FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Kaum Orientalis dan Metode Mereka Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Kaum Orientalis dan Metode Mereka Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Kaum Orientalis dan Metode Mereka

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Kaum Orientalis dan Metode Mereka Empty Kaum Orientalis dan Metode Mereka

Post by abu hanan Wed Dec 26, 2012 11:44 am

Petrus (Peter 1094-1156) adalah seorang tokoh terkemuka Gereja Katolik Roma (the Roman Catholic Church) pada ‘zaman pertengahan Barat.’ Sekalipun usianya baru tujuh belas tahun (1111), Petrus diangkat sumpah sebagai seorang pendeta dalam sebuah biara di Sauxillanges, Perancis. Tiga tahun setelah itu, ia menjadi rahib di biara Vézelay. Kemudian dia berpindah ke biara Domene. Pada usianya yang ketiga puluh (1124), Petrus diangkat sebagai “Bapak” (Abbot) Cluny di Perancis. Cluny adalah Gereja yang paling berpengaruh di Kristen Eropa pada ‘zaman pertengahan Barat.’ Disebabkan kualitas yang dimilikinya, Petrus digelar dengan the Venerable (yang terhormat). Petrus Venerabilis (Peter the Venerable) yang dikenal juga sebagai Pierre Maurice de Montboissier meninggal di Cluny (sekarang lokasinya di Mâcon, Perancis) pada tanggal 25 Desember 1156.

Merintis Studi Islam di Barat

Sekitar tahun 1141-1142, Petrus Venerabilis berkunjung ke Toledo, Spanyol. Kedatangannya untuk mengkaji Islam secara serius. Petrus memulainya dengan membentuk, membiayai sekaligus menugaskan sebuah tim yang akan menerjemahkan karya berseri dan bisa dijadikan landasan bagi para misionaris Kristen ketika berinteraksi dengan kaum Muslimin. Robert dari Ketton (Inggris), yang merupakan salah seorang anggota tim penerjemah yang dibentuk Petrus, menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Latin. Robert menyelesaikan terjemahan tersebut kira-kira pertengahan bulan Juni ataupun Juli 1143 (538 H). Terjemahan Robert, Liber Legis Saracenorum quem Alcoran Vocant (Kitab Hukum Islam yang disebut Al-Qur’an) merupakan pemicu bagi munculnya studi Islam di Barat. Sekalipun terjemahan Robert mengandung berbagai kesalahan mendasar dalam menerjemahkan al-Qur’an, namun tetap saja karyanya dijadikan fondasi bagi kajian keislaman di ‘zaman pertengahan’ sekaligus fondasi bagi terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Italia, Jerman dan Belanda. Jadi, selama kurang lebih 600 tahun para sarjana Kristen terkemuka menjadikan terjemahan Ketton sebagai sumber utama ketika merujuk kepada al-Qur’an.
Nicholas dari Cusa (1401-1464), Dionysius Carthusianus (1402/3-1471), Juan dari Torquemada (1388-1468), Juan Luis Vives (1492-1540), Martin Luther (1483-1546), Hugo Grotius (1583-1645) dan lain-lainnya, menggunakan terjemahan Robert ketika mengkaji Islam. Dengan terjemahan tersebut, Barat untuk pertama kalinya memiliki instrumen untuk mempelajari Islam secara serius (With this translation, the West had for the first time an instrument for the serious study of Islam). (Lihat R. W. Southern, Western Views of Islam in the Middle Ages (Cambridge: Harvard University Press, 1962).

Hanya menjelang akhir abad ke-17, tepatnya pada tahun 1698, terjemahan Robert sudah tidak digunakan lagi. Sebabnya, Ludovico Marracci (1612-1700), seorang Pendeta Italia yang mengkaji al-Qur’an selama 40 tahun, telah menerjemahkan al-Qur’an sekali lagi ke dalam bahasa Latin dengan judul Alcorani Textus Receptus (Teks Al-Qur’an yang Standart). Ludovico Marracci mencatat serta merevisi berbagai kelemahan terjemahan Robert. (Lihat Hartmut Bobzin, “A Treasury of Heresies”: Christian Polemics against the Koran, dalam The Qur’an as Text, editor Stefan Wild, Leiden: E. J. Brill, 1996).

Motif Petrus Venerabilis mengkaji Islam adalah untuk “membaptis pemikiran kaum Muslimin.” Dalam pandangannya, kaum Muslimin perlu dikalahkan bukan saja dengan ekspedisi militer, namun juga dengan pemikiran. Berbeda dengan sikap para tokoh terkemuka Katolik yang memprovokasi semangat tempur Laskar Kristus dalam Perang Salib periode kedua (1145-1150), Petrus Venerabilis menyatakan:
“Kelihatannya aneh, dan mungkin memang aneh, aku, seorang manusia yang yang sangat berbeda tempat dari kamu, berbicara dengan bahasa yang berbeda, memiliki suasana kehidupan yang terpisah dari suasana kehidupanmu, asing dengan kebiasaanmu dan kehidupanmu, menulis dari jauh di Barat kepada manusia yang tinggal di tanah-tanah Timur dan Selatan. Dan dengan perkataanku itu, aku menyerang mereka yang aku tidak pernah melihat, orang yang mungkin aku tidak pernah lihat. Namun aku menyerangmu bukan sebagaimana sebagian dari kami [orang-orang Kristen] sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan, namun dengan akal; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta… aku sungguh mencintaimu, aku memang menulis kepadamu, aku mengajakmu kepada keselamatan.” (Dikutip dari James Kritzeck, “Robert of Kettons’ Translation of the Qur’an, The Islamic Quarterly No. 2 tahun 1955).

Untuk mendapatkan sokongan atas usaha intelektualnya, Petrus Venerabilis mengirim surat kepada Bernard dari Clairvaux (±1090-1153), seorang tokoh terkemuka Gereja Katolik di Perancis yang memainkan peran penting dalam Perang Salib. Dalam suratnya kepada Bernard dari Clairvaux (Epistola Petri Cluniacensis ad Bernardum Caraevallis), Petrus Cluny menyatakan sekiranya apa yang dilakukannya dianggap tidak berguna, karena senjata untuk mengalahkan musuh (Islam) bukan dengan pemikiran, namun kerja-kerja ilmiah seperti itu tetap akan ada manfaatnya. Jika orang-orang Islam yang sesat tidak bisa diubah, maka sarjana Kristen akan bisa menasehati orang-orang Kristen yang lemah imannya. (Lihat Maxime Rodinson, “The Western Image and Western Studies of Islam,” dalam The Legacy of Islam, editor Joseph Schacht dengan C. E. Bosworth, Oxford: Oxford University Press, edisi kedua, 1974).

Sekalipun pada zamannya usaha Petrus Venerabilis tidak mendapat sambutan, namun perjalanan waktu justru menunjukkan cita-citanya menjadi kenyataan. Kini, setelah kurang lebih 850 tahun kematiannya, para calon intelektual Muslim banyak yang belajar mengenai Islam (Islamic Studies) dari orang-orang Kristen. Petrus dengan kerja-kerja ilmiah bukan saja telah memprakarsai ketertarikan sarjana Kristen kepada studi Islam, bahkan telah ‘menaklukkan pemikiran’ sebagian sarjana Muslim yang lemah iman dan kurang ilmu.

Petrus Venerabilis dan Pemikiran Islam

Selain menugaskan para sarjana Kristen untuk menerjemahkan teks-teks Arab yang penting, Petrus Venerabilis sendiri menulis mengenai Islam. Karyanya mengenai Islam ada dua: Summa Totius Haeresis Saracenorum (Semua Bid’ah Tertinggi Orang-Orang Islam) dan Liber contra sectam sive haeresim Saracenorum (Buku Menentang Cara Hidup atau Bid’ah orang-orang Islam). Dalam karyanya Summa, Petrus Venerabilis menghujat pandangan Islam mengenai Tuhan, Isa as., Rasulullah saw, Qur’an, penyebaran Islam dan menamakan Islam sebagai Kristen yang sesat (Islam as a Christian heresy). (Lihat Dikutip dari Allan Cutler, “Petrus the Venerable and Islam,” Journal of the American Oriental Society 86:1966).

Pendapat Petrus mengenai Islam berasal dari beberapa sarjana Kristen pendahulunya yang menetap di Spanyol dan beberapa karya anggota tim penerjemah yang dibentuknya. Gagasan Petrus mengenai al-Qur’an berdasarkan kepada karya anggota tim penerjemah, yaitu Petrus dari Toledo (Petrus Toletanus) yang telah menerjemahkan karya Risalah ‘Abd allah ibn Ismail al-Hashimi ila ‘Abd al-Masih ibn Ishaq al-Kindi wa risalat al-Kindi ila al-Hashimi (Surat ‘Abdullah ibn Ismail al-Hashimi kepada Abdul Masih al-Kindi dan Surat al-Kindi kepada al-Hashimi) ke dalam bahasa Latin pada tahun 1141 dengan judul Epistula Saraceni et Rescriptum Christiani (Surat Seorang Muslim dan Jawaban Seorang Kristen).
Mengulangi pendapat Abdul Masih al-Kindi (nama samaran), Petrus Venerabilis menyatakan al-Qur’an tidak terlepas dari peran s*t*n. Dalam pandangannya, ketika Mohammed menyangkal Kristus adalah Tuhan atau Anak Tuhan, maka sangkalan itu merupakan rancangan s*t*n (diabolical plan). s*t*n telah mempersiapkan Mohammed, orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. s*t*n telah mengirim seorang informan kepada Mohammed, yang memiliki kitab s*t*n (diabolical scripture).

Petrus Venerabilis menyimpulkan Islam adalah sekte terkutuk sekaligus berbahaya (execrable and noxious heresy), doktrin berbahaya (pestilential doctrine), ingkar (impious) dan sekte terlaknat (a damnable sect) dan Mohammed adalah orang jahat (an evil man). (Lihat Jo Ann Hoeppner Moran Cruz, “Popular Attitudes Towards Islam in Medieval Europe” dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe, editor Michael Frasseto and Davis R. Blanks, New York: St. Martin’s Press, 1999). Oleh sebab itu, Petrus mengajak orang-orang Islam ke jalan keselamatan karena dalam keyakinannya tidak ada keselamatan di luar Gereja (extra ecclesiam nulla salus). Saat ini, motif ‘zaman pertengahan’ memang sudah tidak banyak digunakan oleh para orientalis/Islamolog kontemporer. Pendekatan yang digunakan orientalis kontemporer dalam studi Islam adalah dengan menggunakan kajian kritis-historis. Bagaimanapun, kajian kritis-historis tersebut juga tidak terlepas dari pengalaman pandangan hidup Kristen terhadap agamanya. Jadi, paradigma ‘zaman pertengahan’ dengan zaman kontemporer tetap sama, yaitu mengkaji Islam tetap dalam perspektif pandangan hidup Kristen, padahal sebenarnya Islam memiliki pandangan hidupnya tersendiri, yang berbeda bahkan bertentangan dengan pandangan hidup agama lain...



Terakhir diubah oleh abu hanan tanggal Wed Jan 16, 2013 11:02 am, total 2 kali diubah
abu hanan
abu hanan
GLOBAL MODERATOR
GLOBAL MODERATOR

Male
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224

Kembali Ke Atas Go down

Kaum Orientalis dan Metode Mereka Empty Orientalis dan Snouck Hurgronje

Post by abu hanan Wed Dec 26, 2012 12:16 pm

Nama lengkapnya adalah Christiaan Snouck Hurgronje; seorang orientalis Belanda terkenal dan ahli politik imperialis. Lahir pada 8 Februari 1857 di Oosterhout dan meninggal pada 26 Juni 1936 di Leiden. Ia merupakan anak keempat pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria, putri pendeta Christiaan de Visser. Perkawinan kedua orang tuanya didahului oleh skandal hubungan gelap sehingga mereka dipecat dari gereja Hervormd di Tholen (Zeeland) pada 3 Mei 1849.

Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck sempat bercita-cita ingin menjadi seorang pendeta. Oleh karena itu, pada 1874 ia memasuki Fakultas Teologi di Universitas Leiden. Setelah lulus sarjana muda pada 1878, Snouck melanjutkan ke Fakultas Sastra Jurusan Sastra Arab di Universitas yang sama. Ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang Sastra Semit pada 1880 dengan disertasi berjudul Het Mekkansche Feest (Perayaan Mekah). Beberapa orientalis terkenal menjadi guru dan sahabat Snouck serta sangat mempengaruhi pandangannya tentang Islam dan politik imperialis. Mereka antara lain adalah Abraham Kuenen, C.P. Tieles, L.W.E. Rauwenhoff, M.J. de Goeje, Ignaz Goldziher, Theodor Nöldeke, dan R.P.A. Dozi.

Untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam dan bahasa Arab, pada 1884 Snouck pergi ke Mekah. Di hadapan para ulama, ia menyatakan masuk Islam dan memakai nama Abdul Ghaffar. Ia mengadakan hubungan langsung dengan para pelajar dan ulama yang berasal dari Hindia Belanda. Pengetahuannya tentang Islam memang cukup luas. Ia sangat menguasai bahasa Arab, bahkan juga hapal Al-Qur’an. Kelak ketika bertugas di Hindia Belanda, banyak pribumi muslim memberinya gelar Syaikhul Islam Tanah Jawi karena terkagum dengan ilmunya dan menyangkanya benar-benar sebagai muslim. Padahal, menurut P. Sj. Van Koningsveld, keislaman Snouck Hurgronje hanyalah tipu muslihat.

Karena sering menghadapi perlawanan jihad dari umat Islam, pemerintah kolonial Hindia Belanda pada 1889 mendatangkan Snouck Hurgronje ke Indonesia. Mereka mengangkatnya sebagai penasihat untuk urusan-urusan Arab dan pribumi. Tugasnya adalah melakukan penyelidikan mengenai hakikat agama Islam di Indonesia dan memberikan nasihat kepada pemerintah mengenai urusan-urusan agama Islam.

Deislamisasi dan Imperialisme

Sesuai dengan tugasnya, Snouck merumuskan kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam menangani masalah Islam. Ia membedakan Islam dalam arti “ibadah” dengan Islam sebagai “kekuatan sosial politik”. Ia membagi masalah Islam atas tiga kategori.

Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan atau aspek ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya. Snouck menyatakan bahwa pemerintah Belanda yang ”kafir” masih dapat memerintah Indonesia sejauh mereka dapat memberikan perlakuan yang adil dan sama-rasa sama-rata, bebas dari ancaman dan despotisme.

Kedua, sehubungan dengan lembaga-lembaga sosial Islam atau aspek muamalat, seperti perkawinan, warisan, wakaf, dan hubungan-hubungan sosial lain, pemerintah harus berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaannya.

Ketiga, dalam masalah-masalah politik, Snouck menasihati pemerintah untuk tidak menoleransi kegiatan apa pun yang dilakukan kaum Muslim yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda. Dalam hal ini, Snouck menekankan pentingnya politik asosiasi kaum Muslim dengan peradaban Barat. Cita-cita seperti ini mengandung maksud untuk mengikat jajahan itu lebih erat kepada penjajah dengan menyediakan bagi penduduk jajahan itu manfaat-manfaat yang terkandung dalam kebudayaan pihak penjajah dengan menghormati sepenuhnya kebudayaan asal (penduduk).

Agar asosiasi ini berjalan dengan baik dan tujuannya tercapai, pendidikan model Barat harus dibuat terbuka bagi rakyat pribumi. Sebab, hanya dengan penetrasi pendidikan model Baratlah pengaruh Islam di Indonesia bisa disingkirkan atau setidaknya dikurangi. Dalam bukunya, Nederland en de Islam, Snouck menyatakan, “Opvoeding en onderwijs zijn in staat de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren”. Artinya, “Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan kaum Muslim dari genggaman Islam.” (hlm. 79)

Melalui pendidikan itu, pemikiran Snouck tentang Islam disebarkan. Seperti gurunya, Ignaz Goldziher, Snouck mengingkari turunnya wahyu kepada Rasulullah Muhammad SAW. Ia bahkan menuduh Al-Qur’an sebagai hasil saduran Muhammad dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. (Mohammedanism, hlm. 30-31) Snouck juga melecehkan syariat Islam. Ia menyatakan dalam Nederland en de Islam (hlm. 61) bahwa syariat Islam hanya cocok untuk peradaban abad pertengahan; bukan untuk abad modern. Oleh karena itu, poligami, mempermudah ikatan pernikahan, dan sikap tunduk wanita pada hegemoni laki-laki –misalnya– menghalangi tercapainya kemajuan keluarga yang normal.

Menurut ulama dan sejarawan Indonesia, Abdullah bin Nuh, pemikiran seperti itu sengaja disebarkan untuk menjauhkan pribumi Indonesia yang mengenyam pendidikan Barat dari agama Islam dan syariatnya, sesuai politik imperialis dan tujuan misi Kristen di Indonesia. (Darsun min Hayâh Mustasyriq, hlm. 29). Oleh karena itu, dari sekolah-sekolah Barat yang didirikan pemerintah Hindia Belanda pada masa politik etis muncullah golongan nasionalis sekuler. Mereka sering melecehkan Islam meskipun mengaku sebagai muslim.

Dari Asosiasi Hingga Kristenisasi

Politik asosiasi yang direkomendasikan Snouck Hurgronje dalam kenyataan bertemu dengan politik Kristenisasi. Para misionaris Kristen berpendapat bahwa apabila asosiasi dapat dipenuhi, mereka dapat berusaha agar bisa lebih diterima oleh penduduk. Sebaliknya, pertukaran agama penduduk menjadi Kristen akan menguntungkan negeri Belanda. Sebab setelah masuk Kristen, mereka akan menjadi warga negara yang loyal lahir batin kepada pemerintahan Belanda. (Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, hlm. 26-27)

Snouck menggalakkan pembukaan sekolah-sekolah misi dengan harapan agar penganut Islam secara berangsur beralih ke agama Kristen. Cara demikian ditempuh karena ratusan ribu penduduk merindukan pendidikan, tetapi mereka tidak menyukai pendidikan Kristen untuk anak-anak mereka. Aktivitas mereka pun didasarkan pada politik asosiasi karena ia berpendapat bahwa penyebaran sekolah-sekolah berpola Eropa merupakan satu-satunya sarana untuk mewujudkan impian, sekali pun hal itu dilakukan melalui sekolah-sekolah misi. (Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje, Jilid X, hlm. 165-166)

Kepada para zendeling dan misionaris, Snouck mengingatkan bahwa Kristenisasi pribumi tetap harus dalam kerangka politik asosiasi.
Snouck mengatakan, “Mereka yang percaya pada Kristenisasi umat Islam pribumi (telah saya katakan mengapa saya tidak ikut berharap) paling tidak harus melihat dalam penyatuan bangsa dan politik para kawula Belanda sebagai langkah pertama menuju ke sana. Oleh karena itu, mereka harus bekerja keras untuk menunjangnya. Memang seperti halnya orang Belanda mana pun, dari sekte dan kelas mana pun, misionaris lebih diterima oleh rekan setanah air kita di Timur, yang berperadaban kita, daripada oleh kawula pribumi yang berasal dari rezim yang lama, yang mudah-mudahan segera lenyap.” (Nederland en de Islam, hlm. 94)

Snouck telah memperlebar akses sekulerisasi dan Kristenisasi. Hingga kini, kedua hal ini menjadi tantangan dakwah terbesar umat Islam Indonesia.
abu hanan
abu hanan
GLOBAL MODERATOR
GLOBAL MODERATOR

Male
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224

Kembali Ke Atas Go down

Kaum Orientalis dan Metode Mereka Empty Abraham Geiger

Post by abu hanan Wed Jan 16, 2013 11:14 am

Merupakan suatu kemungkinan bahwa perseteruan Islam dan Kristen terjadi sejak bala tentara Kristen pimpinan Abrahah menyerang Ka’bah dua bulan sebelum Nabi Muhammad dilahirkan. Abrahah kalah telak dan bahkan tewas. Kalau saja tentara itu tidak kalah mungkin seluruh jazirah Arab berada di tangan kristen, dan tanda salib sudah terpampang di Ka’bah.Bila kemungkinan tersebut benar maka sudah jelas bagi umat manusia siapakah yang memulai permusuhan sejak pertama kali.
Bukan suatu kebetulan jika motif keagamaan memegang peran penting dalam mewarnai sejarah perkembangan gerakan Orientalisme masa awal.Salah satu metode yang dipakai guna mendukung tujuan keagamaan tersebut adalah melalui metodologi kritik historis.Salah satu tokoh berpengaruh, yang turut menyerukan pentingnya penerapan awal abad ke-21 adalah Alphonse Mingana,mantan guru besar di Universitas Bringmingham, Inggris mengumumkan bahwa “The time has surely come to subject the text of the Kur’an to the same criticism as that to which we subject the Hebrew and Aramaic of the Jewish Bible,and the Greek of the Cristian scriptures”.
Waktunya telah pasti datang untuk subjek teks Alqurandengan kritik yang sama seperti apa yang kita gunakan pada subjek Ibrani dan bahasa Aram dari Alkitab Yahudi, dan Yunani dari Kitab Suci Kristen

Pemikiran Abraham Geiger (1810-1874) yang merupakan pelopor kajian Historis-Kritis terhadap al-Qur’an yang cukup berpengaruh dan menjadi sumber aspirasi bagi Orientalisme setelahnya, seperti Siegmund Fraenkel, Hartwig Hirschfeld, Theodor Nӧldeke, Charles Cutley Torrey, J. Wansbrough, dan sebagainya.

Abraham Geiger, lahir pada tanggal 24 Mei 1810 di Frankfurt dan meninggal pada tanggal 23 Oktober 1874 di Berlin. Ia adalah putra Rabi Michael Lazarus Geiger (m.1823) dan Roeschen Wallau (m. 1856). Pada usia belia, ia telah mempelajari Hebrew Bible, Mishnah, dan Talmud dari ayahnya.Geiger mengikuti kompetisi masuk ke Universitas Bonn tahun 1832 dengan menulis sebuah essai dengan Bahasa Latin yang diseleksi oleh Professor Georg B.T Freytag dari Fakultas Oiental Studies, Universitas Bonn. Kemudian, mendapat hadiah dari tulisannya. Essai tersebut dipublikasikan pada tahun 1833 dalam Bahasa Jerman dengan judul “Was hat Mohammed aus dem Judentume aufgenomen?” (Apa yang telah Muhammad Pinjam dari Yahudi?).Dari essai tersebut, ia mendapatkan gelar Doktor dari Universitas Marbrug.

Semasa remaja ia telah mempelajari sejarah klasik dan melahirkan keraguan atas paham tradisional Yudaisme. Ia menemukan pertentangan antara sejarah klasik dan Bible mengenai otoritas ilahi (divine authority). Dilatarbelakangi oleh keraguannya,serta analisis-kritisnya terhadap tradisi Yahudi, ia mengidentifikasikan dirinya sebagai tokoh sekaligus pendiri Yahudi Liberal di Jerman yang cukup berpengaruh.

Geiger memiliki peran sentral diantara pemikir Yahudi-Jerman dalam melawan resistensi kolonial. Wissenchaft des Judentums39 telah memberi peran besar di dalam mengembangkan dan memperluas ide-idenya serta membentuk suatu pandangan dunia (weltanschauung) di dalam dirinya. Dan pada akhirnya, weltanschauung inilah yang menggiringnya kepada formulasi metodologi dalam mengkaji teks-teks agama.Termasuk idenya mengenai reformasi (liberalisasi) agama Yahudi.Mengenai ritual ‘pengorbanan’ di dalam ritual keagamaan ia menyatakan bahwa pengorbanan tersebut harus dihapus dari kitab doa karena tidak dibutuhkan, dinilai berlebihan bahkan itu merupakan penyimpangan. Serangan Geiger tehadap ritual Yahudi sangat keras sehingga ia mendapat cercaan dari kaum Zionis. Geiger menulis:
Sacrificial worship "was not merely unnecessary, but rather superfluous, and not merely superfluous, but a mistaken view." Perhaps the most powerful memory of human and animal sacrifice in Jewish liturgy, the Akedah, recalled Abraham's trial with his son Isaac”
badah kurban "itu bukan hanya tidak perlu, melainkan berlebihan, dan bukan hanya berlebihan, tetapi pandangan yang salah." Mungkin memori paling kuat pengorbanan manusia dan hewan dalam liturgi Yahudi, Akedah, mengingat sidang Abraham dengan putranya Ishak "


Bukunya yang telah diterjemahkan dengan judul “Judaism and Islam” merupakan suatu karya monumental dengan menggunakan prespektif dan pendekatan baru yang ia kembangkan dari gagasannya mengenai Reformasi Yahudi. Di dalam essainya “Was hat Mohammed aus dem Judentume aufgenomen?” ia berkesimpulan bahwa hukum Fiqh Islam merupakan hasil derivasi dari Agama Yahudi (the Muhammadan law, which were derived from Judaism). Lebih jauh lagi ia berkesimpulan bahwa Islam dan Kristen merupakan penjelmaan dari agama Yahudi tanpa menegasikan dirinya menjadi agama baru (Christianity and Islam possess the manifestation of Judaism... without establishing a new religion).Dari sini dapat kita saksikan pengaruh yang sangat besar dari Wissenschaft des Judentums Abraham Geiger terhadap kesimpulan-kesimpulan akhir yang dihasilkan ketika ia mengkaji teks-teks keagamaan. Jelas sudah bahwa motivasi keagamaan Yahudi yang muncul dari kepercayaan Geiger ketika mengkaji Islam, dan menegaskan pengaruh dominan Semitik terhadap agama yang datang sesudahnya.

Di dalam essainya yang berjudul: “Was hat Mohammed aus dem Judentume aufgenomen?” ia menyimpulkan bahwa kosa kata seperti: Tabut, Taurat, Jannatu ‘Adn, Jahannam, Ahbar, darsa, Rabani, Sabt, Ṭaghut, Furqan, Ma’un, Mathani, Malakut berasal dari bahasa Ibrani. Selain itu, Geiger juga berpendapat al-Qur’an juga terpengaruh dengan Agama Yahudi ketika mengemukakan: (a) hal yang menyangkut keimanan dan doktrin agama, (b) peraturan-peraturan hukum dan moral, (c) pandangan tentang kehidupan. Selain itu, Geiger juga berpendapat cerita-cerita di dalam al-Qur’an pun tidak lepas dari pengaruh Agama Yahudi.

Adapun mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang mengecam Yahudi, Geiger berpendapat kecaman itu disebabkan Muhammad saw telah menyimpang dan salah mengerti terhadap doktrin-doktrin Agama Yahudi. Geiger mendapatkan kesimpulan di atas setelah ia melakukan kajian Historis-Kritis terhadap al-Qur’an dengan analisiskomparatif antara Yahudi dan Islam. Dalam analisisnya ini, Geiger memposisikan Yahudi sebagai otoritas yang lebih tinggi untuk menilai Islam, sehingga tidak mengherankan jika setiap doktrin Islam mengenai Yahudi dianggap sebagai ‘penyimpangan’ dikarenakan salah paham Nabi Muhammad saw terhadap doktrin Agama Yahudi.
abu hanan
abu hanan
GLOBAL MODERATOR
GLOBAL MODERATOR

Male
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224

Kembali Ke Atas Go down

Kaum Orientalis dan Metode Mereka Empty Re: Kaum Orientalis dan Metode Mereka

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik