FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by Admin Mon Nov 28, 2011 7:47 pm

Soal :

Saat ini masih ramai pembicaraan tentang nikah siri. Pro-kontra pun terjadi. Bagaimana sesungguhnya pandangan Islam tentang nikah siri?


Jawab :

Keinginan pemerintah untuk memberikan fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan siri, kini telah dituangkan dalam rancangan undang-undang tentang perkawinan. Sebagaimana penjelasan Nasarudin Umar, Direktur Bimas Islam Depag, RUU ini akan memperketat pernikahan siri, kawin kontrak, dan poligami.

Berkenaan dengan nikah siri, dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg, pernikahan siri dianggap perbuatan ilegal, sehingga pelakunya akan dipidanakan dengan sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah. Tidak hanya itu saja, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara. [Surya Online, Sabtu, 28 Februari, 1009]

Sebagian orang juga berpendapat bahwa orang yang melakukan pernikahan siri, maka suami isteri tersebut tidak memiliki hubungan pewarisan. Artinya, jika suami meninggal dunia, maka isteri atau anak-anak keturunannya tidak memiliki hak untuk mewarisi harta suaminya. Ketentuan ini juga berlaku jika isteri yang meninggal dunia.

Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap nikah siri? Bolehkah orang yang melakukan nikah siri dipidanakan? Benarkah orang yang melakukan pernikahan siri tidak memiliki hubungan pewarisan?

Definisi dan Alasan Melakukan Pernikahan Siri

Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan; Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat; kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya. Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

Adapun hukum syariat atas ketiga fakta tersebut adalah sebagai berikut.

Hukum Pernikahan Tanpa Wali

Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;

لا نكاح إلا بولي

Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” ]HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].

Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:

أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل

Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. ]HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].

Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها

Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)

Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.

Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil

Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda; yakni (1) hukum pernikahannya; dan (2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.

Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau makruh.

Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut; pertama, meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya; kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya; ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara.

Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

Adapun berkaitan hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara, maka kasus ini dapat dirinci sebagai berikut.

Pertama, pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. Hanya saja, dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti syar’iy. Kesaksian dari saksi-saksi pernikahan atau orang-orang yang menyaksikan pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh negara sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang menghadiri pernikahan siri tersebut sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan siri tersebut.

Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara. Lebih dari itu, kebanyakan masyarakat pada saat itu, melakukan pernikahan tanpa dicatat di lembaga pencatatan sipil. Tidak bisa dinyatakan bahwa pada saat itu lembaga pencatatan belum berkembang, dan keadaan masyarakat saat itu belumnya sekompleks keadaan masyarakat sekarang. Pasalnya, para penguasa dan ulama-ulama kaum Muslim saat itu memahami bahwa hukum asal pencatatan pernikahan bukanlah wajib, akan tetapi mubah. Mereka juga memahami bahwa pembuktian syar’iy bukan hanya dokumen tertulis.

Nabi saw sendiri melakukan pernikahan, namun kita tidak pernah menemukan riwayat bahwa melakukan pencatatan atas pernikahan beliau, atau beliau mewajibkan para shahabat untuk mencatatkan pernikahan mereka; walaupun perintah untuk menulis (mencatat) beberapa muamalah telah disebutkan di dalam al-Quran, misalnya firman Allah swt;

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.[TQS AL Baqarah (2):

Ketiga, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan tindakan mukhalafat. Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas, pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya. Khalifah memiliki hak dan berwenang mengatur urusan-urusan semacam ini berdasarkan ijtihadnya. Aturan yang ditetapkan oleh khalifah atau qadliy dalam perkara-perkara semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Siapa saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam urusan-urusan tersebut, maka ia telah terjatuh dalam tindakan mukhalafat dan berhak mendapatkan sanksi mukhalafat. Misalnya, seorang khalifah berhak menetapkan jarak halaman rumah dan jalan-jalan umum, dan melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di sampingnya pada jarak sekian meter. Jika seseorang melanggar ketentuan tersebut, khalifah boleh memberi sanksi kepadanya dengan denda, cambuk, penjara, dan lain sebagainya.

Khalifah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan takaran, timbangan, serta ukuran-ukuran khusus untuk pengaturan urusan jual beli dan perdagangan. Ia berhak untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melanggar perintahnya dalam hal tersebut. Khalifah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk kafe-kafe, hotel-hotel, tempat penyewaan permainan, dan tempat-tempat umum lainnya; dan ia berhak memberi sanksi bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut.

Demikian juga dalam hal pengaturan urusan pernikahan. Khalifah boleh saja menetapkan aturan-aturan administrasi tertentu untuk mengatur urusan pernikahan; misalnya, aturan yang mengharuskan orang-orang yang menikah untuk mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan resmi negara, dan lain sebagainya. Aturan semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Untuk itu, negara berhak memberikan sanksi bagi orang yang tidak mencatatkan pernikahannya ke lembaga pencatatan negara. Pasalnya, orang yang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan negara -- padahal negara telah menetapkan aturan tersebut—telah terjatuh pada tindakan mukhalafat. Bentuk dan kadar sanksi mukhalafat diserahkan sepenuhnya kepada khalifah dan orang yang diberinya kewenangan.

Yang menjadi catatan di sini adalah, pihak yang secara syar’iy absah menjatuhkan sanksi mukhalafat hanyalah seorang khalifah yang dibai’at oleh kaum Muslim, dan orang yang ditunjuk oleh khalifah. Selain khalifah, atau orang-orang yang ditunjuknya, tidak memiliki hak dan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi mukhalafat. Atas dasar itu, kepala negara yang tidak memiliki aqad bai’at dengan rakyat, maka kepala negara semacam ini tidak absah menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada rakyatnya. Sebab, seseorang baru berhak ditaati dan dianggap sebagai kepala negara jika rakyat telah membai’atnya dengan bai’at in’iqad dan taat. Adapun orang yang menjadi kepala negara tanpa melalui proses bai’at dari rakyat (in’iqad dan taat), maka ia bukanlah penguasa yang sah, dan rakyat tidak memiliki kewajiban untuk mentaati dan mendengarkan perintahnya. Lebih-lebih lagi jika para penguasa itu adalah para penguasa yang menerapkan sistem kufur alas demokrasi dan sekulerisme, maka rakyat justru tidak diperkenankan memberikan ketaatan kepada mereka.

Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam ini negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya. Pasalnya, orang tersebut tidak mencatatkan pernikahannya dikarenakan ketidakmampuannya; sedangkan syariat tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu, Negara tidak boleh mempidanakan orang tersebut, bahkan wajib memberikan pelayanan pencatatan gratis kepada orang-orang yang tidak mampu mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan Negara.

Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah). Nabi saw bersabda;

حَدَّثَنَا أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing”.]HR. Imam Bukhari dan Muslim]

Banyak hal-hal positif yang dapat diraih seseorang dari penyiaran pernikahan; di antaranya adalah ; (1) untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; (2) memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai; (3) memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.

Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau dirahasiakan (siri). Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan yang dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat terhadap perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya ketika dimintai persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki dokumen resmi, maka dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.

Bahaya Terselubung Surat Nikah

Walaupun pencatatan pernikahan bisa memberikan implikasi-implikasi positif bagi masyarakat, hanya saja keberadaan surat nikah acapkali juga membuka ruang bagi munculnya praktek-praktek menyimpang di tengah masyarakat. Lebih-lebih lagi, pengetahuan masyarakat tentang aturan-aturan Islam dalam hal pernikahan, talak, dan hukum-hukum ijtimaa’iy sangatlah rendah, bahwa mayoritas tidak mengetahui sama sekali. Diantara praktek-praktek menyimpang dengan mengatasnamakan surat nikah adalah;

Pertama, ada seorang suami mentalak isterinya sebanyak tiga kali, namun tidak melaporkan kasus perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga keduanya masih memegang surat nikah. Ketika terjadi sengketa waris atau anak, atau sengketa-sengketa lain, salah satu pihak mengklaim masih memiliki ikatan pernikahan yang sah, dengan menyodorkan bukti surat nikah. Padahal, keduanya secara syar’iy benar-benar sudah tidak lagi menjadi suami isteri.

Kedua, surat nikah kadang-kadang dijadikan alat untuk melegalkan perzinaan atau hubungan tidak syar’iy antara suami isteri yang sudah bercerai. Kasus ini terjadi ketika suami isteri telah bercerai, namun tidak melaporkan perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga masih memegang surat nikah. Ketika suami isteri itu merajut kembali hubungan suami isteri –padahal mereka sudah bercerai–, maka mereka akan terus merasa aman dengan perbuatan keji mereka dengan berlindung kepada surat nikah. Sewaktu-waktu jika ia tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan keji, keduanya bisa berdalih bahwa mereka masih memiliki hubungan suami isteri dengan menunjukkan surat nikah.

Inilah beberapa bahaya terselubung di balik surat nikah. Oleh karena itu, penguasa tidak cukup menghimbau masyarakat untuk mencatatkan pernikahannya pada lembaga pencatatan sipil negara, akan tetapi juga berkewajiban mendidik masyarakat dengan hukum syariat –agar masyarakat semakin memahami hukum syariat–, dan mengawasi dengan ketat penggunaan dan peredaran surat nikah di tengah-tengah masyarakat, agar surat nikah tidak justru disalahgunakan.

Selain itu, penguasa juga harus memecahkan persoalan perceraian yang tidak dilaporkan di pengadilan agama, agar status hubungan suami isteri yang telah bercerai menjadi jelas. Wallahu a’lam bi al-shawab. (Syamsuddin Ramadhan An Nawiy). (www.faridm.com)

sumber
Admin
Admin
Administrator
Administrator

Male
Posts : 1100
Kepercayaan : Islam
Location : Tanah Melayu
Join date : 03.08.11
Reputation : 55

https://laskarislam.indonesianforum.net

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by Ichwanzein Tue Nov 29, 2011 8:05 am

Menurut saya, pemerintah boleh saja menggagas UU tsb dg tujuan terurai di atas,namun hendaknya Depag juga harus Jeli meniLik bagaimana kasus Nikah sirri itu! jika memang untuk menikah saja sudah membuang harta benda yang tidak sedikit, belum pungLi kiri-kanan yang beberapa sempat terjadi, menurut saya wajar asalkan memang dg tujuan NIKAH dengan wali dan saksi yang memang tanpa ada pencatatan sipil! namun, bilapun ada kasus serupa yang memang keluar dari jalur hukum syari'at dan hukum negara atau yang bisa di sebut instant hanya untuk kepentingan segelintir orang atupun syahwat semata, pemerintah pun harus Jeli dan jangan memberikan sanksi dengan berat sebelah. Maksudnya, pelaku nikah sirri (negativ) kan ada penghuLu, mempelai pria, mempelai wanita, saksi, dan semua yang terlibat hendaklah menerima sanksi atu minimal interogasi terlebih dahulu. Pelaku bukan hanya Laki-laki saja di situ, pihak wanita pun bisa di bilang sbg pelaku....

Namun ketika Nikah sirri itu dilakukan karena biaya yang tidak ada, sedangkan kedua pasangan memang sudah cukup secara lahir bathin untuk menikah dan syarat secara Syariat agamanya pun lengkap ada wali dari pihak wanita dan saksi serta penghuLu yang mumpuni, mengapa itu dikatakan pelanggaran Hukum! Jika memang demikian, pemerintah pun harus memikirkan tentang Administrasi/birokrasi yang sebagian masih RUWET itu!

kasus ini seperti, maling semangka di kebon karena lapar/haus yang di adiLi dan di penjara! padahal memang mencuri tetapLah mencuri, namun apakah seperti itu keadilan?

Lha wong, DEPAG memang tahu kalo di luar sana bejibun oknum pembuat Surat Nikah palsu ???

banyak kok teman saya dari kalangan agama apapun yang menggunakan jasa itu dengan kekasih" mereka, slingkuhan mereka! apa mau tutup mata dan bertindak dzolim ??? (udah biasa kali yak, di negri tercinta ini)
Ichwanzein
Ichwanzein
SERSAN DUA
SERSAN DUA

Male
Posts : 77
Location : Cilincingston
Join date : 06.10.11
Reputation : 4

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by abu hanan Sat Mar 31, 2012 12:18 pm

nikah siri tuh bukannya nikah yg "disembunyikan" baik dari pihak lelaki?takut ketahuan belangnyah...

baca aja belum uda komen..hahahaha
abu hanan
abu hanan
GLOBAL MODERATOR
GLOBAL MODERATOR

Male
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by njlajahweb Thu Oct 06, 2016 7:32 am

kalau menurut saya,
nikah sirih harus wajib diperketat
dan
nikah sirih harus dihukum apabila terbukti sebagai disalahgunakan, kecuali dengan alasan yang memang sesuai kenyataan yang bisa dimaklumi.

dan terhadap nikah aspal pun harus dihukum apabila terbukti sebagai surat nikah palsu
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by dee-nee Thu Oct 06, 2016 5:09 pm

kalau yang disebut nikah siri adalah yang biru  

TS wrote:
Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan;

Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat;

Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya.

Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

maka semua yang biru artinya tidak sesuai dengan syariat Islam .... ga ada maklum2an kecuali yang merah

kalau karena alasan yang merah ... yang ini prinsipnya 50-50 selama semua orang tau pernikahan tersebut (artinya tidak ada rahasia dan "calon" dusta dalam masyarakat) ... maka tinggal diurus saja pernikahan tersebut di KUA ... gratis

pointnya ... nikah itu adalah sesuatu yang sakral ... diberitakan ke semua orang ... diakui (tercatat) keabsahannya oleh semua orang .... bukan untuk disembunyikan (di-akal2-in) karena alasan apapun

tentang pencatatan ... itu hukum-nya wajib .... walaupun tidak wajib secara agama ... tapi wajib secara negara >>>> pencatatan itu penting untuk adiministrasi negara >>> berkaitan dengan bagaimana pemerintah bisa mengetahui warganya

dari pernikahan yang tercatat ini ... maka akan tercatat juga anak2 mereka dalam administrasi negara .... seorang anak baru bisa dapat akta kelahiran kalau jelas siapa bapak dan ibu-nya ... atau siapa yang bertanggung jawab atas si anak (lanjut **)

dari pencatatan itu (bagi individu tersebut) wajib diperlukan untuk mengurus segala hal yang bersifat administrasi termasuk KTP, rekening bank, sekolah, bekerja, hukum waris, dsb

juga .... dari pencatatan itu (secara umum bagi negara) akan diketahui jumlah populasi penduduk sesuai demografi-nya >>> nyambung ke hitung2an statistik antara populasi penduduk vs tingkat kemiskinan, pendidikan, sosial kesejahteraan penduduk, dsb >>> yang otomatis mempermudah negara untuk mengurus rakyatnya ...

bayangkan kalau tercatat jumlah penduduk 250 juta ... tapi ada 20 juta ga tercatat >>> trus kalau terjadi apa2 dengan yang 20 juta ini siapa yang mau tanggung jawab ?? ... bagaimana kalau diantara mereka ada yang miskin, ada yang tidak sekolah, ada yang ending-nya jadi anak jalanan dsb

disatu pihak negara merasa sudah "detail" mengkalkulasi yang 250 juta ... ujug2 masih missed 20 juta >>> kan bikin repot

artinya ... SEMUA penduduk TETAP HARUS tercatat dalam adiministrasi negara


balik ke (**) .... misalnya kasus Ayu Tingting ... dalam akta anak-nya cuma tercatat si orang tua adalah Ayu (suami-nya tidak tercatat) >>> ya sudah ga masalah ... karena sudah tercatat juga bahwa Ayu menikah lalu cerai >>> surat pernikahan dan cerai nya jelas

point-nya ... pecatatan itu penting karena itu bagian dari tertib administrasi .... karena kita hidup dalam masyarakat .... bukan di hutan >>> dari tertib administrasi ini ... balik ke ungu

jadi buat mereka2 yang berpikir bahwa yang seperti ini ga masalah ...

"pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara"

karena yang penting sah menurut agama

ya silahkan mereka hidup di hutan ... ga usah protes kalau anak mereka "tidak dianggap" oleh negara
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by njlajahweb Fri Oct 07, 2016 6:25 am

Say...nikah siri itu sama dengan nikah mutah ya
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by dee-nee Fri Oct 07, 2016 7:15 am

njlajahweb wrote:Say...nikah siri itu sama dengan nikah mutah ya

nikah mutah = kawin kontrak
nikah siri (kalau sesuai penjelasan TS) = nikah yang disembunyikan (dirahasiakan)

https://id.wikipedia.org/wiki/Nikah_mutah
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by frontline defender Fri Oct 07, 2016 9:47 am

“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” ]HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].

“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”.


.

”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”.


yang dimaksud ijin wali disitu itu adalah sepengetahuan wali, tidak boleh diartikan sebagai persetujuan wali, karena pada prinsipnya :

1. yang menikah itu adalah wanitanya bukan walinya :

QS. 4:21. Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.

Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi bersabda: “Wanita janda itu lebih berhak tentang dirinya daripada walinya, dan wanita gadis dimintai izin, dan izinnya adalah diamnya”.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Wanita janda tidak dinikahkah sehingga diajak musyawarah, dan anak gadis tidak dinikahkan sehingga dimintai izin”. Mereka bertanya: Wahai rasulullah! Bagaimana izinnya? Dia menjawab: “Diamnya”.


2. memaksakan jodoh itu dilarang :

QS. 4:19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Dari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyah radhiallahu anha,

أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ ثَيِّبٌ فَكَرِهَتْ ذَلِكَ فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ نِكَاحَهَا

“Bahwa ayahnya pernah menikahkan dia -ketika itu dia janda- dengan laki-laki yang tidak disukainya. Maka dia datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (untuk mengadu) maka Nabi shallallahu alaihi wasallam membatalkan pernikahannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5138)

Al-Bukhari memberikan judul bab terhadap hadits ini, “Bab: Jika seorang lelaki menikahkan putrinya sementara dia tidak senang, maka nikahnya tertolak (tidak syah).”
frontline defender
frontline defender
MAYOR
MAYOR

Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by njlajahweb Fri Oct 07, 2016 10:08 am

@Mbak Deenee...
Qk
maka semua yang biru artinya tidak sesuai dengan syariat Islam .... ga ada maklum2an kecuali yang merah
T
gitu ya...
jadi karena faktor biaya bisa dimaklumi

tapi kalau si pelaku nikah siri ini yang karena faktor biaya ini sudah menikah siri kan seharusnya kalau sudah menjadi kaya atau kalau sudah dalam katagori mampu, seharusnya dia kan diwajibkan tidak mempertahankan nikah siri tapi melanjutkan dengan nikah resmi kalau memang suami ini beritikad baik, karena gimana-gimanapun dalam nikah siri perempuan selalu dirugikan, jadi jika suami sudah tidak miskin lagi dan istri ingin melanjutkan nikah siri ke nikah resmi tapi suami tidak mau, maka istri berhak menuntut cerai
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by dee-nee Fri Oct 07, 2016 2:34 pm

njlajahweb wrote:@Mbak Deenee...
Qk
maka semua yang biru artinya tidak sesuai dengan syariat Islam .... ga ada maklum2an kecuali yang merah
T
gitu ya...
jadi karena faktor biaya bisa dimaklumi

tapi kalau si pelaku nikah siri ini yang karena faktor biaya ini sudah menikah siri kan seharusnya kalau sudah menjadi kaya atau kalau sudah dalam katagori mampu, seharusnya dia kan diwajibkan tidak mempertahankan nikah siri tapi melanjutkan dengan nikah resmi kalau memang suami ini beritikad baik, karena gimana-gimanapun dalam nikah siri perempuan selalu dirugikan, jadi jika suami sudah tidak miskin lagi dan istri ingin melanjutkan nikah siri ke nikah resmi tapi suami tidak mau, maka istri berhak menuntut cerai

merah : yang dimaksud nikah resmi itu gimana yah ?? yang tidak tercatat oleh negara tapi sudah sah menurut agama ??? atau bahkan yang ga sah menurut agama ??

kalau hanya sekedar tidak tercatat di kantor sipil (tapi pernikahan itu sudah sah secara agama - alias syarat2 nya sudah terpenuhi) ya jatuh-nya tetap sudah nikah resmi (atau resmi / sah menikah)

nikah siri itu bukan nikah tidak resmi >>> menjadi tidak resmi atau tidak sah bila syarat2 pernikahan-nya tidak terpenuhi (misalnya ada wali, mahar, penghulu, dsb)

bold : kalau sudah sah/resmi menurut agama >>> dalam hal ini ... pemerintah wajib "melayani" kebutuhan pasangan dalam urusan pencatatan administrasi ... bahkan kalau perlu gratis ... artinya ga usah nunggu sampai yang bold
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by njlajahweb Fri Oct 07, 2016 2:44 pm

melanjutkan dengan nikah resmi, maksudku melanjutkan dengan nikah yang bukan siri
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by dee-nee Fri Oct 07, 2016 3:00 pm

njlajahweb wrote:melanjutkan dengan nikah resmi, maksudku melanjutkan dengan nikah yang bukan siri

ya ... begitu lah kira2

tapi prinsipnya :

selama syarat2nya terpenuhi ... nikah siri sudah resmi/sah menurut aturan agama ... artinya secara agama kedua orang tersebut sah statusnya menjadi suami istri (boleh berhubungan suami istri) dan seterusnya >>>> mereka tidak dikategori-kan status pasangan yang berzina

tapi ... nikah itu kan bukan hanya urusan hubungan badan, atau masalah status saja >>> ada moral dalam menjalankan pernikahan itu .... salah satu-nya adalah jujur, tidak ditutup2i, tidak ada yang disembunyikan, tidak ada pihak yang disakiti, dst

apakah itu dalam sudut pandang status maupun dalam sudut pandang moral ... semua ini masuk dalam syariat Islam >>> jadi nikah siri itu :

- secara status sudah sesuai dengan syariat Islam
- tapi secara moral tidak sesuai dengan syariat Islam >>> misalnya menikah sembunyi2 karena takut ketauan istri pertama, takut ketauan melanggar aturan kantor, takut diomongin tetangga dsb (alasan2 yang biru sebelumnya lah)

lalu apakah ada hukuman di dunia atas pelanggaran moral (yang merah) ini ?? >>> tidak ada ... pelaku nikah siri tidak mendapat hukuman di dunia karena mereka memang sudah nikah secara resmi .... tapi tentu ada perhitungannya nanti (antara dosa vs tidak dosa)

gitu2 lah

piss  piss
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by dee-nee Fri Oct 07, 2016 3:15 pm

njlajahweb wrote:tapi kalau si pelaku nikah siri ini yang karena faktor biaya ini sudah menikah siri kan seharusnya kalau sudah menjadi kaya atau kalau sudah dalam katagori mampu, seharusnya dia kan diwajibkan tidak mempertahankan nikah siri tapi melanjutkan dengan nikah resmi kalau memang suami ini beritikad baik, karena gimana-gimanapun dalam nikah siri perempuan selalu dirugikan, jadi jika suami sudah tidak miskin lagi dan istri ingin melanjutkan nikah siri ke nikah resmi tapi suami tidak mau, maka istri berhak menuntut cerai

underline : agak bingung juga kalau disebut menuntut cerai disini ... karena tidak ada "administrasi" atau lembaga negara yang bisa melindungi si perempuan >>> apa yang bisa dilakukan perempuan itu ya bicara tentang perceraian ini pada si penghulu yang menikahkan dia ... atau pihak ketiga yang bisa menjadi perantara (yang adil) - misalnya dari pihak keluarga

atau si perempuan harus minta negara "meresmikan" pernikahan dia dulu ... baca disini deh

http://www.alkhoirot.net/2014/12/cara-gugat-cerai-nikah-siri-dan-isbat.html
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by njlajahweb Sat Oct 08, 2016 6:53 am

apabila pasangan yang kurang mampu ingin menikah siri karena tidak mampu membayar administrasi pencatatan, namun jika ada orang lain yang mau membayari biaya pernikahan yang bukan siri, seharusnya pasangan itu menikah dengan cara yang bukan siri dan tidak boleh menyembunyikan bantuan bayaran dari orang lain itu, apalagi jika ada biaya gratis dari pemerintah, pasangan sirih karena faktor biaya ini wajib harus mau menikah dengan cara yang bukan siri
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by dee-nee Sat Oct 08, 2016 2:17 pm

njlajahweb wrote:apabila pasangan yang kurang mampu ingin menikah siri karena tidak mampu membayar administrasi pencatatan, namun jika ada orang lain yang mau membayari biaya pernikahan yang bukan siri, seharusnya pasangan itu menikah dengan cara yang bukan siri dan tidak boleh menyembunyikan bantuan bayaran dari orang lain itu, apalagi jika ada biaya gratis dari pemerintah, pasangan sirih karena faktor biaya ini wajib harus mau menikah dengan cara yang bukan siri

setuju

2 good 2 good

underline : ya ... dan yang disebut wajib disini dalam konteks agama : wajib dilakukan pencatatan dan pemberitaan ke semua orang (tidak ada yang ditutupi) supaya bisa terhindar dari fitnah dan kebencian

wajib dalam konteks negara : adalah untuk menjalankan tertib administrasi >>> yang dalam konteks agama pun juga sudah dijelaskan kebaikan dalam melakukan tertib administrasi (dalam segala aspek kehidupan)
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by njlajahweb Sat Oct 08, 2016 6:16 pm

betul Say...
selain itu aku nggak mau perempuan selalu ada dibawah(walaupun aku pria)
karena dari dulu perempuan yang lebih banyak menderita, hak mereka harus diperjuangkan
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by dee-nee Sun Oct 09, 2016 10:59 am

njlajahweb wrote:betul Say...
selain itu aku nggak mau perempuan selalu ada dibawah(walaupun aku pria)
karena dari dulu perempuan yang lebih banyak menderita, hak mereka harus diperjuangkan

ya ... begitu deh ... hehehehehe

2 good
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Hukum Islam Tentang Nikah Siri Empty Re: Hukum Islam Tentang Nikah Siri

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik