kisah muallaf malcolm x
Halaman 1 dari 1 • Share
kisah muallaf malcolm x
Dari Kegelapan Menuju Terang Benderang
Latar kehidupannya hitam pekat. Sebagai pedagang asongan dan penyemir sematu ia kerap mabuk. `Prestasinya' lalu meningkat jadi perampok dan penjudi. Juga sebagai pengedar dan pemakai obat-obat terlarang. Dendamnya kepada orang-orang kulit putih sangat kuat. Penjara, karena kelakuannya itu adalah rumah kedua baginya. Ia terlalu sering menginap di hotel predoi itu.
Dilahirkan sebagai anak ke tujuh dari sembilan bersaudara pada 19 Mei 1925 dari seorang ibu bernama Louise Little dan ayah seorang pendeta. Malcolm termasuk anak yang paling cerdas di lingkungan keluarganya. Ia juga lelaki terampil dan gemar membaca.
Kebenciannya terhadap warga kulit putih Amerika mengalir dari darah ayahnya yang kerap diperlakukan hina oleh kulit putih.
Itulah yang membuatnya memandang kulit putih sebagai musuh yang harus dilenyapkan. Dapat dibayangkan, diusianya yang masih remaja, ia harus menyaksikan berbagai tindak penyiksaan dan pembantaian oleh warga kulit putih. Empat dari enam saudaranya dibunuh dengan satu di antaranya dibunuh ramai-ramai. Pamannya, Oscar, pun ditembak mati oleh polisi kulit putih.
Kejadian yang tak hilang dari ingatannya adalah ketika akan lahir adik bungsunya, Yvonne. Seluruh isi rumah terbangun setelah mendengar teriakan kesetanan kulit putih yang mendobrak daun pintu. Mereka kemudian menodongkan pistol dan selanjutnya membakar rumahnya. Peristiwa seperti itu membekas kuat dalam sanubarinya. Dan kejadian semacam itu kerap terjadi, hingga ayahnya pun tewas di tangan kulit putih.
Sepeninggalan ayahandanya keluarga Malcolm berantakan. Ibu kandungnya gila, sementara kakak dan adiknya tinggal secara berpencaran ikut famili dan tinggal di luar kota. Malcolm sendiri terjerumus ke lubang kejahatan dengan membentuk gang perampok, pencuri, bahkan mengedar obat-obat terlarang. Yang menjadi sasaran kejahatannya adalah warga kulit putih, dan penduduk Negro yang sudah dicuci jalan pikirannya oleh kulit putih. Malcolm sangat benci kepada kaum Negro yang telah berkhianat pada rasnya, akibat terpengaruh oleh beberapa keping uang.
Masuk Penjara
Buah dari berbagai tindak kejahatan yang kerap dilakukannya, ia dimasukkan ke dalam penjara dan berpindah dari satu penjara ke penjara lain, selama tujuh tahun, seperti di penjara Charleshtown, Concord dan Colony. Pada saat itu usianya baru 22 tahun. Akan tetapi dalam hal kejahatan ia sudah kenyang pengalaman. Ia tahu gang-gang mana yang membahayakan karirnya dan mana pencuri “terbaik” sebagai saingannya. Salah seorang narapidana yang disebut Malcolm sebagai pencuri ulung adalah Bimbi. Tapi justru Bimbilah yang kerap membicarakan agama dan ajaran Injil di penjara, dan itu membuat Malcolm mulai menyadari dirinya yang selama ini cenderung atheis. Memang ayah Malcolm seorang Pembaptis, akan tetapi Malcolm sama sekali tidak tertarik dengan aktivitas orang tuanya.
Di penjara ia banyak membaca, aktif meminjam buku di perpustakaan penjara dan belajar bahasa Inggris. Ia juga ikut kursus surat menyurat dalam bahasa Inggris di penjara. Dari kegiatannya itu para instruktur penjara tahu kalau Malcolm adalah orang yang cerdas.
Setahun di penjara, Malcolm mendapat berita bahwa seluruh anggota keluarganya yang tinggal di Detroit dan Chicago telah masuk Islam. Setiap saat anggota keluarganya tersebut mengirimi surat untuk Malcolm yang berisi tentang beberapa perintah dan larangan dalam ajaran agama Islam yang harus dijalankan maupun dijauhi. Misalnya, Malcolm jangan merokok, jangan makan daging babi baik saat di penjara maupun setelah keluar nanti.
Sejak saat itu Malcolm menghentikan kebiasaan merokoknya yang sudah berlangsung bertahun tahun. Yang lebih mengherankan bagi warga penjara adalah ketika sipir penjara menyodorkan daging babi sebagai hidangan yang dibagikan dalam tiga atau empat hari sekali, Malcolm menolak mentah-mentah. Peristiwa itu mengagetkan seluruh isi penjara. Kok ada “setan” model Malcolm yang tidak suka makan daging babi. Malcolm disebutnya sebagai “setan” lantaran tindakan-tindakannya yang dianggap sadis.
Perkenalannya dengan Islam tidak lepas dari peran saudaranya, Reginald, yang tinggal bersama para mua'alaf di rumah Mr. Wallace D. Fard di Detroit. Mr. Wallace inilah yang menyarankan orang-orang Negro kelahiran Amerika untuk ngaji Islam kepada Mr. Elijah Muhammad. Elijah adalah nama sebutan Ilyas di Amerika. Sama halnya dengan Malcolm, Elijah Muhammad juga adalah mantan narapidana di negara bagian Milan, Machigan. Ia dipenjara tiga setengah tahun akibat menolak wajib militer.
Salah satu ajaran Elijah Muhammad mengatakan, ia adalah “utusan Allah” untuk membebaskan kaum Negro dari perbudakan yang telah berlangsung beratus tahun oleh kaum kulit putih. Dengan panjang lebar Elijah mengajarkan tentang kebenaran sejati dalam Islam. Tentang shalat lima waktu menghadap ke timur (Makkah), dan doa.
Berpuluh surat telah dilayangkan Malcolm kepada Elijah Muhammad, yang berisi tertang banyak hal yang belum diketahuinya tentang Islam. Setiap surat balasan yang diterimanya dari Elijah Muhammad, diakuinya, kian mempermantap keyakinannya. Juga tentang perlunya bangkit dari ketertindasan dan bersikap berani jika memang benar. Malcolm juga aktiv mengikuti diskusi mingguan yang diadakan penjara bagi para narapidana. Kecerdasan dan keluasan wawasan Malcolm tidak terkalahkan oleh narapidana yang lain.
Keluar dari penjara kota yang dikunjungi pertama adalah Detroit. Selain terdapat adiknya di sana, Wilfred, ia ingin berjumpa dengan guru yang sangat dimuliakannya, Mr.Elijah Muhammad, pria yang telah merubah jalan pikirannya.
Dalam suatu pertemuan yang dihadiri 200 kaum Muslimin di Detroit itulah untuk pertama kali Malcolm berjumpa dengan Elijah.
Lelaki yang ternyata bertubuh kurus dan rapuh, berwajah kecoklatan dan perpenampilan lembut itu berdiri di mimbar kebesaran. Sama sekali tidak diduga ketika beberapa kali nama Malcolm disebut-sebut. “Sekarang saudara Malcolm sudah bebas dari penjara, dan mudah-mudahan imannya makin bertambah kuat,” tutur Elijah tentang Malcolm yang hanya sekolah sampai kelas tujuh.
Masih dalam memuji Malcolm Elijah berkata ,” Inilah salah seorang dari ummat Islam yang beriman kuat, dan seorang muballigh yang senang bekerja keras. Dia tidak cukup dibayar dengan ucapan terima kasih oleh ummat Islam. Dia adalah orang yang paling berharga di dunia ini, karena dialah satu-satunya orang yang bisa memahamiku,” katanya panjang lebar.
Nama Malcolm mendapat tambahan “X” setelah tinggal di Chicago. “X” adalah simbol Muslim Afrika, yang menggambarkan ketidakjelasan nenek moyang Negro Amerika. Selama ini, di samping pembodohan dan penindasan, kulit putih telah mencerai-beraikan keluarga Negro dan menghapus sejarah asal-usul mereka. Sebagai simbol penghinaan kulit putih menyebut nenek moyang kaum Negro adalah monyet yang tinggal di hutan. Tambahan nama “X” juga berarti ia telah menjadi Islam selamanya.
Malcolm X menjadi muballigh nasional dan aktif mengisi berbagai pengajian di masjid-masjid. Ia juga dipercaya sebagai tangan kanan Elijah.
Ratusan masjid didirikan di berbagai negara bagian. Tidak jarang bila Elijah berhalangan menghadiri suatu acara maka Malcolm X dipercaya mewakilinya. Hal ini tentu saja mengundang kecemburuan kaum Muslim yang lain, namun bagi Malcolm itu tidak jadi masalah.
Statemen-statemennya yang anti kulit putih, sama dengan gurunya Elijah, ajakannya untuk membebaskan diri dari perbudakan bangsa setan kulit putih, dan ajakan kekompakkan kaum Negro, membuat nama Malcolm makin diperhitungkan di Amerika. Warga kulit putih semakin ketakutan.
Malcolm dengan gencar berceramah tentang kemampuan, dedikasi dan syari'at Islam, untuk membebaskan mereka dari belenggu. Pada tahun 1956, jamaah Muslim berkembang dengan pesat khususnya di kota-kota seperti Detroit, Chicago dan New York. Dari 40 orang menjadi 40 ribu orang. Tahun 1958 ia menikahi Muslimah Negro bernama Betty. Dari pernikahannya dengan Betty ia dikaruniai empat orang anak masing masing: Attilah The Hun, Qubilah, Ilyasah dan Amillah.
Dakwah Islam semakin pesat. Media massa Amerika dengan gencar memberitakan perkembangan kaum muslimin dari saat ke saat. Malkolm X kemudian juga menerbitkan koran “ Muhammad Speaks” yang dijual oleh para jamaah di kaki lima maupun di sekitar Ghetto (pemukiman Negro).
Ceramah Elijah Muhammad secara tetap disiarkan melalui stasiun radio ke seluruh Amerika. Di Detroit dan Chicago didirikan Universitas Islam, sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas. Di New York Malcolm mendirikan tiga masjid besar yakni masjid Harlem's Seven A di Manhattan, Corona's Seven di Queens, dan masjid Seven C di Brooklyn.
Akibat seringnya Malcolm mewakili Elijah Muhammad baik di radio, televisi atau di kampus-kampus dan diberbagai tempat, ia menerima banyak surat dari kulit putih. Sembilan puluh lima prosen berisi ketakutan-ketakutan mereka terhadap masalah yang dikupas Malcolm X. Nama Malcolm semakin melejit dan para reporter maupun media masa Amerika menjuluki Malcolm sebagai orang Muslim nomor dua setelah Elijah Muhammad. Namun julukan itu segera dibantah dengan mengatakan bahwa semua Muslim pengikut Mr. Elijah Muhammad adalah nomor dua sesudah Muhammad saw.
Muncul Kekecewaan
Bagai cermin yang dihempas kelantai, rasa hormat dan kepercayan yang mendalam Malcolm X terhadap Elijah Muhammad selama ini menjadi hancur berantakan setelah ia mendengar kisah perselingkuhan Elijah dengan dua orang sekretarisnya, mereka adalah Miss Rosary dan Miss Williams. Dua wanita itu mengaku telah digauli Elijah sejak tahun 1957 dan telah melahirkan masing-masing dua orang anak. Sebenarnya sejak tahun 1955 Malcolm sudah mendengar aib itu, akan tetapi kekagumannya pada Elijah mengalahkan prasangka buruk terhadapnya. Selain itu perbedaan pandangan antara keduanya juga jadi pemicu keretakan tersebut.
Peristiwa itu tak ayal mendorong sejumlah Muslim kembali bergabung dengan kelompok Negro yang bukan Muslim. Sejumlah orang non Muslim yang dulu simpati dengan The Nation of Islam kini antipati. Organisasi The Nation of Islam di ambang keretakan. Mereka yang selama ini menaruh kebencian kepada The Nation of Islam dari kulit putih maupun kulit hitam tambah menjadi.
Malcolm X pernah mengambil kebijakan dan dianggapnya keliru, ia di hukum tidak boleh berkomunikasi semala 3 bulan dengan Elijah. Karena hukuman ini, media Amerika memberitakan dalam headline mereka dengan judul “Malcolm X dilarang Berbicara!” Malcolm bagai di boikot.
Puncaknya, Malcolm keluar dari National of Islam dan mendirikan dan memimpin masjid baru di New York dan dinamakan: Muslim Mosque Inc. Keluarnya Malcolm diikuti oleh 40-50 orang muslim yang lain dari The Nation of Islam. Termasuk yang meninggalkan The Nation of Islam adalah Cassius Clay—Cassius “si Pembantai”( Muhammad Ali) teman dekat Malcolm yang dikaguminya.
Sejak saat itu nyawa Malcolm sudah diincar hendak dibunuh oleh apa yang disebutnya sebagai pahlawan The Nation of Islam.
Akhir Hayat
Sepulang dari tanah Suci Makkah al-Mukarramah, terjadi perubahan yang sangat drastis dalam pola pandang Malcolm tentang kulit putih. Kalau dulu dia memandang kulit putih sebagai musuh dan setan, maka setelah menyaksikan jutaan kaum muslimin dari berbagai dunia dengan bermacam warna kulit, maka dia berkesimpulan bahwa kemuliaan manusia bukan terletak pada warna kulit, termasuk kulit hitam atau putih. Seluruh paham rasisme, separatisme dan juga kebencian warna kulit dihilangkan.
Di Makkah Malcolm disambut khusus oleh Pengeran Faisal sebagai tamu negara. Kesempatan berhaji juga dimanfaatkan Malcolm yang merubah nama menjadi El-Hajj El-Malik El-Shabbazz, untuk bertemu dengan pemimpin-pemimpin dunia maupun para duta besar. Kesempatan itu dimanfaatkan untuk menyampaikan tentang nasib jutaan kulit hitam, ide tentang pembentukan Pan Afrika-Amerika dsb.
Sekembali dari Tanah Suci ia terus berdakwah. Sampai pada suatu ketika dalam sebuah pertemuan di Audobon Ballroom, tiga orang yang hadir memuntahkan peluru ke dalam tubuhnya. Ia gugur dengan 16 butir peluru bersarang di tubuhnya. Malcolm X meninggal dalam usia 40 tahun, pada saat itu istrinya, Betty, sedang mengandung anaknya yang kelima. Selamat jalan mujahid Amerika.
Latar kehidupannya hitam pekat. Sebagai pedagang asongan dan penyemir sematu ia kerap mabuk. `Prestasinya' lalu meningkat jadi perampok dan penjudi. Juga sebagai pengedar dan pemakai obat-obat terlarang. Dendamnya kepada orang-orang kulit putih sangat kuat. Penjara, karena kelakuannya itu adalah rumah kedua baginya. Ia terlalu sering menginap di hotel predoi itu.
Dilahirkan sebagai anak ke tujuh dari sembilan bersaudara pada 19 Mei 1925 dari seorang ibu bernama Louise Little dan ayah seorang pendeta. Malcolm termasuk anak yang paling cerdas di lingkungan keluarganya. Ia juga lelaki terampil dan gemar membaca.
Kebenciannya terhadap warga kulit putih Amerika mengalir dari darah ayahnya yang kerap diperlakukan hina oleh kulit putih.
Itulah yang membuatnya memandang kulit putih sebagai musuh yang harus dilenyapkan. Dapat dibayangkan, diusianya yang masih remaja, ia harus menyaksikan berbagai tindak penyiksaan dan pembantaian oleh warga kulit putih. Empat dari enam saudaranya dibunuh dengan satu di antaranya dibunuh ramai-ramai. Pamannya, Oscar, pun ditembak mati oleh polisi kulit putih.
Kejadian yang tak hilang dari ingatannya adalah ketika akan lahir adik bungsunya, Yvonne. Seluruh isi rumah terbangun setelah mendengar teriakan kesetanan kulit putih yang mendobrak daun pintu. Mereka kemudian menodongkan pistol dan selanjutnya membakar rumahnya. Peristiwa seperti itu membekas kuat dalam sanubarinya. Dan kejadian semacam itu kerap terjadi, hingga ayahnya pun tewas di tangan kulit putih.
Sepeninggalan ayahandanya keluarga Malcolm berantakan. Ibu kandungnya gila, sementara kakak dan adiknya tinggal secara berpencaran ikut famili dan tinggal di luar kota. Malcolm sendiri terjerumus ke lubang kejahatan dengan membentuk gang perampok, pencuri, bahkan mengedar obat-obat terlarang. Yang menjadi sasaran kejahatannya adalah warga kulit putih, dan penduduk Negro yang sudah dicuci jalan pikirannya oleh kulit putih. Malcolm sangat benci kepada kaum Negro yang telah berkhianat pada rasnya, akibat terpengaruh oleh beberapa keping uang.
Masuk Penjara
Buah dari berbagai tindak kejahatan yang kerap dilakukannya, ia dimasukkan ke dalam penjara dan berpindah dari satu penjara ke penjara lain, selama tujuh tahun, seperti di penjara Charleshtown, Concord dan Colony. Pada saat itu usianya baru 22 tahun. Akan tetapi dalam hal kejahatan ia sudah kenyang pengalaman. Ia tahu gang-gang mana yang membahayakan karirnya dan mana pencuri “terbaik” sebagai saingannya. Salah seorang narapidana yang disebut Malcolm sebagai pencuri ulung adalah Bimbi. Tapi justru Bimbilah yang kerap membicarakan agama dan ajaran Injil di penjara, dan itu membuat Malcolm mulai menyadari dirinya yang selama ini cenderung atheis. Memang ayah Malcolm seorang Pembaptis, akan tetapi Malcolm sama sekali tidak tertarik dengan aktivitas orang tuanya.
Di penjara ia banyak membaca, aktif meminjam buku di perpustakaan penjara dan belajar bahasa Inggris. Ia juga ikut kursus surat menyurat dalam bahasa Inggris di penjara. Dari kegiatannya itu para instruktur penjara tahu kalau Malcolm adalah orang yang cerdas.
Setahun di penjara, Malcolm mendapat berita bahwa seluruh anggota keluarganya yang tinggal di Detroit dan Chicago telah masuk Islam. Setiap saat anggota keluarganya tersebut mengirimi surat untuk Malcolm yang berisi tentang beberapa perintah dan larangan dalam ajaran agama Islam yang harus dijalankan maupun dijauhi. Misalnya, Malcolm jangan merokok, jangan makan daging babi baik saat di penjara maupun setelah keluar nanti.
Sejak saat itu Malcolm menghentikan kebiasaan merokoknya yang sudah berlangsung bertahun tahun. Yang lebih mengherankan bagi warga penjara adalah ketika sipir penjara menyodorkan daging babi sebagai hidangan yang dibagikan dalam tiga atau empat hari sekali, Malcolm menolak mentah-mentah. Peristiwa itu mengagetkan seluruh isi penjara. Kok ada “setan” model Malcolm yang tidak suka makan daging babi. Malcolm disebutnya sebagai “setan” lantaran tindakan-tindakannya yang dianggap sadis.
Perkenalannya dengan Islam tidak lepas dari peran saudaranya, Reginald, yang tinggal bersama para mua'alaf di rumah Mr. Wallace D. Fard di Detroit. Mr. Wallace inilah yang menyarankan orang-orang Negro kelahiran Amerika untuk ngaji Islam kepada Mr. Elijah Muhammad. Elijah adalah nama sebutan Ilyas di Amerika. Sama halnya dengan Malcolm, Elijah Muhammad juga adalah mantan narapidana di negara bagian Milan, Machigan. Ia dipenjara tiga setengah tahun akibat menolak wajib militer.
Salah satu ajaran Elijah Muhammad mengatakan, ia adalah “utusan Allah” untuk membebaskan kaum Negro dari perbudakan yang telah berlangsung beratus tahun oleh kaum kulit putih. Dengan panjang lebar Elijah mengajarkan tentang kebenaran sejati dalam Islam. Tentang shalat lima waktu menghadap ke timur (Makkah), dan doa.
Berpuluh surat telah dilayangkan Malcolm kepada Elijah Muhammad, yang berisi tertang banyak hal yang belum diketahuinya tentang Islam. Setiap surat balasan yang diterimanya dari Elijah Muhammad, diakuinya, kian mempermantap keyakinannya. Juga tentang perlunya bangkit dari ketertindasan dan bersikap berani jika memang benar. Malcolm juga aktiv mengikuti diskusi mingguan yang diadakan penjara bagi para narapidana. Kecerdasan dan keluasan wawasan Malcolm tidak terkalahkan oleh narapidana yang lain.
Keluar dari penjara kota yang dikunjungi pertama adalah Detroit. Selain terdapat adiknya di sana, Wilfred, ia ingin berjumpa dengan guru yang sangat dimuliakannya, Mr.Elijah Muhammad, pria yang telah merubah jalan pikirannya.
Dalam suatu pertemuan yang dihadiri 200 kaum Muslimin di Detroit itulah untuk pertama kali Malcolm berjumpa dengan Elijah.
Lelaki yang ternyata bertubuh kurus dan rapuh, berwajah kecoklatan dan perpenampilan lembut itu berdiri di mimbar kebesaran. Sama sekali tidak diduga ketika beberapa kali nama Malcolm disebut-sebut. “Sekarang saudara Malcolm sudah bebas dari penjara, dan mudah-mudahan imannya makin bertambah kuat,” tutur Elijah tentang Malcolm yang hanya sekolah sampai kelas tujuh.
Masih dalam memuji Malcolm Elijah berkata ,” Inilah salah seorang dari ummat Islam yang beriman kuat, dan seorang muballigh yang senang bekerja keras. Dia tidak cukup dibayar dengan ucapan terima kasih oleh ummat Islam. Dia adalah orang yang paling berharga di dunia ini, karena dialah satu-satunya orang yang bisa memahamiku,” katanya panjang lebar.
Nama Malcolm mendapat tambahan “X” setelah tinggal di Chicago. “X” adalah simbol Muslim Afrika, yang menggambarkan ketidakjelasan nenek moyang Negro Amerika. Selama ini, di samping pembodohan dan penindasan, kulit putih telah mencerai-beraikan keluarga Negro dan menghapus sejarah asal-usul mereka. Sebagai simbol penghinaan kulit putih menyebut nenek moyang kaum Negro adalah monyet yang tinggal di hutan. Tambahan nama “X” juga berarti ia telah menjadi Islam selamanya.
Malcolm X menjadi muballigh nasional dan aktif mengisi berbagai pengajian di masjid-masjid. Ia juga dipercaya sebagai tangan kanan Elijah.
Ratusan masjid didirikan di berbagai negara bagian. Tidak jarang bila Elijah berhalangan menghadiri suatu acara maka Malcolm X dipercaya mewakilinya. Hal ini tentu saja mengundang kecemburuan kaum Muslim yang lain, namun bagi Malcolm itu tidak jadi masalah.
Statemen-statemennya yang anti kulit putih, sama dengan gurunya Elijah, ajakannya untuk membebaskan diri dari perbudakan bangsa setan kulit putih, dan ajakan kekompakkan kaum Negro, membuat nama Malcolm makin diperhitungkan di Amerika. Warga kulit putih semakin ketakutan.
Malcolm dengan gencar berceramah tentang kemampuan, dedikasi dan syari'at Islam, untuk membebaskan mereka dari belenggu. Pada tahun 1956, jamaah Muslim berkembang dengan pesat khususnya di kota-kota seperti Detroit, Chicago dan New York. Dari 40 orang menjadi 40 ribu orang. Tahun 1958 ia menikahi Muslimah Negro bernama Betty. Dari pernikahannya dengan Betty ia dikaruniai empat orang anak masing masing: Attilah The Hun, Qubilah, Ilyasah dan Amillah.
Dakwah Islam semakin pesat. Media massa Amerika dengan gencar memberitakan perkembangan kaum muslimin dari saat ke saat. Malkolm X kemudian juga menerbitkan koran “ Muhammad Speaks” yang dijual oleh para jamaah di kaki lima maupun di sekitar Ghetto (pemukiman Negro).
Ceramah Elijah Muhammad secara tetap disiarkan melalui stasiun radio ke seluruh Amerika. Di Detroit dan Chicago didirikan Universitas Islam, sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas. Di New York Malcolm mendirikan tiga masjid besar yakni masjid Harlem's Seven A di Manhattan, Corona's Seven di Queens, dan masjid Seven C di Brooklyn.
Akibat seringnya Malcolm mewakili Elijah Muhammad baik di radio, televisi atau di kampus-kampus dan diberbagai tempat, ia menerima banyak surat dari kulit putih. Sembilan puluh lima prosen berisi ketakutan-ketakutan mereka terhadap masalah yang dikupas Malcolm X. Nama Malcolm semakin melejit dan para reporter maupun media masa Amerika menjuluki Malcolm sebagai orang Muslim nomor dua setelah Elijah Muhammad. Namun julukan itu segera dibantah dengan mengatakan bahwa semua Muslim pengikut Mr. Elijah Muhammad adalah nomor dua sesudah Muhammad saw.
Muncul Kekecewaan
Bagai cermin yang dihempas kelantai, rasa hormat dan kepercayan yang mendalam Malcolm X terhadap Elijah Muhammad selama ini menjadi hancur berantakan setelah ia mendengar kisah perselingkuhan Elijah dengan dua orang sekretarisnya, mereka adalah Miss Rosary dan Miss Williams. Dua wanita itu mengaku telah digauli Elijah sejak tahun 1957 dan telah melahirkan masing-masing dua orang anak. Sebenarnya sejak tahun 1955 Malcolm sudah mendengar aib itu, akan tetapi kekagumannya pada Elijah mengalahkan prasangka buruk terhadapnya. Selain itu perbedaan pandangan antara keduanya juga jadi pemicu keretakan tersebut.
Peristiwa itu tak ayal mendorong sejumlah Muslim kembali bergabung dengan kelompok Negro yang bukan Muslim. Sejumlah orang non Muslim yang dulu simpati dengan The Nation of Islam kini antipati. Organisasi The Nation of Islam di ambang keretakan. Mereka yang selama ini menaruh kebencian kepada The Nation of Islam dari kulit putih maupun kulit hitam tambah menjadi.
Malcolm X pernah mengambil kebijakan dan dianggapnya keliru, ia di hukum tidak boleh berkomunikasi semala 3 bulan dengan Elijah. Karena hukuman ini, media Amerika memberitakan dalam headline mereka dengan judul “Malcolm X dilarang Berbicara!” Malcolm bagai di boikot.
Puncaknya, Malcolm keluar dari National of Islam dan mendirikan dan memimpin masjid baru di New York dan dinamakan: Muslim Mosque Inc. Keluarnya Malcolm diikuti oleh 40-50 orang muslim yang lain dari The Nation of Islam. Termasuk yang meninggalkan The Nation of Islam adalah Cassius Clay—Cassius “si Pembantai”( Muhammad Ali) teman dekat Malcolm yang dikaguminya.
Sejak saat itu nyawa Malcolm sudah diincar hendak dibunuh oleh apa yang disebutnya sebagai pahlawan The Nation of Islam.
Akhir Hayat
Sepulang dari tanah Suci Makkah al-Mukarramah, terjadi perubahan yang sangat drastis dalam pola pandang Malcolm tentang kulit putih. Kalau dulu dia memandang kulit putih sebagai musuh dan setan, maka setelah menyaksikan jutaan kaum muslimin dari berbagai dunia dengan bermacam warna kulit, maka dia berkesimpulan bahwa kemuliaan manusia bukan terletak pada warna kulit, termasuk kulit hitam atau putih. Seluruh paham rasisme, separatisme dan juga kebencian warna kulit dihilangkan.
Di Makkah Malcolm disambut khusus oleh Pengeran Faisal sebagai tamu negara. Kesempatan berhaji juga dimanfaatkan Malcolm yang merubah nama menjadi El-Hajj El-Malik El-Shabbazz, untuk bertemu dengan pemimpin-pemimpin dunia maupun para duta besar. Kesempatan itu dimanfaatkan untuk menyampaikan tentang nasib jutaan kulit hitam, ide tentang pembentukan Pan Afrika-Amerika dsb.
Sekembali dari Tanah Suci ia terus berdakwah. Sampai pada suatu ketika dalam sebuah pertemuan di Audobon Ballroom, tiga orang yang hadir memuntahkan peluru ke dalam tubuhnya. Ia gugur dengan 16 butir peluru bersarang di tubuhnya. Malcolm X meninggal dalam usia 40 tahun, pada saat itu istrinya, Betty, sedang mengandung anaknya yang kelima. Selamat jalan mujahid Amerika.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» Kisah Muallaf : Anton Medan
» menjawab PM Muallaf: muallaf Indonesia memang penuh cobaan
» Kisah Keajaiban Wanita Soleha Bertemu Pria Pemerkosa - Kisah Inspiratif
» Kisah mistis jenazah Uje sangat mirip kisah syahidnya jenasah Amrozi cs.
» Ricardo Kaka' Muallaf
» menjawab PM Muallaf: muallaf Indonesia memang penuh cobaan
» Kisah Keajaiban Wanita Soleha Bertemu Pria Pemerkosa - Kisah Inspiratif
» Kisah mistis jenazah Uje sangat mirip kisah syahidnya jenasah Amrozi cs.
» Ricardo Kaka' Muallaf
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik