FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok Empty Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok

Post by Penyaran Sun May 12, 2013 4:09 pm

Pdt. Markus Tan adalah penulis buku Imlek & Alkitab. Walaupun tujuan dia menulis buku tersebut untuk memberi informasi tentang agama dan kebudayaan orang Tionghoa kepada orang Kristen, namun isinya justru menyesatkan karena informasi yang diberikannya sama sekali bertentangan dengan fakta sebenarnya. Berikut ini adalah pemahamannya yang kacau-balau tentang agama dan filsafat Dao serta tuduhannya yang membabibuta bahwa agama Dao bukan agama karena Dao adalah filsafat.

Memberanikan diri bertanya; Dalam bukunya yang berjudul Imlek & Alkitab, Pdt. Markus Tan menulis:

Taoisme atau pengikut Taoisme di Indonesia tidak banyak. Namun akhir-akhir ini buku-buku tentang Tao banyak diterbitkan, sebab buku-buku tentang Tao ini akan berkaitan dengan Feng Shui, Kwa Mia, Yin Yang, Tai Chi chuan, Tai chi Kung, Wai Tan Kung dan lain-lain. Ada orang yang mengatakan bahwa Taoisme ini semacam agama yang dilahirkan di Tiongkok. Dalam Asas Taoisme, itu bukan agama melainkan filsafat. Imlek & Alkitab hal 27

Sebenarnya dasar dari Taoisme ialah buku/kitab Tao Te Ching yang terdiri dari 5.000 huruf Tionghoa. Penulis Tao Te Ching masih diperdebatkan. Ada yang berpendapat bahwa penulis Tao Te Ching ialah Li En, sehingga ada dugaan bahwa Lao Tze itu she (marga) Li. Sementara yang lain meragukan apakah betul penulis buku tersebut adalah Lao Tze. Namun secara umum semua orang beranggapan bahwa buku tersebut adalah peninggalan Lao Tze yang hidup sejaman dengan Kung Tze/Khong Hu Cu. Usia Lao Tze lebih tua daripada Khong Hu Cu. Ibid. hal 28

Kemudian ketika agama Budha memasuki Tiongkok, maka oleh pengikut Taoisme diadakan penggabungan. Falsafah Tao diubah dengan meniru atau mengikuti ajaran agama Budha, sehingga falsafah Tao pun memiliki Tri Murti dengan Lao Tze sebagai dewa tertinggi. Dengan cara demikian ingin dibuat bahwa falsafah Tao itu juga merupakan agama atau dapat disebut sebagai agama. Ibid. hal 31

Taoisme sekarang ini yang dijadikan semacam agama berbeda dengan Taoisme asalnya yaitu Taoisme Lao Tze. Ibid. hal 32

Dr. Kiang Kang Hu menyatakan bahwa filsafat Taoisme dengan agama Taoisme sangat berbeda dan tidak mungkin akan di dapatkan titik temu atau persamaan di dalamnya. Chang Tao Ling yang lahir pada tahun 34 pada jaman pemerintahan kaisar Han Kuang Wu (Dinasti Han Timur) yang mendirikan agama Taoisme. Ibid. hal 32

Bengcu Menjawab:

Pdt. Markus Tan yang terhormat, tanpa mengurangi rasa hormat, izinkan saya bertanya: Kenapa kekeh jumekeh menyatakan agama Dao bukan agama karena agama Dao adalah filsafat? Bukankah anda sendiri menyatakan bahwa agama Dao (Daojiao) berbeda dengan filsafat Dao (Daojia)? Apa gunanya mengutip tulisan Dr. Kiang Kang Hu bila anda tidak mempercayai apa yang ditulisnya? Apakah anda menyangka, bila dapat meyakinkan umat Dao bahwa agama Dao bukan agama maka umat Dao akan beramai-ramai memeluk agama Kristen? Agar anda dapat merevisi buku Imlek & Alkitab sehingga memberikan informasi yang benar, baiklah saya akan memberi tahu anda apa itu agama Dao dan apa itu filsafat Dao.

Agama Dao Dan Filsafat Dao

Daojiao juebu Daojia. Agama Dao pasti bukan filsafat Dao. Filsafat Dao didirikan oleh Laozi (abad ke 6SM), agama Dao didirikan oleh Zhang daoling (34-156). Filsafat Dao bermula dari kitab Daodejing sementara agama Dao bermula dai Taishang laojun zhenjing. Kitab Daodejing ditulis oleh Laozi sementara Taishang laojun zhenjing ditulis oleh Zhang daoling sebagai wahyu dari Laozi.

Walaupun banyak umat Dao (dibaca: Tao) yakin bahwa agama Dao pertama kali dianut oleh manusia pertama Fuxi (2852-2737SM), dilembagakan oleh raja Huangdi (2697-2598SM) dan diajarkan sebagai agama oleh Laozi (abad ke 6SM) namun sejarah mencatat bahwa pendiri agama Dao adalah Zhang daoling (34-156).

Agama Dao adalah Panentheisme: Seluruh alam semesta ada di dalam Dao yang lebih besar dari alam semesta ini. Pantheisme: Segala sesuatu berasal dari Dao dan Dao mewujud di dalam segala sesuatu. Polytheisme: Menyembah banyak dewa-dewi. Politheisme Henotheisme: Menyembah banyak dewa-dewi yang dipimpin dan diciptakan oleh Dao.

Kisah Penciptaan Agama Dao

Pada mulanya adalah Wuwu (Tidak Ada Tidak Ada). Disebut tidak ada karena tidak dapat didefinisikan. Di sebut Tidak Ada Tidak Ada karena Dia ada. Dia adalah Ziran(Yang Ada Karena Dirinya Ada). Ziran adalah Wuji (Yang Tidak Ada Batas). Karena tidak ada yang membatasiNya, maka Dia adalah Taiji (Yang Mahabatas). Yang Mahabatas adalah Taiyi (Yang Mahakuasa). Pada mulanya adalah hundun (campur baur yang tidak dapat didefinisikan). Taiyi berkarya melalui Taichu (Yang Mahapertama) dan Taishi (Yang Mahamula). Taichu memiliki xing (wujud) sedangkan Taishi memiliki Qi (nafas hidup). Ketika wujud (xing) menyatu dengan nafas hidup (qi), jadilah Taishu (yang sulung) yang memiliki zhi (hakekat). Hakekat sifat adalah Yin (betina) dan Yang (jantan). Hakekat wujud adalah wuxing (lima unsur), kayu, tanah, logam, air dan api.

Pan Gu Sang Pencipta Dunia

Dao mewujud (inkarnasi) menjadi Pan Gu untuk menciptakan dunia. Pan Gu lalu disembah sebagai Yuanshi Tianzun, Dewa Yang Mahamula. Ketika manusia hidup di dalam kekacauan, Dao lalu mewujud menjadi raja Huangdi untuk memimpin dan membimbing manusia. Setelah Huangdi menjadi dewa, dia disembah sebagai Lingbao Tianzun (Dewa Yang Mahamulia) atau Shangqing tianzun (Dewa Yang Mahasuci). Ketika manusia kehilangan pemahamannya akan ibadah dan moral, Dao mewujud menjadi Laozi untuk mengajarkan Daode (kebajikan Dao). Laozi lalu disembah sebagai Daode tianzun (Dewa Yang Mahabajik) atau Taishang laozun (Dewa Yang Mahatua). Yuanshi tianzun, Lingbao Tianzun dan Taishang laozun adalah tiga dewa tertinggi di dalam agama Dao.

Yuanshi Tianzun Menciptakan Alam Semesta

Alam semesta memiliki awal dan akhir. Awal alam semesta disebut penciptaan sadangkan akhir alam semesta disebut kiamat. Setelah diciptakan, alam semesta bertumbuh kembang menuju kiamat sedangkan kiamat adalah awal penciptaan alam semesta baru. Siklus penciptaan dan kiamat itu disebut naga Han (longhan) atau kelanjutan hidup (yankang) atau sinar membara (chiming). Kiamat berarti musnahnya segala sesuatu yang berwujud, hanya makluk-makluk abadi yang sempurna (shenxian) saja yang bertahan. Setelah kiamat, angin puting beliung (jin gang feng) berhembus di jagad campur baur (hundun) tanpa cahaya, tanpa wujud apalagi bentuk.

Pada saat energi Dao (Daoqi) menyatu, sekonyong-konyong dari kekosongan muncul buku oktagonal (patkwa) yang kedelapan sudutnya memancarkan sinar dan tulisannya berukuran dua belas kaki. Ketika melihat cahaya itu, tahulah Dewa yang mahamula (Yuanshi tianzun) bahwa permulaan alam semesta sudah dimulai. Dia lalu mengambil huruf pualam dalam patkwa dan menempanya hingga membara sehingga disebut Huruf Pualam Membara (Chishu yuzi). Huruf Pualam Membara adalah cetakan asli alam semesta (Yuangang), dari cetakan itulah alam semesta dibentuk.

Kitab Keselamatan Manusia (Duren jing) mencatat: Dari Huruf Pualam Membara di dalam gua campur baur (Hundong) muncullah hakekat kebenaran dari kekosongan. Pembentukan alam semesta dimulai dengan terbentuknya langit, matahari, bulan dan bintang-bintang sebagai penerang. Semuanya terbentuk dari ketiadaan (Creatio at nihilo).

Tujuan Hidup Manusia

Di antara segala ciptaan, manusia adalah ciptaan yang paling mulia karena memiliki ling atau kebijaksanaan dan kecerdasan. Tujuan hidup manusia adalah bertumbuh kembang sesuai kodratnya untuk menggapai kesempurnaan emas (jinxian). Kesempurnaan emas berarti hidup abadi. Hidup abadi berarti tidak akan mati walaupun dunia kiamat. Manusia-manusia yang mencapai kesempurnaan tersebut disebut Shengren (manusia suci) atau Shengxian (makluk suci abadi).

Hidup sebagai manusia bukan satu-satunya kehidupan, namun suatu tahap yang harus dilalui untuk menggapai kehidupan berikutnya. Setiap manusia selalu tergoda untuk menjalani hidup senyaman dan semudah mungkin serta menikmati kesenangan sepuas mungkin. Banyak manusia yang lupa alasan dan tujuan hidupnya, itu sebabnya mereka hanya mengejar kesenangan dan kepuasan tanpa mempertimbangkan standard kebajikan dan keharmonisan. Orang-orang demikian berusaha mewujudkan semua keinginannya dan menggapai semua kesenangan yang dapat diperolehnya dengan cara apapun bila perlu dengan mengorbankan manusia lain dan merusak keseimbangan alam. Orang-orang demikian akan mendapatkan balasannya waktu masih hidup bahkan setelah mati.

Hidup adalah hal yang paling berharga selama manusia hidup karena hidup adalah kesempatan untuk menggapai kesempurnaan atau mendaki ke tingkat hidup berikutnya. Umat Dao percaya bahwa umur manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri. Manusia dapat memperpanjang umurnya bahkan dapat hidup abadi dengan cara mengembangkan kehidupan moral yang tinggi, menjalani kehidupan yang sehat, makan makanan sehat bahkan yang berkhasiat, melakukan meditasi serta olahraga (Qigong, Taiji quan) secara sistematis, dan menggunakan jimat untuk mengusir roh-roh jahat yang menyebabkan sakit.

Manusia yang mampu menggenapi kodrat kemanusiaannya akan menjadi xianren atau manusia dewa. Manusia dewa yang mampu menggenapi kodratnya akan menjadi zhenren atau manusia sejati. Manusia sejati yang mampu menggenapi kodratnya akan menjadi Shengren atau manusia suci atau Shengxian artinya makluk suci abadi. Manusia yang tidak menggenapi kodrat kemanusiaannya akan pergi ke Diyu atau neraka untuk menanggung hukumannya. Perpindahan status manusia dari kasta yang satu ke kasta yang lainnya disebut reinkarnasi.

Manusia tinggal di dunia sementara manusia dewa, manusia sejati dan manusia suci tinggal di tempat-tempat suci dan di Tian atau langit atau surga. Tempat-tempat suci itu terdiri dari Sepuluh Benua, Tiga Pulau, sepuluh gua langit besar (Shida dongtian), tiga puluh enam gua langit kecil (Sanshiliu xiaodong tian) dan tujuh puluh dua tempat keberuntungan (Qishier fudi) yang tersebar di gunung-gunung di Tiongkok.

Sepuluh Benua Dan Tiga Pulau

Selain tinggal di surga ada pula dewa-dewi yang tinggal di bumi. Di bumi ada sepuluh benua (Shizhou) dan tiga pulau (sandao) tempat tinggal dewa-dewi dan orang suci (shenxian fangshi).

Sepuluh benua (Shizhou):
1. Zuzhou
2. Yingzhou
3. Xuanzhou
4. Yanzhou
5. Changzhou
6. Yuanzhou
7. Liuzhou
8. Shengzhou
9. Fenglinzhou
10.Jukuzhou

Tiga Pulau (sandao):
1. Pengqiudao atau Penglaidao
2. Fangzhangdao
3.Kunlundao

Pulau Yingzhou ada di laut timur, luasnya 4.000 mil, di sana rumput keabadian tumbuh dengan subur dan berlimpah, batu-batu giok (jade) berserakan setinggi 10.000 kaki dan banyak sekali mata air yang memancarkan air yang rasanya seperti anggur yang berkasiat membuat manusia panjang umur.

Pulau Fangzhang ada di sebelah timur Laut China, luasnya 5.000 mil dan diperintah oleh Dewa pengendali nasib tiga langit (Santian siming). Orang-orang ke sana untuk mendapatkan Catatan Misteri Kelahiran (Taishang xuansheng lu). Istana Sembilan Orang Tua (Jiuyuan zhangren gong) yang berkuasa atas semua roh air, naga, ular, ikan paus dan binatang air di dunia juga ada di sana.

Pulau Penglai ada di sebelah timur laut dari laut China Timur, luasnya 5.000 li. Pulau itu digunakan oleh Raja Langit (Tiandi) untuk mengikat sembilan langit. Dahulu kala, ketika Yu yang Agung (Dayu) selesai menangani bencana banjir zaman pemerintahan raja Shun, dia berkunjung ke pulau itu untuk menyembah Raja Langit di gunung yang ada di utara pulau itu, dia mendapat berkat dari sembilan langit.

Selain sepuluh benua dan tiga pulau di bumi ini juga ada sepuluh gua langit besar (Shida dongtian), tiga puluh enam gua langit kecil (Sanshiliu xiaodong tian) dan tujuh puluh dua tempat keberuntungan (Qishier fudi) yang tersebar di gunung-gunung di Tiongkok.

Tiga Puluh Enam Langit

Agama Dao membagi alam semesta menjadi tiga bagian yaitu: Tian (langit atau surga), Di (bumi) dan Diyu (dunia bawah atau neraka). Tian atau langit terbgi menjadi 36 tingkat (Sanshiliu daluo tian). Di masing-masing penjuru angin ada delapan langit, di atas ketiga puluh dua langit itu ada tiga langit dan satu langit yang melingkupi semua langit (35 langit).

Sanshiliu Tian

No.Nama LangitLetak LangitJenis Langit
1.Taihuang HuangcengSurga Timur DongtianEnam Surga Bentuk & Nafsu Yujie
2.Taiming Yuwan
3.Qingming Hetong
4.Xuantai Pingyu
5.Yuanming Wenju
6.Shangming Qiyao Moyi
7.Xuwu YuehengDelapan Belas Surga Bentuk Sejie
8.Taiji Mengyi
9.Ciming HeyangSurga Selatan Nantian
10.Xuanming Gonghua
11.Yaoming Zhongpiao
12.Zhuluo Huangjia
13.Xuming Tangliao
14.Guanming Duanjing
15.Xuanming Gongqing
16Taihuan Jiyao
17Yuanzai KongshenSurga Barat Xitian
18.Tai’an Wangya
19.Xianding Jifeng
20.Sihuang Xiaomang
21.Taiji Weng Chongfu Rong
22.Wusi Jiangyou
23.Shangshe Ruanle
24.Wuji Fangshi
25.Haoting XiaoduSurga Utara BeitianEmpat Surga Tanpa Bentuk Wusejie
26.Yuantong Yuandong
27.Taiwen Hanchong Miaocheng
28.Taisu Xiule Jingshang
29.Taisu Wushang ChangrongTiga Surga Sempurna Sifantian
30.Taishi Yulong Tengsheng
31.Longbian Fandu
32.Taiji Pingyu Jiayi
33.Taqing TianSurga Atas ShangtianTiga Surga Mahasuci Sanqingjing
34.Shangqing Tian
35.Yuqing Tian
36.Yujing TianDaluo Tian

Surga Berdasarkan Letaknya:
1. Langit Timur (Dongtian) – 8 langit
2. Langit Barat (Xitian) – 8 langit
3. Langit Selatan (Nantian) – 8 langit
4. Langit Utara (Beitian) – 8 langit
5. Langit Atas (Shangtian) – 3 langit
6. Dao – 1

Langit Berdasarkan Penghuni:
1. Lagnit Tiga Bentuk (Sanjie) – 28 langit
1.1. Langit Bentuk & Nafsu (Yujie) – 6 langit
1.2. Langit Bentuk (Sejie) – 18 langit
1.3. Langit Tanpa Bentuk (wusejie) – 4 langit
2. Langit Sempurna (sifantian) – 3 langit
3. Langit Mahasuci (Sanqing jing) – 3 langit
4. Dao – 1 langit

28 langit pertama disebut langit 3 wujud (Sanjie) yang dihuni oleh dewa-dewi fana yang yang masih bisa mati dan mengalami reinkarnasi.

Langit 1- 6 disebut langit nafsu (Yujie) Di langit ini tinggal dewa-dewi yang memiliki wujud dan nafsu, mereka masih memiliki jenis kelamin, kawin dan melahirkan anak.

Langit 7 – 24 disebut langit wujud (Sejie). Di langit ini tinggal dewa-dewi yang memiliki wujud namun tidak memiliki nafsu lagi. Langit tingkat

Langit 25 – 28 disebut langit tanpa wujud (wusejie). Di langit ini tinggal dewa-dewi yang tidak memiliki wujud dan tidak memiliki nafsu, mereka tidak dapat dilihat oleh manusia biasa namun dapat dilihat oleh orang-orang suci (zhenren).

Langit tingkat 29 – 32 disebut empat langit sempurna (sifantian) atau langit bibit manusia (Zhongmintian) karena di langit ini tinggal dewa-dewi tanpa rupa dan wujud, tanpa nafsu dan abadi sehingga tidak mengalami reinkarnasi lagi dan tidak ikut musnah ketika kiamat.

Langit tingkat 33 – 35 disebut tiga wilayah mahasempurna (sanqingjing) atau sanqingtian (tiga langit mahasempurna). Di tiga langit mahasempurna inilah bertahta Trisuci (Sanqing) atau tiga dewa mahasempurna yaitu.

Shenbao (pusaka roh) atau Daode Tianzun (Mahadewa kebajikan) atau Taishang Laojun (Mahadewa mahatua) tinggal di Taiqing tian (langit mahabesar), langit tingkat 33.

Lingbao Tianzun (Pusaka bijaksana) tinggal di Shangqing tian (Langit Mahatinggi), langit tingkat 34 sebagai penjaga kitab-kitab suci, penghitung dan pembagi waktu serta mengatur interaksi antara yin (negatif) dan yang (positif).

Tianbao (pusaka langit) atau Yuanshi Tianzun (mahadewa mahamula) tinggal di Yuqing tian (Langit Pualam Mahamulia), langit tingkat 35. Yuanshi Tianzun adalah mahadewa pencipta alam semesta.

Langit tingkat tiga puluh enam adalah langit dari segala langit (daluotian). Langit ini melingkupi semua langit, bumi dan dunia bawah. Di sanalah berdiri Istana gunung pualam (Yujingsan) tempat tinggal Dewa Yang Mahamula (Yuanshi Tianzun).

Semua dewa yang tinggal di langit tingkat ke dua puluh sembilan hingga tiga puluh enam adalah nafas murni Dao (Daoqi), mereka adalah roh-roh abadi (shenxian) yang ketika menyebar adalah nafas (qi) dan ketika menyatu memiliki rupa dan wujud. Puncak kesempurnaan dari keabadian disebut keabadian emas (jinxian).

Sembilan Tingkat Neraka

Ketika mati semua manusia harus ke dunia bawah atau neraka (Diyu). Ada sembilan tingkat neraka (jiulei) yang masing-masing dipimpin oleh seorang Raja Bumi (Tuhuang). Masing-masing tingkat neraka terbagi menjadi empat neraka sehingga jumlah semuanya adalah tiga puluh enam neraka. Ke sembilan tingkat neraka itu adalah:
1. Neraka Cemerlang (Serundi)
2. Neraka Permata(Gangsedi)
3. Neraka Linin (Shizhise Zedi)
4. Neraka Basah (Run zedi)
5. Neraka Padi Permata (Jinsu zedi)
6. Neraka Neraka Permata dan Besi (Jingangtie zedi)
7. Neraka Air (Shuizhi zedi)
8. Neraka Angin Besar (Dafeng zedi)
9. Neraka Gua Dalam Tanpa Cahaya dan Kejam (dongyuan wuse gangweidi)

Di dalam agama Dao, neraka juga disebut alam mahanegatif (Taiyin). Neraka itu gelap dan kelam, manusia hidup tidak dapat berkunjung ke sana, namun setiap orang mati arwahnya pasti ke neraka kecuali mereka mencapai kesempurnaan dan menjadi dewa. Neraka adalah tempat untuk memenjarakan arwah manusia jahat dan hantu serta jin. Neraka diperintah oleh Raja Lima Gunung (Wuyue) yaitu Dewa Gunung Timur Taishan (Dongyue Taishan zhishen) dengan gelar Kaisar Agung Hakim Kebajikan Manusia Dari Gunung Taishan (Taishan tianqi rensheng dadi) yang juga dipanggil Kaisar Agung dari Gunung Timur (Dongyue dadi).

Selain Dongyue dadi, saat ini banyak umat Dao yang juga menyembah Kaisar Agung Dari Gunung Fengdu (Fengdu dadi) sebagai penguasa neraka. Sesungguhnya Fengdu dadi adalah Ksitigarbha Bodhisattva (Dizang wang pusa) dari agama Budha yang juga disebut Raja Yanlo (Yanlo-wang). Neraka adalah satu dari enam tempat tujuan reinkarnasi. Jiwa di hukum di neraka atas kejahatan yang dibuat pada kehidupan sebelumnya. Fengdu dadi berjanji, Selama masih ada jiwa di neraka, dia tidak mau menjadi Budha. Karena selalu ada jiwa yang dihukum di neraka, maka dia tidak pernah mencapai nirwana.

Dewa Dewi Agama Dao

Agama Dao adalah agama Politeis yang menyembah dewa-dewi (Shenxian). Ada dewa yang tidak pernah menjadi manusia ada pula manusia-manusia yang mencapai kesempurnaan lalu menjadi dewa. Ada Dewa yang sudah ada sebelum langit dan bumi tercipta namun ada juga makluk yang menjadi dewa sesudah langit dan bumi ada. Ada dewa yang hidup abadi namun ada dewa yang hidup fana (bisa mati). Ada dewa yang memiliki wujud dan bentuk ada dewa yang tidak memiliki wujud. Ada dewa yang memiliki nafsu (berjenis kelamin, kawin dan melahirkan anak) ada dewa yang tidak memiliki nafsu. Ada dewa yang memiliki wujud dan nafsu, ada dewa yang memiliki wujud namun tidak memiliki nafsu ada juga dewa yang tidak memiliki wujud dan nafsu sama sekali. Di samping dewa-dewi asli agama Dao, ada juga dewa-dewi yang awalnya dipuja oleh agama lain kemudian juga di sembah sebagai dewa-dewi agama Dao. Secara umum dewa-dewi agama Dao dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

Xiantian zhunshen atau dewa sebelum penciptaan langit dan bumi. Mereka adalah Xiantian zhenshen atau dewa abadi sebelum langit dan bumi. Termasuk dewa-dewa demikian adalah: Sanqing (tiga mahasuci), Sanguan (tiga penguasa), Siyu (empat Menteri) atau sida Tianwang (empat raja langit), Wuxing Qiyao Xingjun (penguasa lima planet dan dan tujuh bintang), shiling ershiba xiu (empat makluk gaib dua puluh delapan rasi bintang), dll.

Xianzhen atau makluk sempurna. Mereka adalah makluk-makluk Houtian shenming atau makluk-makluk yang mencapai kesempurnaan setelah ada langit dan bumi. Termasuk dewa-dewa demikian adalah: Sanmao zhenjun (tiga mao penguasa atau tiga dewa mao), Baxian?? (delapan manusia abadi atau delapan dewa), dll.

Dewa-dewi agama lain yang diterima oleh Umat Dao sebagai dewa-dewi mereka. Termasuk dewa-dewa demikian adalah: Menshen (dewa pintu), Zaoshen (Dewa dapur), Caishen (dewa keberuntungan), Tudi (dewa bumi), Mazu (Dewi leluhur), Guan Gong (dewa perang), Guanyin (dewi welas asih), Fengdu dadi (Kaisar Agung Dari Gunung Fengdu) dll.

Sanqing (tiga mahasuci) adalah dewa-dewa yang kastanya paling tinggi, sementara Yuanshi Tianzun (mahadewa mahamula) yang paling tinggi di antara Sanqing. Di bawah Sanqing adalah Sanguan (tiga penguasa) dan Siyu (empat Menteri) atau sida Tianwang (empat raja langit).

Tianshi Dao

Dao artinya jalan. Ada berbagai jenis jalan, ada jalan bercabang ada jalan yang menuju ke berbagai tempat, namun hanya jalan tunggal yang menuju satu tempat tujuan saja yang disebut Dao. Di dalam agama Tiongkok kuno dan agama Khonghucu, Dao digunakan untuk menyebut jalan Tuhan (Tiandao), namun Laozi melalui buku Dao De Jing memberi arti baru kepada kata Dao. Dao ada yang ada karena diriNya ada (Ziran). Dao adalah bunda dari alam semesta, Dao adalah Tuhan.

Pada tahun 142 Zhang Daoling menerima wahyu dari Laozi (penulis kitab Dao De Jing) di gunung Heming untuk menyelamatkan dunia dengan mendirikan sebuah negara yang rakyatnya adalah orang-orang terpilih. Wahyu dari Laozi kepada Zhang Daoling tercatat di dalam Kitab Kebenaran Taishang louzun (Taishang laozun zhenjing). Selain menerima wahyu dia juga menerima kesaktian untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan menaklukkan berbagai roh jahat dengan lingbao (jimat) atau kertas hu, sehelai kertas yang ditulisi mantera. Dengan gelar Tianshi (nabi Tian) dia menjadi perantara dewa-dewi dan manusia. Agama yang didirikannya disebut Tianshi Dao atau Wudao mijiao artinya Agama Dao Lima Gantang Padi karena setiap orang yang ingin bergabung harus menyumbang lima gantang padi.

Kou Qianzhi (365-448) salah satu penerus agama Dao aliran Tianshi Dao yang hidup di kerajaan Wei utara mendapat wahyu dari dewa untuk menyusun tata ibadah dan peraturan anggota. Dengan lahirnya wahyu baru tersebut, maka penekanan ajaran Dao pun beralih dari jimat (lingbao) ke upacara penyembahan dewa-dewi.

Shangqing Dao

Wei Huacun (251-334) seorang wanita, menerima wahyu dari para dewa dan mencatatnya di dalam kitab Batu Giok Istana Kuning Mengenai Alam Murni Yang Maha Tinggi (Shangqing Huangding Neiqing Yujing). Dia mengajarkan bahwa Dao adalah bunda berlaksa ada dan hadir di dalam segala ada dalam bentuk roh-roh. Kesempurnaan adalah ketika manusia manunggal dengan Dao. Ada roh-roh yang menjaga alam semesta ada pula roh-roh yang menjaga organ tubuh manusia. Apabila manusia dapat hidup harmonis dengan roh-roh di dalam tubuhnya maupun di alam semesta ini, maka dia akan mencapai kesempurnaan atau hidup abadi manunggal dengan Dao. Menurutnya, meditasi adalah cara yang paling efektif untuk mencapai kesempurnaan.

Ajaran Wei Huacun di kemudian hari dikenal dengan nama Dao Yang Maha Murni (Shangqing Dao). Aliran ini menekankan meditasi sebagai cara untuk mencapai kesempurnaan. Setelah Wei Huacun meninggal aliran Shangqing disebarkan oleh Yangxi (330-386) yang menerima wahyu dari Wei Huacun yang telah menjadi dewi untuk meneruskan ajarannya.

Aliran Shangqing mencapai masa kejayaannya di bawah pimpiman Tao Hongjing (456-536) yang tinggal di gunung Maoshan. Dia menulis kitab Shangqing yang berisi silsilah pewarisan pimpiman Shangqing dan sistem kasta dewa-dewi yang disembah umat Dao dan mendirikan laboratorium untuk menemukan obat panjang umur. Sama seperti aliran Tianshi, aliran Shangqing juga menjadikan Dewa mahabajik (Daode Tianzun) atau Dewa Yang Mahatua (Taishang Laozun) sebagai dewa tertinggi yang paling disembah.

Lingbao Pai

Sekolah Permata Jiwa (Lingbao Pai) adalah aliran Dao yang berkembang sejak dinasti Jin (265-420) dan Song (420-479). Aliran ini menyatu dengan aliran Shangqing pada pemerintahan dinasti Tang (618-907). Aliran ini terbentuk ketika Ge Chaofu pada tahun 397-401 mempopulerkan kitab Lima Jimat (Wufujing) yang merupakan ajaran-ajaran yang diwarisinya dari pendahulunya Gehong (284-364) dan Ge Xuan (164-244) yang ahli alkimia (ilmu kimia kuno).

Aliran Lingbao menyatukan ajaran Tianshi Dao, Shangqing Dao dan agama Budha. Namun sayang, karena pemahaman yang kurang baik, maka banyak doktrin-doktrin agama Budha yang tidak dipahami dengan baik sehingga walaupun banyak istilah agama Budha yang digunakan, namun penafsirannya sama sekali berbeda dengan aslinya. Doktrin agama Budha yang dipakai secara luas adalah ajaran reinkarnasi.

Kitab suci agama Dao disebut Daozang (Rahasia Dao). Lu xiujing (406-477) adalah orang pertama yang melakukan kanonisasi kitab-kitab suci agama Dao. Ia mebagi Daozang menjadi dua:
1. Kitab Besar
2. Kitab Kecil

Kitab Besar dikelompokkan menjadi tiga gua (Sandong):
1. Dongzhenbu – Bagian Gua Kenyataan
2. Dongxuanbu – Bagian Gua Dalam
3. Dongshenbu – Bagian Gua Roh

Masing-masing gua terdiri dari 12 bab yaitu:
1. Bab Utama (Benwen li)
2. Bab Lambang atau Jimat Dewa (Shenfu li)
3. Bab Penjelasan (Yujue li)
4. Bab Diagram dan Gambar (Lingtu li)
5. Bab Sejarah dan Silsilah (Pulu li)
6. Bab Pengajaran Berharga (Jielu li)
7. Bab Tata Ibadah (Weiyi li)
8. Bab Pantang dan Tabu (Fangfa li)
9. Bab Latihan-latihan (Zhongshu li)
10. Bab Sejarah (Jizhuan li)
11. Bab Puji-Pujian (Zansong li)
12. Bab Hari-Hari Besar (Biaozou li)

Kitab Kecil dikelompokkan menjadi:
1. Misteri Agung (Taixuan) – Dao De Jing
2. Kedamaian Agung (Taiping) - Taiping Jing
3. Kemurnian Agung (Taiqing) – Taiqing Jing
4. Kebenaran Yang Satu (Zhengyi) – Shangqing dan tata ibadah Tianshi Dao

Berbeda dengan Tianshi Dao dan Shangqing Dao yang menjadikan Dewa Yang Mahatua (Taishang Laozun) sebagai dewa tertinggi yang paling disembah, maka Lingbao pai menjadikan Dewa Yang Mahamula (Yuanshi Tianzun) yang menciptakan alam semesta sebagai dewa utama yang paling disembah.

Kesimpulan

Pdt. Markus Tan Yang terhormat, agama Dao bersifat terbuka sehingga mudah menerima pengaruh dari agama lain dan ajaran baru. Saat ini kitab suci agama Dao berjumlah lima ribu lebih sementara setiap maha guru Dao bebas mendirikan aliran dan mengembangkan doktrinnya masing-masing. Namun, walaupun sangat kental dipengaruhi ajaran agama Khonghucu, Budha dan shamanisme suku-suku minoritas Tiongkok, namun agama Dao bukan agama Khonghucu, Budha dan agama tradisi Tionghoa apalagi filsafat Dao.

Sebagai seorang pendeta, anda sama sekali tidak punya wewenang untuk menentukan agama Dao bukan agama. Apabila hendak mengajar tentang agama Dao, maka langkah pertama yang harus anda lakukan adalah mempelajarinya dengan cara yang benar. Tidak memiliki pengetahuan tentang agama Dao namun sembarangan menyatakan agama Dao bukan agama, namanya menyebar fitnah.

http://bengcumenggugat.wordpress.com/2011/02/04/agama-dao-di-mata-seorang-tionghua-kristen/
avatar
Penyaran
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115

Kembali Ke Atas Go down

Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok Empty Re: Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok

Post by Penyaran Mon May 13, 2013 11:20 am

Markus Tan Membual Atau Cengbeng Menyembah Arwah?

Walaupun tidak memahami maknanya, namun tradisi Cengbeng atau sembahyang kuburan masih dilakukan oleh banyak orang Tionghua generasi ini. Umumnya orang-orang Kristen menyangka sembahyang kuburan (cengbeng) adalah penyembahan arwah, itu sebabnya banyak sekali yang melecehkannya sebagai perbuatan bodoh dan sia-sia. Pengkotbah alam roh melarang jemaat untuk ikut merayakan cengbeng karena menurut mereka hal itu akan mendatangkan kutuk dan membuka cela untuk dikuasai iblis.Pengkotbah Kristen umumnya menganggap cengbeng adalah praktek penyembahan arwah yang dapat dikelompokkan sebagai penyembahan berhala. Walaupun dengan nama lain, pada hakekatnya orang Kristen juga merayakan cengbeng. Walaupun dengan cara yang berbeda, sesungguhnya orang Kristen juga melakukan sembahyang kuburan atau sembahyang arwah.

Memberanikan diri bertanya; Dalam bukunya yang berjudul Imlek & Alkitab, Pdt. Markus Tan menulis:

Hari raya Ceng Beng dirayakan pada bulan ketiga tahun imlek. Tanggalnya dalam tahun imlek tidak tetap atau berubah-ubah. Yang pasti pada permulaan bulan ketiga tersebut. Menurut penanggalan Masehi, jatuh pada tanggal 5 atau 6 April. Ceng berarti bersih dan murni. Beng berarti tenang. Cengbeng berarti bersih tenang. Imlek & Alkitab hal 129

Pada hari raya Cengbeng, orang Tionghoa biasanya akan berziarah ke makam orang tua atau leluhur mereka dengan membawa batang dupa (hio), lilin, kertas sembahyang dan sedikit sesajian. Biasanya dalam bentuk buah atau kue basah. Selain melakukan sembahyang juga membersihkan kuburan tersebut. Ibid hal 129

Hal ini dilakukan bukan saja untuk menunjukkan rasa bakti, tetapi juga untuk mengajukan permohonan ijin, laporan atau permintaan. Biasanya dalam sembahyang tersebut mereka akan mohon diri (pamit) kalau mereka akan pergi ke tempat yang jauh atau ke luar kota. Juga akan dilaporkan tentang usaha yang baru, pernikahan ataupun hal-hal lainnya. Mereka juga akan mohon izin bila ingin menjual rumah warisan ataupun hal lainnya. Tidak jarang juga mengajukan permintaan, seperti rejeki, perlindungan dan sebagainya. Ibid hal 129

Agar setiap permintaan atau doa terkabul, maka untuk penguburan atau pemakaman tersebut tidak dilakukan secara sembarangan. Biasanya pemakaman tersebut dilakukan berdasarkan kepercayaan atau perhitungan Hong Sui. Istilah Hong Sui dapat diartikan angin dan air. Kepercayaan atau perhitungan Hong Sui ini antara lain menetapkan tempat, arah dan letak makam. Keluarga akan meminta pertolongan kepada ahli (sinshe) Hong Sui. Orang inilah yang akan mencarikan tempat yang baik dan tepat, dengan cara mengukur, menghitung dan sebagainya, sesuai dengan kebiasaan Hong Sui. Ibid hal 131

Dapat dibayangkan bila kebetulan berdasarkan perhitungan Hong Sui tersebut, makam harus berada di sebuah bukit yang terjal dan jauh. Tentunya pada saat keluarga tersebut menjenguknya, akan memakan waktu dan tenaga yang lebih dari pada biasanya. Beruntung, bahwa melalui hari raya Ceng Beng ini adalah semacam peraturan yang tidak tertulis yang merupakan keharusan untuk keluarga mengunjungi makam tersebut. Oleh karena itu bagi keluarga yang tinggalnya cukup jauh dari tempat pemakaman, sekurang-kurangnya dalam setahun, pasti sekali ia membersihkan makam tersebut. Ibid hal 131-132

Sembahyang Ceng Beng biasanya dilakukan di rumah, bahkan ada keluarga-keluarga yang satu marga (she), mengadakan sembahyang bersama di tempat perkumpulan atau rumah abu. Umpamanya, rumah abu marga (she) Djiau, Lim, Tan dan sebagainya. Ibid hal 132

Keluarga yang mengunjungi makam orang tuanya atau leluhurnya biasanya meletakkan beberapa lembar kertas kuning yang panjang dan kecil di atas Bong Pai (batu nisan.) Ibid hal 132

Ceng Beng adalah hari raya dalam arti hari peringatan. Bukan hari pesta. Itulah sebabnya sangat keliru bilamana ada orang yang memakai istilah pesta Ceng Beng dan kemudian mengadakan pesta atau makan-makan. Mengenang anggota keluarga yang wafat bukanlah suatu alasan untuk mengadakan pesta. Ibid hal 132-133

Sebagai orang Kristen, bila kita mengunjungi makam orang tua atau keluarga serta membersihkan, menabur bunga, merapihkannya sebagai tanda cinta kasih kita, itu tidak salah. Yang salah kalau kita berdoa kepadanya dan meminta sesuatu kepadanya. Ibid hal 133

Bengcu menjawab:

Qingming jie 清明節 atau Cengbeng dirayakan setiap tanggal 15 bulan 3 kalender Imlek atau tanggal 5 April. Pada tahun kabisat Cengbeng jatuh pada tanggal 4 April. Cengbeng artinya terang benderang.

Pada jaman Musim Semi dan Gugur (770-476SM) dinasti Zhou kehilangan kedaulatannya sehingga Tiongkok terpecah-belah menjadi belasan negeri yang dikuasai oleh para rajamuda yang saling berperang untuk demi nama besar.

Negeri Jin 晋. Ketika difitnah ingin membunuh ayahnya oleh ibu tirinya, pangeran Shensheng 申生 memilih untuk bunuh diri dari pada dihukum pancung oleh ayahnya, rajamuda Jin xiangong. Sementara itu pangeran Chonger 重耳 yang berumur 43 tahun memilih untuk melarikan diri ke negeri Di. Dia tinggal di sana selama 12 tahun lalu melarikan diri ke negeri Qi karena takut dibunuh oleh pembunuh bayaran yang dikirim ayahnya. Dalam pelariannya dia ditolak oleh raja Wei sehingga terlunta-lunta dan kelaparan. Suatu siang ketika melewati desa Wulu (lima kijang), karena tidak tahan lapar, salah satu anak buahnya minta makanan kepada penduduk desa. Alih-alih menolong penduduk kampung itu justru mengejek rombongan Chonger sebagai kumpulan lelaki tidak berguna yang tidak mampu menghidupi dirinya.

Di luar kampung, Chonger dan rombongannya beristirahat di bawah pohon. Lelah dan kelaparan. Tiba-tiba salah satu anak buahnya, Jie zhitui 介之推 mengangsurkan semangkuk sop daging panas kepada Chonger. Tanpa pikir panjang dia langung melahapnya sampai habis. Setelah kenyang dia baru bertanya, dari mana sop daging itu didapat? Ternyata itu adalah sop daging paha. Demi junjungannya Jie zhitui mengerat daging pahanya sendiri lalu memasaknya. Chonger sangat terharu dengan tindakan demikian.

Setelah mengembara selama 19 tahun akhirnya Chonger kembali ke negerinya dan menjadi rajamuda dengan gelar Jin wengong 晉文公 (697-628SM). Alih-alih memangku jabatan Jie zhitui justru meninggalkan dunia ramai dan hidup berdua dengan ibunya di hutan. Jin wengong berusaha mencarinya namun tak dapat menemukannya, karerna kesal dia lalu menyuruh anak buahnya untuk membakar hutan dengan harapan Jie zhitui akan melarikan diri keluar dari hutan yang terbakar. Sayang seribu kali sayang! Jie zhitui dan ibunya mati terbakar. Rajamuda Jin wengong menyesal bukan kepalang. Dia lalu menegakkan Hanshijie hari makan dingin untuk mengenang Jie zhitui. Para hari itu rakyat dilarang menyalakan api bahkan untuk masak sekalipun.

Karena melihat betapa sia-sianya pemborosan yang dilakukan oleh rakyat dalam sembahyang kuburan, maka raja Tang Xuanzong 唐玄宗 (685-762) dari Dinasti Tang 唐 pada tahun 732 menegakkan hari Cengbeng. Sembahyang kuburan hanya boleh dilakukan sekali dalam setahun yaitu pada hari Cengbeng.

Cengbeng dan Hanshijie 寒食节 adalah dua perayaan yang berbeda namun salah satu raja dari dinasti Qing (1644-1911) lalu menggabungkan keduanya menjadi satu. Hanshijie dirayakan satu hari sebelum Cengbeng. Dalam perubahan waktu, perayaan Hanshijie mulai dilupakan sehingga orang-orang Tionghoa hanya merayakan Cengbeng dan menganggap makan dingin adalah bagian darinya.

Pada hari Cengbeng orang Tionghoa mengunjungi makam leluhurnya. Mereka membersihkan makam lalu melakukan sembahyang kuburan. Apakah perayaan Cengbeng adalah penyembahan leluhur? Ada tiga hal yang membuktikan bahwa Cengbeng bukan penyembahan leluhur:

1. Orang Tionghoa tidak pernah menganggap arwah leluhurnya memiliki kuasa ilahi.
2. Orang Tionghoa tidak pernah berdoa minta berkat kepada arwah leluhurnya.
3. Walaupun banyak dongeng yang menyatakan bahwa mingqi atau barang-barang sembahyang berguna bagi kebutuhan arwah di alam baka, namun baik agama Khonghucu mau pun agama Dao dengan gamblang mengajarkan bahwa mingqi atau barang-barang sembahyang adalah pernyataan cinta kasih dan hormat, bukan untuk memenuhi keperluan arwah, itu sebabnya mingqi adalah barang-barang tiruan, bukan barang asli sementara makanan yang disajikan tidak boleh ditinggal, dibakar atau dibuang, namun harus dimakan.

Di kuburan Tionghoa, ada dua altar, yang pertama disebut altar leluhur, letaknya di kepala kuburan, yang kedua disebut altar Houtu 后土 (ratu bumi), letaknya di depan kuburan dengan tulisan Houtu. Di altar leluhur dibakar satu batang hio (dupa) dan kertas perak sementara di altar Houtu dibakar 3 batang hio dan kertas emas. Bagi umat Dao, Haotu adalah Houtu Huang Diqi 后土皇地祇 (Ratu bumi, Raja dan jiwa dunia) yang merupakan satu dari empat Menteri Langit (Siyu 四御) sementara bagi umat Khonghucu Houtu adalah Tuhan pencipta alam semesta. Altar Houtu adalah altar She untuk menerima berkah dan mengucap syukur.

Raja mendirikan sebuah altar She untuk semua marga, disebut She agung (Dashe 大社) dan mendirikan sebuah altar She untuk dirinya sendiri yang disebut She raja (Wangshe 王社). Rajamuda mendirikan sebuah altar She untuk beratus marga, disebut She negara (Guoshe 國社) dan mendirikan sebuah altar She bagi dirinya sendiri, disebut She rajamuda (Houshe 侯社). Para kepala daerah (Dafu) mendirikan sebuah altar She untuk masyarakat di wilayah yang diperintahnya, disebut She wilayah (Zhishe 置社). Liji XX:6 – Jifa

Altar She 社 adalah jalan suci Shendi 神地. Di mewujudkan berlaksa ada. Tian 天 mewahyukan berbagai peta. Mendapatkan berkat dari Di. Memperoleh hukum dari Tian. Maka dimuliakanlah Tian dan dikasihilah Di. Karena itulah diajarkan kepada masyarakat untuk mengucap syukur. Kepala keluarga melakukannya di halaman rumah sedangkan kepala negeri melakukannya di altar She. Untuk menunjukkan yang pokok. Ketika dilakukan sembahyang di altar She, setiap orang keluar dari rumahnya. Ketika membangun altar She, semua warga negeri ikut bekerja. Demi altar She, dari gunung dan lembah bersatu memberikan persembahan. Itulah cara bersyukur kepada yang pokok dan membalas budi kepada yang mula. Liji IX:I:21 – Jiao tesheng

Para penilik Hongshui mengajarkan bahwa penguburan harus dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah hongshui dan dilakukan dengan mewah. Penguburan mewah (Houzang) bukan hal baru di kalangan orang Tionghoa, hal itu sudah ada sejak purbakala, jauh sebelum masehi. Mozi (470-391 SM) mengungkapkannya dengan gamblang.

Apa yang mendatangkan kemakmuran di kolong langit (Tianxia 天下)? Apa yang menolak bencana di kolong langit? Apa yang membuat negara dan kampung serta masyarakat tidak damai sejahtera? Sejak purbakala hingga hari ini, sama sekali tidak ada pengetahuan tentang hal itu. Dari mana kita tahu bahwa yang kita ketahui itu benar? Saat ini, di kolong langit, para sarjana dan susilawan (junzi 君子) sama-sama mempertanyakan dengan sungguh-sungguh, “Apakah tradisi penguburan mewah (Houzang 厚葬) dan perkabungan lama (Jiusang 久喪) di Tiongkok membawa kemakmuran atau justru mendatangkan bencana?” Tentang hal itu, Guru Mozi berkata, “Aku sudah melakukan penyelidikan dengan seksama. Hingga hari ini, tidak ada hukum yang mengharuskan penguburan mewah dan perkabungan lama walaupun hal itu dilakukan di seluruh negeri dan rumah tangga. Sembahyang orang mati bagi raja, rajamuda, dan orang-orang besar. Dikatakan: Peti mati harus rangkap dua, peti mati luar (guo 槨) dan peti mati dalam (guan 棺). Penguburan harus mewah. Pakaian dan jubah harus banyak. Buku, lukisan dan sulaman harus aneka macam. Pusara dan kuburannya harus besar dan luas. Demi melayani seorang rakyat jelata yang mati, harus menguras gudang harta keluarga. Demi melayani seorang rajamuda yang mati, harus menghentikan seluruh roda pemerintahan. Emas, batu giok, batu permata dan mutiara digunakan untuk mempercantik tubuh. Pakaian-pakaian sutra untuk berbagai acara dan musim. Kereta-kereta dan kuda-kuda untuk berbagai medan berbeda juga berbagai jenis tenda. Bejana, genderang, meja kecil, meja panjang dan mangkok, tidak boleh pilih-pilih. Tombak, pedang, hiasan bulu, panji-panji, kereta tempur, baju jirah, sarung tangan, semuanya dikuburkan secara lengkap. Untuk melengkapi semua itu, maka, untuk raja (Tianzi 天子) disertakan paling banyak ratusan dan paling sedikit puluhan Shaxun 殺殉 (orang hidup yang dikubur untuk melayani orang mati). Untuk para jenderal dan menteri disertakan paling banyak puluhan dan paling sedikit beberapa orang Shaxun. Mengenai perkabungan apa yang diharuskan oleh ajaran ini? Disebutkan: Menangislah dengan sedu-sedan tidak terkendali seperti suara orang tua. Kenakan pakaian kabung rami dan ikat kepala putih. Air mata dan ingus tidak boleh diseka. Tinggal di gubuk dan tidur di atas tikar dengan bantal tanah. Berusaha untuk tidak makan agar nampak kelaparan. Menanggalkan pakaian agar nampak kedinginan. Matanya dipicingkan seolah takut melihat sinar. wajahnya gelap dan pucat. Telinganya nampak seolah agak tuli. Tangan dan kaki seolah tak bertenaga dan sulit untuk digerakkan. Juga dikatakan: Jika pejabat tua berkabung, dia harus dibantu ketika hendak berdiri dan dia menggunakan tongkat ketika berjalan. Semuanya dilakukan hingga genap tiga tahun. Hukum demikian, ajaran demikian, dijadikan sebagai jalan (Dao 道) dan mengharuskan raja, pangeran dan orang-orang besar menaatinya. Tidak boleh pergi ke pengadilan, kantor lima pelayanan publik dan enam kantor pemerintahan, memerintah pekerja di sawah dan kebun, menghitung hasil panen dan memasukkannya ke lumbung. Mengharuskan para petani menaatinya. Demi menaatinya, tentu saja tidak boleh pergi dan pulang malam-malam untuk mengurusi sawah dan kebun serta pekerjaan lainnya. Mengharuskan beratus tukang menaatinya. Karena menaatinya, tentu saja tidak boleh memperbaiki perahu, kereta serta barang-barang teknik lainnya. Mengharuskan para istri menaatinya. Karena menaatinya, tentu saja tidak boleh bangun pagi-pagi dan tidur larut malam untuk menenun kain dan menjahit pakaian. Demi penguburan mewah, banyak harta yang ikut dikuburkan. Demi perkabungan lama, banyak pantangan yang harus ditaati dan banyak sembahyang yang harus dijalankan. Harta yang telah terkumpul dikuburkan sementara hasil yang akan didapat kemudian tertunda karena menaati pantangan. Mencari kemakmuran dengan cara demikian ibarat melarang orang bercocok tanam namun menuntut panen. Dengan ajaran demikian, mustahil meningkatkan kemakmuran.” Mozi – Jiezang xia 4

Para penganut ajaran penguburan mewah (houzang 厚葬) dan perkabungan lama (jiusang 久喪) mengatakan, “penguburan yang mewah dan perkabungan yang lama, walaupun tidak dapat membuat orang miskin menjadi kaya, menjadikan yang sendirian menjadi kumpulan orang, menolak bencana dan malapetaka serta menjadikan negeri yang kacau menjadi damai, namun ini adalah ajaran para Raja Suci.” Guru Mozi berkata,”Tidak benar! Dahulu kala, Raja Yao meninggal ketika melakukan perjalanan ke utara untuk mendidik kedelapan suku Di 狄. Dia lalu dikuburkan di lembah gunung Qiong, ia mengenakan baju dan jubah, semuanya tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan tali rami, peti matinya lalu diturunkan ke liang lahat diiringi tangisan kesedihan, liang lahatnya hanya ditutupi dengan tanah, tanpa nisan. Setelah penguburannya, lembu dan kuda bebas berkeliaran di atasnya. Raja Shun meninggal dalam perjalanan ke Timur untuk mendidik ketujuh suku Rong 戎. Ia dikuburkan di kota Nanji, mengenakan baju dan jubah, semuanya tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan kain rami. Setelah penguburannya, masyarakat bebas berlalu lalang di atasnya. Raja Yu meninggal dalam perjalanan ke Barat untuk mendidik kesembilan suku liar (Jiuyi 九夷). Dia dikuburkan di gunung Huiji, mengenakan pakaian dan jubah tiga potong, peti matinya dibuat dari kayu Tong yang tebalnya tiga 3 inci yang diikat dengan kain rami. Peti matinya tidak menutup sempurna ketika diikat dan tidak terkubur penuh ketika diturunkan ke liang lahat. Bagian bawahnya tidak dalam agar tidak mengenai mata air sehingga bagian atasnya tidak cukup tebal untuk menahan baunya menyebar, maka di atasnya ditimbun dengan tanah membentuk pusara yang tingginya tiga kaki. Berdasarkan kisah ketiga Raja suci tersebut, bila memikirkannya baik-baik, maka dapat disimpulkan bahwa penguburan mewah (houzang 厚葬) dan perkabungan lama (jiusang 久喪) bukanlah ajaran ketiga Raja Suci ini. Ketiga Raja Suci ini adalah Tianzi 天子 (Anak Tian) yang agung, penguasa bawah langit ini, Bagaimana mungkin merasa kuatir atau tidak mampu untuk membiayai (penguburan mewah)? Pastilah karena inilah ajaran yang benar tentang penguburan orang mati. Mozi Jie – Zang Xia 10

Penguburan mewah bukan ajaran agama Tiongkok kuno. Mozi, pendiri agama Mojiao menentangnya karena itu bukan tradisi Tiongkok kuno yang dianut oleh para raja suci. Kongzi, pendiri agama Khonghucu dengan gamblang mengajarkan bahwa pada zaman kuno, semua kuburan menghadap arah yang sama, utara. Kongzi juga mengajarkan bahwa tradisi menghiasi dan membersihkan makam bukan tradisi kuno bangsa Tionghoa, sementara itu, penguburan sederhana sudah cukup untuk menyatakan bakti kepada orang tua .

Bila ada yang meninggal, mereka keluar lalu berteriak memanggil berkali-kali. Ketika kembali mereka menyertakan beras daging serta pakaian. Menghadap Tian 天 dan membelakangi Di 地. Tubuh dan nyawa turun ke bawah, sementara zhiqi 知氣 (roh yang cerdas) naik ke atas. Orang mati di utara sementara orang hidup tinggal di selatan desa. Hal ini berlaku sejak purbakala. Liji VII:I:7 – Liyun

Membersihkan makam, bukan adat istiadat kuno. Liji IIA:II:26 – Tangong shang

Kongzi baru selesai melakukan hezang (menguburkan kembali tulang-belulang suami istri dalam satu liang lahat bagi orang tuanya) di Fang. Dia lalu berkata, “Aku mendengar bahwa kuburan orang kuno tidak diberi gundukan. Saat ini, Qiu 丘 (nama kecil Kongzi) adalah seorang pengembara (dongxinanbeiren 東西南北人 – manusia timur barat selatan utara), tidak mungkin tidak memahami maksudnya.” Setelah liang lahat ditutup di atasnya pun dibangun gunungan empat kaki tingginya. Kongzi pulang duluan dan membiarkan murid-muridnya membereskan semuanya. Turunlah hujan lebat. Ketika mereka tiba, Kongzi bertanya, “Kenapa lama sekali baru pulang?” Mereka menjawab, “Kuburan di Fang longsor.” Kongzi tidak menanggapi walaupun tiga kali mereka memberi penjelasan. Berderai air mata Kongzi menangis sedih lalu berkata, “Aku telah mendengar, orang kuno tidak memperbaiki makam.” Liji IIA:I:6 – Tangong shang

Zilu berkata, “Sungguh malang nasib orang miskin! Ketika orang tuanya hidup tidak memiliki apapun untuk merawat mereka, ketika meninggal tidak memiliki apapun untuk menegakkan kesusilan (li 禮).” Kongzi berkata, “Biarpun hanya makan nasi dan minum air putih selama dapat membuat mereka bahagia, itu sudah berbakti (xiao 孝) namanya. Hanya mampu membungkus tangannya dan membiarkan kakinya telanjang lalu menguburkannya tanpa peti mati, itu sudah memenuhi kesusilaan.” Liji IIB:II:16 – Tangong xia

Melakukan sembahyang berarti meneruskan untuk merawat dan terus berbakti (xiao 孝), sebab berbakti berarti merawat. Taat kepada jalan suci (dao 道) tidak berani mengingkari hubungan keluarga, itulah yang disebut merawat. Itu sebabnya dikatakan seorang anak berbakti akan mewujudkan baktinya kepada orang tua melalui tiga jalan suci yaitu: Ketika orang tuanya hidup, dia merawatnya (yang 養). Ketika orang tuanya meninggal, dia berkabung (sang 喪). Setelah masa perkabungan berlalu dia menyembahyanginya (ji 祭). Ketika merawat dia menunjukkan kepatuhan, ketika berkabung dia menunjukkan kesedihan, ketika sembahyang dia menunjukkan rasa hormat (Jing 敬) dari waktu ke waktu. Dengan menggenapi ketiga jalan suci tersebut dia memenuhi seluruh kewajiban baktinya. Liji XXII:3 – Jitong

Agama Dao mengajarkan bahwa manusia yang mencapai kesempurnaan akan manjadi dewa-dewi sementara yang lainnya akan pergi ke alam bawah (neraka) untuk menjalani hukuman hingga tiba waktunya untuk dilahirkan kembali sebagai manusia. Dengan ajaran demikian, maka penguburan mewah sesuai kaidah Hongshui adalah hal sia-sia. Tidak berguna bagi orang mati juga tidak membawa berkah bagi orang hidup.

Agama Konghucu, Mojiao dan Dao sama-sama mengajarkan bahwa penguburan mewah dan sesuai kaidah Hongshui adalah tindakan sia-sia, bahkan bertentangan dengan ajaran agama. Namun, harus diakui, hingga saat ini masih banyak orang Tionghoa yang percaya bualan para penilik Hongshui tersebut. Apabila ada orang Tionghoa yang menyembah arwah leluhurnya dalam perayaan Cengbeng, maka itu berarti mereka melakukan hal yang dilarang oleh agamanya.

Di kampung saya makam-makam orang Tionghoa dipisahkan menurut sukunya. Sebagai orang Hokian, maka leluhur saya dimakamkan di makam Hokian. Di makam itu didirikan sebuah klenteng yang didedikasikan kepada Tu dikong.

Orang Tionghoa di kampung saya beribadah sesuai tradisi leluhurnya tanpa memahami ajaran apalagi maknanya. Sejak tahun 2003 setiap tahun saya pulang kampung dan ketika asyk ngobrol saya mengajarkan pengetahuan saya tentang agama Tiongkok kuno. Saat ini banyak di antara penduduk kampung saya yang mulai mengerti makna Cengbeng menurut ajaran Tiongkok kuno dan memahami bahwa Tu dikong adalah Tuhan pencipta alam semesta.

Saat merayakan Cengbeng keluarga Tionghoa kampung saya mengunjungi makam leluhurnya. Mereka membersihkan kuburan lalu menempelkan kertas perak (hokian: gincua) di makam. Mereka juga menyajikan makanan, membakar hio (dupa) dan kertas perak bagi almarhum leluhur dan kerabatnya. Di samping itu mereka juga menyajikan makanan, membakar hio (dupa) dan kertas emas (hokian: kimcua) di altar Houtu yang ada di sebelah kiri makam.

Sembahyang Cengbeng boleh dilakukan sejak sepuluh hari sebelum hingga sepuluh hari setelah Cengbeng. Tepat pada hari Cengbeng, orang-orang kampung saya merayakan Cengbeng dengan memasak dan makan bersama di halaman Klenteng dengan duduk beralaskan daun pisang. Cengbeng adalah hari kasih sayang, bukan hari untuk menyembah arwah.

Apakah orang Tionghoa Kristen boleh melakukan sembahyang Cengbeng? Adakah yang melarang orang Tionghoa Kristen membersihkan makam leluhurnya lalu menaburkan bunga? Sebagai orang Tionghoa saya percaya ajaran leluhur saya bahwa ketika seorang manusia meninggal, tubuhnya membusuk menjadi tanah sementara rohnya kembali kepada penciptanya. Sebagai orang Kristen saya percaya ajaran Alkitab bahwa ketika seorang manusia meninggal, tubuhnya membusuk jadi tanah sementara rohnya kembali kepada penciptanya. Walaupun tahu pasti makam-makam itu hanya berisi tulang belulang namun ada rasa tidak tega membiarkannya ditumbuhi rumput-rumput liar. Itulah alasan saya mengunjungi makam.

http://bengcumenggugat.wordpress.com/2011/02/05/markus-tan-membual-atau-cengbeng-menyembah-arwah/
avatar
Penyaran
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115

Kembali Ke Atas Go down

Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok Empty Re: Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok

Post by Penyaran Mon May 13, 2013 11:23 am

Markus Tan Membual Atau Orang Tionghoa Menyembah Arwah?

Benarkah bangsa Tionghoa adalah penyembah arwah leluhur? Bila sesajen tidak cukup maka arwah leluhur akan marah dan menjatuhkan malapetaka kepada anak cucunya? Arwah leluhur akan membalas setiap sesajen yang mereka terima dengan menurunkan rejeki yang berlimpah? Semakin banyak sesajen disajikan, semakin banyak rejeki yang diterima? Itu sebabnya orang Tionghoa jor-joran menyajikan sesajen bagi arwah leluhurnya?

Memberanikan diri bertanya; Dalam bukunya yang berjudul Imlek & Alkitab, Pdt. Markus Tan menulis:

Keadaan hati yang baik dari langit ditentukan atau tergantung dari sesajen (korban, persembahan) dari penghuni bumi. Bila penduduk atau penghuni bumi lalai, lupa memberi sesajen maka langit akan marah dan bencana akan terjadi di bumi. Imlek & Alkitab hal 2

Hubungan antara langit dan bumi ditentukan oleh kebutuhan. Ada untung dan rugi, bukan karena kasih. Perbedaan tentang ini dapat di lihat bahwa Tuhan Yesus melakukan sesuatu untuk umat manusia atas dasar KASIH. Karena kasih, Tuhan Yesus rela berkorban. Ibid hal 3

Para penghuni bumi berhubungan dengan para leluhur atau penghuni langit juga melalui sesajen. Ini merupakan pembagian rejeki denan para leluhur yang dianggap alamiah. Ibid hal 4

Bila kita mau merenungkan secara jujur hal-hal yang dilakukan orang-orang Tionghoa dalam sembahyang seperti membakar uang kertas, rumah-rumahan, mobil-mobilan, tempat tidur dan lain-lain tidak berkaitan dengan Hao (Bakti). Semua itu dilakukan sebagai upeti, karena penghuni langit telah memberi rejeki dan perlindungan. Bila kita memakai istilah di dunia ini ialah uang keamanan atau uang perlindungan yang biasanya diberikan kepada preman, sindikat, mafia dan sebagainya. Jadi pemujaan pada para leluhur di sini tidak murni pemujaan, sebagai ungkapan rasa hormat dan sayang. Lebih banyak dilakukan karena rasa takut, ada perhitungan untung dan rugi. Ibid hal 4

Hal inipun dapat dilihat dari sikap hidup sehari-hari orang Tionghoa seperti: Pada waktu orang tua masih hidup banyak anak yang tidak menaruh perhatian. Bahkan ada yang tidak peduli dan tidak mau tahu tentang keadaan orang tuanya. Namun apabila orang tuanya sudah meninggal, mereka mengadakan sembahyang atau sesajen. Biar mereka tidak punya uang, mereka pinjam untuk sembahyang. Mereka mempersembahkan ayam, babi dan lain-lain bukan untuk hal yang dinamakan Hao atau rasa hormat pada leluhur, tetapi ini berkaitan dengan perbuatan Langit dan bumi. Bila mereka tidak memberi sesajen, maka mereka akan mengalami bencana. Juga bukan atas dasar rasa berbakti dan saling menghormati, tetapi karena rasa takut akan kutuk atau akibat perbuatannya. Ibid hal 4

Ada ikatan yang menakutkan. Apabila manusia berbuat kesalahan (Tidak dapat memenuhi syarat/tidak dapat menjalani ketentuan yang harus dilakukan) akan mengalami akibat yang luar biasa. Biasanya cara mengatasinya adalah dengan kias, dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan. Bilamana gagal, maka hukuman dan kewajiban itu akan semakin bertambah banyak dan semakin banyak pula kegagalannya. Ibid hal 4

Hal selanjutnya yang perlu diketahui ialah bahwa dari pihak bumi untuk berbicara pada pihak langit itu melalui sesajen/sembahyang/korban. Dan pihak langit berbicara pada pihak bumi melalui Ramalan/Kwa Mia/Ciam Si dan lain-lain. Para leluhur mengetahui masa depan keturunannya. Namun kemampuan mereka terbatas. Para leluhur lebih banyak tahu tentang masa lalu dan masa depan yaitu pada turunan satu marga. Itulah sebabnya ada Rumah Sembahyang marga, umpamanya Rumah Sembahyang marga Djiau dan sebagainya. Ibid hal 5

Para penghuni langit (para leluhur) lebih cenderung berpihak pada anak cucunya sendiri atau keturunannya sendiri, dengan kata lain kurang peduli akan orang lain yang bukan keturunannya. Penghuni bumi dapat mengetahui kehendak langit melalui ramalan atau pemberitahuan tentang apa yang akan dialami dan jalan keluar (kias) juga melalui syarat-syarat tertentu. Ibid hal 5

Bila orang Tionghoa melakukan sembahyang/sesajen itu bukan murni atas dasar Hao (rasa bakti) atau kasih, melainkan atas dasar hubungan untung rugi. Dengan kata lain bila ada orang Tionghoa menjadi Kristen lalu tidak lagi mengurus abu leluhur atau sembahyang, tidak dapat dikatakan Put Hao atau tidak usah takut dan merasa bersalah terhadap leluhur. Sebab Tuhan Yesus melalui FirmanNya mengajarkan pada semua umatNya untuk menghormati orang tuanya. Ibid hal 8

Pengalaman saya dalam melayani kalangan orang Tionghoa, seringkali terbentur pada masalah pemujaan leluhur (Hao). Mereka dapat menerima kebenaran Injil dan bersedia menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, bahkan ada juga di antara mereka yang sudah mengalami keajaiban, mujizat atau pertolongan dari Tuhan Yesus dan sempat mengikuti kebaktian di gereja beberapa kali. Namun akhirnya mengundurkan diri atau membatalkan niatnya dengan alasan ada tugas yang harus dilakukan yaitu memelihara abu para leluhur. Tekanan ataupun keharusan ini terutama dialami oleh pria yang memang diwajibkan, apalagi kalau ia anak laki-laki dan sulung. Ibid hal 8

Pemujaan leluhur ini berkaitan pula dengan Hao (bakti) yang sangat ditekankan di kalangan orang Tionghoa. Dan bila ditelusuri lebih dalam lagi, maka inipun berkaitan dengan kehidupan di balik kematian. Bagi mereka yang memelihara abu leluhur, juga berpengharapan bila Ia sudah meninggal dunia maka generasi selanjutnya akan melakukan hal yang sama terhadapnya. Sebab hidup yang akan datang akan susah bilamana tidak ada orang yang sembahyang, mengirim sesajen, rumah-rumahan dan lain-lain. Masa depan mereka belum terjamin. Ibid hal 8

Dalam pandangan umum di kalangan orang Tionghoa, seandainya mau menjadi orang Kristen, jadilah orang Kristen Katolik. Sebab di sini mereka masih mempunyai kebebasan untuk dapat pasang hio sebagai tanda bakti pada orang tua ataupun dengan istilah yang lain. Ibid hal 8

Orang Tionghoa mempunyai kepercayaan bahwa leluhurnyalah yang akan memberi rejeki atau tidak. Bila mereka berbuat baik pada leluhurnya, maka mereka akan mendapat rejeki. Orang She Lim, hanya akan ditolong oleh leluhurnya yang she Lim juga. Itulah sebabnya dalam hal penyembahan leluhur, mereka sangat ketat, Salah satu cara untuk mendapatkan rejeki dari leluhur ialah dengan mengatur letak/arah kuburan yang tepat atas perhitungan Hong Shui. Makin bagus dan tepat arah kuburan, maka rejeki yang diterimanya makin besar atau makin baik. Ibid hal 9

Bengcu menggugat:

Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. Keluaran 20:12

Saya bermimpi ngobrol dengan Markus ketika sedang merenungkan ayat tersebut di atas.

Bengcu : Anda pernah membaca Sishu dan Wujing serta Mozi?

Markus : Apa itu?

Bengcu : Sishu dan Wujing adalah kitab suci umat Khonghucu sedangkan Mozi adalah kitab suci umat Mojiao. Di dalam kitab-kitab itu anda bisa mempelajari ajaran berbakti (hokian: hao) dan tata ibadah serta makna sembahyang arwah orang Tionghoa.

Markus : Untuk apa mempelajarinya? Bukankah saya sudah menulisnya dengan gamblang?

Bengcu : Gamblang menurut anda dan Huston Smith, namun belum tentu benar bukan?

Markus : Kenapa bawa-bawa nama Huston Smith?

Bengcu : Karena inti sari buku anda dikutip dari bab keempat buku Agama-Agama Manusia karangan Huston Smith.

Markus : Anda menuduh saya melakukan plagiat?

Bengcu : Anda hanya mengutip satu bab, itu tidak melanggar undang-undang hak cipta, namun anda benar-benar mengutipnya habis-habisan.

Markus : Yang ditulisnya sudah bagus, untuk apa diolah lagi?

Bengcu : Bagus menurut anda belum tentu benar bukan? Kenapa anda menggunakan kata sesajen? Kenapa tidak menggunakan kata persembahan atau korban?

Markus : Mustahil yang ditulis Huston Smith salah, dia orang Amerika. Sesajen, persembahan atau korban, bukankah sama saja?

Bengcu : Ketika memimpin kebaktian di gereja, kenapa anda tidak menggunakan kata sesajen?

Markus : Tentu saja kita tidak boleh menggunakan kata sesajen untuk persembahan kepada Tuhan.

Bengcu : Bukankah anda bilang, sesajen sama saja dengan korban atau persembahan?

Markus : Tentu saja beda. Persembahan dan korban itu untuk Tuhan, dasarnya adalah cinta kasih sedangkan sesajen itu dasarnya rasa takut dan saling menguntungkan.

Bengcu : Anda pernah mendengar orang Tionghoa berdoa minta rejeki kepada almarhum ayah ibunya dan kakek neneknya? Anda pernah mendengar orang Tionghoa membanggakan almarhum ayah ibunya dan kakek neneknya sebagai dewa?

Markus : Belum pernah!

Bengcu : Bila belum pernah, kenapa menuduh mereka menyembah arwah leluhur? Bila belum pernah, kenapa mengajarkan mereka percaya bahwa leluhurnya yang mati menjadi dewa-dewi?

Markus : Bukankah orang Tionghoa menyembah dewa-dewi? Bukankah sebagian dewa-dewi itu dulunya manusia? Bukankah mereka memberi sesajen kepada leluhurnya karena takut disebut anak tidak berbakti dan takut tidak mendapat rejeki? Bukankah itu penyembahan arwah leluhur?

Bengcu : Orang Tionghoa melakukan sembahyang arwah atas dasar cinta kasih dan rasa hormat. Umat Dao dan tradisi Tionghoa memang menyembah dewa-dewi yang sebagian besar adalah manusia-manusia yang mencapai kesempurnaan.

Markus : Mereka sembahyang karena rasa takut hukuman dan mengharapkan rejeki. Mereka memang tidak berdoa namun itulah makna di dalam sembahyangnya. Semakin banyak sesajen, semakin banyak rejeki yang akan diterima, itu sebabnya jor-joran dalam sembahyang.

Bengcu : Saya yakin anda merasa sudah tahu ajaran berbakti (hokian: hao) kepada orang tua, namun belum tentu anda tahu kebenaran ini.

Cengzi berkata, “Adanya diriku ini karena ayah bunda mewariskan tubuhnya. Karena tubuh ini warisan ayah bunda, tidak berani tidak hormat. Mewarisi rumah namun tidak mengurusnya, itu melanggar bakti. Mengabdi namun tidak setia itu melanggar bakti. Memimpin namun tidak menghormati bawahan itu melanggar bakti. Berteman namun tidak tulus itu melanggar bakti. Ikut perang namun tidak bersikap berani itu melanggar bakti. Tidak memenuhi kewajiban kelima perkara tersebut adalah aib bagi keluarga. Tidak berani tidak menjunjung tinggi. Menyajikan makanan enak dan harum itu hanya merawat, bukan berbakti. Yang dimaksudkan dengan berbakti oleh seorang susilawan (junzi 君子) adalah ketika seluruh negeri memuji dengan tulus, “Sungguh beruntung memiliki anak seperti itu” Itulah yang disebut berbakti. ajaran agama yang menjadi akar kehidupan masyarakat adalah bakti. Yang disebut merawat itu mudah dilakukan karena yang sulit adalah menghormati. Banyak orang yang mampu menghormati, namun bersikap sabar itu sulit. Banyak orang dapat bersikap sabar, namun bersikap sabar hingga akhir itu sulit. Setelah ayah bunda meninggal, tidak mencemarkan nama baik keluarga, itulah yang disebut berbakti sampai akhir. Cinta kasih (ren 仁) adalah cinta kasih untuk menjalankan semuanya. Kesusilaan (li 禮) adalah panduan untuk menjalankan semuanya. Kebenaran dan keadilan (yi 義) adalah standard untuk menjalankan semuanya. Ketulusan (xin 信) adalah nurani dalam menjalankan semuanya. Kekuatan (qiang 強) adalah ketahanan untuk menjalankan semuanya. Kebahagiaan (le 樂) akan menyertai orang yang taat sepanjang hidupnya. Hukuman (xing 刑) akan mengikuti orang yang menentang atau tidak menjalankannya. Liji XXI:II:11- Jiyi

Itulah ajaran berbakti orang Tionghoa yang seharusnya diajarkan dan dipahami dari generasi ke generasi. Apa pandapat anda?

Markus : Ajarannya bagus. Dari mana anda mendapatkannya? Kenapa saya tidak tahu ajaran demikian?

Bengcu : Ayat tersebut tercatat dalam Liji (kitab kesusilaan), salah satu kitab di dalam Wujing (lima kitab), kitab suci agama Khonghucu. Selama pemerintahan orde baru semua hal yang berbau Tionghoa diharamkan, di samping itu, kebanyakan orang Kristen menganggap kitab suci agama lain, apalagi agama Khonghucu yang dianggap penyembah arwah leluhur adalah sampah. Mungkin Itu sebabnya anda tidak tahu ajaran demikian.

Markus : Orang Tionghoa memang menyembah arwah leluhur, percuma membantahnya. Saya paham ajaran mereka.

Bengcu : Walaupun banyak yang taat melakukannya, namun sedikit sekali yang memahami makna upacara perkabungan (sang) dan sembahyang arwah (ji).

Kongzi berkata, “Memperlakukan orang mati sebagai bangkai itu tidak manusiawi. Karena itu, jangan dilakukan. Memperlakukan orang mati sebagai orang hidup itu tidak bijaksana. karena itu jangan dilakukan. Dikatakan: Bambu tidak dianyam dengan sempurna, keramik tidak dibakar hingga matang, kayu tidak dipotong dengan sempurna. Kecapi dan biolanya bersenar, namun nadanya rancu. Serulingnya dibuat secara lengkap tetapi suaranya tidak harmonis. Lonceng dan batu musik dibuat tanpa rak dan kuda-kuda. Semua itu disebut barang rohani (Mingqi 明器) untuk melayani makluk roh (Shenming 神明). Liji IIA:III:3 – Tangong shang

Melakukan sembahyang berarti meneruskan untuk merawat dan terus berbakti (xiao 孝), sebab berbakti berarti merawat. Taat kepada jalan suci (dao 道) tidak berani mengingkari hubungan keluarga, itulah yang disebut merawat. Itu sebabnya dikatakan seorang anak berbakti akan mewujudkan baktinya kepada orang tua melalui tiga jalan suci yaitu: Ketika orang tuanya hidup, dia merawatnya (yang 養). Ketika orang tuanya meninggal, dia berkabung (sang 喪). Setelah masa perkabungan berlalu dia menyembahyanginya (ji 祭). Ketika merawat dia menunjukkan kepatuhan, ketika berkabung dia menunjukkan kesedihan, ketika sembahyang dia menunjukkan rasa hormat (Jing 敬) dari waktu ke waktu. Dengan menggenapi ketiga jalan suci tersebut dia memenuhi seluruh kewajiban baktinya. Liji XXII:3 – Jitong

Zilu berkata, “Sungguh malang nasib orang miskin! Ketika orang tuanya hidup tidak memiliki apapun untuk merawat mereka, ketika meninggal tidak memiliki apapun untuk menegakkan kesusilan (li 禮).” Kongzi berkata, “Biarpun hanya makan nasi dan minum air putih selama dapat membuat mereka bahagia, itu sudah berbakti (xiao 孝) namanya. Hanya mampu membungkus tangannya dan membiarkan kakinya telanjang lalu menguburkannya tanpa peti mati, itu sudah memenuhi kesusilaan.” Liji IIB:II:16 – Tangong xia

Apakah ayat-ayat tersebut di atas mengajarkan penyembahan arwah orang mati dan memberi sesajen kepada leluhur?

Markus : Tidak! Namun teori selalu berbeda dengan prakteknya.

Bengcu : Ketika ditinggal mati oleh orang yang disayangi, kebanyakan orang kehilangan kendali. Untuk menghindari tindakan di luar batas dan sia-sia maka para nabi Tiongkok kuno membuat tata cara perkabungan dan sembahyang arwah dengan pembatasan-pembatasan. Pembatasan pertama menentukan siapa saja yang boleh berkabung.

Siapa Yang Boleh Berkabung?

Untuk generasi keempat dikenakan pakaian berkabung, inilah batas akhir mengenakan pakaian berkabung, pada generasi ke lima pakaian berkabungnya dilepas karena ikatan kekeluargaannya semakin berkurang. Pada generasi ke enam ikatan kekeluargaannya telah hilang. Liji XIV:7 – Dazhuan

Fushu 服術 (melayani orang mati) ada enam aturannya. Yang pertama dinamakan qinqin 親親 (ikatan kekeluargaan). Kedua dinamakan zunzun 尊尊 (bobot rasa hormat). ketiga dinamakan ming 名 (nama). Keempat dinamakan churu 出入 (keluar masuk). Kelima dinamakan zhangyou 長幼 (dewasa atau anak-anak ). Keenam dinamakan congfu 從 服 (ikut malayani). Liji XIV:9 – Dazhuan

Congfu 從服 (ikut melayani) ada enam aturannya: Yang harus melayani (shucong 屬從). Yang ikut melayani (ducong 徒從). Harus melayani dan memakai pakaian kabung namun tidak memakainya. Harus melayani tanpa pakaian berkabung namun memakainya. Yang harus Berkabung berat namun berkabung ringan. Yang berkabung ringan namun harus berkabung berat. Liji XIV:10 – Dazhuan

Kebenaran dan keadilan (Yi 義) seseorang, diturunkan dari leluhur. Dipatuhi (Shun 順) ke bawah hingga ke orang tua. Namanya makin kuat. Yang satu enteng yang satu kuat. Itulah keadilan dan kebenaran yang benar. Liji XIV:11 – Dazhuan

Tanpa ikatan kekeluargaan tidak ada perkabungan. Jauh dekatnya ikatan kekeluargaan yang membedakan. Liji XIV:17 – Dazhuan

Ikatan cinta kasih kekeluargaan adalah syarat utama untuk melakukan perkabungan dan sembahyang arwah. Apa pendapat anda tentang hal itu?

Markus : Harus diakui, apa yang anda ajarkan di luar dugaan sama sekali!

Bengcu : Pembatasan kedua menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Yang boleh Dan Tidak Boleh Dalam Perkabungan

Ziyou bertanya tentang tata cara perkabungan. Kongzi menjawab, “Tergantung kekayaan Keluarga almarhum.” Ziyou bertanya, Ziyou bertanya, “Yang kaya dan yang miskin, haruskah melakukan hal yang sama?” Kongzi menjawab,”Yang kaya tidak boleh melampaui li 禮 (kesusilaan). Untuk keluarga almarhum, ikat kepala dan tanpa alas kasi. Sebelum dikuburkan, setiap bagian dari peti mati tertutup rapat. Mustahil orang kaya menyalahi hal demikian! Liji IIA:III:17 – Tangong shang

Cheng zigao terbaring di kamarnya karena sakit. Qingyi masuk menemuinya dan berkata, “Tuan, setiap penyakit ada akhirnya. Andai kata akhirnya menjadi mahasakit, bagaimana menanganinya?” Zigao berkata, “Aku telah mendengar, ‘waktu hidup berguna bagi orang lain, setelah mati tidak menyusahkan orang lain.’ Ketika hidup aku tidak terlalu berguna bagi orang lain, setelah meninggal nanti, mana boleh menyusahkan orang lain? Bila aku mati, pilihlah sepetak tanah yang gersang lalu kuburkan aku di sana.” Liji IIA:III:22 – Tangong shang

Perkabungan merupakan ungkapan dukacita yang sangat mendalam. Ratapannya selalu berbeda-beda. Junzi 君子 (susilawan) memikirkannya dari awal sampai akhir. Liji IIB:I:21 – Tangong xia

Mengisi mulut jenasah dengan beras itu didorong oleh perasaan tidak tega membiarkannya kosong. Bukan untuk memberinya makan, hanya agar nampak lebih cantik. Liji IIB:I:24 – Tangong xia

Barang sembahyang disajikan dalam bejana sederhana, karena bagi orang hidup perasaan dukacita adalah perasaan hati yang alamiah. Untuk keperluan sembahyang sesuai tata ibadah, tuan rumah menyiapkan segalanya sendiri. Bagaimana mungkin arwah (zhishen 知神 ) menikmati sajian sembahyang? Itu hanya cara bagi tuan rumah untuk mengungkapkan rasa hormatnya yang tulus. Liji IIB:I:27 – Tangong xia

Apa pendapat anda sekarang?

Markus : Lanjutkan cerita anda, saya ingin memahaminya!

Bengcu : Pembatasan ketiga menentukan jenis barang-barang yang boleh digunakan untuk sembahyang arwah. Pembatasan ini diwujudkan dalam bentuk pakaian berkabung, pakaian almarhum, peti mati, barang sembahyang (mingqi) dan alat-alat sembahyang (jiqi).

Barang-Barang Sembahyang Orang Mati

Zhongxian 仲憲 berkata kepada Cengzi 曾子, “Dinasti Xia 夏 menggunakan barang rohani (mingqi 明器); Hal ini untuk menunjukan kepada rakyat bahwa arwah orang mati (Zhi 知) itu tidak ada. Orang-orang dinasti Yin 殷 menggunakan perlengkapan sembahyang (jiqi 祭器); Hal ini untuk menunjukan kepada rakyat bahwa arwah orang mati itu ada. Orang-orang dinasti Zhou 周 menggunakan keduanya (mingqi dan jiqi); Hal ini untuk menunjukan kepada rakyat keraguan mereka akan keberadaan arwah orang mati.” Cengzi 曾子 berkata, “Bukan itu maksudnya! Bukan itu maksudnya! Barang rohani (mingqi) adalah peralatan untuk arwah (gui鬼), perlengkapan sembahyang (jiqi) adalah peralatan untuk orang hidup, orang-orang kuno menggunakan keduanya untuk mengungkapkan cinta persaudaraan (qinhu 親乎).” Liji IIA:III:6 – Tangong shang

Kongzi mengatakan bahwa orang yang mengajarkan penggunaan barang rohani (mingqi 明器) adalah orang yang benar-benar memahami jalan suci perkabungan (shangdao 喪道). Barang-barang tersebut nampak asli, namun tidak dapat digunakan. Ah..! Menggunakan barang-barang asli bagi orang mati, hal itu dapat mendorong orang untuk menguburkan orang hidup. Liji IIB:I:44 – Tangong xia

Disebut barang rohani (mingqi 明器) karena digunakan untuk melayani makluk roh (Shenming 神明). kereta-keretaan tanah liat dan orang-orangan jerami sudah digunakan sejak purbakala, itulah jalan suci (dao 道). Kongzi menyatakan bahwa penggunaan orang-orangan jerami paling tepat. Menggunakan orang-orangan kayu tidak manusiawi karena akhirnya akan mendorong orang untuk mengguburkan manusia hidup. Liji IIB:I:45 – Tangong xia

Uang-uangan, rumah-rumahan, orang-orangan, mobil-mobilan dan barang-barang tiruan lainnya di sebut mingqi (barang sembahyang). Semuanya digunakan untuk mengungkapkan cinta kasih orang hidup kepada orang mati, bukan untuk memberi makan dan kenikmatan kepada orang mati. Ha ha ha ha … Anda pasti kaget setengah mati ketika tahu makna mingqi bagi orang Tionghoa. Walaupun nampak unik bukankah semuanya wajar? Semua itu untuk menghindarkan manusia melakukan hal sia-sia, mempersembahkan barang-barang yang tidak dibutuhkan orang mati.

Markus : Anda benar, makna di balik penggunaan mingqi sungguh luar biasa. Hal itu bertolak belakang dengan pemahaman saya selama ini. Kenapa selama ini tidak ada yang mengajarkan tentang hal itu?

Bengcu : Sejak lama li (kesusilaan) tidak diajarkan lagi secara lengkap dari generasi ke generasi orang Tionghoa, itu sebabnya banyak orang Tionghoa yang melakukannya tidak tahu maknanya sementara yang tidak melakukannya justru melecehkannya. Pembatasan keempat menentukan lamanya waktu berkabung.

Waktu Berkabung

Perkabungan tiga tahun berakhir setelah dijalani selama dua puluh lima bulan. Rasa sedih dan duka belum hilang. Rasa kangen pun belum terlupakan. Sebaiknya pakaian berkabung ditanggalkan. Mustahil mengantar orang mati tanpa akhir karena setiap pesta manusia pasti ada akhirnya, bukan? Liji XXXV:3 – Sannianwen

Dikatakan tiga tahun (sannian 三年) adalah yang lama. Tiga bulan (sixiaobao 緦小宝) adalah yang singkat. Sembilan bulan (jiuyue 九月) di antaranya. Dari atas mendapat bentuk dari Tian 天, dari bawah mendapatkan hukum dari Di 地, dari tengah mendapat teladan dari manusia. Manusia walau pun berbeda-beda dan terpisah namun esa (yi 壹) dalam hakekat (li 理 ) Liji XXXV:12 – Sannianwen

Markus : Tidakkah berkabung selama tiga tahun itu terlalu lama? Bukankah selain tidak wajar juga bukan buang-buang waktu percuma?

Bengcu : Dalam perkabungan tiga tahun sesungguhnya hanya dijalani selama dua puluh lima bulan. Apabila hanya bersedih memang waktunya terlalu lama. Namun, anak sulung yang berkabung tiga tahun atas kematian orang tuanya hidup di dalam perenungan dan keprihatinan. Itulah kesempatan untuk belajar memahami arti kehidupan dan menyusun rencana untuk menjalani hidup sebagai pemimpin keluarga.

Setelah masa perkabungan lewat hanya anak sulung yang berhak merawat papan arwah leluhurnya dan menyembahyanginya pada hari-hari tertentu. Selain anak sulung tidak boleh melakukan sembahyang arwah. Setelah mewakili semua anggota keluarganya meratap menyatakan kesedihan karena ditinggal mati oleh orang tuanya, dia lalu melayani pemeran arwah makan seolah melayani almarhum.

Hanya Anak Sulung

Shuzi 庶子 (bukan ahli waris) tidak boleh menyembahyangi walaupun itu adalah leluhurnya. Shuzi tidak boleh mengenakan pakaian berkabung tiga tahun karena dia bukan ahli waris leluhurnya. Liji XIV:13 – Dazhuan

Kongzi berkata, “Jangan menyembah gui (arwah orang mati), itu menjilat. Mengetahui kebenaran namun tidak melakukannya, itu tidak ksatria. Lunyu II:24:1-2 – Weizheng

Setelah menahbiskan seorang pemeran arwah (shi) disediakan sebuah meja kecil dan tikar. Setelah berhenti menangis menyatakan kesedihannya, maka pelayanan terhadap orang hidup dianggap cukup kemudian pelayanan terhadap arwah pun dimulai. Setelah berhenti meratap maka kepala rumah tangga membunyikan lonceng kayu dan menyampaikan amanat ke seluruh ruangan, katanya, “Berhentilah menggunjingkannya, biarlah dia memulai hidup baru. Hendaklah itu dimulai dari kamar tidur hingga pintu gerbang.” Liji IIB:III:6 – Tangong xia

Ceng ziwen bertanya, “Ketika melakukan sembahyang arwah, perlukah pemeran arwah atau cukup hanya melakukan sembahyang secara hikmat?” Kongzi menjawab, “Dalam sembahyang arwah untuk orang dewasa harus ada pemeran arwah. Hanya cucu almarhum yang boleh menjadi pemeran arwah. Bila cucunya masih kecil, maka dia menjadi pemeran arwah sambil digendong seseorang. Bila almarhum tidak memiliki cucu, boleh digantikan oleh saudara semarga. Untuk sembahyang arwah bagi orang yang mati muda tidak perlu pemeran arwah karena almarhum belum dewasa. Melakukan sembahyang arwah untuk orang dewasa tanpa pemeran arwah itu sama dengan memperlakukannya sebagai orang yang mati muda. Liji V:II:20 – Ceng ziwen

Silahkan memberi pendapat, apakah orang Tionghoa menyembah arwah leluhurnya?

Markus : Ajarannya memang bagus, namun apakah pelaksanaannya seperti itu? Di samping itu, bukankah yang anda ajarkan adalah ajaran agama Khonghucu? Bagaimana dengan ajaran agama Dao? Apakah anda tahu orang-orang Tionghoa minta bantuan penilik hongshui untuk memilih hari dan lokasi makam, bahkan arah hadap makam?

Bengcu : Anda benar, yang saya ajarkan memang ajaran Tiongkok kuno atau ajaran agama Khonghucu. Di dalam pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan. Mozi (470-391 SM) mencatat, sementara temuan arkeologi membuktikannya. Di Tiongkok kuno pernah terjadi kebiadaban menguburkan orang-orang hidup untuk melayani orang mati dan pemborosan waktu dan harta benda untuk upacara perkabungan, berikut ini adalah catatan Mozi.

Apa yang mendatangkan kemakmuran di kolong langit (Tianxia 天下)? Apa yang menolak bencana di kolong langit? Apa yang membuat negara dan kampung serta masyarakat tidak damai sejahtera? Sejak purbakala hingga hari ini, sama sekali tidak ada pengetahuan tentang hal itu. Dari mana kita tahu bahwa yang kita ketahui itu benar? Saat ini, di kolong langit, para sarjana dan susilawan (junzi 君子) sama-sama mempertanyakan dengan sungguh-sungguh, “Apakah tradisi penguburan mewah (Houzang 厚葬) dan perkabungan lama (Jiusang 久喪) di Tiongkok membawa kemakmuran atau justru mendatangkan bencana?” Tentang hal itu, Guru Mozi berkata, “Aku sudah melakukan penyelidikan dengan seksama. Hingga hari ini, tidak ada hukum yang mengharuskan penguburan mewah dan perkabungan lama walaupun hal itu dilakukan di seluruh negeri dan rumah tangga. Sembahyang orang mati bagi raja, rajamuda, dan orang-orang besar. Dikatakan: Peti mati harus rangkap dua, peti mati luar (guo 槨) dan peti mati dalam (guan 棺). Penguburan harus mewah. Pakaian dan jubah harus banyak. Buku, lukisan dan sulaman harus aneka macam. Pusara dan kuburannya harus besar dan luas. Demi melayani seorang rakyat jelata yang mati, harus menguras gudang harta keluarga. Demi melayani seorang rajamuda yang mati, harus menghentikan seluruh roda pemerintahan. Emas, batu giok, batu permata dan mutiara digunakan untuk mempercantik tubuh. Pakaian-pakaian sutra untuk berbagai acara dan musim. Kereta-kereta dan kuda-kuda untuk berbagai medan berbeda juga berbagai jenis tenda. Bejana, genderang, meja kecil, meja panjang dan mangkok, tidak boleh pilih-pilih. Tombak, pedang, hiasan bulu, panji-panji, kereta tempur, baju jirah, sarung tangan, semuanya dikuburkan secara lengkap. Untuk melengkapi semua itu, maka, untuk raja (Tianzi 天子) disertakan paling banyak ratusan dan paling sedikit puluhan Shaxun 殺殉 (orang hidup yang dikubur untuk melayani orang mati). Untuk para jenderal dan menteri disertakan paling banyak puluhan dan paling sedikit beberapa orang Shaxun. Mengenai perkabungan apa yang diharuskan oleh ajaran ini? Disebutkan: Menangislah dengan sedu-sedan tidak terkendali seperti suara orang tua. Kenakan pakaian kabung rami dan ikat kepala putih. Air mata dan ingus tidak boleh diseka. Tinggal di gubuk dan tidur di atas tikar dengan bantal tanah. Berusaha untuk tidak makan agar nampak kelaparan. Menanggalkan pakaian agar nampak kedinginan. Matanya dipicingkan seolah takut melihat sinar. wajahnya gelap dan pucat. Telinganya nampak seolah agak tuli. Tangan dan kaki seolah tak bertenaga dan sulit untuk digerakkan. Juga dikatakan: Jika pejabat tua berkabung, dia harus dibantu ketika hendak berdiri dan dia menggunakan tongkat ketika berjalan. Semuanya dilakukan hingga genap tiga tahun. Hukum demikian, ajaran demikian, dijadikan sebagai jalan (Dao 道) dan mengharuskan raja, pangeran dan orang-orang besar menaatinya. Tidak boleh pergi ke pengadilan, kantor lima pelayanan publik dan enam kantor pemerintahan, memerintah pekerja di sawah dan kebun, menghitung hasil panen dan memasukkannya ke lumbung. Mengharuskan para petani menaatinya. Demi menaatinya, tentu saja tidak boleh pergi dan pulang malam-malam untuk mengurusi sawah dan kebun serta pekerjaan lainnya. Mengharuskan beratus tukang menaatinya. Karena menaatinya, tentu saja tidak boleh memperbaiki perahu, kereta serta barang-barang teknik lainnya. Mengharuskan para istri menaatinya. Karena menaatinya, tentu saja tidak boleh bangun pagi-pagi dan tidur larut malam untuk menenun kain dan menjahit pakaian. Demi penguburan mewah, banyak harta yang ikut dikuburkan. Demi perkabungan lama, banyak pantangan yang harus ditaati dan banyak sembahyang yang harus dijalankan. Harta yang telah terkumpul dikuburkan sementara hasil yang akan didapat kemudian tertunda karena menaati pantangan. Mencari kemakmuran dengan cara demikian ibarat melarang orang bercocok tanam namun menuntut panen. Dengan ajaran demikian, mustahil meningkatkan kemakmuran.” Mozi – Jiezang xia 4

Para penganut ajaran penguburan mewah (houzang 厚葬) dan perkabungan lama (jiusang 久喪) mengatakan, “penguburan yang mewah dan perkabungan yang lama, walaupun tidak dapat membuat orang miskin menjadi kaya, menjadikan yang sendirian menjadi kumpulan orang, menolak bencana dan malapetaka serta menjadikan negeri yang kacau menjadi damai, namun ini adalah ajaran para Raja Suci.” Guru Mozi berkata,”Tidak benar! Dahulu kala, Raja Yao meninggal ketika melakukan perjalanan ke utara untuk mendidik kedelapan suku Di 狄. Dia lalu dikuburkan di lembah gunung Qiong, ia mengenakan baju dan jubah, semuanya tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan tali rami, peti matinya lalu diturunkan ke liang lahat diiringi tangisan kesedihan, liang lahatnya hanya ditutupi dengan tanah, tanpa nisan. Setelah penguburannya, lembu dan kuda bebas berkeliaran di atasnya. Raja Shun meninggal dalam perjalanan ke Timur untuk mendidik ketujuh suku Rong 戎. Ia dikuburkan di kota Nanji, mengenakan baju dan jubah, semuanya tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan kain rami. Setelah penguburannya, masyarakat bebas berlalu lalang di atasnya. Raja Yu meninggal dalam perjalanan ke Barat untuk mendidik kesembilan suku liar (Jiuyi 九夷). Dia dikuburkan di gunung Huiji, mengenakan pakaian dan jubah tiga potong, peti matinya dibuat dari kayu Tong yang tebalnya tiga 3 inci yang diikat dengan kain rami. Peti matinya tidak menutup sempurna ketika diikat dan tidak terkubur penuh ketika diturunkan ke liang lahat. Bagian bawahnya tidak dalam agar tidak mengenai mata air sehingga bagian atasnya tidak cukup tebal untuk menahan baunya menyebar, maka di atasnya ditimbun dengan tanah membentuk pusara yang tingginya tiga kaki. Berdasarkan kisah ketiga Raja suci tersebut, bila memikirkannya baik-baik, maka dapat disimpulkan bahwa penguburan mewah (houzang 厚葬) dan perkabungan lama (jiusang 久喪) bukanlah ajaran ketiga Raja Suci ini. Ketiga Raja Suci ini adalah Tianzi 天子 (Anak Tian) yang agung, penguasa bawah langit ini, Bagaimana mungkin merasa kuatir atau tidak mampu untuk membiayai (penguburan mewah)? Pastilah karena inilah ajaran yang benar tentang penguburan orang mati. Mozi Jie – Zang Xia 10

Para penganut ajaran penguburan mewah dan perkabungan lama mengatakan, “Kalau penguburan mewah dan perkabungan lama bukan ajaran para Raja Suci, kenapa para bijaksana di Tiongkok tidak menghentikannya, mereka terus melakukannya dan tidak memilih cara lain?” Guru Mozi berkata, “Ini karena terbiasa melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati oleh masyarakat. Dahulu kala di sebelah timur negeri Yue adalah negeri suku Kaimu. Di negeri ini, ketika anak sulung lahir, sesuai adat lalu dipotong dan dimakan, katanya ini akan membawa keberuntungan bagi adiknya. Ketika sang ayah meninggal, istrinya diusir dan dikucilkan, dikatakan, istri arwah tidak boleh hidup dengan penduduk kampung. Bagi penguasa ini berlaku sebagai hukum, bukan adat istiadat, mereka melakukannya terus-menerus dan mentaatinya tanpa pilih-pilih. Hukum seperti ini bagaimana mungkin dikatakan ajaran yang baik, berprikemanusiaan, adil dan benar? Inilah yang dikatakan kebiasaan melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati masyarakat. Di sebelah selatan negeri Zhu adalah negeri Suku Yan, ketika ada anggota keluarga yang meninggal, mereka membiarkannya membusuk, setelah membersihkan daging-daging busuknya mereka lalu mengubur tulang-belulangnya, orang yang mentaati aturan ini disebut anak berbakti. Di sebelah barat negeri Qin adalah negeri suku Yiqu, ketika anggota keluarganya meninggal, mereka mengumpulkan kayu bakar lalu membakarnya, dikatakan, itulah caranya untuk mencapai tempat yang tinggi, melakukan hal ini dengan baik disebut anak berbakti. Para pemimpin menjadikan ini sebagai hukum, masyarakat menganggapnya sebagai adat istiadat, mereka melakukannya terus-menerus dan mentaatinya tanpa pilih-pilih. Hukum seperti ini mana mungkin dikatakan baik, berperi kemanusiaan, adil dan benar? Inilah yang dikatakan kebiasaan melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati masyarakat. Sehubungan dengan ajaran ketiga suku ini, bila memikirkannya baik-baik, nampak terlalu kejam. Sama seperti ajaran yang diajarkan oleh para bijaksana Tiongkok, bila memikirkannya baik-baik, nampak terlalu mewah. Bila ajaran ini terlalu mewah, maka ajaran itu terlalu kejam, benar, harus ada tatacara penguburan. Makanan dan pakaian berguna bagi manusia hidup. Benar, ada yang menyendiri ada yang merayakan. Penguburan berguna bagi orang mati, orang yang sendirian tidak merayakan peristiwa ini. Guru Mozi, mengenai tatacara penguburan berkata, “Peti mati tebalnya tiga inci, cukup baik untuk menampung daging yang membusuk dan tulang belulang; Tiga potong pakaian cukup untuk membungkus tubuh yang membusuk; Galilah liang lahat, bagian bawahnya tidak mengucurkan air, baunya tidak menembus keluar memenuhi udara, pusaranya cukup asal bisa dikenali setiap saat, Biarlah ini menjadi norma yang tetap. Menangislah ketika mengantar ke kuburan, menangislah ketika pulang, namun segeralah kembali pada kehidupan normal, mengurus masalah makanan dan pakaian, masalah kemakmuran. Jangan mengabaikan sembahyang, inilah perwujudan bakti dan hubungan persaudaraan. Inilah yang dikatakan guru Mozi mengenai ajaran ini tanpa memperhatikan keuntungan orang hidup dan orang mati. Mozi – Jiezang xia 12

Kemudian Guru Mozi berkata, “Hari ini, di bawah kolong langit, apabila para bijaksana (shi 士) dan susilawan (Junzi 君子) tidak menyebelah (zhong 中) ketika menghadapi keraguan dan menjadikan ren 仁 (cintakasih) dan yi 義 (keadilan & kebenaran) untuk memimpin kehendaknya, menyelidiki yang memimpin para bijaksana dari atas, Kehendak Yang di atas tidak menyebelah, itulah jalan (dao 道) para raja suci (shengwang 聖王). Yang di bawah adalah kehendak baratus marga keluarga zhongguo 中國 (negeri tidak menyebelah) yaitu keuntungan (li 利 ). Menjadikan suatu cara penguburan sebagai peraturan pemerintah, tidak boleh tidak mengujinya. Mozi – Jiezang xia 13

Dengan mengetahui ajaran yang benar dan yang salah, seharusnya generasi muda Tionghoa dapat melakukan hal yang benar. Yang melaksanakan, melakukannya dengan benar sementara yang tidak melaksanakannya tidak sembarangan melecehkannya.

Sejak purbakala bangsa Tionghoa percaya bahwa seorang anak yang tidak berbakti akan mendapat hukuman dari Tian (Tuhan), itu sebabnya mereka mengutamakan bakti dalam hidupnya.

Memang benar, banyak guru hongshui yang mengajarkan bahwa menguburkan jenazah di lokasi yang tepat, menghadap arah yang tepat, pada waktu yang tepat adalah salah satu cara untuk menarik Shengqi (Qi kehidupan). Namun, bukankah itu hanya ajaran penilik hongshui alias dukun?

Walaupun banyak yang tidak tahu arti upacara perkabungan dan sembahyang arwah, namun kesusilaannya tetap terjaga. Walaupun banyak yang tidak memahami maknanya, namun tidak ada yang menyembah arwah leluhur untuk minta rejeki.

Apabila sembahyang arwah adalah cara untuk meminta rejeki kepada leluhur, kenapa hanya anak sulung yang boleh melakukannya? Apabila sesajen menentukan jumlah rejeki yang akan diterima, kenapa sembahyang arwah hanya dilakukan pada hari tertentu?

Barang-barang sembahyang dibakar habis karena tidak berguna bagi orang hidup, namun makanan dan barang-barang lain yang berguna tidak pernah disia-siakan. Itulah bukti bahwa orang Tionghoa tidak menyembah arwah leluhur.

http://bengcumenggugat.wordpress.com/2011/02/05/markus-tan-membual-atau-orang-tionghoa-menyembah-arwah/
avatar
Penyaran
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115

Kembali Ke Atas Go down

Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok Empty Re: Kesalahan Pendeta Markus Tan dalam Memahami Kebudayaan Tiongkok

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik