FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

prioritas fardhu ain atas fardhu kifayah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

prioritas fardhu ain atas fardhu kifayah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

prioritas fardhu ain atas fardhu kifayah

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

prioritas fardhu ain atas fardhu kifayah Empty prioritas fardhu ain atas fardhu kifayah

Post by bee gees Thu Jul 04, 2013 3:22 am

TIDAK diperselisihkan lagi bahwa perkara fardhu mesti didahulukan atas perkara yang hukumnya sunnah; tetapi perkara-perkara yang fardhu itu sendiri memiliki berbagai tingkatan.

Kita yakin betul bahwa fardhu ain harus didahulukan atas fardhu kifayah. Karena fardhu kifayah kadangkala sudah ada orang yang melakukannya, sehingga orang yang lain sudah tidak menanggung dosa karena tidak melakukannya. Sedangkan fardhu ain tidak dapat ditawar lagi, karena tidak ada orang lain yang boleh menggantikan kewajiban yang telah ditetapkan atas dirinya.

Banyak hadits Nabi yang menunjukkan bahwa kita harus mendahulukan fardhu ain atas fardhu kifayah.

Contoh yang paling jelas untuk itu ialah perkara yang ada kaitannya dengan berbuat baik terhadap kedua orangtua dan berperang membela agama Allah, ketika perang merupakan fardhu kifayah, karena peperangan untuk merebut suatu wilayah dan bukan mempertahankan wilayah sendiri; yaitu peperangan untuk merebut suatu wilayah yang diduduki oleh musuh. Kita harus melakukan peperangan ketika tampak tanda-tanda musuh mengintai kita dan hendak merebut wilayah yang lebih luas dari kita. Dalam hal seperti ini hanya sebagian orang saja yang dituntut untuk melakukannya, kecuali bila pemimpin negara menganjurkan semua rakyatnya untuk pergi berperang.

Dalam peperangan seperti ini, berbakti kepada kedua orangtua dan berkhidmat kepadanya adalah lebih wajib daripada bergabung kepada pasukan tentara untuk berperang. Dan inilah yang diingatkan oleh Rasulullah saw.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr bin Ash r.a. berkata bahwa ada seorang lelaki yang datang kepada Nabi saw. Dia meminta izin untuk ikut berperang. Maka Rasulullah saw bertanya kepadanya, "Apakah kedua orangtuamu masih hidup ?" Dia menjawab, "Ya." Rasulullah saw bersabda, "Berjuanglah untuk kepentingan mereka." 10

Dalam riwayat Muslim disebutkan, ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw kemudian berkata, "Aku hendak berjanji setia untuk ikut hijrah bersamamu, dan berperang untuk memperoleh pahala dari Allah SWT." Nabi saw berkata kepadanya: "Apakah salah seorang di antara kedua orangtuamu masih hidup?" Dia menjawab, "Ya. Bahkan keduanya masih hidup." Nabi saw bersabda, "Engkau hendak mencari pahala dari Allah SWT?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabi saw kemudian bersabda, "Kembalilah kepada kedua orangtuamu, perlakukanlah keduanya dengan sebaik-baiknya."

Diriwayatkan dari Muslim bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw seraya berkata, "Aku datang ke sini untuk menyatakan janji setia kepadamu untuk berhijrah, aku telah meninggalkan kedua orangtuaku yang menangis karenanya." Maka Nabi saw bersabda, "Kembalilah kepada keduanya, buatlah mereka tertawa sebagaimana engkau telah membuat mereka menangis."

Diriwayatkan dari Anas r.a. berkata bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw sambil berkata, "Sesungguhnya aku sangat ingin ikut dalam peperangan, tetapi aku tidak mampu melaksanakannya." Nabi saw bersabda, "Apakah salah seorang di antara kedua orangtuamu masih ada yang hidup?" Dia menjawab, "Ibuku." Nabi saw bersabda, "Temuilah Allah dengan melakukan kebaikan kepadanya. Jika engkau melakukannya, maka engkau akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang mengerjakan ibadah haji, umrah, dan berjuang di jalan Allah." 12

Diriwayatkan dari Mu'awiyah bin Jahimah bahwasanya Jahimah datang kepada Nabi saw kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, aku ingin ikut berperang, dan aku datang ke sini untuk meminta pendapatmu." Maka Rasulullah saw bersabda, "Apakah engkau masih mempunyai ibu?" Dia menjawab, "Ya." Rasulullah bersabda, "Berbaktilah kepadanya, karena sesungguhnya surga berada di bawah kakinya." 13

Thabrani meriwayatkan hadits itu dengan isnad yang baik, 14 dengan lafalnya sendiri bahwa Jahimah berkata, "Aku datang kepada Nabi saw untuk meminta pendapat bila aku hendak ikut berperang. Maka Nabi saw bersabda, 'Apakah kedua orangtuamu masih ada?' Aku menjawab, 'Ya.' Maka Nabi saw bersabda, 'Tinggallah bersama mereka, karena sesungguhnya surga berada di bawah telapak kaki mereka.'"

BEBERAPA TINGKAT FARDHU KIFAYAH

Saya ingin menjelaskan di sini bahwa sesungguhnya fardhu kifayah juga mempunyai beberapa tingkatan. Ada fardhu kifayah yang cukup hanya dilakukan oleh beberapa orang saja, dan ada pula fardhu kifayah yang dilakukan oleh orang banyak. Ada pula fardhu-fardhu kifayah yang tidak begitu banyak orang yang telah melakukannya, bahkan tidak ada seorangpun yang melakukannya.

Pada zaman Imam Ghazali, orang-orang merasa aib bila mereka tidak menuntut ilmu pengetahuan di bidang fiqh, padahal ia merupakan fardhu kifayah, dan pada masa yang sama mereka meninggalkan wajib kifayah yang lain; seperti ilmu kedokteran. Sehingga di suatu negeri kadangkala ada lima puluh orang ahli fiqh, dan tidak ada seorangpun dokter kecuali dari ahli dzimmah. Padahal kedokteran pada saat itu sangat diperlukan, di samping ia juga dapat dijadikan sebagai pintu masuk bagi hukum-hukum dan urusan agama.

Oleh karena itu, fardhu kifayah yang hanya ada seorang yang telah melakukannya adalah lebih utama daripada fardhu kifayah yang telah dilakukan oleh banyak orang; walaupun jumlah yang banyak ini belum menutup semua keperluan. Fardhu kifayah yang belum cukup jumlah orang yang melakukannya, maka ia semakin diperlukan.

Kadangkala fardhu kifayah dapat meningkat kepada fardhu ain untuk kasus Zaid atau Amr, karena yang memiliki keahlian hanya dia seorang, dan dia mempunyai kemungkinan untuk melakukannya, serta tidak ada sesuatupun yang menjadi penghalang baginya untuk melakukannya.

Misalnya, kalau negara memerlukan seorang faqih yang ditugaskan untuk memberi fatwa, dan dia seorang yang telah belajar fiqh, atau dia sendiri yang dapat menguasai ilmu tersebut.

Contoh lainnya ialah guru, khatib, dokter, insinyur, dan setiap orang yang memiliki keahlian tertentu yang sangat diperlukan oleh manusia, dan keahlian ini tidak dimiliki oleh orang lain.

Misal yang lain ialah apabila ada seorang yang mempunyai pengalaman di bidang kemiliteran yang sangat khusus, dan tentara kaum Muslimin memerlukannya, yang tidak dapat digantikan oleh orang lain, maka wajib baginya untuk mengajukan diri melakukan tugas tersebut.

Catatan kaki:

10 Diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Jihad; dan Muslim dalam al-Birr. hadits no. 2549^
11 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dalam al-Jihad (2528): Ibn Majah (2782); dan disahihkan oleh Hakim. 4:152-153, dan disepakati oleh adz-Dzahabi.^
12 Al-Mundziri berkata dalam kitab ar-Targhib wat-Tarhib: "Abu Ya'la dan Thabrani meriwayatkan dalam as-Shaghir dan al-Awsath, dengan isnad yang baik, Maimun bin Najih yang dikuatkan oleh Ibn Hibban, dan rawi-rawi yang masyhur (al-Muntaqa, 1474). Al-Haitsami mengatakan: "Orang-orang yang meriwayatkannya adalah shahih, selain Maimun bin Najih tetapi telah dikuatkan oleh Ibn Hibban." (Al-Majma', 8:138)^
13 Diriwayatkan oleh Nasai dalam al-Jihad. 6: 111; Ibn Majah (2781); Hakim men-shahih-kannya dan disepakati oleh al-Dzahabi. 4:151.^
14 Begitulah yang dikatakan aleh al-Mundziri (lihat al-Muntaqa, 1475); al-Haitsami berkata: "Orang-orang yang meriwayatkan hadits ini semuanya tsiqat." (Al-Majma', 8:138) ^



:: bookmark: pakdenono ::






PRIORITAS HAK HAMBA ATAS HAK ALLAH SEMATA-MATA
<< Kembali ke Daftar Isi >>


KALAU fardhu ain harus didahulukan atas fardhu kifayah, maka sesungguhnya dalam fardhu ain juga terdapat beberapa tingkat perbedaan prioritas. Oleh karena itu, kita sering melihat ajaran agama ini menekankan hukum-hukum yang berkaitan dengan hak hamba-hamba Allah.

Fardhu ain yang berkaitan dengan hak Allah semata-mata mungkin dapat diberi toleransi, dan berbeda dengan fardhu ain yang berkaitan dengan hak hamba-hamba-Nya. Ada seorang ulama yang berkata, "Sesungguhnya hak Allah dibangun di atas toleransi sedangkan hak hamba-hamba-Nya dibangun di atas aturan yang sangat ketat."

Oleh sebab itu, ibadah haji misalnya, yang hukumnya wajib, dan membayar utang yang hukumnya juga wajib; maka yang harus didahulukan ialah kewajiban membayar utang. Orang Islam yang mempunyai utang tidak boleh mendahulukan ibadah haji sampai dia membayar utangnya; kecuali bila dia meminta izin kepada orang yang mempunyai piutang, atau dia meminta pembayaran utang itu ditunda, dan dia meyakinkannya bahwa dia mampu membayar utang itu tepat pada waktunya.

Untuk kepentingan hak hamba-hamba di sini --khususnya hak yang berkaitan dengan harta benda-- maka benarlah hadits yang berbicara tentang mati syahid (suatu tingkat kematian yang paling tinggi derajatnya, dan dicari oleh orang Islam sebagai upaya pendekatannya kepada Tuhannya) bahwa kesyahidan itu tidak menggugurkan utang darinya, kalau dia mempunyai utang.

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan,

"Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utangnya."15

Dalam hadits ini disebutkan bahwa ada seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau melihat bahwa apabila aku gugur di medan pertempuran dalam membela agama Allah maka dosa-dosaku akan diampuni semuanya oleh Allah SWT? Maka Rasulullah saw bersabda, "Ya, jika engkau terbunuh di medan pertempuran dalam membela agama Allah, dan engkau teguh dalam menghadapinya dan tidak melarikan diri." Kemudian Rasulullah saw bersabda, "Apa yang engkau katakan tadi?" Lelaki itu kemudian mengulangi pertanyaannya, dan Rasulullah saw yang mulia mengulangi jawabannya sambil menambahkan, "Kecuali utang, karena sesungguhnya Jibril a.s. berkata kepadaku tentang itu."16

Yang lebih mengherankan lagi ialah sabda Nabi saw,

"Maha Suci Allah, mengapa perkara utang piatang itu begitu keras ditetapkan? Demi yang diriku berada di tangan-Nya, kalau ada orang yang terbunuh dalam suatu peperangan di jalan Allah, kemudian dia dihidupkan, kemudian dia terbunuh lagi, kemudian dia dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi, tetapi dia mempunyai tanggungan utang, maka dia tidak akan masuk surga sampai dia membayar utangnya." 17

Satu hukum yang ketatnya serupa dengan ini ialah orang yang tamak dengan barang pampasan, ketika dia sedang berjuang di jalan Allah (yaitu mengambil pampasan perang untuk dirinya sendiri padahal dia adalah milik semua tentara yang ikut berperang). Kalau dia mengulurkan tangannya kepada barang pampasan sebelum barang itu dibagi-bagikan, walaupun nilainya sangat kecil, maka dia tidak akan menerima pahala berperang di jalan Allah sebagai seorang pejuang. Jika dia terbunuh dalam peperangan itu, maka dia tidak berhak menerima kehormatan sebagai seorang syahid, dan pahala yang diberikan kepada orang syahid.

Pernah di antara barang pampasan Rasulullah saw ada seorang lelaki bernama Karkarah, dia terbunuh; maka Rasulullah saw bersabda, "Dia akan masuk neraka." Para sahabat kemudian pergi melihat orang itu, ternyata mereka menemukan baju panjang yang telah dia ambil. 18

Ada lagi seorang lelaki yang terbunuh pada Perang Khaibar. Maka para sahabat memberitahukan kejadian itu kepada Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, "Shalatlah atas sahabat kamu." Maka berubahlah wajah semua orang yang ada di situ, kemudian beliau bersabda, "Sesungguhaya kawan kamu telah mengambil sesuatu ketika berjuang di jalan Allah." Kemudian para sahabat memeriksa barang-barang lelaki itu, ternyata mereka menemukan permata orang Yahudi yang harganya tidak sampai dua dirham. 19

Hanya karena sesuatu yang tidak sampai dua dirham harganya, Nabi saw menolak untuk shalat atas orang itu; agar hal itu dijadikan pelajaran bagi mereka bahwa beliau sangat tidak suka terhadap kerakusan terhadap barang milik orang banyak, baik yang nilainya sedikit maupun banyak.

Diriwayatkan dari Ibn Abbas, ia berkata bahwasanya Umar telah memberitahukan kepadaku seraya berkata, "Ketika terjadi Perang Khaibar, ada beberapa orang sahabat Nabi yang menghadap kepadanya sambil berkata, 'Fulan syahid, dan Fulan syahid,' sampai mereka melewati seorang lelaki dan berkata, 'Fulan syahid.' MakaRasulullah saw bersabda, 'Sekali-kali tidak, sesungguhnya aku telah melihatnya di dalam neraka, karena ada purdah yang diambilnya atau baju panjang yang diambilnya.' Kemudian Nabi saw bersabda, 'Wahai anak Khattab, pergi dan beritahukan kepada semua orang bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang beriman.'"20

Apa sebenarnya yang hendak ditunjukkan oleh hadits-hadits tersebut? Sesungguhnya hadits-hadits ini menunjukkan betapa besar hak orang lain apa lagi untuk perkara yang berkaitan dengan harta benda, baik milik perorangan atau milik umum. Seseorang tidak boleh mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak halal, dan memakan makanan dengan cara yang tidak benar, walaupun nilainya sangat rendah, karena sesungguhnya yang paling penting adalah prinsip yang mendasari perbuatan kita itu. Barangsiapa yang memberanikan diri untuk mengambil barang yang sedikit, maka tidak diragukan lagi bahwa dia juga mau mengambil yang lebih besar. Sesungguhnya sesuatu yang kecil akan membawa kepada sesuatu yang besar. Api yang besar itu kebanyakan berasal dari api yang kecil.

Catatan kaki:

15 Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Amr dalam al-Imarah (1886).^
16 Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Qatadah dalam al-Imarah(1885).^
17 Diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa'i, dan Hakim, dari Muhammadbin Majasy, yang di-hasan-kan olehnya dalam Shahih al-Jami'as-Shaghir (3600). ^
18 Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Amr.^
19 Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Jihad, h. 458; Ahmad, 4: 114; Abu Dawud (2710); Nasai. 4: 64; Ibn Majah (2848); Hakim yang menganggapnya shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim, 2:127, yang disepakati oleh adz-Dzahabi. Semuanya meriwayarkan dari Zaid bin Khalid.^
20 Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibn Abbas, dari Umar, dalam kitab al-Iman (182) ^
bee gees
bee gees
SERSAN SATU
SERSAN SATU

Male
Posts : 152
Kepercayaan : Islam
Location : douglas
Join date : 27.06.13
Reputation : 0

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik