FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

pokok pikiran ajaran ahmadiyah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

pokok pikiran ajaran ahmadiyah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

pokok pikiran ajaran ahmadiyah

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

pokok pikiran ajaran ahmadiyah Empty pokok pikiran ajaran ahmadiyah

Post by keroncong Tue May 01, 2012 11:48 am

Oleh : H. Djoko Prabowo Saebani SH
(Rektor Universitas Cokroaminoto Yogyakarta)

Disampaikan pada
Tasyakur Seabad 1896-1996 Karya Agung
Mirza Ghulam Ahmad
FILSAFAT AJARAN ISLAM
Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Gedung Graha Sabha Pramana, Auditorium UGM
6 Januari 1997

I. Pendahuluan

Memahami isi sebuah buku, berarti mencoba menelusuri makna
yang terkandung di dalam uraian buku tersebut, sekaligus
berusaha mengerti jalan pikiran dari si penulis. Sebab makna
isi dari sebuah buku tidak hanya apa yang tertulis, tetapi
banyak sekali nuansa pengertian yang membutuhkan
interpretasi yang dilatar belakangi oleh jalan pikiran
penulisnya.

Buku Filsafat Ajaran Islam yang ditulis oleh Hazrat Mirza
Ghulam Ahmad, merupakan buku yang relatif baru buat kami,
sebab persentuhan kami dengan karya-karya beliau tidak cukup
banyak, disamping bidang telaah filsafat adalah bidang yang
cukup berat, karya beliaupun membutuhkan pemikiran yang
serius dan perenungan yang dalam untuk dapat menangkap
esensi yang terkandung didalamnya.

Sehingga dengan segala keterbatasan yang ada, kami mencoba
untuk mengungkapkan beberapa pokok pikiran beliau. Untuk itu
kami akan membedah beberapa bagian saja dari buku Filsafat
Ajaran Islam, dengan pertimbangan waktu yang tersedia untuk
menguraikan seluruh isi buku dengan segala saran dan kritik
di dalamnya cukup terbatas, sehinggga harapan kami pembicara
lain akan melengkapi beberapa bagian yang belun kami
singgung.

II. Manusia Dalam Perspektif Qur'ani

Jalan pikiran yang dipakai dalam tulisan ini akan nencoba
nenguraikan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam buku
Filsafat Ajaran Islam melalui pendekatan tematik, artinya
kami akan melihat tema sentral apa sebagai pokok bahasannya.
Buku yang ditulis oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai
kumpulan makalah yang disampaikannya pada acara Konferensi
Agama-agana Besar di balaikota Lahore tahun 1896, terdiri
dari lima sub pokok bahasan. Dari lima sub pokok bahasan ini
yang menjadi inti pembahasannya adalah 'Manusia' dan yang
menarik, dari seluruh uraiannya selalu berlandaskan pada
Firman Allah SWT yang tertulis dalam Kitab Suci Al-Qur'an,
seperti kata beliau dalam halaman 1 bukunya:

"Sebelum saya mengawali uraian saya, seyogianya saya
permaklumkan bahwa saya anggap sebagai satu keharusan bahwa
segala sesuatu yang hendak saya ketengahkan nanti, akan saya
dasarkan pada Al Qur'an Suci, Kalam Suci Allah Ta'ala. Pada
hemat saya sungguh penting sekali bahwa setiap penganut
salah satu kitab, yang olehnya dianggap sebagai kitab dari
Tuhan, hendaknya menerangkan tiap-tiap masalah dengan
mengambil keterangan-keterangan dari kitab itu juga dan
memelihara ruang lingkup hak pembelaannya hendaknya ia tidak
memperluas jangkauaannya demikian jauh sehingga ia
seakan-akan mengarang suatu kitab baru."

Dari pernyataan di atas, jelas bahwa analisis filsafat
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bersumber dari Kitab Suci Al
Qur'an. Seperti juga filosof-filosof muslim abad pertengahan
(zaman skolastik) yang hanyak menggunakan sumber informasi
utama dan dalil-dalil dalam menganalisa berbagai kenyataan
menggunakan Firman Tuhan dalam Kitab Suci Al-Qur'an sebagai
postulat (asumsi dasar), tetapi pertedaan yang nyata antara
nereka dengan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah, sebagian
besar filosof-filosof tersebut sangat dipengaruhi oleh
metode yang digunakan oleh Aristoteles.

Semangat dan keyakinan yang begitu kuat pada diri Mirza
bahwa Kitab Suci Al-Qur'an merupakan kitab yang paripurna
dan kesempurnaannya tidak diragukan lagi, menyebabkan ia
dalam melihat satu persoalan selalu mengembalikannya pada
sumber Al Qur'an dan penjelasan dari persoalan tersebut juga
menggunakan beberapa ayat dalam Al Qur'an yang sesuai dengan
masalah pokok pada persoalan tersebut. Kaitan-kaitan antar
ayat dalam menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam
realitas hidup manusia, membutuhkan kemampuan yang tinggi
dan integritas imam yang kuat, sebab kejelian dalam melihat
berbagai kaitan antar ayat akan menentukan ketajaman
analisis dan Mirza memilikinya, sehingga buku yang ditulis
dari kumpulan artikelnya ini banyak mengupas filsafat
manusia, yaitu apa itu manusia, apa makna keberadaannya,
tujuan hidupnya, serta hubungannya dengan Sang Pencipta.
Dari kesimpulan analisisnya inilah Mirza melihat manusia
dari perspektif Qur'ani.

III. Manusia dan Ruhnya.

Uraian tentang manusia dengan berbagai dimensinya akan kami
coba melihat hal paling rahasia dimiliki oleh manusia yaitu
ruh-nya

Sebab persoalan ruh hampir sebagian besar ulana tidak
pernah membahasnya, sehingga pendapat Mirza tentang ruh
cukup kontroversial. Kontroversial, karena tradisi
dikalangan umat islam selama ini cenderung menghindari
untuk mendiskusikan tentang apa itu ruh dan selalu
dikembalikan pada pernyataan bahwa urusan ruh adalah
urusan dan rahasia Tuhan.

Ruh menurut Mirza adalah mahluk Tuhan juga, beliau
nengatakan; "Sesungguhnya ruh tidak jatuh dari langit dan
masuk ke dalam kandungan wanita hamil, melainkan ia adalah
suatu nur (cahaya) yang justru terkandung dalam nuftah
(sperma/mani) secara tersembunyi dan semakin bercahaya
seiring perkembangan tubuh (embrio). Kalam suci Allah Ta'ala
menberikan pengertian kepada kita bahwa ruh berasal dari
struktur yang memang sudah terbentuk dari nuftah di dalam
rahim. Beliau mendasarkan pendapatnya dari ayat Al-Qur'an
surat Al-Mukminun ayat 15. Yakni "kemudian kami jadikan
tubuh yang terwujud dalam rahim ibu, dalam bentuk lain serta
menzahirkan lagi satu ciptaan lain dinamai ruh. Dan Tuhan
Maha Beberkah serta tidak ada pencipta lain yang
menyamai-Nya." (5: 9-10)

Pertalian antara ruh dan tubuh sangat erat, ruh secara
perlahan-lahan muncul bersamaan dengan perkembangan tubuh.
Ruh adalah cahaya yang halus tumbuh dari dalam tubuh dan
dibesarkan dalam rahin. Sebab apabila ruh turun dari langit
secara terpisah dengan tubuh, maka hal itu akan bertentangan
dengan hukum alam. Beliau mengambil analogi bahwa di dalan
perut manusia berkembang biak juga cacing, kuman, bakteri
dsb. Semua hal yang berkembang biak di dalam perut manusia
tersebut tidak datang dari langit. Sehingga dari analogi ini
disimpulkan bahwa ruh itu adalah mahluk Tuhan.

Kesimpulan yang berani dari Mirza untuk mengatakan bahwa ruh
adalah mahluk Tuhan, berimplikasi bahwa ruh pada dasarnya
dapat diselidiki dan dibicarakan secara terbuka, sehingga
pernyataan yang mengatakan bahwa ruh adalah rahasia Allah
secara langsung digugat keabsahannya. Terlepas dari
kebenaran berbagai argumentasi, tradisi berpikir yang
dikemukakan oleh Mirza sangat revolusioner apabila dikaitkan
dengan cara berpikir sebagian besar ummat Islam di dunia.
Tradisi berpikir yang rasionalistik dan revolusioner ini
memang pernah nuncul di kalangan filosof Islam di Andalusia
dan Cordova yaitu kelompok Mu'tajilah pada zaman
pemerintahan Abbasyah dan salah seorang tokohnya adalah Ibnu
Rusdy.

Kesimpulan tentang ruh sebagai mahluk, tentu saja masih
terbuka untuk diperdebatkan, tentu saja salah satu persoalan
didalamnya, bagaimana ruh itu diturunkan Allah. Sebab dari
sejak zaman skolastik Islam, terutama dari kelompok
Mu'tajilah iklim berdiskusi secara terbuka terhadap
persoalan-persoalan mendasar tidak lagi menjadi tradisi di
kalangan cendekiawan Muslim atau para ulama Islam.

IV. Ruh, Nafsu dan Tingkah-Laku Manusia

Ruh yang sudah ada di dalam tubuh manusia, gerak-geriknya
tergantung pada tubuh, kemanapun tubuh ini dibawa ruh akan
mengikutinya, sehingga keadaan jasad akan mempengaruhi pula
keadaan rohani, demikian pula sebaliknya (hal. 12). Di dalam
diri manusia di dapati tiga nafs, tiga nafs inilah yang
melandasi tingkah-laku setiap manusia. Sumber tentang
pembagian nafs ini oleh Mirza diambilkan dari beberapa ayat
dalam Al-Qur'an, diantaranya, yakni, adalah ciri khas nafs
ammarah bahwa ia membawa manusia kepada keburukan yang
bertentangan dengan kesempurnaannya serta bertolak belakang
dari keadaan akhlaknya dan ia menginginkan manusia supaya
berjalan pada jalan yang tidak baik dan buruk (Yusuf : 54),
yakni aku bersumpah dengan nafs (jiwa) yang menyesali
dirinya sendiri atas perbuatan buruk dan setiap
pelanggarannya (Al-Qiyamah : 3), yakni, hai jiwa yang
tenteram dan mendapat ketenteraman dari Tuhan! Kembalilah
kepada Rabb-mu! Kamu senang kepada-Nya dan Dia senang
kepadamu. Maka bergabunglah dengan hamba-hamba-Ku dan
masuklah ke dalam surga-Ku (Al-Fajr : 28-31), (hal. 4-6).

Dari ayat-ayat ini, dapat disimpulkan bahwa Mirza membagi
nafs manusia nenjadi tiga yaitu; nafs amarah, nafs lawamah
dan nafs muthmainnah, dari ketiga nafs ini lahir tiga
keadaan jiwa manusia yang tercermin dalam tingkah lakunya.
Tiga keadaan jiwa tersebut adalah; keadaan thabi'i
(pembawaan alami), keadaan akhlaki dan keadaan rohani
manusia.

Keadaan thabi'i manusia bersumber dari nafs amarah, ia
merupakan dorongan-dorongan jasmani/biologis yang juga
dimiliki oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Seperti telah
dijelaskan di atas bahwa nafs amarah akan membawa manusia
kepada keburukan, artinya manusia melakukan pelanggaran dan
keburukan merupakan suatu keadaan yang secara alamiah
menguasai dirinya. Seperti halnya makan-minun, tidur,
menunjukkan emosi dan kebiasaan-kebiasaan lainnya tidak
ubahnya seperti hewan, karena mereka hanya mengikuti
dorongan keadaan thabi'inya. Al-Qur'an Suci sangat menaruh
perhatian terhadap perbaikan keadaan-keadaan thabi'i manusia
dan mencantumkan petunjuk-petunjuk berkenaan dengan;
tertawa, menangis, makan, minun, berpakaian, tidur, bicara,
diam, kawin, membujang, berjalan, menetap, serta
mensyaratkan mandi dsbnya untuk kebersihan lahiriah. Begitu
pula ketentuan-ketentuan khusus dalam keadaan sakit-sakit,
dan dalam keadaan sehat (hal. 12). Dalam bahasa sehari-hari
keadaan thabi'i; perilakunya selalu mengikuti dorongan hawa
nafsunya.

Tetapi perlu diingat bahwa keadaan thabi'i manusia yang
bersumber dari nafs amarah bukan sesuatu yang terpisah
dengan keadaan akhlaki yang bersumber dari nafs lawamah dan
keadaan akhlakipun bukan sesuatu yang terpisah dengan
keadaan-keadaan rohani yang melahirkan akhlak fadhilah.

Di dalam buku Filsafat Ajaran Islam ini Mirza secara rinci
menjelaskan hubungan-hubungan antar tiga keadaan ini agar
manusia dapat mencapai kesejatian dirinya sebagai hamba
Allah, yaitu perubahan dari keadaan thabi'i menuju ke
keadaan rohani. Beliau membagi tiga perbaikan sesuai dengan
tiga keadaan jiwa manusia.

Pertama, perbaikan pertama adalah perbaikan keadaan thabi'i
yang paling rendah, perbaikan ini merupakan bagian dari
akhlak yang disebut adab (sopan-santun), yaitu suatu
sopan-santun yang kalau diterapkan orang-orang biadab dapat
menjadi normal dalam perkara-perkara alami seperti makan,
minun, kawin dan tatacara peradaban lainnya misalnya salah
satu contoh untuk pengaturan perkawinan, Al-Qur'an
menguraikannya dalam surat An-Nisa: 24 (pada hal. 28),
artinya: yakni, diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu,
demikian pula anak-anak perempuammu, saudara-saudara
perenpuammu, saudara-saudara perempuan bapakmu,
saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan sudara
laki-lakimu, anak-anak perempuan saudara perempuanmu dan
ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuan
sepesusuanmu, ibu-ibu isteri-isterimu, dan anak-anak tiri
perempuan dari isteri-isterimu yang telah kamu gauli, dan
apabila kamu belum menggauli mereka maka, tidak ada dosa
bagimu. Dan isteri-isteri anak lelaki dari sulbimu dan
begitu pula dua saudara perempuan pada satu waktu. Semua hal
yang sudah biasa kamu lakukan dimasa lampau itu sekarang
diharamkan atasmu.

Contoh diatas adalah salah satu dari sekian banyak
persoalan-persoalan yang mengatur keadaan thabi'i manusia di
dalam Al- Qur'an agar mereka memiliki sopan-santun dalam
tatacara perkawinan. Contoh lain misalnya dalam hal tatacara
makan, seperti diharamkannya babi, bangkai dan darah.

Kedua, perbaikan keadaan akhlaki manusia terdiri dari dua,
yaitu: akhlak yang berkaitan dengan meninggalkan kejahatan,
terdiri dari:

1.Kesucian Farji

Ahklak ini dinamakan ihshon yaitu kesucian diri yang ada
kaitannya dengan kemampuan kembang biak laki-laki dan
perempuan Seorang laki-laki dan perempuan yang mampu
mencegah diri dari perbuatan zina maulpun yang mendekati
itu, disebut muhshin untuk laki-laki dan muhshinah untuk
perempuan. Yang menarik dari uraian ini dikatakan bahwa
ihshon itu dicapai oleh seseorang apabila di dalam dirinya
terdapat kemampuan untuk melakukan hubungan seks sebagai
pembawaan alaminya, dan memiliki kesempatan serta peluang
untuk melakukannya, tetapi dia mampu untuk menahan diri
sehingga terhindar dari perbuatan tercela tersebut. Sebab
seorang anak kecil, orang yang lemah sahwat, orang dikebiri
tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan seksual,
maka perbuatannya untuk tidak melakukan hubungan seksual,
tidak dapat dikatakan sebagai akhlak ihshon.

2.Kejujuran

Orang-orang yang tidak suka merugikan dan merampas harta
orang lain disebut 'amanah." Amanah inipun dapat dicapai
apabila ia memiliki kemampuan, kesempatan dan kekuatan untuk
merampas hak orang lain atau berlaku tidak jujur pada orang
lain, tetapi ia tidak melakukan hal itu sebab dia takut akan
ketentuan Allah. Karena seorang bayi yang tidak berbuat
meranpas hak orang lain tidak dapat dikatakan amanah, sebab
ia melakukannya tidak dengan kesadaran.

3.Tidak Jail dan Bersikap Rukun

4.Ucapan yang Sopan dan Tutur Kata yang Baik

Semua hal tersebut di atas dilakuken dengan kesadaran, sebab
tanpa kesadaran dan kemampuan marusia tidak akan pernah
mencapai keadaan akhlaki.

Ketiga, adalah perbaikan keadaan rohani manusia, perbaikan
keadaan rohani ini berkaitan dengan nafs muthmainnah. Nafs
muthmainnah mengantarkan manusia dari derajat akhlak sampai
pada derajat kedekatan dengan Tuhan. Beliau menjelaskan
bahwa keadaan rohani tertinggi dalam kehidupan manusia
adalah memperoleh ketentraman bersama Allah. Seperti kata
beliau, inilah keadaan yang dengan kata lain disebut
kehidupan surgawi. Dalam keadaan itu manusia langsung
mendapat surga sebagai ganjaran atas kejujuran hati,
ketulusan dan kesetiaannya yang sempurna. Orang-orang lain
masih mengharapkan surga yang dijanjikan, sedangkan orang
yang memiliki derajat rohani tertinggi ini telah masuh
kedalam surga yang sudah menjadi kenyataan (hal. 83).

Pada derajat ini, manusia mulai menyesali perbuatan yang
dilakukannya oleh nafs lawanah, dorongan napsu mulai padam
dengan sendirinya, telah terjadi perubahan revolusioner
dalam jiwa manusia. Derajat ini adalah suatu upaya yang
harus diraih oleh setiap manusia, karena pada derajat inilah
manusia menyadari bahwa Tuhan benar-benar ada, bagi setiap
akibat ada penvebabnya, dan bagi setiap gerak ada satu
penggeraknya dan untuk meraih setiap ilmu, ada satu jalan
yang dinamakan sirathal mustaqim.

Pada derajat ketiga keadaan rohani yang sempurna, jiwa kita
sudah begitu dekat dengan Tuhan, sehingga jalan untuk
mengenalnya menjadi terbuka. Sebab pada tingkat ini seluruh
hidup, mati dan pengorbanan kita hanya untuk Tuhan semata.
Logika, filsafat dan rancangan-rancangan lainnya tidak akan
pernah mengantarkan kita pada perjumpaan dengan Tuhan.
Karena jalan untuk menuju Tuhan harus melalui perantaraan
Tuhan sendiri, beliau berkata: Kita sama sekali tidak dapat
meraih Sang Hayyul Qayyum (Tuhan Yang Maha Hidup dan Maha
Tegak) dengan hanya melalu- upaya-upaya kita sendiri. Justru
pada jalan ini satu-satunya sirathal mustaqim ialah,
pertama-tama kita harus menyerahkan kehidupan kita beserta
segala kemampuan kita pada jalan Allah, kemudiaan tetap
tekun memanjatkan doa untuk meraih perjumpaan dengan Allah,
agar kita dapat menjumnpai Tuhan dengan perantaraan Tuhan
sendiri (hal. 86).

V. Penutup

Kesimpulan

Analisis filsafat Mirza tentang manusia sebagai thema
utamanya, memadukan ketajaman analisis rasional dan
kebeningan jiwa yang dilandasi oleh iman dan kepercayaan
yang kuat bahwa Agama Islam dengan Kitab Sucinya Al-Qur'an
adalah ajaran yang sempurna yang benar-benar datang dari
Allah swt. Gaya berpikirnya merupakan perpaduan antara
seorang filosof dan seorang sufi. Dari uraiannya jelas
sekali bahwa keberadaan manusia dan tujuan akhir dari
perjalanan hidupnya yaitu menyembah Tuhan dan meraih
makrifat Allah Taala. Sumber kesimpulan ini beliau sandarkan
pada firman Allah dalam surat Al-Imran dan Ar-Rum:

Artinya: yakni, agama yang di dalamnya terdapat makrifat
yang benar tentang Tuhan dan penyembahan terhadap-Nya dalam
bentuk yang terbaik, adalah Islam (3:20) Dan Islam telah
ditanamkan dalam fitrat manusia. Dan Allah Ta'ala telah
menciptakan manusia dalam keadaan Islam serta telah
menciptakannya untuk Islam (30:31), (hal. 126)

Dengan demikian keberadaan manusia dengan segala peradaban
dan sejarah yang dibangunnya, adalah manifestasi
kerinduannya untuk kembali kepada Allah swt, sehingga
seluruh sejarah dan peradaban manusia seharusnya dibangun
berlandaskan nafs muthmainnah, sebab bila peradabannya
dibangun pada landasan nafs amarah dan lawamah, maka secara
sistematis manusia menjauhkan dirinya dari Allah swt,
berangkat dari konsep dasar ini, Kalimat Tauhid yang
merupakan cermin dari persaksian kita sebagai seorang
'hamba' tetapi juga sekaligus sebagai seorang 'khalifah'
merupakan suatu sistem dimana bangunan peradaban dan sejarah
ditegakkan di atasnya. Dikatakan sebagai sebuah sistem
artinya bahwa seluruh tatanan kehidupan harus merupakan
realisasi dari Kalimat Tauhid tersebut.

Kritik dan Saran,

Pertama kritik metodologi, analisis dalam buku ini tidak
mencerminkan konsistensi alat yang digunakan. Pada bagian
analisis tentang ruh misalnya, Mirza menggunakan analisis
sebab-akibat sebagai bentuk dari penggunaan akal pikiran
dalam menjelaskan persoalan tersebut, beliau mengatakan
bahwa ruh tidak jatuh dari langit, sebab kalau ini terjadi
maka bertentangan dengan hukun alam yang menggunakan pola
sebab-akibat. Tetapi di dalam pembahasan beliau tentang nafs
muthmainnah, beliau mengatakan akal pikiran, filsafat dan
logika serta rencana-rencana manusia tidak pernah mampu
mencapai Tuhan, sebab siratal mustaqin adalah menyerahkan
diri secara total kepada Allah Ta'ala. Dalam situasi ini,
dimensi rasional menjadi tidak berfungsi sama sekali,
padahal Mirza melakukan analisis ini menggunakan akal
pikiran untuk samspai pada suatu kesimpulan yang tidak
menceminkan rasionalitas tapi pada keyakinan yang harus
diterima demikian adanya.

Kedua, adalah kritik konsepsi tentang surga yang didapatkan
manusia di dunia ini, dari penjelasan yang diutarakan surga
yang dimaksudkan adalah bukan 'tempat' tetapi sebuah
'situasi.' Implikasi dari model interpretasi ini seharusnya
berlaku juga pada semua hal yang dijanjikan Allah swt,
misalnya; Neraka, pahala, dosa, siksa, siratal mustaqin,
bidadari dsb.

Ketiga, penggunaan bahasa dalam penulisan buku ini lebih
bersifat sastra daripada ilmiah ketat. Kelebihannya memang
bahasanya indah, tetapi penekanan pada keindahan bahasa
sering tidak memberikan gambaran yang transparan pada
sesuatu yang ingin dijelaskan.

Saran yang kami ajukan, sebaiknya materi yang cukup menarik
untuk didiskusikan dari karya-karya pemikiran Hazrat Mirza
Ghulam Ahmad adalah 'metode interpretasi'nya. Sebab di
kalangan umum dikenal salah satu kelebihan Mirza adalah
ketajamannya interpretesinya terhadap Firman Tuhan yang ada
di dalam Kitab Suci Al-Qur'an yang dihubungkan dengan
kenyataan-kenyataan yang sedang dan yang akan terjadi.

Yogyakarta, 3 Januari 1997
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

pokok pikiran ajaran ahmadiyah Empty Re: pokok pikiran ajaran ahmadiyah

Post by Kedunghalang Sun May 13, 2012 8:23 pm

Bismillaahirrahmanirrahiim. Assalamu'alaikum wa rahmatullah!

@ Ichreza

Saya menasihatkan kepada anda, jika anda ingin memahami buku Filsafat Ajaran Islam, Jemaat Ahmadiyah Indonesia menyediakan bagi umat Islam secara gratis. Silahkan anda ambil di Sekretariat Jemaat Ahmadiyah terdekat.

Wassalam
Love for All, Hatred for None
avatar
Kedunghalang
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Male
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik