pahala adalah istilah dalam agama hindu; di agama lain tidak dikenal istilah pahala
Halaman 1 dari 1 • Share
pahala adalah istilah dalam agama hindu; di agama lain tidak dikenal istilah pahala
“Hanya memberi… Tak harap kembali… Bagaikan surya… Menyinari dunia…”
Lirik di atas sudah tidak asing lagi bagi setiap pembaca, terutama WNI. Adalah potongan lirik dari lagu yang kalau tidak salah berjudul Kasih Ibu. Apa yang dapat kita petik dari potongan lirik tersebut? Iya, ibu itu bagaikan sang surya (Dewa Surya adalah dewa matahari dalam agama Hindu) atau matahari memberikan sinarnya dengan cuma-cuma dan tanpa pilih kasih. Ia tidak lebih memilih menyinari bunga teratai dibanding lumpur. Apa pun yang bebas dari teduhan, pasti diterpa oleh sinarnya yang hangat.
Dalam hal ini, kita belajar hendaknya menjadi orang yang tulus. Dalam ajaran Veda, kita hendaknya melaksanakan yajña atau korban suci yang tulus, kalau dipanjang lebarkan menjadi korban suci yang tulus ikhlas tanpa pamrih. Kepada siapakah pengorbanan yang tulus ditujukan? Ada berbagai macam dan salah satunya adalah kepada Tuhan.
Pahala, adalah sebuah kata yang berasal dari kata Sanskerta ‘phala’ yang berarti buah atau hasil. Jadi, ketika kita berbuat atau berkarma, maka kita pasti akan mendapat karma phala. Karma phala ada dua jenis, yakni berkah atau pahala, serta hukuman. Itu tergantung apakah kita berbuat baik dan benar atau berbuat buruk dan salah.
Bhakti, salah satu jalan menuju Tuhan adalah bentuk penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan dalam cinta kasih kepada Beliau. Tampaknya, hal ini tidak sepenuhnya dapat kita jalankan. Kita tentu masih mengharapkan hasil yang kita sebut sebagai pahala. Di samping pahala, bhakti kepada Tuhan bahkan dijadikan sebagai sarana dalam meningkatkan gengsi dalam kehidupan masyarakat. Misalkan, membandingkan jumlah dana punia (sumbangan), membandingkan ukuran upakara dan juga membandingkan kemampuan dalam melaksanakan brata, baik upawasa (berpuasa) atau yang lainnya. Apa kata Tuhan akan hal ini?
Bhagavad Gita 17.5-6:
Orang yang menjalani pertapaan dan kesederhanaan yang keras yang
tidak dianjurkan dalam Kitab Suci, dan melakukan kegiatan itu karena
rasa bangga dan keakuan palsu didorong oleh nafsu dan ikatan,
yang bersifat bodoh dan menyiksa unsur-unsur material di dalam badan
dan Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam badan, dikenal
sebagai orang jahat.
Bhagavad Gita 17.18:
Pertapaan yang dilakukan berdasarkan rasa bangga untuk memperoleh
pujian, penghormatan dan pujian disebut pertapaan dalam sifat
nafsu. Pertapaan itu tidak mantap atau kekal.
Pertapaan yang bodoh, Bhagavad Gita 17.19:
Pertapaan yang dilakukan berdasarkan kebodohan, dan dengan menyiksa
diri atau menghancurkan atau menyakiti orang lain dikatakan
sebagai pertapaan dalam sifat kebodohan.
Saya teringat cerita ayah saya, ia mengatakan ada seorang temannya mengatakakan bahwa dirinya tidak pernah menuntut pahala saat bersembahyang. Bisa jadi dia tidak pernah melakukan Tri Sandhya. Karena dalam bait-bait Tri Sandhya masih ada berbagai permohonan. Tetapi, orang yang telah murni dalam bhakti kepada Tuhan, ia tidak akan memohon pahala. Seseorang yang murni seperti ini terbebas dari pahala, melainkan ia semakin ingin menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini, kebebasan dari pahala dapat ditemukan dalam Maha Mantra pada kitab Kalisantarana Upanishad:
Hare K???a Hare K???a K???a K???a Hare Hare
Hare R?ma Hare R?ma R?ma R?ma Hare Hare
O Tuhan, O Tenaga Sakti Tuhan semoga hamba selalu disibukkan dalam kebhaktian kepada Anda.
Dari Maha Mantra tersebut, kita tidak menemukan permohonan pahala. Melainkan berharap agar dapat terus sibuk dalam bhakti kepada Tuhan. Sungguh penyembah yang murni. Untuk apa mencari pahala sebanyak-banyaknya? Jangan biarkan yajña atau perngorbanan ternodai untuk menuntut pahala secara berlebih. Sudahkah Anda tulus? Saya pribadi mengakui, saya belum sesempurna itu. Jadi, mari kita bersama-sama tidak usah berlomba-lomba hanya untuk mengerjar pahala, melainkan hanya untuk berbhakti kepada Tuhan dengan cinta kasih yang murni tanpa noda. Hare K???a!
Seperti inilah orang yang terbebas dari keterikatan akan pahala atau hasil:
Bhagavad Gita 4.22:
Orang yang puas dengan keuntungan yang datang dengan sendirinya,
bebas dari hal-hal relatif, tidak iri hati, dan mantap baik dalam SUKSES
maupun KEGAGALAN, tidak pernah terikat, walaupun ia melakukan
perbuatan.
Lirik di atas sudah tidak asing lagi bagi setiap pembaca, terutama WNI. Adalah potongan lirik dari lagu yang kalau tidak salah berjudul Kasih Ibu. Apa yang dapat kita petik dari potongan lirik tersebut? Iya, ibu itu bagaikan sang surya (Dewa Surya adalah dewa matahari dalam agama Hindu) atau matahari memberikan sinarnya dengan cuma-cuma dan tanpa pilih kasih. Ia tidak lebih memilih menyinari bunga teratai dibanding lumpur. Apa pun yang bebas dari teduhan, pasti diterpa oleh sinarnya yang hangat.
Dalam hal ini, kita belajar hendaknya menjadi orang yang tulus. Dalam ajaran Veda, kita hendaknya melaksanakan yajña atau korban suci yang tulus, kalau dipanjang lebarkan menjadi korban suci yang tulus ikhlas tanpa pamrih. Kepada siapakah pengorbanan yang tulus ditujukan? Ada berbagai macam dan salah satunya adalah kepada Tuhan.
Pahala, adalah sebuah kata yang berasal dari kata Sanskerta ‘phala’ yang berarti buah atau hasil. Jadi, ketika kita berbuat atau berkarma, maka kita pasti akan mendapat karma phala. Karma phala ada dua jenis, yakni berkah atau pahala, serta hukuman. Itu tergantung apakah kita berbuat baik dan benar atau berbuat buruk dan salah.
Bhakti, salah satu jalan menuju Tuhan adalah bentuk penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan dalam cinta kasih kepada Beliau. Tampaknya, hal ini tidak sepenuhnya dapat kita jalankan. Kita tentu masih mengharapkan hasil yang kita sebut sebagai pahala. Di samping pahala, bhakti kepada Tuhan bahkan dijadikan sebagai sarana dalam meningkatkan gengsi dalam kehidupan masyarakat. Misalkan, membandingkan jumlah dana punia (sumbangan), membandingkan ukuran upakara dan juga membandingkan kemampuan dalam melaksanakan brata, baik upawasa (berpuasa) atau yang lainnya. Apa kata Tuhan akan hal ini?
Bhagavad Gita 17.5-6:
Orang yang menjalani pertapaan dan kesederhanaan yang keras yang
tidak dianjurkan dalam Kitab Suci, dan melakukan kegiatan itu karena
rasa bangga dan keakuan palsu didorong oleh nafsu dan ikatan,
yang bersifat bodoh dan menyiksa unsur-unsur material di dalam badan
dan Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam badan, dikenal
sebagai orang jahat.
Bhagavad Gita 17.18:
Pertapaan yang dilakukan berdasarkan rasa bangga untuk memperoleh
pujian, penghormatan dan pujian disebut pertapaan dalam sifat
nafsu. Pertapaan itu tidak mantap atau kekal.
Pertapaan yang bodoh, Bhagavad Gita 17.19:
Pertapaan yang dilakukan berdasarkan kebodohan, dan dengan menyiksa
diri atau menghancurkan atau menyakiti orang lain dikatakan
sebagai pertapaan dalam sifat kebodohan.
Saya teringat cerita ayah saya, ia mengatakan ada seorang temannya mengatakakan bahwa dirinya tidak pernah menuntut pahala saat bersembahyang. Bisa jadi dia tidak pernah melakukan Tri Sandhya. Karena dalam bait-bait Tri Sandhya masih ada berbagai permohonan. Tetapi, orang yang telah murni dalam bhakti kepada Tuhan, ia tidak akan memohon pahala. Seseorang yang murni seperti ini terbebas dari pahala, melainkan ia semakin ingin menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini, kebebasan dari pahala dapat ditemukan dalam Maha Mantra pada kitab Kalisantarana Upanishad:
Hare K???a Hare K???a K???a K???a Hare Hare
Hare R?ma Hare R?ma R?ma R?ma Hare Hare
O Tuhan, O Tenaga Sakti Tuhan semoga hamba selalu disibukkan dalam kebhaktian kepada Anda.
Dari Maha Mantra tersebut, kita tidak menemukan permohonan pahala. Melainkan berharap agar dapat terus sibuk dalam bhakti kepada Tuhan. Sungguh penyembah yang murni. Untuk apa mencari pahala sebanyak-banyaknya? Jangan biarkan yajña atau perngorbanan ternodai untuk menuntut pahala secara berlebih. Sudahkah Anda tulus? Saya pribadi mengakui, saya belum sesempurna itu. Jadi, mari kita bersama-sama tidak usah berlomba-lomba hanya untuk mengerjar pahala, melainkan hanya untuk berbhakti kepada Tuhan dengan cinta kasih yang murni tanpa noda. Hare K???a!
Seperti inilah orang yang terbebas dari keterikatan akan pahala atau hasil:
Bhagavad Gita 4.22:
Orang yang puas dengan keuntungan yang datang dengan sendirinya,
bebas dari hal-hal relatif, tidak iri hati, dan mantap baik dalam SUKSES
maupun KEGAGALAN, tidak pernah terikat, walaupun ia melakukan
perbuatan.
sungokong- SERSAN SATU
-
Posts : 154
Kepercayaan : Islam
Location : gunung hwa kwou
Join date : 04.05.13
Reputation : 3
Similar topics
» dosa adalah istilah dalam agama hindu, di agama lain tidak dikenal istilah dosa
» Polemik Netter2 Kristen: Bilang Alkitab Tidak Menghina Agama Lain Tapi Yesus Menghina Umat Lain Masuk Neraka
» Islam adalah Agama Terbelakang yang Sukanya Mencuci Otak Umat Lain
» perintah Tuhan membunuhi umat agama lain dalam alkitab
» PENGERTIAN DAN TUJUAN AGAMA HINDU
» Polemik Netter2 Kristen: Bilang Alkitab Tidak Menghina Agama Lain Tapi Yesus Menghina Umat Lain Masuk Neraka
» Islam adalah Agama Terbelakang yang Sukanya Mencuci Otak Umat Lain
» perintah Tuhan membunuhi umat agama lain dalam alkitab
» PENGERTIAN DAN TUJUAN AGAMA HINDU
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik