan berbagai masalah atau sangat piawai dalam memberikan jalan keluar atas setiap problema yang terjadi di dalam lingkungan masyarakatnya. Beliau pun merupakan seorang yang sangat "tabligh", karena dalam setiap musyawarah untuk memecahkan suatu masalah, beliau memiliki sifat terbuka dan respectful terhadap masukan dan kritik yang membangun dari orang lain, sehingga dalam setiap pengambilan keputusan senantiasa didukung penuh oleh seluruh masyarakat. Kemudian, beliau juga dikenal di dalam lingkungan masyarakatnya sebagai orang yang senantiasa berpikir, berbicara dan bertindak benar, sehingga beliau juga disebut sebagai orang yang "shidiq".
Untuk memecahkan masalah tersebut, akhirnya Nabi Muhammad menggelar sorban miliknya di tanah, dan tiap-tiap pemimpin kabilah memegang ujung sorban tersebut, lalu Hajar Aswad diletakkan di atas sorban, kemudian secara bersama-sama para pemimpin kabilah mengangkat Hajar Aswad dari ujung-ujung sorban, sementara Nabi Muhammad memegang bagian tengah sorban dimana Hajar Aswad telah diletakkan di atasnya. Lantas memasangkan dan meletakkan Hajar Aswad ke dalam konstruksi bangunan Ka'bah, sebagai batu terakhir yang dipasang secara bersama-sama.
Demikianlah, Hajar Aswad sesungguhnya juga memiliki makna simbolik tentang dikedepankan-nya semangat egalitarian dan disingkirkannya sifat egoisme atau ego-centris dalam diri seorang Muslim. Dijunjung tingginya semangat egalitarian tersebut tentu tidak terlepas dari "smart leadership" yang dimiliki oleh seorang Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Keempat, Hajar Aswad memiliki makna: The Last Prophet (simbol khatamman nabiyyin, nabi terakhir).
Hajar Aswad merupakan batu terakhir yang dipasangkan pada konstruksi bangunan Ka'bah, baik pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mau pun pada saat dilakukan renovasi oleh masyarakat sekitar pada zaman Nabi Muhammad. Hal ini sesungguhnya juga memiliki makna simbolik bahwa batu terakhir tersebut ialah Nabi Muhammad yang merupakan "khataman nabiyyin" atau nabi penutup yang berfungsi untuk menyempurnakan bangunan Agama Tauhid (Islam, agama yang benar-benar meng-Esa-kan Allah), yaitu sebuah agama yang pernah di sampaikan juga oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada umat manusia di dunia ini.
Demikianlah beberapa makna simbolik dari Hajar Aswad yang tentu harus senantiasa terpelihara dan terhayati oleh seluruh umat Islam agar tidak mengalami dis-orientasi terhadap sejarah dan ajaran agamanya. Keberadaan Hajar Aswad di dalam bangunan Ka'bah yang senantiasa dipertahankan oleh umat Islam bukanlah untuk diberhalakan atau disembah-sembah, melainkan semata-mata hanya dijadikan sebagai sebuah monumen spiritual yang berfungsi untuk mengingatkan umat Islam tentang pentingnya makna-makna simbolik yang terkandung di dalamnya.
Kalau kemudian ternyata banyak umat Islam yang ketika melaksanakan ibadah umrah atau haji sangat antusias untuk mencium Hajar Aswad, hal tersebut sangat wajar, karena hal itu sesungguhnya merupakan manifestasi kerinduan umat Islam yang mendalam kepada insan-insan atau makhluk mulia ciptaan Allah, yaitu Nabi Ibrahim, Ibunda Hajar, Nabi Ismail, Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Dan wajar juga, ketika umat Islam melaksanakan ibadah umrah atau haji lantas sangat antusias untuk menyentuh Hajar Aswad, karena memang batu tersebut dahulu juga pernah disentuh oleh Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Jadi keinginan umat Islam untuk menyentuh Hajar Aswad atau menciumnya sebagaimana yang pernah dilakukan oleh insan-insan mulia ciptaan Allah sebelumnya adalah hal yang wajar dan biasa saja, sama sekali tidak mencerminkan bentuk pemberhalaan atau pengkhultusan dan sebagainya.
Demikianlah tambahan penjelasan berkaitan dengan makna "sebuah batu" dalam Kitab Daniel 2:34, sebagaimana yang telah disebutkan dalam kajian yang terdahulu. Penjelasan tersebut tentu dimaksudkan untuk dapat lebih memperkuat penemuan identitas makna "sebuah batu" yang telah berani berbenturan dengan "sebuah patung" yang amat besar, tinggi, dan tampak mendahsyatkan.
Nubuat Terakhir, Kepunahan Kristen Dan Keuniversalan Islam
Selanjutnya akan kita teruskan telaahan terhadap Kitab Daniel 2:35, yang merupakan ayat terakhir dalam inti mimpi raja Nebukadnezar.
Daniel 2:35 Maka dengan sekaligus diremukkannyalah juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu, dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan. Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi.
Kalimat: "...Maka dengan sekaligus diremukkannya juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu..."
Rangkaian kata "...Maka dengan sekaligus diremukkannya juga...", Rangkaian kata tersebut memiliki makna bahwa langkah koreksi ajaran Islam yang dinyatakan dalam Al-Qur'an secara terus terang dan sangat terbuka terhadap kekeliruan Doktrin Trinitas agama Kristen itu, yang akhirnya akan mengakibatkan keruntuhan sosok Kekristenan secara keseluruhan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada kajian terdahulu, bahwa koreksi yang dilakukan terhadap Doktrin Trinitas itu akan memberikan inspirasi dan dorongan kepada sekalian manusia untuk segera bergegas menyelami dan mengkritisi dogma ketuhanan agama Kristen tersebut. Dan hal itu akan mengakibatkan terjadinya benturan-benturan keras, antara iman yang dilandasi oleh hati yang jernih, benar, dan dilatarbelakangi oleh akal sehat dengan Doktrin Trinitas yang penuh dengan kekeliruan, khayalan dan kesesatan.
Dan benturan-benturan keras yang terjadi itu, akhirnya akan mengakibatkan Doktrin Trinitas mengalami kehancuran, baik dari sisi integritas mau pun dari sisi substansi yang akhirnya dengan seiring berjalannya waktu agama Kristen akan ditinggalkan oleh umatnya sendiri, karena sangat bertentangan dengan keimanan yang benar dan akal sehat manusia.
Rangkaian kata "...Maka dengan sekaligus diremukkannya juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu,...", Rangkaian kata tersebut sesungguhnya memberikan gambaran bahwa agama Kristen akan mengalami sebuah proses kehancuran secara simultan, atau dalam istilah Kitab Daniel 2:35 dengan sekaligus diremukkan, yang akan terjadi seiring terus berjalannya waktu dan seiring kemajuan perkembangan peradaban umat manusia.
Ketika kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat dan keleluasaan menyampaikan gagasan umat manusia, menjadi sesuatu yang sangat dihargai dan biasa dalam peri kehidupan bermasyarakat dan beragama, maka pada titik inilah yang merupakan episentrum terjadinya sebuah bencana gempa bagi keberadaan Doktrin Trinitas. Sebuah dogma ketuhanan Kristen yang penuh rekayasa, khayalan, dan tidak masuk akal akan segera ditinggalkan oleh pemeluknya yang sudah tidak sudi lagi terbelenggu dan terperangkap dalam mindset dan mindstream kaum konservatif dari Konsili Nicea 325 M dan Konsili Konstantinopel 381 M yang bebal, yang telah mengambil keputusan keliru dan sesat dalam menetapkan Doktrin Trinitas sebagai Dogma Ketuhanan.
Dan di sinilah mulai nampak bahwa peran dan pengaruh Konsili/Dewan Gereja (PGI, KWI, Uskup/Bishop, Pastur, Pendeta dan lembaga sejenis-nya) dalam kehidupan Kristen secara perlahan mulai luntur, di mana semua fatwa dan kebijakan yang putuskan oleh Konsili/Dewan Gereja tersebut sudah dianggap tak bernilai dan sudah tidak dihiraukan lagi oleh segenap Kristiani di dunia. Antusiasme Kristiani baik secara individu mau pun secara kelembagaan untuk beramal guna mendukung sistem keuangan gereja pun secara perlahan mulai menurun, dan Kristiani yang murtad dari keyakinan agamanya pun semakin marak, hingga akhirnya agama Kristen suatu saat akan mengalami kebangkrutan baik secara spiritual mau pun secara material.
Runtuhnya hegemoni agama Kristen tersebut, telah, sedang dan akan diawali dari internal agama itu sendiri. Proses murtadnya Kristiani dari agamanya itu bukan karena sekedar iming-iming duniawi, namun eksodus–nya mereka dari agama Kristen adalah karena merupakan buah dari suatu proses pergulatan pemikiran dan iman yang lama dan seru. Jadi jangan heran jika ternyata di belahan benua Eropa dan Amerika sana, Kristiani yang keluar dari Kekristenan kebanyakan justru dilakukan oleh orang-orang terpelajar dan orang-orang yang berpunya. Di Indonesia pun tidak sedikit Muallaf yang justru berasal dari kalangan pendeta/pastur, biarawati, aktivis dan tokoh penting Gereja, mahasiswa serta kalangan terpelajar dan mapan lainnya yang telah tercerahkan oleh cahaya kebenaran Islam.
Rangkaian kata "...dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan...", Dalam ilmu gramatika (tata bahasa), rangkaian kata tersebut termasuk dalam kategori kalimat hiperbola, yang menggambarkan sesuatu dengan ungkapan kata-kata yang berlebih. Dalam konteks ini, Kitab Daniel sesungguhnya ingin mengabarkan kepada umat Kristen, bahwa suatu saat tertentu agama Kristen akan berada pada suatu titik akhir dan akan mengalami sebuah nasib yang sangat tak berdaya dan amat mengenaskan, hingga akhirnya akan mengalami kemusnahan dari muka bumi ini.
Kata "sekam", merupakan sampah berupa kulit padi hasil dari proses pengirikan padi. Dalam hal ini artinya bahwa telah terjadi proses pemisahan antara bulir-bulir padi (beras) dengan kulitnya (sekam). Jadi, dalam ke-tidakberdayaan-nya tersebut, Kristen akan terpecah-pecah menjadi ratusan bahkan ribuan aliran dan sekte, namun semuanya sesungguhnya telah mengalami dis-orientasi atau kebingungan karena mereka telah kehilangan pedoman tentang dogma ketuhanannya. Dalam konteks padi, mereka bagaikan kulit padi (sekam) yang telah kehilangan intinya (bulir padinya).
Mereka sebenarnya ingin tetap setia kepada agamanya, tetapi di sisi lain mereka sudah tidak percaya lagi dengan Doktrin Trinitas. Dalam kondisi seperti inilah, Kristiani bagaikan sekam di tempat pengirikan pada musim panas, di mana sekam tersebut tidak mengendap di permukaan tanah karena basah oleh air, tetapi kondisinya sangat kering, ringan dan berserakan di permukaan tanah, sehingga begitu angin berhembus menerpanya, maka sekam itu pun berhamburan dan berterbangan entah ke mana hingga tidak ada bekasnya sama sekali.
Demikianlah gambaran proses remuknya Doktrin Trinitas dan proses kemusnahan dogma Kekristenan dari muka bumi ini. Di mana proses kemusnahan agama Kristen tersebut bukan karena diakibatkan oleh sebuah peperangan secara fisik yang menggunakan persenjataan dan peralatan modern, atau pun dengan serbuan dan pertarungan antar jutaan personil pasukan elit melawan pihak tertentu, tetapi fenomena kemusnahan agama Kristen ini adalah karena diakibatkan oleh terjadinya proses pembusukan keimanan yang dialami oleh Kristiani sendiri, yang merupakan efek domino atas koreksi ajaran Islam terhadap Doktrin Trinitas yang diwartakan di dalam Al-Qur'an.
Rangkaian kata "...Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi...", Rangkaian kata terakhir pada Kitab Daniel 2:35 ini, jika kita analogikan ke dalam sebuah cerita drama, maka rangkaian kata tersebut sesungguhnya dapat juga dikatakan sebagai sebuah "unhappy ending" bagi hegemoni "sebuah patung" (Agama Kristen) dan merupakan "happy ending" untuk "sebuah batu" (Agama Islam), yang tentu apa pun akhir cerita tersebut sangat dinanti-nantikan oleh pembaca atau penontonnya.
Dari rangkaian kata terakhir tersebut, akan dipilah dan dikelompokkan menjadi 3 bagian, yang masing-masing bagian tersebut akan kita lebih pertajam maknanya.
Pertama, rangkaian kata "...Tetapi batu yang menimpa patung itu...", di mana makna sesungguhnya telah diuraikan secara jelas pada kajian sebelumnya.
Kedua, rangkaian kata "...menjadi gunung besar...", rangkaian kata tersebut merupakan sebuah kata pilihan yang tepat untuk menggambarkan masa depan sebuah ajaran kebenaran, Islam. Dalam Kitab Daniel 2:35 ternyata batu yang menimpa patung itu tidak lantas menjadi tebaran butir-butir pasir di sebuah padang tandus, atau pun menjadi milayaran bebatuan yang berserak di padang gersang, namun batu tersebut ternyata menjadi sebuah gunung besar yang memenuhi seluruh bumi. Apa yang terjadi?
Itulah sebuah kata pilihan yang sesungguhnya dapat memberikan gambaran yang tepat dan sesuai dengan rencana Allah, sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur'an:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiyaa' 21:107)
Kata "gunung", merupakan sebuah benda alam ciptaan Allah yang melambangkan sebuah keperkasaan, sebuah kewibawaan, sebuah keindahan, dan juga melambangkan sebuah kehidupan yang alami, sejuk, sehat, bersih, damai, tentram, teratur, sejahtera, aman dan sebagainya.
Sosok gunung, sesungguhnya disamping ia menampakkan sebuah performa yang tinggi dan besar, di mana dalamnya mencerminkan sebuah konstruksi benda alam yang kokoh, kuat, dan penuh ancaman hukuman bagi siapa pun yang merusaknya, maka sosok gunung pun sesungguhnya menyajikan sebuah panorama yang penuh dengan kehijauan dan kedamaian. Karena di dalam gunung itulah, segala jenis flora dan fauna, tanah, air, mineral, angin, hujan, sinar matahari, dan manusia dapat tumbuh dan berkembang bersama dan saling meleburkan diri dalam sebuah mutual assistance dan symbiosis mutualism dalam kerangka kehidupan harmonis dengan alam semesta, blessing to all, Rahmatan Lil 'Alamin.
Dan ketika Risalah Islam telah merasuk kedalam diri setiap manusia dan ketika jalan kebenaran Islam telah di diterima sebagai "way of life", jalan dalam menempu kehidupan dan ditegakkan oleh segenap umat manusia, maka keselamatan dan kesejahteraan seluruh alam semesta akan segera terwujud di seluruh penjuru dunia ini bahkan sampai di akhirat nanti. (Aamiin Ya Rabbal'alamin..)
Ketiga, rangkaian kata "...yang memenuhi seluruh bumi...", rangkaian kata tersebut sesungguhnya juga merupakan sebuah kata pilihan yang tepat untuk menggambarkan realitas penyebaran jalan kebenaran Islam di seluruh penjuru dunia, yang merasuk ke dalam relung hati sanubari setiap manusia tanpa ada paksaan.
Sebagaimana Firman Allah sebagai berikut:
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah' 2:256)
Selanjutnya, kita simak kembali rangkaian kata terakhir pada Kitab Daniel 2:35 berikut ini:
"...Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi..."
Penggunaan kata "memenuhi" (mengisi) seluruh bumi dalam rangkaian kata terakhir Kitab Daniel 2:35 tersebut di atas, sesungguhnya sama halnya seperti kebanyakan kata yang termuat di dalam Kitab Daniel 2:31-35, dan merupakan kata yang unik, detail, deskriptif dan efektif untuk menggambarkan suatu keadaan yang ingin disampaikan atau yang ingin dijelaskan dalam ayat tersebut. Berbeda dengan kata menimpa yang cenderung memiliki implikasi yang bersifat negatif (menghancurkan), maka kata memenuhi justru cenderung memiliki implikasi yang bersifat positif.
Jadi, ketika sebuah batu, yaitu Islam, yang atas kehendak Tuhan, yaitu Allah, datang ke dunia ini dalam rangka untuk mengoreksi sebuah dogma ketuhanan yang telah keliru dan sesat, yaitu doktrin Trinitas, maka sosok sebuah batu tersebut sesungguhnya memang telah dirancang oleh Allah sebagai sebuah hukum yang memiliki sifat meremukkan. Namun, ketika sebuah batu, yaitu Islam, itu akhirnya kemudian menjadi "sebuah gunung" dan bersentuhan dengan alam semesta, maka sifat yang meremukkan tersebut berubah menjadi positif, yaitu memenuhi.
Artinya, penggunaan kata memenuhi pada rangkaian kata terakhir dalam Kitab Daniel 2:35 sebenarnya ingin menjelaskan kepada kita bahwa tersebar dan diterimanya agama Islam di seluruh penjuru dunia ini, sesungguhnya tersebar tidak dengan jalan yang bersifat distruktif dan eksploitatif, tetapi justru diterima dengan sepenuh hati oleh segenap umat manusia dalam rangka untuk memenuhi keyakinan atau akidah yang kosong dan hampa, seiring dengan telah diremukkannya Doktrin Trinitas dan telah musnahnya dogma Kekristenan dari dunia ini.
Demikianlah akhir kajian kita terhadap Kitab Daniel 2:30-35, sebuah pemaparan dan uraian yang menyajikan tafsiran dengan perspektif yang baru dan sangat berbeda jika dibandingkan dengan tafsiran-tafsiran yang selama ini telah ada dan berkembang di kalangan Kristiani, karena memang tafsir Gerejawi pastinya dibuat sedemikian rupa agar senantiasa ayat dalam Bible seakan mendukung dogma Kekristenan meskipun kenyataannya justru berbalik.
Bagi Kristiani yang tidak memiliki pemikiran kritis, mungkin baginya tulisan ini tidak berguna dan tidak penting untuk dipahami, toh dosa sudah ditebus Yesus (^_^). Tapi bagi mereka yang lebih mengedepankan logika dan nalar yang aktif, sudah pasti akan langsung dapat menangkap apa yang telah dipaparkan dan disampaikan, kemudian dengan segera mengkritisi dan menyelami kembali dogma dan doktrin yang telah mereka anut, dimana isinya penuh dengan kemustahilan dan ketidak benaran.
Dan pasti sangat bisa dipahami bahwa akan sangat sulit bagi mayoritas Kristiani untuk dapat menerima, apalagi sudi memahami telaahan ini. Maka dari itu, kami tidak menutup peluang jika ada Kristiani yang bersedia memberikan tafsiran tandingan terhadap tafsir yang telah kami muat diatas. Silahkan bagi Kristiani yang tidak setuju akan penjelasan mengenai Daniel 2:30-35 ini, dapat membawa tafsiran yang menurut mereka lebih kredibel dan berkompeten dan penjelasannya lebih-lebih rinci dibanding apa yang kami paparkan dalam kajian ini.
Silahkan Kristiani membawa tafsiran tokoh Gereja kepercayaan mereka atau mungkin tafsiran buatan sendiri, dengan catatan tentunya tafsiran tersebut harus lebih deskriptif, lebih berkorelasi, lebih bermakna, lebih kritis, lebih terbuka, lebih faktual, dan yang paling penting lebih sesuai dengan setiap kata dalam nubuat yang dimaksud, bukan cuma mengandalkan sejarah. Karena pastinya Kristiani lebih paham bahwa sesungguhnya suatu nubuat tersebut tidak boleh sekedar disandarkan hanya dengan dasar sejarah, melainkan harus dipahami dan dimaknai setiap katanya yang penuh dengan simbologi dan metafora yang memiliki arti tersendiri, sehingga akhirnya setiap tanda tanya dalam memahami nubuat tersebut menghilang.
Namun demikian secara umum, semoga saja kajian ini dapat memberikan sebuah pencerahan kepada yang lain, atau setidaknya dapat ikut menambah perbendaharaan pustaka (referensi) dalam rangka upaya mempelajari dan memahami dogma dan doktrin Kekristenan, yang pasti dengan tujuan utama agar kita tidak ikut terjerumus kedalamnya.
*****
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi." (QS. Al-Fath' 48:28)
Salam Bagi Kaum Yang Mengikuti Petunjuk
1. Daniel 2:30-35 yang disandarkan sebagai mimpi Raja Nebukadnezar sesungguhnya merupakan nubuat terhadap masa depan bagi Kekristenan dan dogmanya dan bukan nubuat mengenai kerajaan secara harfiah.
2. Daniel 2:30-35 mencatat secara pasti bahwa simbologi dan bahasa metafora dalam mimpi Raja Nebukadnezar dimana inti ceritanya adalah sebuah Patung, sebenarnya merupakan sesuatu yang menggambarkan mengenai Kekristenan dan sejarah terbentuknya doktrin ketuhanan Gereja.
3. Daniel 2:30-35 menjelaskan secara nyata bahwa "Patung" (Kekristenan) tersebut akan hancur dan lulu lantah oleh sesuatu yang digambarkan dengan sebuah "Batu".
"Batu" Penghancur Dogma Kekristenan
Daniel 2:34 Sementara tuanku melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk.
Siapakah sebenarnya yang dimaksud dengan "sebuah batu" tersebut, dan apa yang sesungguhnya dibawa olehnya, sehingga ia mampu meremukkan Doktrin Trinitas yang sudah ribuan tahun menjadi Dogma Ketuhanan bagi milyaran Kristiani di dunia ini?
Kalau kita belajar dan membaca literatur-literatur tentang sejarah perkembangan agama-agama di dunia ini, maka sangat bisa dipastikan bahwa tidak ada satu pun agama di dunia ini yang secara terang-terangan dan terbuka berani menohok sebuah dogma ketuhanan agama tertentu, kecuali Agama Islam. Jadi, satu-satu-nya agama di dunia ini yang secara terus-terang dan terbuka berani berbenturan dan mengoreksi sebuah dogma ketuhanan (Doktrin Trinitas) yang dimiliki oleh sebuah agama tertentu (Kristen), hanyalah agama "ISLAM".
Agama Islam di dalam konteks Kitab Daniel Pasal 2:34, adalah laksana "sebuah batu" yang memiliki karakter keras dan kuat, namun juga memiliki bentuk yang natural dan alami. Itu sesungguhnya menggambarkan bahwa ajaran atau "rule of law" yang dibawa oleh Nabi Muhammad dari Allah adalah bersifat tegas dan dalam penerapannya (law inforcement) pun senantiasa dilandasi oleh semangat yang sangat kuat. Demikian juga ajaran Islam, yang laksana "sebuah batu" yang memiliki bentuk natural dan alami, maka ajaran Islam sebagai "way of life" pun sesungguhnya juga telah dipersiapkan oleh Allah sebagai pedoman hidup yang applicable, membumi, dan membawa rahmat bagi semesta alam, atau dalam istilah Al-Qur'an disebut sebagai "Rahmatan Lil Alamin".
Di dalam Al-Qur'an sebenarnya terdapat banyak sekali bertebaran ayat-ayat yang memberikan koreksi terhadap ajaran-ajaran yang bernuansa musyrik (mempersekutukan Allah), baik yang bersifat koreksi secara umum mau pun koreksi secara khusus.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlas' 112:1-4)
Kalau kita perhatikan QS. Al-Ikhlas' 112:1-4 tersebut di atas, jika ditinjau berdasarkan obyek yang menjadi sasaran koreksi, maka Surat Al-Ikhlas ini termasuk kategori yang bersifat koreksi secara umum, tetapi kalau ditinjau dari isi kandungannya, sesungguhnya termasuk kategori yang bersifat koreksi secara khusus, karena langsung menjurus pada substansi dogma ketuhanan yang dianut oleh umat Kristen.
1. Ayat "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu", langsung mengoreksi keyakinan bahwa Tuhan adalah Tri Tunggal (Tuhan terdiri dari 3 oknum: Tuhan Bapa, Tuhan Anak, dan Roh Kudus, tetapi tetap 1 Tuhan).
2. Ayat "Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan", langsung mengoreksi keyakinan bahwa di dalam Trinitas ada Tuhan Bapa (Allah) dan Tuhan Anak (Yesus Kristus).
3. Ayat "dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia", langsung mengoreksi keyakinan bahwa Tuhan Allah menjelma menjadi manusia (Yesus Kristus) sebagai wujud Tuhan dalam bentuk kedagingan.
Berikut kutipan lain dari Al-Qur'an yang dengan jelas merupakan bentuk koreksi secara khusus terhadap dogma Kristen.
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam." Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?." Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Maaidah' 5:17)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun." (QS. Al-Maaidah' 15:72)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih." (QS. Al-Maaidah' 15:73)
مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
"Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu)." (QS. Al-Maaidah' 15:75)
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (QS. Al-Maaidah' 15:77)
Demikianlah beberapa Surat dan ayat dalam Al-Qur'an yang secara terang-terangan dan terbuka mengoreksi dogma ketuhanan yang diimani oleh Kristiani, yaitu Doktrin Trinitas. Dan hal ini juga mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa sesungguhnya yang dimaksud sebagai "sebuah batu" dan satu-satunya, adalah Agama Islam.
Hajar Aswad, Monumen Spiritual Umat Islam
Sebelum kita lanjutkan telaahan terhadap Kitab Daniel 2:35, berikut info tambahan untuk melengkapi penjelasan sebelumnya berkaitan dengan makna kata "sebuah batu" dalam Kitab Daniel 2:34.
Pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan bahwa makna kata "sebuah batu" dalam Kitab Daniel 2:34 telah disimpulkan sebagai tamsil yang menunjuk kepada risalah atau "rule of law" yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yaitu diin ul haq, jalan kebenaran Islam. Namun demikian, secara faktual pun sesungguhnya agama Islam memiliki sebuah monumen spiritual yang juga berbentuk "sebuah batu", yang hingga kini masih terus terawat dan terjaga keberadaannya, di mana umat Islam di seluruh dunia mengenalnya sebagai Hajar Aswad.
Hajar Aswad adalah sebuah monumen spiritual yang sarat akan makna-makna simbolik bagi umat Islam. Hajar Aswad bukan-lah merupakan sebuah berhala yang disembah-sembah oleh umat Islam, dan bukan pula merupakan sebuah bentuk simbolisasi Tuhan, serta bukan merupakan sebuah lambang untuk mempersekutukan Allah (Na'uudzu billaahi minzalik..). Di dalam Islam tidak mengenal simbolisasi Tuhan, karena Allah memiliki sifat "mukholawatu lil khawadist" dan "lam yakullaahu kufuwan ahad", Allah tidaklah sama dengan makhluk ciptaan-Nya, dan tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya. Islam tidak menganut paham anthropomorphisme atau sebuah paham yang mempersonifikasikan Tuhan sebagaimana layaknya seperti manusia, sebagaimana yang terjadi dalam Kekristenan.
Di dalam terminologi Islam, Hajar Aswad sesungguhnya memiliki banyak makna simbolik bagi umat dan makna simbolik tersebut memang harus senantiasa terpelihara dan terhayati dalam diri setiap muslim, agar umat muslim tidak mengalami suatu dis-orientasi terhadap ajaran dan sejarah agamanya. Makna-makna simbolik Hajar Aswad tersebut antara lain meliputi:
Pertama, Hajar Aswad memiliki makna: Mutual Assistance (simbol kerjasama dan kebersamaan).
Bahwa ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail membangun kembali Ka'bah yang telah lama runtuh, Hajar Aswad adalah merupakan batu terakhir yang dipasang pada bangunan Ka'bah tersebut. Hajar Aswad merupakan batu yang diberikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Ismail, ketika Nabi Ismail sudah tidak dapat menemukan batu lain lagi untuk menyempurnakan berdirinya bangunan Ka'bah. Peristiwa ini merupakan simbol keterlibatan Malaikat Jibril dalam ikut serta membangun kembali Baitullah, Rumah Allah, Rumah Ibadah untuk menyembah dan mengagungkan Ke-Esa-an Allah. Ka'bah adalah sebuah rumah ibadah yang pertama kali didirikan di bumi ini oleh Nabi Adam, setelah dulu mereka (Adam dan Hawa) dipersona non grata-kan oleh Allah dari surga ke dunia fana ini.
Keterlibatan Malaikat Jibril pada pembangunan kembali Ka'bah itu, sesungguhnya menyiratkan sebuah kerjasama dan kebersamaan antara sesama makhluk Allah dalam membangun kembali Agama Tauhid (agama yang benar-benar meng-Esa-kan Allah). Alam semesta, manusia dan malaikat saling meleburkan diri dalam sebuah "mutual asisstance", tidak hanya secara spiritual saja, tetapi juga keterlibatan secara fisik.
Kedua, Hajar Aswad memiliki makna: Anti Racial Discrimination (simbol perlawanan terhadap rasisme dan diskriminasi).
Ketika kita berbicara tentang Hajar Aswad, maka hal itu juga mengingatkan kita kepada seorang perempuan berkulit hitam ibunda Nabi Ismail, beliau adalah Hajar, seorang budak yang diperistri oleh Nabi Ibrahim atas kehendak istri pertamanya, yaitu Sarah. Sarah meminta Nabi Ibrahim agar memperistri Hajar karena dalam umur yang sudah tua, Sarah tidak juga dikaruniai seorang anak.
Dan kemudian beberapa tahun setelah kelahiran Nabi Ismail dari rahim Hajar, ternyata Sarah pun akhirnya juga mengandung dan melahirkan seorang putra, yang diberi nama Ishak. Tidak lama kemudian, Hajar dan Ismail diusir oleh Sarah, gara-gara Sarah melihat anaknya yaitu Ishak sedang bercanda dengan anak keturunan seorang budak, yaitu Ismail. Sarah merasa tidak senang dan akhirnya menyuruh Ibrahim mengusir Hajar dan Nabi Ismail, membawa dan meninggalkannya di sebuah gurun tandus.
Di sinilah berawalnya sebuah tragedi rasisme dan diskriminasi terhadap keturunan-keturunan Nabi Ibrahim/Abraham yang berasal dari Hajar (yang merupakan seorang perempuan budak) dan keturunan-keturunan yang berasal dari Ketura (yang dituduh sebagai perempuan gundik) terjadi. Sebagaimana keyakinan Kristiani, bahwa anak yang dijanjikan oleh Allah bukanlah Ismail tetapi Ishak. Walau pun Ismail lebih dulu lahir dibandingkan Ishak, tetapi karena Ismail adalah anak keturunan budak, maka predikat anak yang dijanjikan dianggap tidak berlaku, dan Ismail cukup diberi predikat sebagai anak yang diberkati saja.
Namun yang lebih tragis lagi adalah nasib anak-anak dari keturunan Ketura, tercatat dalam Bible sebagai istri ketiga Abrahim. Karena ternyata mereka tidak mendapat predikat apa pun dari Tuhan, bahkan anak-anak dari keturunan Ketura tersebut dinyatakan sebagai anak-anak yang tidak diberkati Tuhan, karena mereka dianggap sebagai anak keturunan gundik.
Setelah Hajar dan Ismail diusir ke sebuah gurun tandus, di sanalah keperkasaan, ketegaran, kesabaran dan ketawakalan Hajar sebagai seorang perempuan yang teraniaya diuji. Beliau berlari antara Shafa dan Marwah sampai sebanyak 7 kali (sa'i), beliau bersusah payah dan berjuang demi untuk mendapatkan air yang sesungguhnya sangat mustahil ada di gurun yang amat tandus tersebut. Namun demikian atas Kasih Sayang Allah, memancarlah sebuah mata air di dekat keberadaan nabi Ismail ketika ditinggalkan sementara oleh ibunda-nya, di mana mata air tersebut sekarang lebih dikenal sebagai mata air Zam-zam. Berawal dari tempat itulah kemudian keturunan Nabi Ismail berkembang biak berdampingan dengan masyarakat sekitarnya menjadi bangsa-bangsa yang besar, yang kemudian dari anak keturunannya-lah lahir seorang manusia yang amat mulia bernama Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yang memiliki predikat sebagai Nabi Terakhir.
Dan berkaitan dengan semangat perlawanan terhadap segala bentuk rasisme dan diskriminasi dalam konteks yang lebih luas, maka turunlah Firman Allah di dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat Ayat 13 kepada Nabi Muhammad dan seluruh umat manusia.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat' 49:13)
Islam mengajarkan bahwa kemuliaan seseorang bukanlah berdasarkan garis keturunan, mulia bukan karena keturunan majikan, terbuang bukan karena keturunan budak, tidak diberkati bukan karena keturunan gundik, dan kemuliaan bukan berdasarkan atas bangsa atau pun suku. Tetapi bahwa, kemuliaan seseorang dalam Islam sesungguhnya ditentukan oleh tingkat ketakwaan-nya.
Ketiga, Hajar Aswad memiliki makna: Egalitarian and Smart Leadership (simbol egalitarian dan kepemimpinan yang cerdas).
Ketika dulu pada saat masyarakat dari kabilah-kabilah sekitar Ka'bah melakukan renovasi kembali terhadap bangunan Ka'bah, di antara mereka terjadi perselisihan yang berpotensi bisa menimbulkan perpecahan. Perselisihan tersebut disebabkan karena masing-masing kabilah merasa yang paling berhak untuk memasang kembali batu terakhir ke dalam bangunan Ka'bah, yaitu Hajar Aswad. Perselisihan tersebut akhirnya berakhir ketika kabilah-kabilah itu bersepakat meminta advice dari seorang pemuda yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Mereka menunjuk Nabi Muhammad sebagai "Problem Solver", karena beliau dikenal di kalangan masyarakat memiliki akhlak yang paling baik dan terpuji, yaitu amanah, fathonah, tabligh, dan shidiq.
Beliau memiliki sifat "amanah", yaitu sangat dapat dipercaya karena beliau selalu mampu memegang dan melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya, sehingga beliau dijuluki oleh masyarakatnya sebagai Al-Amin. Beliau juga merupakan seorang yang "fathonah", karena beliau terkenal sangat cerdas dalam memecahkan berbagai masalah atau sangat piawai dalam memberikan jalan keluar atas setiap problema yang terjadi di dalam lingkungan masyarakatnya. Beliau pun merupakan seorang yang sangat "tabligh", karena dalam setiap musyawarah untuk memecahkan suatu masalah, beliau memiliki sifat terbuka dan respectful terhadap masukan dan kritik yang membangun dari orang lain, sehingga dalam setiap pengambilan keputusan senantiasa didukung penuh oleh seluruh masyarakat. Kemudian, beliau juga dikenal di dalam lingkungan masyarakatnya sebagai orang yang senantiasa berpikir, berbicara dan bertindak benar, sehingga beliau juga disebut sebagai orang yang "shidiq".
Untuk memecahkan masalah tersebut, akhirnya Nabi Muhammad menggelar sorban miliknya di tanah, dan tiap-tiap pemimpin kabilah memegang ujung sorban tersebut, lalu Hajar Aswad diletakkan di atas sorban, kemudian secara bersama-sama para pemimpin kabilah mengangkat Hajar Aswad dari ujung-ujung sorban, sementara Nabi Muhammad memegang bagian tengah sorban dimana Hajar Aswad telah diletakkan di atasnya. Lantas memasangkan dan meletakkan Hajar Aswad ke dalam konstruksi bangunan Ka'bah, sebagai batu terakhir yang dipasang secara bersama-sama.
Demikianlah, Hajar Aswad sesungguhnya juga memiliki makna simbolik tentang dikedepankan-nya semangat egalitarian dan disingkirkannya sifat egoisme atau ego-centris dalam diri seorang Muslim. Dijunjung tingginya semangat egalitarian tersebut tentu tidak terlepas dari "smart leadership" yang dimiliki oleh seorang Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Keempat, Hajar Aswad memiliki makna: The Last Prophet (simbol khatamman nabiyyin, nabi terakhir).
Hajar Aswad merupakan batu terakhir yang dipasangkan pada konstruksi bangunan Ka'bah, baik pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mau pun pada saat dilakukan renovasi oleh masyarakat sekitar pada zaman Nabi Muhammad. Hal ini sesungguhnya juga memiliki makna simbolik bahwa batu terakhir tersebut ialah Nabi Muhammad yang merupakan "khataman nabiyyin" atau nabi penutup yang berfungsi untuk menyempurnakan bangunan Agama Tauhid (Islam, agama yang benar-benar meng-Esa-kan Allah), yaitu sebuah agama yang pernah di sampaikan juga oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada umat manusia di dunia ini.
Demikianlah beberapa makna simbolik dari Hajar Aswad yang tentu harus senantiasa terpelihara dan terhayati oleh seluruh umat Islam agar tidak mengalami dis-orientasi terhadap sejarah dan ajaran agamanya. Keberadaan Hajar Aswad di dalam bangunan Ka'bah yang senantiasa dipertahankan oleh umat Islam bukanlah untuk diberhalakan atau disembah-sembah, melainkan semata-mata hanya dijadikan sebagai sebuah monumen spiritual yang berfungsi untuk mengingatkan umat Islam tentang pentingnya makna-makna simbolik yang terkandung di dalamnya.
Kalau kemudian ternyata banyak umat Islam yang ketika melaksanakan ibadah umrah atau haji sangat antusias untuk mencium Hajar Aswad, hal tersebut sangat wajar, karena hal itu sesungguhnya merupakan manifestasi kerinduan umat Islam yang mendalam kepada insan-insan atau makhluk mulia ciptaan Allah, yaitu Nabi Ibrahim, Ibunda Hajar, Nabi Ismail, Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Dan wajar juga, ketika umat Islam melaksanakan ibadah umrah atau haji lantas sangat antusias untuk menyentuh Hajar Aswad, karena memang batu tersebut dahulu juga pernah disentuh oleh Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Jadi keinginan umat Islam untuk menyentuh Hajar Aswad atau menciumnya sebagaimana yang pernah dilakukan oleh insan-insan mulia ciptaan Allah sebelumnya adalah hal yang wajar dan biasa saja, sama sekali tidak mencerminkan bentuk pemberhalaan atau pengkhultusan dan sebagainya.
Demikianlah tambahan penjelasan berkaitan dengan makna "sebuah batu" dalam Kitab Daniel 2:34, sebagaimana yang telah disebutkan dalam kajian yang terdahulu. Penjelasan tersebut tentu dimaksudkan untuk dapat lebih memperkuat penemuan identitas makna "sebuah batu" yang telah berani berbenturan dengan "sebuah patung" yang amat besar, tinggi, dan tampak mendahsyatkan.
Nubuat Terakhir, Kepunahan Kristen Dan Keuniversalan Islam
Selanjutnya akan kita teruskan telaahan terhadap Kitab Daniel 2:35, yang merupakan ayat terakhir dalam inti mimpi raja Nebukadnezar.
Daniel 2:35 Maka dengan sekaligus diremukkannyalah juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu, dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan. Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi.
Kalimat: "...Maka dengan sekaligus diremukkannya juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu..."
Rangkaian kata "...Maka dengan sekaligus diremukkannya juga...", Rangkaian kata tersebut memiliki makna bahwa langkah koreksi ajaran Islam yang dinyatakan dalam Al-Qur'an secara terus terang dan sangat terbuka terhadap kekeliruan Doktrin Trinitas agama Kristen itu, yang akhirnya akan mengakibatkan keruntuhan sosok Kekristenan secara keseluruhan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada kajian terdahulu, bahwa koreksi yang dilakukan terhadap Doktrin Trinitas itu akan memberikan inspirasi dan dorongan kepada sekalian manusia untuk segera bergegas menyelami dan mengkritisi dogma ketuhanan agama Kristen tersebut. Dan hal itu akan mengakibatkan terjadinya benturan-benturan keras, antara iman yang dilandasi oleh hati yang jernih, benar, dan dilatarbelakangi oleh akal sehat dengan Doktrin Trinitas yang penuh dengan kekeliruan, khayalan dan kesesatan.
Dan benturan-benturan keras yang terjadi itu, akhirnya akan mengakibatkan Doktrin Trinitas mengalami kehancuran, baik dari sisi integritas mau pun dari sisi substansi yang akhirnya dengan seiring berjalannya waktu agama Kristen akan ditinggalkan oleh umatnya sendiri, karena sangat bertentangan dengan keimanan yang benar dan akal sehat manusia.
Rangkaian kata "...Maka dengan sekaligus diremukkannya juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu,...", Rangkaian kata tersebut sesungguhnya memberikan gambaran bahwa agama Kristen akan mengalami sebuah proses kehancuran secara simultan, atau dalam istilah Kitab Daniel 2:35 dengan sekaligus diremukkan, yang akan terjadi seiring terus berjalannya waktu dan seiring kemajuan perkembangan peradaban umat manusia.
Ketika kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat dan keleluasaan menyampaikan gagasan umat manusia, menjadi sesuatu yang sangat dihargai dan biasa dalam peri kehidupan bermasyarakat dan beragama, maka pada titik inilah yang merupakan episentrum terjadinya sebuah bencana gempa bagi keberadaan Doktrin Trinitas. Sebuah dogma ketuhanan Kristen yang penuh rekayasa, khayalan, dan tidak masuk akal akan segera ditinggalkan oleh pemeluknya yang sudah tidak sudi lagi terbelenggu dan terperangkap dalam mindset dan mindstream kaum konservatif dari Konsili Nicea 325 M dan Konsili Konstantinopel 381 M yang bebal, yang telah mengambil keputusan keliru dan sesat dalam menetapkan Doktrin Trinitas sebagai Dogma Ketuhanan.
Dan di sinilah mulai nampak bahwa peran dan pengaruh Konsili/Dewan Gereja (PGI, KWI, Uskup/Bishop, Pastur, Pendeta dan lembaga sejenis-nya) dalam kehidupan Kristen secara perlahan mulai luntur, di mana semua fatwa dan kebijakan yang putuskan oleh Konsili/Dewan Gereja tersebut sudah dianggap tak bernilai dan sudah tidak dihiraukan lagi oleh segenap Kristiani di dunia. Antusiasme Kristiani baik secara individu mau pun secara kelembagaan untuk beramal guna mendukung sistem keuangan gereja pun secara perlahan mulai menurun, dan Kristiani yang murtad dari keyakinan agamanya pun semakin marak, hingga akhirnya agama Kristen suatu saat akan mengalami kebangkrutan baik secara spiritual mau pun secara material.
Runtuhnya hegemoni agama Kristen tersebut, telah, sedang dan akan diawali dari internal agama itu sendiri. Proses murtadnya Kristiani dari agamanya itu bukan karena sekedar iming-iming duniawi, namun eksodus–nya mereka dari agama Kristen adalah karena merupakan buah dari suatu proses pergulatan pemikiran dan iman yang lama dan seru. Jadi jangan heran jika ternyata di belahan benua Eropa dan Amerika sana, Kristiani yang keluar dari Kekristenan kebanyakan justru dilakukan oleh orang-orang terpelajar dan orang-orang yang berpunya. Di Indonesia pun tidak sedikit Muallaf yang justru berasal dari kalangan pendeta/pastur, biarawati, aktivis dan tokoh penting Gereja, mahasiswa serta kalangan terpelajar dan mapan lainnya yang telah tercerahkan oleh cahaya kebenaran Islam.
Rangkaian kata "...dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan...", Dalam ilmu gramatika (tata bahasa), rangkaian kata tersebut termasuk dalam kategori kalimat hiperbola, yang menggambarkan sesuatu dengan ungkapan kata-kata yang berlebih. Dalam konteks ini, Kitab Daniel sesungguhnya ingin mengabarkan kepada umat Kristen, bahwa suatu saat tertentu agama Kristen akan berada pada suatu titik akhir dan akan mengalami sebuah nasib yang sangat tak berdaya dan amat mengenaskan, hingga akhirnya akan mengalami kemusnahan dari muka bumi ini.
Kata "sekam", merupakan sampah berupa kulit padi hasil dari proses pengirikan padi. Dalam hal ini artinya bahwa telah terjadi proses pemisahan antara bulir-bulir padi (beras) dengan kulitnya (sekam). Jadi, dalam ke-tidakberdayaan-nya tersebut, Kristen akan terpecah-pecah menjadi ratusan bahkan ribuan aliran dan sekte, namun semuanya sesungguhnya telah mengalami dis-orientasi atau kebingungan karena mereka telah kehilangan pedoman tentang dogma ketuhanannya. Dalam konteks padi, mereka bagaikan kulit padi (sekam) yang telah kehilangan intinya (bulir padinya).
Mereka sebenarnya ingin tetap setia kepada agamanya, tetapi di sisi lain mereka sudah tidak percaya lagi dengan Doktrin Trinitas. Dalam kondisi seperti inilah, Kristiani bagaikan sekam di tempat pengirikan pada musim panas, di mana sekam tersebut tidak mengendap di permukaan tanah karena basah oleh air, tetapi kondisinya sangat kering, ringan dan berserakan di permukaan tanah, sehingga begitu angin berhembus menerpanya, maka sekam itu pun berhamburan dan berterbangan entah ke mana hingga tidak ada bekasnya sama sekali.
Demikianlah gambaran proses remuknya Doktrin Trinitas dan proses kemusnahan dogma Kekristenan dari muka bumi ini. Di mana proses kemusnahan agama Kristen tersebut bukan karena diakibatkan oleh sebuah peperangan secara fisik yang menggunakan persenjataan dan peralatan modern, atau pun dengan serbuan dan pertarungan antar jutaan personil pasukan elit melawan pihak tertentu, tetapi fenomena kemusnahan agama Kristen ini adalah karena diakibatkan oleh terjadinya proses pembusukan keimanan yang dialami oleh Kristiani sendiri, yang merupakan efek domino atas koreksi ajaran Islam terhadap Doktrin Trinitas yang diwartakan di dalam Al-Qur'an.
Rangkaian kata "...Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi...", Rangkaian kata terakhir pada Kitab Daniel 2:35 ini, jika kita analogikan ke dalam sebuah cerita drama, maka rangkaian kata tersebut sesungguhnya dapat juga dikatakan sebagai sebuah "unhappy ending" bagi hegemoni "sebuah patung" (Agama Kristen) dan merupakan "happy ending" untuk "sebuah batu" (Agama Islam), yang tentu apa pun akhir cerita tersebut sangat dinanti-nantikan oleh pembaca atau penontonnya.
Dari rangkaian kata terakhir tersebut, akan dipilah dan dikelompokkan menjadi 3 bagian, yang masing-masing bagian tersebut akan kita lebih pertajam maknanya.
Pertama, rangkaian kata "...Tetapi batu yang menimpa patung itu...", di mana makna sesungguhnya telah diuraikan secara jelas pada kajian sebelumnya.
Kedua, rangkaian kata "...menjadi gunung besar...", rangkaian kata tersebut merupakan sebuah kata pilihan yang tepat untuk menggambarkan masa depan sebuah ajaran kebenaran, Islam. Dalam Kitab Daniel 2:35 ternyata batu yang menimpa patung itu tidak lantas menjadi tebaran butir-butir pasir di sebuah padang tandus, atau pun menjadi milayaran bebatuan yang berserak di padang gersang, namun batu tersebut ternyata menjadi sebuah gunung besar yang memenuhi seluruh bumi. Apa yang terjadi?
Itulah sebuah kata pilihan yang sesungguhnya dapat memberikan gambaran yang tepat dan sesuai dengan rencana Allah, sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur'an:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiyaa' 21:107)
Kata "gunung", merupakan sebuah benda alam ciptaan Allah yang melambangkan sebuah keperkasaan, sebuah kewibawaan, sebuah keindahan, dan juga melambangkan sebuah kehidupan yang alami, sejuk, sehat, bersih, damai, tentram, teratur, sejahtera, aman dan sebagainya.
Sosok gunung, sesungguhnya disamping ia menampakkan sebuah performa yang tinggi dan besar, di mana dalamnya mencerminkan sebuah konstruksi benda alam yang kokoh, kuat, dan penuh ancaman hukuman bagi siapa pun yang merusaknya, maka sosok gunung pun sesungguhnya menyajikan sebuah panorama yang penuh dengan kehijauan dan kedamaian. Karena di dalam gunung itulah, segala jenis flora dan fauna, tanah, air, mineral, angin, hujan, sinar matahari, dan manusia dapat tumbuh dan berkembang bersama dan saling meleburkan diri dalam sebuah mutual assistance dan symbiosis mutualism dalam kerangka kehidupan harmonis dengan alam semesta, blessing to all, Rahmatan Lil 'Alamin.
Dan ketika Risalah Islam telah merasuk kedalam diri setiap manusia dan ketika jalan kebenaran Islam telah di diterima sebagai "way of life", jalan dalam menempu kehidupan dan ditegakkan oleh segenap umat manusia, maka keselamatan dan kesejahteraan seluruh alam semesta akan segera terwujud di seluruh penjuru dunia ini bahkan sampai di akhirat nanti. (Aamiin Ya Rabbal'alamin..)
Ketiga, rangkaian kata "...yang memenuhi seluruh bumi...", rangkaian kata tersebut sesungguhnya juga merupakan sebuah kata pilihan yang tepat untuk menggambarkan realitas penyebaran jalan kebenaran Islam di seluruh penjuru dunia, yang merasuk ke dalam relung hati sanubari setiap manusia tanpa ada paksaan.
Sebagaimana Firman Allah sebagai berikut:
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah' 2:256)
Selanjutnya, kita simak kembali rangkaian kata terakhir pada Kitab Daniel 2:35 berikut ini:
"...Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi..."
Penggunaan kata "memenuhi" (mengisi) seluruh bumi dalam rangkaian kata terakhir Kitab Daniel 2:35 tersebut di atas, sesungguhnya sama halnya seperti kebanyakan kata yang termuat di dalam Kitab Daniel 2:31-35, dan merupakan kata yang unik, detail, deskriptif dan efektif untuk menggambarkan suatu keadaan yang ingin disampaikan atau yang ingin dijelaskan dalam ayat tersebut. Berbeda dengan kata menimpa yang cenderung memiliki implikasi yang bersifat negatif (menghancurkan), maka kata memenuhi justru cenderung memiliki implikasi yang bersifat positif.
Jadi, ketika sebuah batu, yaitu Islam, yang atas kehendak Tuhan, yaitu Allah, datang ke dunia ini dalam rangka untuk mengoreksi sebuah dogma ketuhanan yang telah keliru dan sesat, yaitu doktrin Trinitas, maka sosok sebuah batu tersebut sesungguhnya memang telah dirancang oleh Allah sebagai sebuah hukum yang memiliki sifat meremukkan. Namun, ketika sebuah batu, yaitu Islam, itu akhirnya kemudian menjadi "sebuah gunung" dan bersentuhan dengan alam semesta, maka sifat yang meremukkan tersebut berubah menjadi positif, yaitu memenuhi.
Artinya, penggunaan kata memenuhi pada rangkaian kata terakhir dalam Kitab Daniel 2:35 sebenarnya ingin menjelaskan kepada kita bahwa tersebar dan diterimanya agama Islam di seluruh penjuru dunia ini, sesungguhnya tersebar tidak dengan jalan yang bersifat distruktif dan eksploitatif, tetapi justru diterima dengan sepenuh hati oleh segenap umat manusia dalam rangka untuk memenuhi keyakinan atau akidah yang kosong dan hampa, seiring dengan telah diremukkannya Doktrin Trinitas dan telah musnahnya dogma Kekristenan dari dunia ini.
Demikianlah akhir kajian kita terhadap Kitab Daniel 2:30-35, sebuah pemaparan dan uraian yang menyajikan tafsiran dengan perspektif yang baru dan sangat berbeda jika dibandingkan dengan tafsiran-tafsiran yang selama ini telah ada dan berkembang di kalangan Kristiani, karena memang tafsir Gerejawi pastinya dibuat sedemikian rupa agar senantiasa ayat dalam Bible seakan mendukung dogma Kekristenan meskipun kenyataannya justru berbalik.
Bagi Kristiani yang tidak memiliki pemikiran kritis, mungkin baginya tulisan ini tidak berguna dan tidak penting untuk dipahami, toh dosa sudah ditebus Yesus (^_^). Tapi bagi mereka yang lebih mengedepankan logika dan nalar yang aktif, sudah pasti akan langsung dapat menangkap apa yang telah dipaparkan dan disampaikan, kemudian dengan segera mengkritisi dan menyelami kembali dogma dan doktrin yang telah mereka anut, dimana isinya penuh dengan kemustahilan dan ketidak benaran.
Dan pasti sangat bisa dipahami bahwa akan sangat sulit bagi mayoritas Kristiani untuk dapat menerima, apalagi sudi memahami telaahan ini. Maka dari itu, kami tidak menutup peluang jika ada Kristiani yang bersedia memberikan tafsiran tandingan terhadap tafsir yang telah kami muat diatas. Silahkan bagi Kristiani yang tidak setuju akan penjelasan mengenai Daniel 2:30-35 ini, dapat membawa tafsiran yang menurut mereka lebih kredibel dan berkompeten dan penjelasannya lebih-lebih rinci dibanding apa yang kami paparkan dalam kajian ini.
Silahkan Kristiani membawa tafsiran tokoh Gereja kepercayaan mereka atau mungkin tafsiran buatan sendiri, dengan catatan tentunya tafsiran tersebut harus lebih deskriptif, lebih berkorelasi, lebih bermakna, lebih kritis, lebih terbuka, lebih faktual, dan yang paling penting lebih sesuai dengan setiap kata dalam nubuat yang dimaksud, bukan cuma mengandalkan sejarah. Karena pastinya Kristiani lebih paham bahwa sesungguhnya suatu nubuat tersebut tidak boleh sekedar disandarkan hanya dengan dasar sejarah, melainkan harus dipahami dan dimaknai setiap katanya yang penuh dengan simbologi dan metafora yang memiliki arti tersendiri, sehingga akhirnya setiap tanda tanya dalam memahami nubuat tersebut menghilang.
Namun demikian secara umum, semoga saja kajian ini dapat memberikan sebuah pencerahan kepada yang lain, atau setidaknya dapat ikut menambah perbendaharaan pustaka (referensi) dalam rangka upaya mempelajari dan memahami dogma dan doktrin Kekristenan, yang pasti dengan tujuan utama agar kita tidak ikut terjerumus kedalamnya.
*****
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi." (QS. Al-Fath' 48:28)
Salam Bagi Kaum Yang Mengikuti Petunjuk
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Nubuat Daniel, Remuknya dogma kekristenan
walaupun remuk tapi tidak hancur
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: Nubuat Daniel, Remuknya dogma kekristenan
remuk juga hancur bunjlajahweb wrote:walaupun remuk tapi tidak hancur
lampu teplok- SERSAN SATU
-
Posts : 111
Kepercayaan : Islam
Join date : 24.02.12
Reputation : 12
Re: Nubuat Daniel, Remuknya dogma kekristenan
maksudku walau remuk tapi tidak hancur sama sekali atau tidak hancur dengan tidak tersisa
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Similar topics
» Netter Kembali ke alkitab (Kristen) & Musicman (Muslim) "Nubuat dalam kekristenan"
» Kerajaan Batu,Nubuat Daniel (Perjanjian Lama)
» Rahasia Perluasan - Pdt. Daniel Krestianto/daniel cipto/daniel tjipto/daniel kristianto
» kumpulan kotbah daniel cipto/daniel tjipto/daniel krestianto
» Ps Daniel Vicky - Pelepasan (tumbal) perjanjian darah / blood covenant (GBI Daniel Ministry)
» Kerajaan Batu,Nubuat Daniel (Perjanjian Lama)
» Rahasia Perluasan - Pdt. Daniel Krestianto/daniel cipto/daniel tjipto/daniel kristianto
» kumpulan kotbah daniel cipto/daniel tjipto/daniel krestianto
» Ps Daniel Vicky - Pelepasan (tumbal) perjanjian darah / blood covenant (GBI Daniel Ministry)
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik