FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

metode dakwah aswaja Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

metode dakwah aswaja Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

metode dakwah aswaja

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

metode dakwah aswaja Empty metode dakwah aswaja

Post by keroncong Fri Nov 18, 2011 9:12 pm

Pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 H., sesudah sholat Subuh berangkatlah Rasulullah dari Mina ke padang Arofah diiringi oleh ribuan umat Islam yang bersama-sama melakukan ibadah haji. Haji tersebut merupakan ibadah haji yang terakhir yang terkenal dengan sebutan Hujjatul wada'.

Pada hari itu Rasulullah berkhotbah pada umatnya. Di dalam khotbah tersebut, beliau meminta kesaksian pada umatnya bahwa beliau telah menyampaikan seluruh risalah yang telah diwahyukan Allah. Beliau juga bersabda,

"Maka hendaklah yang telah menyaksikan di antara kamu menyampaikan kepada yang tidak hadir, semoga barangsiapa yang menyampaikan akan lebih dalam memperhatikan daripada sebagian yang mendengarkan".

Melalui sabda tersebut, Rasulullah memberi pertanggungjawaban terhadap perintah Allah SWT dalam Q.S. Al Maidah: 67,

" Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika tidak kamu kerjakan ( apa yang diperintahkan itu, berarti ) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari ( gangguan ) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir"

Hadits tersebut juga mengandung makna bahwa seluruh ummat Islam telah menerima amanah untuk meneruskan risalah dengan dakwah. Dengan kata lain, kewajiban dakwah telah dibebankan kepada seluruh ummat Islam baik secara individu maupun secara berjamaah sesuai dengan kemampuannya.

I. KEWAJIBAN MENYAMPAIKAN DAKWAH

Telah kita ketahui bersama, dakwah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Tidak boleh seorang pun dari muslim dan muslimah menghindarkan diri dari padanya. Secara garis besar, dakwah dapat dilakukan secara individu maupun berjamaah.

1. Dakwah Individu

Dakwah secara individu dapat dilakukan oleh setiap muslim karena dakwah dengan metode ini tidak memerlukan sistem, organisasi, metode, manajemen tertentu. Dakwah dapat dilakukan dengan mengajak kepada kebaikan, saling menasihati, dan sebagainya kepada setiap orang, baik keluarga, kerabat, teman, maupun orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'aala Q.S. Al Ashr: 1 - 3

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran."

Dan, dalam satu sabdanya Rasulullah SAW bersabda:

"Sampaikanlah apa yang kamu terima dariku walau satu ayat".

2. Dakwah Berjamaah

Allah SWT berfirman:

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung (Q.S. Ali Imran : 104).

Ayat ini merupakan perintah Allah yang mengharuskan agar di antara kita terdapat sekelompok orang (jamaah) yang menyuruh kepada perbuatan baik dan mencegah perbuatan munkar. Kewajiban tersebut dibebankan hanya kepada orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya (fardlu kifayah). Di ayat lain Allah mengecam suatu masyarakat atau bangsa yang di dalamnya tidak terdapat orang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Maidah ayat 63 :

"Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu."

Dan pada ayat selanjutnya Allah berfirman :

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah ... " (QS. Ali Imran : 110)

Al-Faqih berkata, “Orang yang menyuruh kebaikan itu harus memenuhi lima syarat yaitu:

1. Mempunyai ilmu.

Orang yang bodoh tidak layak untuk mengajak kepada kebaikan.

2. Dalam bertindak ia hanya mempunyai tujuan karena Allah dan demi kemuliaan agama.

3. Bersikap ramah dan sayang kepada orang yang diajak berbuat baik, menjauhkan diri dari sifat kasar dan bengis sebagaimana pesan Allah Ta'ala,

"Maka berbicaralah kamu berdua dengan kata-kata yang lemah lembut." (QS. Thoha : 44)

4. Mempunyai sifat sabar dan penyantun.

Allah berfirman:

"Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu." (QS. Luqman : 17)

5. Ia harus mengerjakan apa yang ia perintahkan kepada orang lain.

II. MIQYAS DAKWAH

Sebagai seorang muslim, dalam segala aktivitasnya hendaklah berusaha untuk mendasarkan pada hukum Islam yang telah tercantum dalam Al Quran dan As Sunnah, baik aktivitas yang berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, maupun dengan orang lain, tak terkecuali dengan aktivitas dakwah.

Dalam dakwah, sudah merupakan keharusan bagi pengemban dakwah untuk mensuriteladani segala hal yang ada pada Rasulullah. Hal ini senada dengan firman Allah dalam Q.S. Al Ahzab:21

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah."

Dan, pada saat ditanya oleh sahabat tentang bagaimana akhlaq Rasulullah, Aisyah r.a. berkata:

"Akhlaq Beliau adalah Al Qur'an."

Adapun hal-hal yang wajib dipahami dan diteladani oleh setiap muslim dalam aktivitasnya sebagai seorang pengemban dakwah, di antaranya :

1. Sifat-sifat para nabi (Aushooful Anbiya')

2. Tugas-tugas pokok para nabi (muhimmaatul kubro)

3. Keistimewaan para nabi (mazaaya)

2.1 Sifat-Sifat Para Nabi

Sebagai seorang muslim, apalagi sebagai seorang pengemban dakwah, seharusnya membekali dirinya dengan sebaik-baiknya. Dia harus berusaha untuk mensuriteladani sifat-sifat yang ada pada diri para nabi.

2.1.1 Jujur (ash-shidqu)

Nabi SAW bersabda:

"Buatkanlah jaminan enam hal kepadaku tentang dirimu, maka aku akan menjamin kamu masuk surga, yaitu: jujurlah jika kamu berkata; tepatilah jika kamu berjanji; tunaikanlah jika kamu dipercaya; peliharalah kehormatanmu, pejamkan matamu; dan jagalah kedua tanganmu."

Hadits ini mengandung makna jujur dalam perkataan yang di dalamnya termasuk pula kalimat tauhid dan lainnya. Bila seseorang telah bersaksi bahwa tiada illah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah maka ia harus jujur terhadap dirinya maupun orang lain. Ia harus menyesuaikan apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat.

2.1.2 Dapat Dipercaya ( Al-Amaanah )

Menunaikan apa yang dipercayakan kepadanya mengandung dua pengertian, yaitu amanah antara dirinya dengan Allah dan amanah antara dirinya dengan manusia. Menunaikan amanah Allah ditempuh dengan cara melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan menunaikan amanah manusia ditempuh dengan cara menjaga apa yang dipercayakan kepadanya.

2.1.3 Menyampaikan ( At-Tabligh )

Rasulullah selalu menyampaikan apa yang diwahyukan kepadanya kepada umatnya. Tidak ada satu pun wahyu yang tidak disampaikan apalagi disembunyikan. Karena takut kepada Allah, menjelang ajal beliau berkhotbah pada haji Wada'. Beliau meminta kesaksian kepada umatnya, "Apakah aku sudah menyampaikan?" Umatnya menjawab, "Shodaqta, qod balaghta (benar, engkau telah menyampaikan)." Rasulullah berseru, "Wahai Tuhanku, persaksikanlah."

Sebagian kaum muslimin yang telah mengabdikan dirinya sebagai pengemban dakwah hendaklah berusaha untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan benar, tidak disembunyikan, apalagi jika ada yang memintanya karena hukum menyembunyikan ilmu jika diminta adalah dosa besar. Allah berfirman:

"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kau kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) engkau tidak menyampaikan amanah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (QS. Al Maidah : 67)

2.1.4 Cerdas (Al-Fathoonah)

Sudah kita ketahui bersama, meskipun Rasulullah adalah seorang nabi yang ummi, beliau termasuk nabi yang sangat cerdas, baik cerdas dalam sisi intelektualnya maupun cerdas dalam menyusun strategi dakwahnya sehingga hanya dalan waktu 23 tahun beliau mampu menancapkan bendera Islam di belahan dunia ini. Dalam berbagai riwayat disebutkan, bagaimana beliau menyusun strategi perang, memotivasi kaum muslimin dan sebagainya. Bagaimana beliau tetap bersikap sabar, kasih sayang, dan tidak pernah memendam dendam terhadap kaum yang lain .

2.1.5 Kemaksuman ('Ismah )

Kemasukman ('Ismah ) adalah bebas dari kesalahan/dosa-dosa baik besar maupun kecil. Rasulullah merupakan manusia maksum yang berarti bahwa beliau terbebas dari kesalahan terutama dalam menyampaikan risalah Allah. Apa yang diperbuat, dikatakan, dan didiamkan Rasul semata-mata adalah wahyu dari Allah. Allah berfirman dalam Q.S. An-Najm: 3--4 :

"Dan tiadalah yang diucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."

Sifat 'ismah ini hanya dimiliki Rasulullah. Para sahabat dan umat Islam pada umumnya tidak mungkin untuk mencapai derajat ismah tersebut. Derajat yang mampu dicapai umat Islam adalah derajat iffah. Untuk mencapai derajat tersebut manusia harus selalu berupaya dengan melakukan kegiatan-kegiatan, di antaranya ( menurut kitab Al Adzkar ) adalah berpuasa sunnah dan qiyamullail.

2.1.6 Selamat dari Aib

Sebagai pengemban dakwah, dalam sikap dan tingkah laku hendaklah berusaha untuk mengindarkan diri dari perbuatan yang dapat menimbulkan aib apalagi fitnah. Misalnya menonton bioskop, pergi ke tempat-tempat maksiat. Sekalipun kita dianjurkan untuk berhati-hati dalam berbuat, kita tidak dibenarkan untuk ragu-ragu secara berlebihan dalam melaksanakan perbuatan karena sikap ragu-ragu sudah merupakan tanda bahwa kita telah tergoda syetan.

2.2 Tugas-Tugas Pokok Para Nabi

2.2.1 Mengenalkan makhluk pada penciptanya

Risalah Islam yang pertama bagi kehidupan manusia adalah kemerdekaan jiwa manusia itu sendiri, kemerdekaan dari ketakutan yang tak perlu terjadi, kebebasan dari penyembahan terhadap berhala yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudlorot, dan kebebasan dari pendewaan dan pemujaan kepada sesama makhluk, yang semua itu merupakan penghinaan dan pelanggaran atas fitrah, harkat serta martabat manusia. Islam telah menegakkan kemerdekaan pribadi manusia atas tauhid, yaitu dengan memusatkan penyembahan dan pengibadahan semata-mata kepada Allah SWT.

2.2.2 Menyampaikan perintah-perintah Allah dan larangan-Nya (Tabliighu awaamirillaahi wa nawaahiihi )

Syariat Islam yang berisi perintah dan larangan dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar berjalan sesuai dengan ketentuan-Nya. Hal ini juga dimaksudkan agar tidak ada alasan bagi manusia di hadapan Allah untuk tidak mengikatkan dirinya pada aturan Allah. Setiap pelanggaran baik berupa aktivitas melaksanakan larangan Allah atau meninggalkan perintah Allah akan mendapatkan balasan. Karena itu, fungsi tabligh dalam kerangka ini menjadi sangat esensial.

Keteraturan dan ketenteraman manusia hanya bisa diwujudkan tatkala manusia bertindak sesuai dengan ketentuan-Nya. Hal ini baru bisa terwujud kalau manusia mengetahui perintah dan larangan Allah. Karena itu, ketika Rasulullah telah meninggal dunia, dakwah ini terus berlanjut oleh sahabat-sahabat beliau. Mereka berjuang dengan mengorbankan harta, tenaga, pikiran, dan nyawa. Bagi mereka gugur di medan dakwah adalah syahid yang pasti memperoleh ridlo Allah dengan surga-Nya. Dan selanjutnya dakwah harus tetap berlangsung sepanjang keberadaan manusia.

2.2.3 Menunjukkan Manusia dan Mengarahkannya pada Jalan yang Lurus ( Hidayatunnaasa wa irsyaaduhum ilaa shiraathil mustaqiim )

Dakwah ditujukan untuk mengajak manusia pada hidayah (petunjuk) Allah yaitu jalan yang sesuai dengan aturan Allah ta'aala untuk mencapai ridlo-Nya. Peran pengemban dakwah di sini hanya terbatas pada usaha ke arah hidayah Allah. Setelah tugas ini dilakukan, seterusnya bergantung pada kehendak Allah. Apakah Allah akan memberikan ridlo-Nya atau tidak. Dalam kaitan ini manakala dijumpai suatu kondisi yang di dalamnya tidak terdapat satu orang pun yang mendapat hidayah Allah meskipun dakwah telah dijalankan, maka bukan berarti dakwah telah gagal. Ukuran keberhasilan dakwah tidak diukur dengan kuantitas orang yang mendapatkan petunjuk karena petunjuk itu bukan wewenang manusia. Keberhasilan dakwah diukur dari komitmen kita dalam menjalan aktivitas dakwah yang meliputi komitmen dalam menetapi sunnah Rasulullah, atau ketabahan dalam menghadapi setiap gangguan dakwah.

2.2.4 Sebagai Qudwah ( Liyakuunarrusul qudwatan hasanah )

Rasul sebagai qudwah (panutan) dalam perilaku dan perbuatan kita sehari-hari termasuk juga kegiatan dalam berdakwah yang merupakan kewajiban bagi seorang muslim, terutama perbuatan Rasul yang mengandung aspek syari'at bukan yang bersifat manusiawi, terlebih lagi pada karakter khusus yang hanya diperuntukkan bagi Rasul. Allah sendiri sudah mengajarkan dalam Al Qur-an surat Al Ahzab: 21

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."

2.2.5 Mengingatkan Hari Kebangkitan dan Hari Kembali (Attadzkiiru binnas'ati wal mashiir)

Salah satu ciri yang membedakan antara orang beriman dengan orang kafir adalah keyakinan akan datangnya hari akhir dan hari dibangkitkannya manusia untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia. Keyakinan tersebut akan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam hidupnya. Orang beriman sangat paham dengan tujuan hidupnya sehingga sangat mengerti hakikat hidup di dunia ini. Hidup mereka semata-mata untuk mengabdi kepada sang Khaliq. Sikap ini berbeda dengan orang kafir karena tidak dan kurang yakin akan adanya hari akhir. Mereka memandang dunia adalah segala-galanya. Dan untuk tercapainya tujuan mendapatkan dunia, segala cara akan mereka tempuh walaupun bathil.

Oleh karena itu, dakwah hendaklah ditujukan untuk mengajak manusia agar mengerti : dari mana manusia datang, untuk apa hidup di dunia, hakikat tujuan hidup, dan ke manakah manusia setelah kehidupan dunia. Tiga persoalan itu hendaklah ditanamkan secara mendalam dalam diri manusia agar tidak terjebak di dunia. Allah telah berfirman:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku."

(Q.S. Adz Dzariyat: 56)

.2.6 Mengubah Kepedulian dari Kehidupan yang Fana kepada Kehidupan yang Kekal

Kehidupan dunia dan akhirat pada hakikatnya merupakan dua fase yang kontinyu, yaitu kehidupan akhirat merupakan kehidupan setelah di dunia. Islam mengajarkan bahwa hendaknya manusia lebih mementingkan kehidupan akhirat karena merupakan kehidupan yang kekal. Barangsiapa yang merugi, maka ia akan rugi seterusnya dan siapa yang beruntung, maka ia akan beruntung selamanya. Sedangkan kehidupan dunia merupakan kehidupan yang fana dan menipu. Perhatikan firman Allah :

" Dan hidup diatas dunia ini tidak lain hanyalah gurauan dan permainan, tetapi sesungguhnya kehidupan akherat itulah yang merupakan kehidupan yang sebenarnya." (QS. Al Buruuj : 11)

Namun demikian, Islam tidak memperbolehkan manusia untuk mengabaikan, melepaskan, ataupun membenci kehidupan dinia, karena kehidupan dunia itu merupakan titik tolak menuju kehidupan akhirat. Allah Ta'aala berfirman:

"Dan carilah pada yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". (Q.S. Al Hadiid: 20)

2.2.7 Supaya Tidak Ada Lagi Hujjah (bantahan) Terhadap Allah

Setelah Rasulullah meminta persaksian pada ummatnya dan menyuruh kepada yang menyaksikan untuk menyampaikan pada yang tidak hadir, serta menyampaikan wahyu yang terakhir yang menandai bahwa risalahnya telah lengkap sebagai karunia, rahmat, dan agama dari Allah ta'aala, maka tidak akan ada lagi hujjah, alasan-alasan, bagi manusia untuk "memrotes" Allah pada hari pembalasan-Nya nanti, bahwa Allah belum memberi aturan dan petunjuk tentang benar dan salahnya dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya. Allah berfirman:

"(Mereka kami utus) selaku Rasul pembawa berita gembira dan pembawa peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

2.3 Keistimewaan-Keistimewaan Rasulullah

2.3.1 Mencari Ridlo Allah Semata

Dalam menyampaikan risalah/dakwah, Rasulullah tidak pernah untuk mencari sesuatu kecuali hanya semata-mata mencari ridlo Allah. Hal ini terbukti pada saat ditawari pamannya agar menghentikan dakwahnya dengan imbalan harta, tahta, kedudukan, dan wanita, beliau malah berkata: " Seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, sekali-kali aku tak akan meninggalkan perkara (dakwah) ini sampai Allah memenangkan agama ini atau aku binasa karenanya". Hanya ajal saja yang mampu untuk menghentikan dakwahnya.

2.3.2 Tidak Menuntut Upah atas Penyampaian Risalah

Tugas dakwah merupakan tugas kenabian. Tugas inilah yang diwariskan Rasulullah setelah wafatnya. Barangsiapa mampu tetap bertahan dalam medan ini, maka tidak ada imbalan yang pantas kecuali surga. Mengingat betapa besar nilai dakwah ini, maka tidak akan mungkin untuk diukur dengan kenikmatan dunia. Oleh karena itu, seorang da'i tidak sepantasnya menuntut imbalan harta atas aktivitas dakwahnya. Seorang da'i pasti akan mengatakan bahwa upahnya

hanyalah Allah.

2.3.3 Ikhlas Memurnikan Agama karena Allah

Allah memerintahkan manusia untuk menyembah Allah, dan mengikhlaskan diri untuk agama ini. Dalam hal ini, segala aktivitas yang berkaitan dengan usaha menjalankan perintah Allah atau menjauhi larangan Allah termasuk dalam kerangka ini. Ikhlas berarti melakukan segala sesuatu hanya untuk Allah atau melakukan sesuatu tanpa pamrih kepada manusia (riya')

Umar bin Khoththob selalu berdoa kepada Allah agar selalu berada dalam keikhlasan. Doa ini selalu diulang-ulang dalam setiap kali doanya. Hal ini menunjukkan bahwa riya' dapat masuk kepada amal siapa saja termasuk di kalangan elit sahabat Rasulullah. Bagaimana dengan kita?

2.3.4 Fleksibel Dalam Berdakwah

Dalam melaksanakan dakwah beliau selalu bersikap fleksibel dan tidak pernah memaksakan diri. Fleksibel di sini mengandung arti beliau selalu berusaha untuk memahami objek dakwah, situasi, dan kondisi, lingkungan, serta moment yang tepat untuk menyampaikan risalah kepada ummatnya. Antara kaum yang satu dengan kaum yang lain, cara yang digunakan berbeda. Jadi, fleksibel di sini bukan berarti fleksibel pada ajaran yang disampaikan tetapi fleksibel cara penyampaiannya (orangnya). Rasulullah bersabda:

"Serulah manusia berdasarkan kadar kemampuan akalnya."

"Tempatkan manusia pada tempatnya masing-masing."

2.3.5 Mampu Menjelaskan Tujuan

2.3.6 Zuhud terhadap dunia

Zuhud terhadap dunia bukan berarti benci terhadap dunia dan segala isinya. Kita ketahui Rasulullah adalah orang yang paling zuhud tetapi Beliau juga tidak pernah membenci keindahan, kebersihan, kerapian, para sahabatnya yang kaya, beliau juga menikah, berpuasa tetapi juga berbuka, shalat malam tetapi juga tidur. Yang tidak diperbolehkan adalah yang berlebih-lebihan, tidak sesuai dengan kebutuhan/tidak proporsional dan tidak sesuai dengan syari'at.

2.3.7 Memusatkan pada pambinaan aqidah dan menekankan pada perkara iman pada yang ghaib.

Sesungguhnya hakekat pertama yang telah jelas dalam wahyu yang disampaikan pada Rasulullah saw adalah mengenai garis-garis besar aqidah islamiyah dalam perkembangan sejarah kemanusiaan dan dalam hal 'ubudiyah kepada Allah adalah memusatkan permasalahan 'ubudiyah tersebut hanya kepada Allah semata, dan melarang ibadah kepada selain-Nya

III. MACAM-MACAM DAKWAH ( ANWAA'UD DA'WAH )

1. Menuju Islam ( Ilal Islam )

Yang dimaksud dengan dakwah ilal Islam adalah mengajak orang-orang yang belum mengakui Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi dan Nabi Muhammad saw sebagai uswatun hasanah. Sebagai mana di dalam Al Qur-an Allah SWT berfirman ," Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah?" (Ath-Thur : 34). "Tidak ada tuhan selain Dia (Allah)" (Al Baqarah :255). Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan masalah ini seperti : Al Baqarah: 163, Ash Shaad: 65, Al Maidah: 73 dan sebagainya. Karena orang-orang kafir itu adalah orang yang belum mengakui Islam sabagai satu-satunya agama, mereka adalah orang-orang yang sesat dan munkar, maka umat Islam wajib untuk mengajak mereka kepada Islam, sebagaimana firman Allah dalam surat Ali 'Imran: 110, "Kamu adalah Ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kamu menyuruh yang kepada ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah".

Islam harus disiarkan ke seluruh penjuru dunia, agar semua manusia hanya mengabdi kepada Allah semata dan mengeluarkan manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia lainnya, serta menghilangkan segala bentuk tindak kerusakan dan kejahatan di muka bumi ini. Jika daulah telah berdiri, dan sudah memiliki kekuatan militer, maka seruan jihadlah yang berlaku sebagaimana dalam surat Al Baqarah : 193,

"Dan Perangilah mereka itu, sehingga tidak ada lagi fitnah dan (sehingga) Ad Dien itu hanya milik Allah semata, jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang dzalim".

2. Menuju Kebaikan ( ilal Khairi / Ma'ruuf )

"Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung". (QS Ali 'Imran: 104)

Sudah menjadi keharusan bagi gerakan Islam untuk menangani secara sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya dalam mengadakan perbaikan masyarakat yang hidup di dalamnya. Usaha perbaikan masyarakat tidak dapat terwujud kecuali dengan menyebarkan dakwah kebajikan kepada mereka, berusaha memerangi kehinaan, mengajak kepada yang ma'ruf. Berusaha menyatukan pandangan umum dalam segi pemikiran Islam dan memberikan corak pada kehidupan masyarakat umum, dengan corak kehidupan yang Islami. Setiap muslim, sebagai individu harus menegakkan Islam dalam kehidupan pribadinya. Dan sebagai anggota masyarakat harus menerapkan Islam dalam kehidupan sosial mereka. Islam harus dijalankan kapan dan dimana saja, baik dalam lingkungan keluarga, kehidupan ekonomi, pendidikan dan sampai pada semua kebijaksanaan pemerintahan. Dengan demikian setiap kata dan perbuatan harus memberikan kesaksian yang jujur tentang Islam.

Kehidupan yang Islami tidak akan terwujud, kecuali menjadikan dakwah sebagai suatu yang sangat penting sekali. Nasib dakwah harus diperhatikan agar Islam tetap hidup pada setiap hati sanubari manusia.

3. Memperbaiki keadaan menuju sistem ( Ishlahiyah / inqilabiyah )

Kedua macam cara dakwah itu mempunyai tujuan yang sama, mencari ridlo Allah dan menjadikan Islam ini sebagai rahmatan lil'aalamin, yaitu meninggikan kalimat Allah, melaksanakan hukum-hukum Al Qur-an.

Untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan kita memakai metode ishlahiyah menuju inqilabiyah artinya : Kita memperbaiki amalan-amalan masyarakat, menanamkan pengertian dan kesadaran kepada tiap-tiap individu dan mengetuk hati nuraninya bahwa pentingnya sebuah sistem yang islami untuk menampung dan mengimplementasikan (mewujudkan) hukum-hukum Allah secara Kaffah (sempurna). Setelah kesadaran itu tertanam pada setiap hati sanubari individu masyarakat, maka masyarakat secara sadar bersama-sama mengusulkan agar segera dibuat sistem yang Islami, kemudian tahap berikutnya mereka akan membebaskan negara dari kekuasaan asing dan akan merombak dan memperbaiki pemerintahan sehingga hukum Allah bisa ditegakkan seluruhnya.

IV. CARA DAKWAH ( KAIFIYYATUD DA'WAH )

"Serulah manusia kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik". (QS An Nahl : 125)

Di dalam berdakwah tentulah mempunyai tata aturan tersendiri agar tujuan dakwah dapat dicapai dengan gemilang, karena dakwah sendiri memiliki arti yang sungguh mulia, dan ini merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Cara mengajak orang kepada jalan kebenaran harus pula memakai cara-cara yang baik dan benar. Kita tidak diperkenankan memakai cara sekehendak kita, walaupun tujuannya baik dan niatnya baik pula. Tata cara dakwah haruslah sesuai dengan syari'at yang telah ditetapkan Allah dalam Qur-an surat An Nahl : 125 dan kita juga harus mencontoh Nabi Muhammad saw dalam men-siarkan Islam karena pada beliau terdapat suri tauladan yang baik.

Agar bisa tepat memenuhi sasaran, dakwah memiliki tata cara untuk memudahkan pengemban dakwah dalam menghadapi sasaran yang sedang didakwahi. Adapun Tahap-tahap itu antara lain:

1. Bijaksana (Al Hikmah)

Allah Ta'ala berfirman dalam QS Ali 'Imran : 19 " Agama yang diridloi Allah hanyalah Islam ". Berarti mabda' (idiologi / pandangan) selain Islam adalah kufur. Pengemban dakwah wajib menyeru mereka (pada kaum kafir) kepada Islam dengan memberikan alasan yang kuat dan bijaksana. Menjelaskan kepada mereka apa dan bagaimana Islam itu, sehingga mereka mengerti bahwa islam merupakan agama yang sempurna dan universal yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya, sehingga jelas bagi mereka mana yang haq dan mana yang bathil.

2. Nasihat Yang Baik (Al Mau'idhatul Hasanah)

Kewajiban pengemban dakwah untuk selalu mengingatkan bagi mereka yang lupa akan ketentuan Allah (syari'at Islam) dengan penyampaian yang lemah lembut agar mudah diterima. Pengemban dakwah diharuskan membuang emosinya jauh-jauh agar penyampaian kebenaran ini tidak menuruti hawa nafsu akan tetapi hanya mencari ridlo Allah Ta'ala semata. Pemberian penjelasan ini hendaklah diberikan kepada obyek dakwah yang sesuai dengan kemampuannya dan daya nalarnya. Boleh saja memakai berbagai macam cara dan penjelasan untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh asalkan sesuai dengan syari'at Islam.

3. Dialog (Al jidaal)

Di dalam memberikan penjelasan, kadang kala apa yang sudah dijelaskan sulit untuk diterima, malah sering kali mereka marah-marah dan mengancam (membantah). Hal ini merupakan resiko dakwah Islam, Rasulullah pun dalam berdakwah sering berhadapan dengan problem seperti ini, malahan beban yang Beliau derita jauh lebih berat, akan tetapi Rasulullah tidak pernah gentar, dengan persiapan yang matang dan kepala yang dingin Rasulullah mengajak mereka untuk berdialog mencapai kebenaran.

V. FIQHUD DAKWAH

5.1 PERWUJUDAN AKTIVITAS DAKWAH

5.1.1 Tahapan Dakwah

5.1.1.1 Pembinaan ( At Tastqiif )

Tahap pembinaan ini diawali dengan diangkatnya Muhammad sebagai Rasul Allah dengan turunnya QS. Al 'Alaq:1-3, digua Hiro' tempat beliau biasa berkhalwat, kemudian disusul dengan turunnya QS. Al Mudatstsir : 1-4, yang memerintahkan beliau berdakwah secara sirriyah (sembunyi- sembunyi), hingga datangnya perintah berdakwah secara jahriyyah (terang-terangan) dengan turunnya QS. Al Hijr : 89, 94 dan QS. Asy Syu'ara : 214. Orientasi dakwah adalah pembinaan kader (penyampaian dan sekaligus pemantapan pemikiran) yang dilakukan di rumah sahabat Arqam bin Abi Arqam. Dipilihlah kader yang mempunyai kelebihan dalam budi pekerti, intelegensi dan status sosial (seperti Abu Bakar), atau secara umum mempunyai kriteria : orang yang cerdas (dzaka'), penuh semangat (hirsh), sabar (ishthibar), memiliki bekal baik maliyah / materi ataupun ruhani, senantiasa siap berjuang sepanjang masa (mujahadah thuulu zamaan). Dan pada pembinaan tersebut ada petunjuk guru/sistem yang mengatur pola kerja (irsyadu ustaadz).

5.1.1.2 Pembentukan ( At Takwin )

Tahap ini merupakan tahap pembentukan kader dengan memilih para pendukung dan penolong dakwah untuk difungsikan sebagai perintis, yaitu mukmin pilihan yang terdidik oleh didikan Islam yang mantap dan meyakinkan. Beberapa adab / sosok da'i yang terlahir :

a. Optimis/memegang teguh dakwah (al imaanu bidda'wah)

b. Menjadi teladan dalam kebaikan (al qudwatul hasanah)

c. Istiqamah/terus-menerus berkesinambungan (al istiqaamah)

d. Sabar atas segala tantangan dakwah (ash shabru 'alal adza)

e. Penyantun/pengasih pada obyek dakwah (al hilm)

f. Rendah hati tapi tidak rendah diri (at tawaadhu')

g. Dakwah sebagai amal yang diutamakan, bukan sebagai sambilan (at tajarradu waz zuhd)

h. Sungguh-sungguh dalam ibadah (al ijtihaadu fil 'ibadah)

i. Tiada yang diharapkan kecuali ridlo Allah (al ikhlash)

j. Memahami situasi dan kondisi (idraakud daa'iyah limaa haulah)

Dengan itu terbentuklah generasi ribbiyyiin. Sebagaimana digambarkan dalam QS Ali Imran : 146-147, yaitu pengikut yang tidak punya rasa takut ('adamul wahn), dan tidak merasalemah ('adamudl dla'if) dan tidak mempunyai rasa putus asa ('adamul istikaanah), teguh / tegar dan sabar (ats tsabat wash shabr), menyerahkan semua urusan pada Allah (at tawajjuh).

5.1.1.3 Pembentukan Sistem / Pengorganisasian (At-Tandziim)

Pada tahapan takwiin dan tandziim, dapat pula digolongkan sebagai tahapan interaksi secara terang-terangan dengan masyarakat (tafaa'ul wal kifaah). Saat inilah banyak terjadi rintangan yang ditemui Rasulullah dan para pengikut setianya, seperti penyiksaan atas Bilal, keluarga Amar bin yasir dan sebagainya. Hingga turunnya perintah untuk hijrah ke Habasyah (Ethiopia) yang dikemudian hari hijrah ke Madinah (Yatsrib). Pada tahapan ini terjadi pertarungan pemikiran antara jahiliyah dan Islam, serta pergolakan politik antara para pemimpin Arab dengan Rasulullah. Tercatat diantaranya perjanjian Bai'atul 'Aqobah I dan II. Sampai tahapan ini terjadi di Mekkah atau disebut periode Mekkah.

5.1.1.4 Penerapan Sistem Secara Menyeluruh ( At Tathbiq )

Tahapan ini terjadi di Madinah, disebut juga dengan periode pelaksanaan syari'at Islam (marhalah tathbiq ahkamul Islam) dengan diproklamirkannya negara Islam (daulah Islamiyah) sebagai pelaksana hukum Islam dan pengemban risalah Islam, dakwah ke seluruh penjuru dunia dengan jihad fi sabilillah. Diantara yang dikerjakan pertama kali pada tahapan ini adalah membangun masjid, mempererat ukhuwah Islamiyah, menyusun piagam perjanjian (waatsiqoh) dan strategi dakwah politik serta militer.

5.1.2 Prinsip kebenaran dalam dakwah

Hal ini meliputi kebenaran dalam niat dan kebenaran dalam amal/aktifitas.

5.1.3 Prinsip kebaikan / ihsan dalam dakwah

Standar dari ihsan ini adalah ikhlash (semata-mata hanya karena dan untuk Allah, serta memurnikan ketaatan kepada-Nya) dan itba' (mengikuti Rasulullah).

5.1.4 Itqan / Profesional dalam dakwah

Profesional yang dimaksud disini adalah adanya unsur rapi, bagus, ahli dan tidak asal-asalan. Bukan profesional dalam pengertian dakwah untuk mencari upah penghidupan serta memiliki integritas keilmuan yang cukup.

5.2 SIKAP DALAM AKTIVITAS DAKWAH (MAUQIF)

Sikap yang harus dimiliki da'i dalam mengembangkan dakwah, haruslah seperti gambaran sosok ribbiyyin QS Ali "Imran :146-147, yaitu : pengikut yang tidak punya rasa takut ('adamul wahn), tidak merasa lemah ('adamudl dlaif), tidak punya rasa putus asa ('adamul istikaanah), teguh / tegar dan sabar (ats tsabat wash shabr) serta menyerahkan semua urusan pada Allah (at tawajjuh).

5.3. CITA-CITA AKTIVITAS DAKWAH (MAUQI')

Tiada yang menjadi cita-cita dalam dakwah selain diperolehnya kemuliaan, kewibawaan (izzah) dari Allah, Rasul dan mukmin keseluruhannya. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam QS. Al Munafiquun : 8. Hal itu akan terjadi bila berdiri negara Islam (daulah islamiyah) dengan penerapan seluruh syari'at Islam dalam setiap aspeknya.

VI. SIKAP DALAM MENGHADAPI MUSUH

Sebagaimana digambarkan Allah dalam QS Al Anfal :45-47 yaitu; teguh dan tegar (tsabat), senantiasa mengingat Allah (dzikrullah), taat kepada Allah dan Rasul-Nya (tha'atullaah wa rasuuluh), menghilangkan/menjauhi pertikaian ('adamut tanazu), sabar (ash shabru), yang juga berkaitan dengan adanya hadist : jika musuh menghadangmu hadapilah (idza laqiitumul 'aduwwa fashbiruu), tidak mempunyai rasa takabur ataupun riya ('adamut takabur war riyaa')

VII. PENUTUP

Rasulullah telah membebankan kepada seluruh umat Islam (baik secara individu maupun secara berjama'ah) untuk berdakwah. Dakwah merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam. Seperti halnya dengan aktivitas yang lain, dalam berdakwah pun harus dijalankan berdasarkan aturan-aturan-Nya, meneladani Rasul, dengan memahami sifat, tugas dan keistimewaan Nabi. Dalam perjalanan dakwahnya, Rasulullah melalui beberapa tahapan, yaitu pembinaan, pembentukan kader, pengorganisasian dan akhirnya penerapan sistem secara menyeluruh.

Dakwah yang ditujukan untuk tetap tegakknya kalimah Allah di muka bumi, ditempuh melalui tata cara yang telah digariskan Allah, yaitu dengan bijaksana, nasihat yang baik dan berdialog. Dalam berdakwah harus memegang prinsip-prnsip dakwah dan harus mempunyai sikap sosok ribbiyyiin, sehingga tercapai cita-cita aktivitas dakwah, yaitu diperolehnya kemuliaan, kewibawaan Allah, Rasul dan seluruh mukmin
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik