FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Empty tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti

Post by bee gees Thu Jul 04, 2013 5:16 pm



Tokoh CSIS, J Soedjati Djiwandono dalam tulisannya di sebuah koran mengatakan, secara logis RI seharusnya adalah negara sekuler merupakan sikap istiqomah kalangan Kristen sejak perjuangan Piagam Jakarta. Baca CAP Adian Husaini, MA ke-43 Tulisan tokoh Katolik dari CSIS, J Soedjati Djiwandono, di Harian Suara Pembaruan (9 Februari 2004), sangat perlu untuk dicermati bangsa Indonesia. Kaum Muslim khususnya. Judulnya ialah ?Mukadimah UUD 1945 Tidak Sakral, Perlu Diganti?. Soedjati adalah seorang pakar hubungan internasional yang banyak menulis masalah politik dalam negeri Indonesia. Ia juga kolumnis tetap di majalah Katolik Hidup. Ia bisa dikatakan, salah satu tokoh dan cendekiawan Katolik penting yang merumuskan pemikiran-pemikiran politik keagamaan di Indonesia.

Gagasannya sangat jelas, pikiran bahwa Mukaddimah UUD 1945 tidak dapat diganti, adalah keliru. Sebab UUD 1945, termasuk mukaddimahnya, adalah buatan manusia, bukankitab suci, dan karena itu keliru membuat atau menganggapnya sakral atau keramat.

Secara sekilas, kita bisa menyimak alasan yang dikemukakan Soedjati. Bagian Pemukaan UUD 1945, yaitu Pancasila, terutama Sila Ketuhanan YME, telah menimbulkan perbedaan pemahaman diantara berbagai golongan agama di Indonesia. Perbedaan, kerancuan atau ambivalensi pemahaman tentang makna sila pertama itu, telah selalu mengancam persatuan bangsa dan keutuhan negara. Hal itu lebih lanjut mengakibatkan kerancuan identitas negara Indonesia, yang "bukan negara sekuler", tetapi juga "bukan negara agama".

Pihak sebagian golongan Islam, kata Soedjati, menganggap sila pertama, "Ketuhanan YME," sebagai kewajiban setiap warga negara untuk percaya pada Tuhan YME. Lebih dari itu, kepercayaan itu sekan-akan harus melalui agama dan itu pun terbatas pada agama yang diakui negara. Sebaliknya, pihak golongan-golongan non-Muslim memahaminya sebagai pernyataan kebebasan beragama, sehingga mereka merasa "aman" dalam menjalankan ibadah, mendirikan rumah ibadat, dan berganti agama kapan pun mereka menghendakinya, apa pun alasannya.

Yang lebih serius lagi, menurut Soedjati, dalam jangka panjang, perbedaan pemahaman itu lebih berbahaya untuk persatuan, keutuhan maupun keamanan negara ini, sebab adanya kerancuan identitas negara RI, dan akhirnya juga menyangkut ketidaktegasan tentang sumber hukum negara. ?Apakah hukum agama merupakan sumber hukum negara, dan kalau ya, hukum agama yang mana, dalam bidang apa dan seberapa jauh? Kecenderungannya hingga sekarang adalah bahwa hukum agama mayoritas semakin berperanan, bahkan kalaupun semakin lama kurang dibungkus dengan "Syariat Islam".

Usulan Soedjati dalam tulisannya sangat tegas: ?Secara logis dan jelas RI seharusnya adalah negara sekuler, dalam pengertian yang paling mendasar, yaitu dipisahkannya politik dari agama, antara "kekuasaan" agama dan kekuasaan politik atau negara.?

Soedjati berargumen, ?Kenyataannya adalah bahwa negara-negara sekuler tidak menindas, apalagi melarang dan membunuh agama. Berbagai agama, Kristen, Yahudi, maupun Islam, justru hidup subur di negara-negara sekuler. Sebaliknya, sekularisasi menghalangi dan mencegah manipulasi agama dan intervensi negara dalam masalah-masalah internal agama.? Ia menyebut sumber rujukannya dari buku karya tokoh feminis Fatema Mernissi, berjudul ?Islam and Democracy: Fear of the Modern World?.

Karena itu, kata Soedjati, menganggap Mukadimah itu kramat atau sakral sehingga tidak boleh diubah, dan dengan demikian membiarkan perbedaan, sekurang-kurangnya ambivalensi atau ketidakjelasan pemahaman tentang asas Ketuhanan YME; berarti juga mengabadikan benih perpecahan bangsa. Sebab itu pula, demi persatuan bangsa dan keutuhan negara, Mukadimah UUD 1945 pada ahirnya harus diganti, dan dengan demikian kita berganti UUD. Para pendiri republik ini bukannya tidak dapat berbuat salah. Mereka tidak bisa secara lengkap dan akurat mengantisipasi perkembangan zaman yang kita hadapi sekarang ini. Terakhir ia menutup tulisannya: ?Kompromi yang lebih menjamin keadilan antar golongan adalah sekularisasi.? Demikian gagasan Soedjati Djiwandono.

Usulan tokoh Katolik ini menarik jika kita telaah dari aspek historis. Ada kemajuan pesat dalam pemikiran dan sikap politik pihak non-Muslim (khususnya Kristen/Katolik) dalam soal UUD 1945. Perlu kita catat, bahwa Mukaddimah UUD 1945 sekarang in adalah hasil ultimatum pihak Kristen Indonesia Timur, yang disampaikan melalui Bung Hatta. Isi ultimatum itu ialah: jika Indonesia tidak mengubah Mukaddimah UUD 1945 hasil Sidang BPUPKI (Piagam Jakarta), yan mengandung ?tujuh kata? ? Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ? maka Indonesia Bagian Timur tidak akan mau bergabung dengan negara Indonesia. Ultimatum pihak Kristen itu dilakukan, setelah mereka gagal menyampaikan aspirasi dalam sidang-sidang BPUPKI.

Pada tanggal 11 Juli 1945, misalnya, seorang tokoh Kristen asal Maluku bernama Latuharhary memprotes Piagam Jakarta, dalam sidang BPUPKI. Ketika itu Soekarno dan KH Wachid Hasjim (bapaknya Abdurrahman Wahid), membela Piagam Jakarta. Soekarno mengatakan: ?Saya ulangi lagi, bahwa ini satu kompromis untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama. Kompromis itu pun terdapat sesudah keringat kita menetes. Tuan-tuan, saya kira sudah ternyata bahwa kalimat ?dengan didasarkan kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" sudah diterima oleh Panitia ini.?

Maka, upaya Latuharhary untuk menjegal Piagam Jakarta gagal. Tetapi, kalangan Kristen tidak berhenti sampai di situ. Mereka kemudian menggunakan tangan opsir Jepang dan Muhammad Hatta untuk mengganjal Piagam Jakarta. Akhirnya, Piagam Jakarta dapat digagalkan melalui ultimatum pihak Kristen. Moh. Natsir dalam tulisannya di buku Fakta dan Data, menyebut peristitiwa 18 Agustus 1945 itu sebagai "Peristiwa ultimatum terhadap Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan". Ia juga mengingatkan, bahwa umat Islam jangan sampai lupa akan peristiwa 18 Agustus 1945 tersebut.

Kata Natsir: ?Menyambut hari Proklamasi 17 Agustus kita bertahmied. Menyambut hari besoknya, 18 Agustus, kita beristighfar. Insyaallah umat Islam tidak akan lupa.? (Lihat, Moh. Natsir dalam tulisannya berjudul "Tanpa Toleransi Takkan Ada Kerukunan", dalam buku Fakta dan Data, Media Dakwah, 1991).

Setelah puluhan tahun Indonesia merdeka, sikap pihak Kristen terhadap Piagam Jakarta tidak berubah sama sekali. Majalah Katolik, Hidup, No. 27, Tahun 1989, memuat sebuah tulisan Pater Wijoyo S.J yang berjudul ?Tiada Toleransi untuk Piagam Jakarta?. Dalam sidang-sidang Konstituante, 1955-1959, pihak Islam masih tetap memperjuangkan kembalinya Piagam Jakarta.

Perlu dicatat, bahwa dalam Sidang-sidang BPUPKI, tahun 1945, mula-mula pihak Islam memperjuangkan terbentuknya sebuah negara Islam. Namun ditolak oleh golongan sekuler-Kristen. Akhirnya, seperti dikatakan Soekarno, tercapailah kata sepakat atau kompromi, yaitu Piagam Jakarta. Jadi, Piagam Jakarta adalah hasil kompromi, bukan kemenangan pihak Islam. Tetapi, dalam perjalanan sejarahnya, hasil kompromi itu pun digugat dan ditentang pihak Kristen, habis-habisan.

Perubahan besar-besaran sikap tokoh-tokoh Muslim di era reformasi. Pucuk pimpinan NU, Muhammadiyah, dan juga sejumlah cendekiawan terkemuka, memelopori penolakan usaha memasukkan kembali ?tujuh kata? dalam UUD 1945. Para tokoh Islam in beralasan, bahwa memperjuangkan masuknya syariat Islam dalam konstitusi akan membuat bangsa Indonesia pecah belah. Para tokoh itu mencoba mengakomodir dan memahami jalan pikiran dan sikap pihak Kristen. sebagaimana yang juga dulu dilakukan saat mereka menerima ultimatum pihak Kristen melalui Bung Hatta.

Pada tanggal 10 Agustus 2000, tiga tokoh ? M. Syafii Maarif, Hasyim Muzadi, dan Nurcholish Madjid -- mengeluarkan pernyataan bersama di Hotel Indonesia, yang isinya menolak upaya mengembalikan Piagam Jakarta. Judul pernyataan mereka: ?Kami menolak Pencantuman Kembali Piagam Jakarta dalam UUD 1945.?

Salah satu alasan penolakan mereka adalah, bahwa ?dimasukkannya kembali tujuh kata itu akan membangkitkan kembali prasangka-prasangka lama dari kalangan luar Islam mengenai ?negara Islam? di Indonesia. Prasangka-prasangka in jika dibiarkan kembali berkembang, akan dapat mengganggu hubungan-hubungan antar kelompok yang pada ujungnya akan menimbulkan ancaman disintegrasi.?

Terlepas dari pro-kontra sikap ketiga tokoh tersebut, tampak bahwa semangat kaum Muslim untuk mempertahankan integritas negara kesatuan RI (NKRI) begitu besar. Gagasan negara Islam, Piagam Jakarta, Ketuhanan YME, didasari oleh sikap mempertahankan NKRI. Untuk itu, umat Islam bersedia mengalah, bersedia kompromi, meskipun mereka adalah mayoritas, dan sangat besar andilnya dalam memperjuangkan kemerdekaan RI dan mengusir penjajah yang begitu banyak berjasa dalam menyebarkan agama Kristen di Indonesia. Itu bisa dilihat dari perjalanan gagasan dari konsep ?negara Islam?, sampai akhirnya menerima ?Mukaddimah UUD 1945? dengan sila ?Ketuhanan YME?.

Perlu dicatat, bahwa ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, Partai Islam Masyumi yang sangat dirugikan oleh Dekrit tersebut, juga menyatakan, menerima dekrit. Dalam notanya kepada Presiden RI tanggal 28 Juli 1959, Masyumi menyampaikan pernyataan: ?Mulai saat in (derkit), sesuai dengan pembawaan Masyumi, maka Masyumi tunduk kepada UUD yang berlaku dan oleh karena itu merasa berhak pula untuk meminta dan dimana perlu menuntut, kepada siapa pun, juga pemerintah dan Presiden, untuk tunduk kepada UUD sebagai landasan hidup bernegara.?

Namun, tulisan Soedjati memberikan bukti, bahwa pihak Kristen tampaknya belum puas untuk terus menekan umat Islam Indonesia. Meskipun sudah menjadi kesepakatan semua kekuatan politik pada Sidang MPR terakhir, tokoh Katolik itu tetap melihat bahwa sila ?Ketuhanan YME? pun masih menguntungkan umat Islam. Jadi sila itu perlu diubah dan dinyatakan secara tegas, bahwa Indonesia adalah negara sekuler, dan tidak ada hak istimewa apa pun yang boleh dinikmati oleh umat Islam sebagai mayoritas bangsa Indonesia. Tidak boleh!

Maka, pihak Kristen memang sangat geram ketika ada kalangan Muslim yang mempromosikan gagasan demokrasi rasional-proporsional, bahwa sebagai mayoritas bangsa yang begitu besar jasanya kepada bangsa ini, seyogyanya umat Islam juga terwakili secara proporsional dalam berbagai aspek kehidupan: politik, militer, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Pemikiran yang wajar dalam sebuah kerangka pemikiran demokrasi. Seperti halnya, sekarang dikembangkan oleh kalangan aktivis perempuan, yang menuntut kuota politik tertentu di lembaga legislatif. Seorang seorang pendeta, bernama Oktavianus, menulis dalam buku ?Beginikah Kemerdekaan Kita??, bahwa "Jika ide demokrasi rasional dan proporsional diterapkan dan bukan demokrasi Pancasila, Indonesia bagian Timur tentu akan terangsang untuk memisahkan diri dari Republik." Ini adalah ultimatum seperti halnya, pada tahun 1945.

Bagaimana pun, kita perlu salut pada sikap ?konsisten? pihak Kristen dalam menentang ide negara Islam, Piagam Jakarta, sampai sila Ketuhanan YME. Mereka konsisten, dan kokoh sikapnya. Tidak bergesar sedikit pun sejak 1945, sampai sekarang, bahkan terus maju. Ibarat jual beli, sejak awal kemerdekaan, pihak Kristen membuka harga Rp 100, dan tidak bergeser. Sementara pihak Islam, semula mengajukan tawaran Rp 100, kemudian tinggal Rp 70, dan seterusnya, sampai akhirnya muncul berbagai seruan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler, sebagaimana yang diserukan oleh pihak Kristen.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta pada 31 Januari 2001, bersama Nurcholish Madjid, A. Syafii Ma'arif, Ulil Abshar Abdalla, dan Ja'far Umar Thalib, saya sempat sampaikan, bahwa saya salut pada sikap pihak Kristen yang sejak awal ?konsisten? dalam soal Piagam Jakarta, syariat Islam, dan sebagainya. Sementara, pihak Islam, justru kemudian bergeser jauh dan semakin mendekati sikap pihak Kristen. Ini fakta. Sekarang terbukti, bahwa sikap ?mengalah? dan ?toleran? pihak Islam itu masih tidak dianggap cukup. Sila Ketuhanan YME masih dianggap ada celah-celah yang menguntungkan Islam, sehingga perlu diubah, itu bukanlah hal baru.

Sikap Soedjati terhadap sila Ketuhanan YME dapat dijadikan bahan pelajaran, bahwa dalam satu pergulatan ideologi, politik, di Indonesia, pertarungan ideologis ini masih terus berlangsung dengan hebat.

Seperti kita bahasa dalam catatan sebelumnya, kita bisa mempertanyakan, mengapa pihak-pihak Kristen begitu gencar, mempromosikan ide sekularisme ini? Betulkah di negara-negara sekuler, agama berkembang dengan baik, seperti klaim Soedjati? Ini adalah ucapan tanpa bukti yang nyata. Betapa banyak keluhan dari pihak Kristen sendiri, bahwa sekularisme di Barat, telah meruntuhkan sendi-sendi bangunan Kristen. Jika negara-negara Kristen Barat kemudian terpaksa menerima sekulerisme, itu adalah karena trauma Barat terhadap dominasi dan kekuasaan Gereja Kristen yang menindas masyarakat, atas nama agama. Sebab Paus diposisikan sebagai wakil Kristus (Vicar of Christ), sehingga boleh berbuat apa saja atas nama Tuhan.

Kita sungguh tidak habis mengerti, pihak Kristen begitu benci dan takutnya dengan syariat Islam, dan sekuat tenaga menghalangi orang Islam menjalankan hukum-hukum agamanya, tetapi mereka sendiri tidak mengajukan hukum-hukum agama mereka untuk diterapkan di tengah masyarakat. Padahal, Kitab mereka, Bible, penuh dengan ketentuan dan hukum-hukum Tuhan. Mengapa? Karena mereka, orang-orang Kristen sekuler, itu sendiri sudah tidak yakin dengan agama mereka, dengan kitab agama mereka. Keraguan, ketidakyakinan mereka itu, kemudian ingin dipaksakan kepada kaum Muslim.

Jika ada kaum Muslim yang mengikuti jalan mereka, maka benarlah apa yang dikatakan Rasulullah saw, tentang fenomena Muslim yang mengikuti sunnah, jalan hidup kaum Yahudi dan Nasrani, meskipun mereka masuk ke lubang biawak sekalipun.

Perlu dicatat, Soedjati adalah seorang tokoh Katolik yang sejak puluhan tahun lalu sudah punya hubungan dengan Zionis Israel. Maka, ia sangat geram ketika kaum Muslim menentang rencana pembukaan hubungan diplomatik antara Indonesia-Israel.

Di Majalah Katolik Hidup, edisi 14 November 1999 ia menulis kolom berjudul: ?Hubungan Dagang dengan Israel.? Di situ, ia mengecam politik luar negeri Indonesia selama ini yang hanya berpihak kepada Palestina. Ia menulis: ?Tetapi mengapa kita hanya mendukung bangsa Palestina, dan tidak mendukung Israel? Apakah bangsa Yahudi bukan suatu bangsa yang juga mempunyai hak menentukan nasib sendiri? Kalau kita secara mutlak hanya memikirkan bangsa Palestina, lalu mau diapakan bangsa Israel? Dipunahkan sama sekali, dibuang ke laut? Kalau benar ada, pemikiran semacam itu sejajar dengan pemikiran komunis, yang mana kelas lain di luar kelas proletar (buruh) harus dimusnahkan.? Begitu tulis Soedjati!

Tampak, bahwa sebagai pakar hubungan internasional, pemikiran Soedjati sangat bias, sengaja memanipulasi sejarah. Umat Islam, dan dunia internasional, tidak mendukung Israel, karena negara Zionis itu adalah negara penjajah dan kolonial, yang terus melakukan kekejaman dan pembantaian serta pendudukan terhadap wilayah Palestina. Puluhan Resolusi PBB telah diabaikan oleh Israel. Dunia internasional tahu akan hal itu. Kristen Palestina sendiri terus menjadi korban kekejaman Israel. Beratus-ratus tahun, Umat Islam menjadi pelindung bangsa Yahudi, saat mereka ditindas dan dibantai habis-habisan oleh kaum Kristen Eropa. Semua fakta sejarah itu begitu gambling. Sikap Indonesia hingga kini jelas, berdasarkan Mukaddimah UUD 1945 yang ?anti-penjajahan? maka, Indonesia menolak membuka hubungan dengan Israel, karena negara Zionis itu adalah kolonial. Tetapi, mengapa Soedjati meminta Indonesia mendukun Israel? Itulah Soedjati Djiwandono.

Wallahu a?lam.

(KL, 12 Februari 2004).
bee gees
bee gees
SERSAN SATU
SERSAN SATU

Male
Posts : 152
Kepercayaan : Islam
Location : douglas
Join date : 27.06.13
Reputation : 0

Kembali Ke Atas Go down

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Empty Re: tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti

Post by Mutiara Sat Jan 11, 2014 1:48 am

ceh enak aja. parasit menumpang kok banyak tingkah...

RI bisa merdeka karena perjuangan para pejuang muslim, para santri, kristen justru agama penjajah, antek-anteknya penjajah.

Tanpa pengakuan dari Palestina dan negara-negara Arab sudah habis RI itu, langsung lenyap dari dunia.
Mutiara
Mutiara
KAPTEN
KAPTEN

Female
Posts : 3660
Kepercayaan : Islam
Location : DKI
Join date : 01.08.13
Reputation : 45

Kembali Ke Atas Go down

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Empty Re: tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti

Post by jaya Sat Jan 11, 2014 2:22 am

Coba aja diganti....siapa tahu lebih baik.
jaya
jaya
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 1967
Kepercayaan : Lain-lain
Location : London
Join date : 21.07.13
Reputation : 8

Kembali Ke Atas Go down

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Empty Re: tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti

Post by ian rush Sat Jan 11, 2014 1:07 pm

Mutiara wrote:ceh enak aja. parasit menumpang kok banyak tingkah...
parasit ke siapa neng? maksudmu ke islam gitu? ***deleted by sayah***
negara ini bekas hindu buddha.

sementara adanya islam di kerajaan hebat dan besar majapahit, membuat majapahit terpecah pecah jadi kerajaan kecil.
perlu kamu tahu, tanpa penjajah belanda, tidak ada negara indonesia. camkan ini. kamu harus berterima kasih ama penjajah belanda, dan mengutuk islam yg membuat kerajaan majapahit hancur.
Mutiara wrote:
RI bisa merdeka karena perjuangan para pejuang muslim, para santri, kristen justru agama penjajah, antek-anteknya penjajah.

mulutmu itu harimaumu. hati hati bicara yg kayak ginian. kalo komentarmu begini, bisa papua, timor nanti lepas
Mutiara wrote:
Tanpa pengakuan dari Palestina dan negara-negara Arab sudah habis RI itu, langsung lenyap dari dunia.
pengakuan palestina? otakmu rusak ya? emang udah ada negara palestina gitu tahun 45 an.  ampe sekarangpun negara palestina belum ada. saya mau tanya kamu, siapa kepala negara yg mengucapkan pengakuan ke indonesia? kurangi busa di mulutmu itu ya. Australialah dengan bantuan america yg membuat indonesia merdeka penuh. kamu ingat perjanjian renville, yaitu kapal perang amerika serikat. itulah perjanjian yg membuat belanda selesai dengan indonesia.

belajar sejarah kamu neng, bukannya memproduksi busa di mulut.
avatar
ian rush
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Female
Posts : 320
Kepercayaan : Protestan
Location : banten
Join date : 05.06.13
Reputation : 0

Kembali Ke Atas Go down

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Empty Re: tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti

Post by Mutiara Sat Jan 11, 2014 6:28 pm

bener-bener kafir parasit gak tahu diri...mau memelintir sejarah!

PAlestina sudah berdaulat sejak lama, cuma politik zionist Israel dengan anteknya Amerika Serikat dan eropa yang selalu berusaha menghalangi pengakuan dunia terhadap kedaulatan negara Palestina secara de yure, padahal secara de facto Palestina sudah punya perwakilan di sejumlah negara.

Tanpa Palestina dan MEsir, TAK AKAN ADA ITU NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini—mufti besar Palestina. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ beliau ke seluruh dunia Islam, bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia.

Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI. Seorang yang sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher (seorang saudagar kaya Palestina) spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia”. Setelah itu dukungan mengalir.

Dukungan Mesir

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti 800px-exc1

Di Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim bernama Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya, Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM), organisasi Islam yang dipimpin Syaikh Hasan Al-Banna, tanpa kenal lelah terus menerus memperlihatkan dukungannya. Selain menggalang opini umum lewat pemberitaan media yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran lokal miliknya, berbagai acara tabligh akbar dan demonstrasi pun digelar.

Para pemuda dan pelajar Mesir, juga kepanduan Ikhwan, dengan caranya sendiri berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo. Tidak hanya dengan slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap mereka lakukan. Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.

Kuatnya dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI membuat pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 22 Maret 1946. Dengan begitu Mesir tercatat sebagai negara pertama yang mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah itu menyusul Syria, Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghanistan. Selain negara-negara tersebut, Liga Arab juga berperan penting dalam Pengakuan RI. Secara resmi keputusan sidang Dewan Liga Arab tanggal 18 November 1946 menganjurkan kepada semua negara anggota Liga Arab supaya mengakui Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat. Alasan Liga Arab memberikan dukungan kepada Indonesia merdeka didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan.

Dukungan dari Liga Arab dijawab oleh Presiden Soekarno dengan menyatakan bahwa antara negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin hubungan yang kekal “Karena di antara kita timbal balik terdapat pertalian agama”.

Pengakuan Mesir dan negara-negara Arab tersebut melewati proses yang cukup panjang dan heroik. Begitu informasi proklamasi kemerdekaan RI disebarkan ke seluruh dunia, pemerintah Mesir mengirim langsung konsul Jenderalnya di Bombay yang bernama Mohammad Abdul Mun’im ke Yogyakarta (waktu itu Ibukota RI) dengan menembus blokade Belanda untuk menyampaikan dokumen resmi pengakuan Mesir kepada Negara Republik Indonesia. Ini merupakan pertama kali dalam sejarah perutusan suatu negara datang sendiri menyampaikan pengakuan negaranya kepada negara lain yang terkepung dengan mempertaruhkan jiwanya. Ini juga merupakan Utusan resmi luar negeri pertama yang mengunjungi ibukota RI.

Pengakuan dari Mesir tersebut kemudian diperkuat dengan ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan Indonesia – Mesir di Kairo. Situasi menjelang penandatanganan perjanjian tersebut duta besar Belanda di Mesir ‘menyerbu’ masuk ke ruang kerja Perdana Menteri Mesir Nuqrasy Pasha untuk mengajukan protes sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut. Menanggapi protes dan ancaman Belanda tersebut PM Mesir memberikan jawaban sebagai berikut: ”Menyesal kami harus menolak protes Tuan, sebab Mesir selaku negara berdaulat dan sebagai negara yang berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang beragama Islam. Ini adalah tradisi bangsa Mesir dan tidak dapat diabaikan”.

Raja Farouk Mesir juga menyampaikan alasan dukungan Mesir dan Liga Arab kepada Indonesia dengan mengatakan ”Karena persaudaran Islamlah, terutama, kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan mengakui kedaulatan negara itu”

Dengan adanya pengakuan Mesir, Indonesia secara de jure adalah negara berdaulat. Masalah Indonesia menjadi masalah Internasional. Belanda sebelumnya selalu mengatakan masalah Indonesia “masalah dalam negeri Belanda”. Pengakuan Mesir dan Liga Arab mengundang keterlibatan pihak lain termasuk PBB dalam penyelesaian masalah Indonesia.[1]

Untuk menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama yang disinggahi delegasi tersebut.

Tanggal 26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua ini lebih intens. Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati. Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga hadir. Termasuk pemimpin Hasan Al-Banna dan sejumlah tokoh IM dengan diiringi puluhan pengikutnya.

Malam tanggal 6 Mei 1946, delegasi Indonesia dipimpin oleh H. Agus Salim, Deputi Menlu Indonesia berkunjung ke kantor pusat dan koran IM. Beliau mengungkapkan rasa terima kasih Indonesia atas dukungan IM kepada mereka.

Tanggal 10 November 1947, mantan PM Indonesia dan penasehat Presiden Soekarno, Sutan Syahrir, berkunjung ke kantor pusat dan koran IM. Kedatangan mereka disambut dengan gembira dan meriah oleh IM.

Sebuah Renungan

Fakta sejarah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa soliditas umat Islam adalah kekuatan dahsyat yang harus terus dipelihara. Oleh karena itu upaya-upaya untuk melakukan konsolidasi antara bangsa-bangsa muslim, menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, dan peradaban Islam secara umum harus terus diperjuangkan, sehingga rahmat Islam dapat menebar di seluruh penjuru bumi dan dirasakan oleh seluruh umat manusia.

Khusus bagi bangsa Indonesia fakta sejarah ini mengingatkan bahwa mereka ‘berutang budi’ pada Islam yang telah mengajarkan prinsip ukhuwah Islamiyah. Berkat semangat persatuan dan persaudaraan Islam inilah bangsa Indonesia dapat memperoleh dukungan kemerdekaan dari berbagai negara di dunia.

Mesir secara de facto mengakui kemerdekaan RI pada 22 Maret 1946, disusul oleh Liga Arab (Arab Saudi, Qatar, dan lain-lain) pada 18 November 1946. Setelah itu diikuti Suriah pada 3 Juli 1947, Lebanon dan Irak pada 9 Juli 1947.

Pengakuan kemerdekaan RI secara de facto oleh Mesir pada 22 Maret 1946 itu dilakukan dengan mengakhiri kepengurusan WNI dari kedutaan Belanda di Mesir.

Bahkan, pada tanggal 13 hingga 16 Maret 1947, Konsul Jenderal Mesir untuk India (di Mumbay) yang bernama Muhammad Abdul Mun’im bersama Muriel Pearson (nama samarannya adalah Ketut Tantri, seorang perempuan Amerika yang pro kemerdekaan sejak masa revolusi), datang ke Yogyakarta (Ibukota RI saat itu).

Pada 15 Maret 1947 bertepatan dengan HUT Mesir ke 23, keduanya menghadap Presiden Soekarno untuk mewakili pemerintah Mesir sekaligus utusan Liga Arab guna menjelaskan posisi dukungan mereka terhadap kedaulatan RI.

Pengakuan secara de jure (hukum) oleh Mesir ditandatangani pada 10 Juni 1947, ditandai perjanjian Persahabatan RI-Mesir dan sekaligus mendirikan Kedutaan RI pertama di luar negeri.Kemerdekaan RI-bahkan Palestina setahun seblmnya sdh mendukung kemerdekaan

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Kemerdekaan-RI-Hatta-Mufti-serta-para-pemimpin-Arab-dan-dukungan-mereka-terhadap-kemerdekaan-RI-jpeg.image_

Sementara alasan Liga Arab menganjurkan kepada semua negara anggotanya supaya mengakui Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat karena didasarkan pada ikatan akidah Islamiyah, ukhuwah Islamiyah dan kekeluargaan.

Bahkan yang menarik, justru dukungan Palestina lebih awal setahun sebelum proklamasi. Palestina diwakili oleh Mufti Besarnya, Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ dari Syaikh Amin Al-Husaini ke seluruh dunia Islam untuk dukungannya pada kemerdekaan Indonesia.

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Kemerdekaan-RI-bahkan-Palestina-setahun-seblmnya-sdh-mendukung-kemerdekaan-Mufti-Palestina-KH-Agussalim-jpeg.image_

Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948 pada pukul 18.01. Sepuluh menit kemudian, pada pukul 18.11, Amerika Serikat langsung mengakuinya. Pengakuan atas Israel juga dinyatakan segera oleh Inggris, Prancis dan Uni Soviet. Seharusnya hal yang sama bisa saja dilakukan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Uni Soviet untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Tetapi hal tersebut tidak terjadi, justru negara-negara Muslim lah yang berkontribusi konkret dalam mengakui dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Mutiara
Mutiara
KAPTEN
KAPTEN

Female
Posts : 3660
Kepercayaan : Islam
Location : DKI
Join date : 01.08.13
Reputation : 45

Kembali Ke Atas Go down

tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti Empty Re: tokoh katolik minta mukadimmah UUD 45 diganti

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik