FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Kenangan Franky Sahilatua bersama komunitas samin Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Kenangan Franky Sahilatua bersama komunitas samin Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Kenangan Franky Sahilatua bersama komunitas samin

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Kenangan Franky Sahilatua bersama komunitas samin Empty Kenangan Franky Sahilatua bersama komunitas samin

Post by keroncong Thu Dec 20, 2012 12:34 am

Pada suatu malam di bulan Januari, penyanyi Franky Sahilatua mengirim SMS ke HP saya. Isinya, ia diundang oleh tokoh muda masyarakat Samin untuk menyanyi bersama Emha Ainun Nadjib di alun-alun Pati dalam acara "Temu Tani" yang diselenggarakan oleh Serikat Petani Pati (SPP). Jika saya tertarik, bolehlah saya ikut bersamanya.
Tentu saja saya tertarik dengan ajakan tersebut. Terlebih, karena dalam ajakannya itu Franky menyebut nama Samin, sebuah nama yang tak asing bagi saya sejak masih kuliah. Meski sudah kerap mendengar "gosip" tentang masyarakat Samin, tapi hingga kini saya belum pernah bertemu dengan mereka.
Terus terang, saya penasaran. Apakah benar, orang Samin itu adalah sekelompok masyarakat yang menganut faham "asal beda", suka menentang pemerintah sejak zaman kolinial Belanda hingga kini? Sehingga istilah Samin akhirnya menjadi olok-olok untuk mereka yang berlaku "norak", tak kooperatif, uneducated, bebal, dan lain-lain.
Atau dalam istilah Jaspers, seorang asisten Residen Tuban kala itu, melukiskan ajaran Samin sebagai "kelainan jiwa" (mental afwijking) yang disebabkan oleh kelewat beratnya beban pajak yang harus mereka tanggung.
"Tapi ongkos perjalanan kita tanggung bersama ya," ujar Franky kemudian setelah saya hubungi lewat HP-nya.
"Maklum, yang mengundang petani... he he he..." lanjut Franky.
Maka jadilah, pada Selasa malam, 17 Januari lalu, saya, Franky, dan dua pekerja sosial bernama Beni dan Agus serta seorang sopir bernama Acan, meluncur menuju Pati dengan berkendara mobil.
Di sepanjang jalan pantai utara Jawa yang jalannya tak pernah beres itu, kami berdiskusi perihal kelompok masyarakat yang hendak kami datangi.
Itulah soalnya kami langsung menyusun rencana, sebelum menuju alun-alun Pati pada Kamis, 19 Januari, saya dan Franky sepakat untuk mengenal masyarakat Samin lebih dalam.
Untunglah, Beni dan Agus, sudah cukup lama mengenal masyarakat Samin. Terlebih Beni, ia mengaku sudah 10 tahun berkawan akrab dengan warga Samin. Karena itu, sepanjang perjalanan kami mendapatkan gambaran yang cukup jelas tentang siapakah warga Samin itu.
"Tapi mereka lebih suka disebut Sedulur Sikep," kata Beni.
Beni melanjutkan, Sedulur Sikep itu merupakan faham atau pemahaman mereka mengenai hidup yang harus selalu berpegang pada kejujuran dan kebenaran. Sedangkan Samin, adalah seorang tokoh yang amat dihormati oleh warga Sedulur Sikep dan sekaligus perintis ajaran Sikep.
Maka mulailah, sambil menikmati suara gamelan dari tape mobil di sepanjang jalan tol Jakarta-Cikampek, Beni menerangkan perihal Samin dan Sedulur Sikep.
Tentang Samin Surosentiko
Samin, adalah nama yang dipakai oleh Raden Kohar agar lebih merakyat. Samin, kompletnya Samin Surosentiko. Lahir di desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Kabupaten Blora, pada 1859. Samin mulai menyebarkan ajarannya pada 1890 di Klopoduwur, Blora. Dalam waktu singkat, penduduk sekitar banyak yang tertarik mengikuti jejaknya.
Tahun 1903, Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut Samin tersebar di 34 desa di Blora bagian Selatan dan Bojonegoro.
Pada 1907, populasi orang Samin sudah mencapai angka 5.000 orang. Nah, saat itulah, pemerintah Belanda mulai was-was, sehingga pengikut Samin pun mulai ditangkapi satu demi satu.

Pada 8 November 1907, orang Sikep mengangkat Samin Surosentiko sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Namun sayang, baru 40 hari sejak pengangkatan itu, Samin ditangkap oleh Raden Pranolo, asisten Wedana Randublatung.
Selanjutnya Samin dan delapan pengikutnya dibuang ke wilayah Sumatra, tepatnya di Sawahlunto. Samin Surosentiko meninggal di pengasingan pada tahun 1914.
Samin Surosentiko memang telah ditangkap, tapi ajaran Samin tetap hidup. Benarlah apa kata pepatah: Mati satu tumbuh seribu. Sepeninggal Samin, muncullah Wongsorejo, salah satu pengikut Samin yang gigih menyebarkan ajaran gurunya hingga Madiun. Nasib Wongsorejo tak ubahnya sang guru, ia pun ditangkap dan dibuang ke luar Jawa.
Wongsorejo silam, muncul menantu Samin Surosentiko yang bernama Surohidin pada 1911. Surohidin bersama pengikutnya, Engkrak, bahu membahu menyebarkan ajaran Samin ke daerah Grobogan, sementara pengikut Samin lainnya yang bernama Karsiyah menyebarkan ajaran Samin hingga daerah Kajen, Pati.
Berbarengan dengan tahun mangkatnya Samin Surosentiko (1914), pecah pemberontakan warga Samin atau yang terkenal dengan sebutan Geger Samin. Peristiwa ini sesungguhnya merupakan titik kulminasi dari kesewenang-wenangan pemerintah kolonial Belanda yang menaikkan pajak bagi pribumi.
Perlawanan dari masyarakat Samin berupa penolakan membayar pajak pun timbul di mana-mana. Mulai dari Purwodadi, Madiun, Pati, Bojonegoro.
Perdebatan antara orang Sikep dan polisi kolonial berikut ini mungkin bisa menjadi gambaran logika penolakan membayar pajak masyarakat Samin terhadap pemerintah kolonial kala itu, seperti dimuat Majalah Desantara (edisi 06/2002) yang mengutip tulisan Takashi Shiraishi berjudul Dangir’s Testimony.
"Kamu masih hutang 90 persen kepada negara"
"Saya tidak hutang kepada negara"
"Tapi kamu mesti membayar pajak"
"Wong Sikep (orang Samin) tak mengenal pajak"
"Apa kamu gila atau pura-pura Gila?"
"Saya tidak gila, dan tidak pura-pura gila"
"Kamu biasanya bayar pajak, mengapa sekarang tidak?"
"Dulu itu dulu,sekarang itu sekarang. Mengapa negara tidak habis-habisnya minta uang?"
"Negara mengeluarkan uang juga untuk penduduk pribumi. Kalau negara tak punya cukup uang, tak mungkin merawat jalan dengan baik."
"Kalau menurut kami, jika keadaan jalan itu tidak baik, kami bisa membetulkannya sendiri."
"Jadi kamu tidak membayar pajak?"
"Wong sikep tak mengenal pajak."
Tentang Sedulur Sikep
Sedulur Sikep adalah turunan dan pengikut ajaran Samin Surosentiko yang memiliki keyakinan betapa pentingnya menjaga tingkah laku yang baik, berbuat jujur dan tidak menyakiti orang lain.
Dalam perilakunya, Sedulur Sikep harus menghindari sikap drengki, srei, dahwen, kemeren, panasten (yang benar disalahkan atau sebaliknya, membesar-besarkan persoalan, iri hati, dan tidak menginginkan orang lain berbuat baik).
Selain ajaran tersebut, Sedulur Sikep juga harus menghindari perilaku bathil lainnya seperti bedok, colong, petil, jumput dan nemu (merampok, mencuri, nguti, mengambil milik orang lain, bahkan sampai menemukan barang orang lain pun tak boleh dilakukan).
"Dan mereka mempraktikan ajaran itu tiap waktu, tiap saat," ujar Beni saat kami usai mengisi perut di daerah Indramayu.
Makanya, ujar Beni, minimal sekali dalam setahun, ia selalu berkunjung ke Sedulur Sikep yang berada di wilayah Pati dan Kudus. Katanya, kunjungannya ke Sedulur Sikep untuk charge pikiran dan hati.
"Aku yakin ini bukan melulu karya manusia. Ini pasti ada campur tangan Sang Pemilik Hidup," Franky menanggapi pertanyaan saya, kenapakah hingga kini ajaran Samin masih terus hidup.
Ya, padahal, dari waktu ke waktu mereka senantiasa menghadapi persoalan administratif negara. Sebutlah, soal Kartu Tanda Penduduk (KTP). Banyak di antara warga Sikep hingga kini tak memiliki KTP lantaran agama mereka yang menurut istilah mereka disebut agama Adam tak pernah diakui oleh pemerintah RI.
Belum lagi masalah pernikahan. Sedulur Sikep yang memiliki tata cara pernikahan sendiri, tentu saja kerap menimbulkan masalah lantaran tak pernah melibatkan pejabat negara.
Apapun masalahnya, toh Sedulur Sikep senantiasa mampu mengatasi persoalannya sendiri. Buktinya, hingga detik ini mereka masih eksis dan telah mendapatkan pengakuan dari negara.
Siang telah membentang ketika kami sampai di Semarang. Seorang kawan lain yang juga hendak menuju Pati kami jemput di restoran Soto Bangkong di Banyumanik. Mas Hermanu, begitulah kami memanggilnya. Dialah doktor lulusan Amerika yang hingga kini juga masih setia menemani Sedulur Sikep.
Usai sarapan, mobil kami hela menuju Pati. "Lewat Purwodadi saja, lebih enak pemandangannya," kata Hermanu.
Mranggen, Tegowanu, Gubuk, Purwodadi, kami lewati. Sebentar lagi, Sukolilo ada di hadapan kami. Di sanalah nanti kami akan bertemu dengan guru-guru kami, para Sedulur Sikep. (bersambung)

keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik