FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

arti sebuah niat Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

arti sebuah niat Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

arti sebuah niat

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

arti sebuah niat Empty arti sebuah niat

Post by keroncong Wed Dec 12, 2012 11:37 pm

Fungsi niat dalam ibadah sangatlah penting. Karena itu setiap muslim harus senantiasa memperbaiki niat dalam ibadahnya, yaitu ikhlas untuk Allah semata.

Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Amalan-amalan itu hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Maka siapa yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya itu kepada apa yang dia tujukan/niatkan".

Hadits yang agung di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam beberapa tempat dari kitab shahihnya (hadits no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689, 6953) dan Imam Muslim rahimahullah dalam shahihnya (no. 1908).

Berkata Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali tentang hadits ini : "Yahya bin Said Al Anshari bersendirian dalam meriwayatkan hadits ini dari Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dari `Alqamah bin Waqqash Al Laitsi, dari Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu. Dan tidak ada jalan lain yang shahih dari hadits ini kecuali jalan ini. Demikian yang dikatakan oleh Ali ibnul Madini dan selainnya”. Berkata Al Khaththabi : "Aku tidak mengetahui adanya perselisihan di kalangan ahli hadits dalam hal ini sementara hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat Abu Said Al Khudri dan selainnya”. Dan dikatakan: Hadits ini diriwayatkan dari jalan yang banyak akan tetapi tidak ada satupun yang shahih dari jalan-jalan tersebut di sisi para huffadz (para penghafal hadits).

Kemudian setelah Yahya bin Said Al Anshari banyak sekali perawi yang meriwayatkan darinya, sampai dikatakan : Telah meriwayatkan dari Yahya Al Anshari lebih dari 200 perawi. Bahkan ada yang mengatakan jumlahnya mencapai 700 rawi, yang terkenal dari mereka di antaranya Malik, Ats Tsauri, Al Auza`i , Ibnul Mubarak, Al Laits bin Sa`ad, Hammad bin Zaid, Syu`bah, Ibnu `Uyainah dan selainnya. .

Ulama bersepakat menshahihkan hadits ini dan menerimanya dengan penerimaan yang baik dan mantap. Imam Bukhari membuka kitab Shahihnya dengan hadits ini dan menempatkannya seperti khutbah/mukaddimah bagi kitab beliau, sebagai isyarat bahwasanya setiap amalan yang tidak ditujukan untuk mendapatkan wajah Allah maka amalan itu batil, tidak akan diperoleh buah/hasilnya di dunia terlebih lagi di akhirat. Karena itulah berkata Abdurrahman bin Mahdi: "Seandainya aku membuat bab-bab dalam sebuah kitab niscaya aku tempatkan pada setiap bab hadits Umar tentang amalan itu dengan niatnya”. Beliau juga mengatakan: "Siapa yang ingin menulis sebuah kitab maka hendaknya ia memulai dengan hadits innamal a'malu binniyah. (Jam`iul `Ulum wal Hikam, karya Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 59-60. Muassasah Ar Risalah, cet. Ke-4, th. 1413 H/1993 M)

Hadits ini selain diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim juga diriwayatkan oleh para imam yang lain. Dan komentar tentang hadits ini kami cukupkan dari menukil ucapan Ibnu Rajab Al Hambali di atas karena padanya ada kifayah (kecukupan).

Penjelasan Hadits

Dari hadits di atas kita pahami bahwasanya setiap orang akan memperoleh balasan amalan yang dia lakukan sesuai dengan niatnya. Dalam hal ini telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: "Setiap amalan yang dilakukan seseorang apakah berupa kebaikan ataupun kejelekan tergantung dengan niatnya. Apabila ia tujukan dengan perbuatan tersebut niatan/maksud yang baik maka ia mendapatkan kebaikan, sebaliknya bila maksudnya jelek maka ia mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan". Beliau juga mengatakan: "Hadits ini mencakup di dalamnya seluruh amalan, yakni setiap amalan harus disertai niat. Dan niat ini yang membedakan antara orang yang beramal karena ingin mendapatkan ridla Allah dan pahala di negeri akhirat dengan orang yang beramal karena ingin dunia apakah berupa harta, kemuliaan, pujian, sanjungan, pengagungan dan selainnya". (Makarimul Akhlaq, hal 26 dan 27)

Di sini kita bisa melihat arti pentingnya niat sebagai ruh amal, inti dan sendinya. Amal menjadi benar karena niat yang benar dan sebaliknya amal jadi rusak karena niat yang rusak.

Dinukilkan dari sebagian salaf ucapan mereka yang bermakna: "Siapa yang senang untuk disempurnakan amalan yang dilakukannya maka hendaklah ia membaikkan niatnya. Karena Allah ta`ala memberi pahala bagi seorang hamba apabila baik niatnya sampaipun satu suapan yang dia berikan (akan diberi pahala)".

Berkata Ibnul Mubarak rahimahullah: "Berapa banyak amalan yang sedikit bisa menjadi besar karena niat dan berapa banyak amalan yang besar bisa bernilai kecil karena niatnya". (Jamiul Ulum wal Hikam, hal. 71)

Perlu diketahui bahwasanya suatu perkara yang sifatnya mubah bisa diberi pahala bagi pelakunya karena niat yang baik. Seperti orang yang makan dan minum dan ia niatkan perbuatan tersebut dalam rangka membantunya untuk taat kepada Allah dan bisa menegakkan ibadah kepada-Nya. Maka dia akan diberi pahala karena niatnya yang baik tersebut. Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan : "Perkara mubah pada diri orang-orang yang khusus dari kalangan muqarrabin (mereka yang selalu berupaya mendekatkan diri kepada Allah) bisa berubah menjadi ketaatan dan qurubat (perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah) karena niat". (Madarijus Salikin 1/107)

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim (7/92) ketika menjelaskan hadits:
Dan pada kemaluan salah seorang dari kalian (menggauli istri) ada sedekah.
Beliau menyatakan: "Dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan bahwasanya perkara-perkara mubah bisa menjadi amalan ketaatan dengan niat yang baik. Jima’ (bersetubuh) dengan istri bisa bernilai ibadah apabila seseorang meniatkan untuk menunaikan hak istri dan bergaul dengan cara yang baik terhadapnya sesuai dengan apa yang Allah perintahkan, atau ia bertujuan untuk mendapatkan anak yang shalih, atau untuk menjaga kehormatan dirinya atau kehormatan istrinya dan untuk mencegah keduanya dari melihat perkara yang haram, atau berfikir kepada perkara haram atau berkeinginan melakukannya dan selainnya dari tujuan-tujuan yang tidak baik".(Syarh Muslim 3/44)

Meluruskan Niat
Seorang hamba harus terus berupaya memperbaiki niatnya dan meluruskannya agar apa yang dia lakukan dapat berbuah kebaikan. Dan perbaikan niat ini perlu mujahadah (kesungguh-sungguhan dengan mencurahkan segala daya upaya). Karena sulitnya meluruskan niat ini sampai-sampai Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata : "Tidak ada suatu perkara yang paling berat bagiku untuk aku obati daripada meluruskan niatku, karena niat itu bisa berubah-ubah terhadapku". (Hilyatul Auliya 7/5 dan 62)

Dan niat itu harus ditujukan semata untuk Allah, ikhlas karena mengharapkan wajah-Nya yang Mulia. Ibadah tanpa keikhlasan niat maka tertolak sebagaimana bila ibadah itu tidak mencocoki tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Allah ta`ala berfirman tentang ikhlas dalam ibadah ini :

Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama bagi-Nya. (Al Bayyinah : 5)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu` Fatawa (10/49) : "Mengikhlaskan agama untuk Allah adalah pokok ajaran agama ini yang Allah tidak menerima selainnya. Dengan ajaran agama inilah Allah mengutus rasul yang pertama sampai rasul yang akhir, yang karenanya Allah menurunkan seluruh kitab. Ikhlas dalam agama merupakan perkara yang disepakati oleh para imam ahlul iman. Dan ia merupakan inti dari dakwah para nabi dan poros Al Qur'an".

Yang perlu diingat bahwasanya niat itu tempatnya di hati sehingga tidak boleh dilafazkan dengan lisan. Bahkan termasuk perbuatan bid``ah bila niat itu dilafazkan.

Pelajaran Yang Dipetik dari Hadits Ini
1. Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk amalan hati.
2. Wajib bagi seorang muslim mengetahui hukum suatu amalan sebelum ia melakukan amalan tersebut, apakah amalan itu disyariatkan atau tidak, apakah hukumnya wajib atau sunnah. Karena di dalam hadits ditunjukkan bahwasanya amalan itu bisa tertolak apabila luput darinya niatan yang disyariatkan.
3. Disyaratkannya niat dalam amalan-amalan ketaatan dan harus dita`yin (ditentukan) yakni bila seseorang ingin shalat maka ia harus menentukan dalam niatnya shalat apa yang akan ia kerjakan apakah shalat sunnah atau shalat wajib, dhuhur, atau ashar, dst. Bila ingin puasa maka ia harus menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah, puasa qadha atau yang lainnya.
4. Amal tergantung dari niat, tentang sah tidaknya, sempurna atau kurangnya, taat atau maksiat.
5. Seseorang mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan namun perlu diingat niat yang baik tidaklah merubah perkara mungkar (kejelekan) itu menjadi ma'ruf (kebaikan), dan tidak menjadikan yang bid`ah menjadi sunnah.
6. Wajibnya berhati-hati dari riya, sum`ah (beramal karena ingin didengar orang lain) dan tujuan dunia yang lainnya karena perkara tersebut merusakkan ibadah kepada Allah ta`ala.
7. Hijrah (berpindah) dari negeri kafir ke negeri Islam memiliki keutamaan yang besar dan merupakan ibadah bila diniatkan karena Allah dan Rasul-Nya.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

arti sebuah niat Empty Re: arti sebuah niat

Post by keroncong Thu Dec 13, 2012 9:19 pm

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta keluarga dan segenap sahabatnya serta seluruh kaum Muslimin yang mengikutinya. Amma ba'du.

Wahai kaum Muslimin Rahimakumullah!
Marilah kita bersama untuk berusaha selalu membaikkan niat, mengikhiaskannya serta memikirkannya sungguh-sungguh lerlebih dahulu sebelum memulai sesuatu perbuatan. Niat adalah asas segala perbuatan sehingga kedua-duanya berkaitan dalam hal kebaikan dan keburukan, serta kesempumaan dan kerusakannya sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

"Sesungguhnya setiap perbuatan bergantung pada niatnya, dan bagi setiap orang ganjaran sesuai dengan niat yang menyertai perbuatannya itu. "

Oleh sebab itu, hendaklah kita jangan mengucapkan sesuatu, menginginkan sesuatu atau pun ber-azam melaksanakan sesuatu kecuali menjadikan niat kita semata-mata demi mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah, serta mengharapkan pahala yang telah ditetapkan oleh-Nya atas setiap amalan yang diniatkan tersebut, sesuai dengan luas karunia-Nya. Dalam hal ini, ketahuilah bahwa tiada sesuatu
patut dijadikan sarana bertagarrub kepada Allah kecuali yang telah disyariatkan-Nya melalui Rasul-Nya, baik hal-hal yang diwajibkan fara-idh) maupun yang dianjurkan (nowafit).

Adakalanya niat yang tulus dapat berpengaruh pada sesuatu yang netral (mabah) sehingga berubah menjadi amal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Tuhannya, mengingat bahwa berbagai cara atau sarana dapat memperoleh penilaian yang sama dengan tujuan. Contohnya, seseorang makan sesuatu sambil menyertakan niat "demi menguatkan tubuhnya untuk melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah", atau pun mendatangi istrinya "guna mendapatkan seorang anak yang kelak beribadah kepada Allah." Niat seperti ini hanyalah dianggap tulus apabila benar-benar mengamalkannya. Misalnya: Seseorang menuntut ilmu seraya mengaku bahwa ia berniat akan mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Apabila ia tidak melaksanakan niatnya itu nada saat telah memiliki kemampuan untuk itu, maka niatnya yang dahulu tidaklah dapat disebut sebagai niat yang tulus. Demikian pula, seseorang mencari kekayaan duniawi seraya mendakwakan bahwa hal itu semata-mata agar terlepas dari keharusan mengharapkan pemberian orang lain, atau pun dengan itu ia akan bersedekah kepada kaum fakir miskin serta sanak kerabat. Jika kelak, setelah memiliki kemampuan, ia tidak melaksanakan niatnya di masa lalu, maka niatnya itu tidak berfaedah. Demikian pula, niat yang (dianggap) baik, tidak akan menghapus dosa kemaksiatan; seperti halnya air tidak
dapat mensucikan suatu benda yang najis zatnya sejak semula. Karena itu, seseorang yang menyetujui pergunjingan atas diri seorang Muslim seraya mendakwakan bahwa hal itu demi menggembirakan hati kawannya semata-mata, ia tetap akan termasuk dalam kelompok orang yang bergunjing. Dan barangsiapa tidak mau memerintahkan yang ma'ruf dan melarang yang munkar seraya mendakwakan bahwa ia tidak ingin menyinggung perasaan orang lain, maka ia ikut menanggung dosanya. Dan bila niat
yang buruk menyertai perbuatan yang baik, niscaya akan merusakkannya dan menjadikannya sebagai keburukan. Sebagai contoh: seseorang mengerjakan amal-amal saleh, tetapi dengan itu ia berniat dan bertujuan semata-mata untuk dapat mengumpulkan harta yang banyak dan kedudukan yang tinggi.

Maka marilah kita bersungguh-sungguh, agar niat kits dalam mengerjakan ketaatan adalah semata-mata demi mencari keridhaan Allah. Di samping itu, jika kita mengerjakan hal-hal yang mubah, niatkanlah hal itu demi memudahkan dan meningkatkan ketaatan Anda kepada Allah SWT.

Maka ketahuilah, adakalanya terkumpul beberapa niat dalam satu perbuatan. Dalam hal ini, si pelaku kebaikan akan memperoleh pahala yang sempuma bagi setiap niatnya. Misalnya, bemiat untuk bermunajat kepada Allah ketika membaca AI-Quran serta demi menyimpulkan berbagai ilmu pengetahuan, mengingat AI-Quran adalah sumber ilmu. Juga bemiat agar dengan bacaannya
itu banyak para pendengar dan penyimak akan ikut beroleh manfaat, di samping niat-niat baik lainnya. Misalnya pula, dalam perbuatan-perbuatan yang mubah seperti makan, Anda bemiat untuk melaksanakan perintah Allah, sebagaimana firman-Nya, yang artinya:

"Makanlah di antara rizki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu dan janganlah melampaui batas dengannya yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan barangsiapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia."
(Q. S. 20: 81)

Kita dapat pula berniat untuk meningkatkan ketahana tubuh demi melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah SWT, juga dapat berniat untuk berkesempatan mengucapkan syukur kepada Allah sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

"Makanlah olehmu dari rizki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya."
(Q. S. 34:15)

Demikianlah kita dapat memperbanyak contoh lainnya, baik dalam hal-hal yang wajib, sunnah maupun mubah. Bersungguh-sungguhlah dalam hal ini.

Kaum Muslimin yang berbahagia!
Selanjutnya, niat dapat mengandung satu dari dua makna:
pertama, menunjukkan tujuan sebenarnya yang telah mendorong kita untuk berazam (membersitkan niat di hati), bekerja atau pun berucap. Dengan makna itu, kerapkali niat untuk berbuat
sesuatu menjadi lebih utama daripada perbuatannya sendiri bila perbuatan tersebut baik; ataupun menjadi lebih buruk daripadanya bila perbuatan tersebut buruk.
Rasulullah saw. pernah bersabda:

"Niat seorang Mukmin lebih utama daripada amalnya. "

Perhatikanlah betapa beliau menyebut si Mukmin secara khusus.

Makna kedua, niat adalah gerak-hati Anda untuk melakukan sesuatu pada saat Anda hendak melakukannya. Niat dalam pengertian ini pasti lebih penting daripada perbuatan itu sendiri.

Akan tetapi, seseorang ketika berniat dan berazam untuk melakukan sesuatu, pasti tidak terlepas daripada salah satu dari ketiga keadaan di bawah ini:
Pertama, bila ia ber-azam lalu berbuat.
Kedua, bila ia ber-azam, tetapi tidak berbuat kendati ia memiliki kemampuan untuk itu. Kedua keadaan seperti ini telah dijelaskan dalam hadis yang .dirawikan oleh Abdullah bin Abbas
dari Rasulullah SAW:

"Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan nilai segala perbuatan kebaikan maupun keburukan. Maka barangsiapa berniat melaksanakan suatu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, niscaya Allah SWT akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan sempurna. Dan bila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu ia melaksanakannya, niscaya Allah SWT. akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai perbuatan sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus, bahkan berlipat-lipat ganda banyaknya. Dan
bila seseorang berniat melakukan suatu kejahatan lalu ia tidak melaksanakannya, Allah SWT. akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan-sempurna, dan bila bemiat melakukan suatu kejahatan kemudian ia melaksanakannya pula, maka Allah akan mencatatnya di sisi-Nya sebagai satu kejahatan."

Ketiga, bila ia ber-azam untuk melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya. Misalnya ia berkata: "Seandainya aku mampu, pasti aku akan melakukannya." Bagi orang seperti ini disediakan ganjaran seperti yang disediakan bagi si pelaku, baik dalam hal kebaikan ataupun kejahatan.
Hal ini berdasarkan hadis Nabi SAW:

"Manusia terbagi atas empat golongan. Seseorang dikaruniai ilmu dan harta oleh Allah lalu ia membelanjakan hartanya sesuai dengan ilmunya, maka seorang lainnya berkata, 'Seandainya
Allah SWT. memberiku seperti yang diberikan kepada orang itu, niscaya aku pun berbuat seperti yang diperbuatnya. ' Kedua orang tersebut sama-sama akan memperoleh pahala. Sebaliknya, sese-
orang dikaruniai harta oleh Allah, tetapi tidak dikaruniai ilmu, lalu ia bertindak ceroboh dengan hartanya disebabkan kebodohannya, lalu seorang lainnya berkata, 'Seandainya Allah memberiku
harta seperti dia niscaya aku pun akan berbuat seperti perbuatannya. ' Kedua orang itu sama-sama berdosa."

Kaum Muslimin rahimakumullah!
Dengan merenungi itu semua, marilah kita selalu berusaha membaikkan dan mengiklaskan niat kita pada setiap pekerjaan atau setiap langkah untuk menuju suatu kegiatan, untuk beribadah kepada Allah SWT serta meniti jalan menuju kepada kecintaan, kasih sayang dan keridhoan-Nya. Dan Allah tidak menyia-nyiakan setiap yang diusahakan oleh hambanya, semoga Allah senantiasa menolong kita, amin.



Sumber: Disadur dari kitab terjemahan"JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN", Allamah Sayyid
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik