FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

konsolidasi umat islam Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

konsolidasi umat islam Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

konsolidasi umat islam

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

konsolidasi umat islam Empty konsolidasi umat islam

Post by keroncong Wed May 31, 2017 11:09 am

 Memperkokoh jaringan harus jadi agenda utama setiap da'i dan gerakan da'wah, sekarang

Orang-orang Kuwait masih berada di ujung mimpinya ketika pada subuh buta itu, di suatu hari tahun 1990, tank-tank Irak menyerbu dan meluluhlantakkan kota mereka serta menguasai negeri berpenduduk dua juta orang itu hanya dalam beberapa jam. Dan ketika orang-orang Kuwait terbangun dari tidur mereka, sebuah antrean panjang dari para pengungsi di perbatasan telah menanti mereka.

Dunia pun dikejutkan oleh drama aneksasi itu. Irak, di bawah kepemimpinan Saddam Husain, telah mencaplok Kuwait, sebuah negeri kecil yang notabene adalah sekutunya sendiri, yang selama ini setia membantunya melawan Iran. Apa yang sedang terjadi? Begitu kita semua bertanya saat itu, persis seperti hari-hari ini, ketika lima pesawat komersial Amerika dibajak dan kemudian ditabrakkan ke dua gedung kembar WTC di New York dan Pentagon di Washington DC. Terlalu sulit untuk dipercaya, tapi juga terlalu kasat mata sebagai kenyataan.

Yang pasti sebuah lembaran baru dalam sejarah Dunia Islam telah terbuka, berisi sebuah peta politik yang gelap yang teronggok kusut di atas puing-puing persaudaraan yang terkoyak. Semua negara Islam seperti tergiring secara paksa pada keharusan menentukan pilihan yang rumit; menolak aneksasi Irak atas Kuwait dan menerima kehadiran Amerika beserta pasukan sekutunya sebagai penyelamat, atau bersorak atas keberanian Irak dan menyatakan perang terhadap Amerika beserta sekutu-sekutunya.

Beberapa kelompok Islam di Palestina dan Yordania, yang telah lama memendam rasa permusuhan kepada Amerika beserta sekutu-sekutunya, menyatakan dukungannya terhadap Saddam Husain. Sementara berbagai negara Islam lainnya menolak aneksasi Irak atas Kuwait dan suka atau tidak suka juga mendukung kehadiran pasukan sekutu di Teluk.

Yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa dunia Islam telah terbelah lagi, terpecah lagi, dan terjebak dalam pilihan-pilihan yang hanya semakin memperdalam lubang perpecahan itu. Dan itu bukan karena kita menghadapi serangan maha-dahasyat dan mendadak dari orang lain. Itu semata-mata karena senjata saudara kita telah dipakai untuk membunuh saudara kita sendiri, dan karena kita mengundang musuh-musuh kita untuk membunuh saudara kita sendiri.

Tragedi perang Teluk hanyalah sebuah contoh. Karena di hadapan kita tiba-tiba terkuak sebuah lubang yang menganga lebar, bahwa betapa mudahnya ummat ini diinfiltrasi dan dipecahbelah oleh musuh-musuhnya, bahwa betapa mudahnya menghancurkan ummat ini dari dalam dirinya sendiri. Itu berarti ada cacat besar dalam struktur kehidupan ummat kita. Cacat besar itulah yang menjadi salah satu ciri dari masyarakat yang tidak terorganisasi.

Kita bisa menjelaskan cacat organisasi ini secara lebih mendalam melalui kasus Palestina. Negeri tempat turunnya sebagian besar nabi Allah itu, dan juga tempat persinggahan Rasululloh Shalallaahu 'alaihi wa sallam dalam perjalanan Isra Mi'rajnya, kini telah berada di bawah penjajahan Yahudi Israel selama lebih dari setengah abad. Sebegitu kuatkah Israel? Kita tentu tidak yakin. Sebab pasukan Beruang Merah Uni Soviet hanya bisa bertahan 14 tahun di Afganistan ketika kaum Muslimin secara internasional mengorganisasikan dirinya dengan baik dalam melakukan perlawanan. Uni Soviet bahkan runtuh di kemudian hari setelah kebangkrutan ekonomi melilitnya. Di Palestina itu tidak terjadi. Yordania, Syria, Libanon dan Mesir masing-masing telah menjadi tameng-tameng yang setia bagi Israel.

Dalam kasus yang lebih kasat mata bagi kita di sini, adalah bagaimana saudara-saudara kita bisa dibantai oleh kaum minoritas di Ambon dan Poso? Dan itu telah berlangsung masing-masing sekitar tiga tahun? Bagaimana mungkin kelompok minoritas bisa mempecundangi kaum mayoritas di negeri ini? Sebegitu kuatkah kelompok minoritas? Kita tentu tidak yakin. Yang kita yakini adalah bahwa kita tidak lagi saling terorganisasi dengan saudara-saudara kita di sana, dan saudara-saudara kita di sana juga tidak saling terorganisasi dengan baik untuk menghadapi serangan yang sebenarnya masih dalam kapasitas mereka untuk menyelesaikannya.

Masyarakat yang tidak terorganisasi menyimpan berbagai kerapuhan dalam dirinya: kekuatannya terpecah dan tidak solid; emosi kolektifnya tidak sama dan karenanya kehilangan semangat pembelaan; mempunyai pemimpin yang ada secara fisik tapi tidak mempunyai fungsi kepemimpinan; sering bertemu tapi tidak merumuskan apa-apa apalagi melakukan sesuatu; tidak ada kebanggaan kolektif yang sama-sama mereka rasakan dan karenanya sulit dikonsolidasi; keragaman mereka merupakan sumber perpecahan dan bukan sumber produktivitas; keunggulan-keunggulan individu diantara mereka tidak terakomodasi dalam struktur organisasi kolektif mereka dan karenanya mengalami disfungsi; mereka tidak mempunyai kesiapan yang memadai untuk mengantisipasi berbagai tantangan terutama yang bersifat tiba-tiba dan mengejutkan.


 Mengorganisasi Masyarakat Baru

Tapi persoalan seperti ini bukanlah tidak ada di zaman Rasulullah saw. Materi dasar dan pertama agama ini adalah orang-orang Arab, yang dalam sejarahnya, dikenal sebagai bangsa yang tidak pernah bisa bersatu, tersegmentasi ke dalam kelompok-kelompok kabilah, terisolir dari dunia peradaban, tempramental dan mudah terprovokasi, gemar berperang dan menemukan kebanggaan-kebanggaan mereka dalam gemuruh peperangan. Ambillah contoh perang Dahis dan Gabra, yang berlangsung selama empat puluh tahun, hanya karena sebuah kecurangan yang terjadi dalam suatu perlombaan pacuan kuda.

Rasululloh saw mengetahui dengan baik kenyataan ini, bahwa tidaklah mudah baginya untuk merajut jiwa-jiwa yang terpecah seperti itu menjadi sebuah kekuatan baru yang solid. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau menyadari bahwa inilah untuk kali pertama berbagai suku Arab akan dipertemukan dalam sebuah komunitas baru yang terinstitusi dalam negara. Berbagai klan dari suku besar Quraisy yang hijrah ke Madinah akan dipertemukan dengan berbagai klan dari suku-suku yang mendiami kota yang sebelumnya bernama Yatsrib. Inilah transisi yang paling rumit dalam proses rekonstruksi sosial yang menandai lahirnya sebuah masyarakat baru, masyarakat dengan ikatan sosial yang sama sekali baru, masyarakat dengan ikatan iman sebagai perekat baru menggantikan darah sebagai perekat mereka sebelumnya.

Disini bisa terjadi dua kemungkinan yang ekstrim; apabila ikatan iman berhasil merekat berbagai klan dari bangsa Arab itu, maka mereka akan menjadi komunitas baru yang paling solid dan paling kuat, tapi apabila proyek itu gagal, maka sebuah perang baru yang sangat besar sudah menanti mereka.

Yang dilakukan Rasululloh saw adalah sebuah langkah baru yang sangat jenius, sebuah langkah yang kemudian kita kenal dan proyek persaudaraan, dimana beliau mempersaudarakan setiap satu orang dari kaum Muhajirin dengan satu orang dari kaum Anshar. Kaum Muhajirin tidak ditampung di Madinah sebagai pengungsi atau pemohon suaka politik. Mereka datang sebagai orang-orang terhormat, sebagiannya bahkan berasal dari keluarga-keluarga kaya di Mekkah. Karena itu mereka tidak ditampung di masjid, tapi ditempat bersama keluarga-keluarga Anshar sampai situasi mereka membaik dan keadaan menjadi stabil.

Disini iman menjalankan fungsinya secara maksimal sebagai unsur perekat baru. Keragaman diantara mereka tidaklah hilang sama sekali, tapi wilayah kesamaan iman dan tujuan hidup menempatkan perbedaan-perbedaan itu seperti riak-riak kecil yang menambah keindahan lautan. Proyek persaudaraan itu telah menciptakan keharuan yang sangat mendalam, membangun cinta yang kuat dari kesamaan cita-cita. Dalam cinta dan keharuan itulah kita mendengar cerita-cerita persaudaraan yang abadi; pernahkah ada seseorang yang mau menceraikan salah seorang dari kedua isterinya, semata-mata untuk dihadiahkan kepada saudaranya yang berhijrah dan meninggalkan keluarganya? Tapi itulah yang dilakukan Saad Ibnu Rabi' kepada saudaranya, Abdurahman bin 'Auf. Tapi pernahkah ada seseorang yang memiliki ketinggian budi dan keluhuran cita rasa ketika ia menolak tawaran mulia itu secara halus, dan memilih untuk menikah dengan caranya sendiri? Tapi itulah yang dilakukan Abdurrahman bin 'Auf kepada Sa'ad Ibnu Rabi'.

Basis organisasi masyarakat baru itu telah terbangun sampai di sini; ikatan iman telah berhasil menyatukan berbagai klan bangsa Arab yang tadinya tenggelam dalam perang saudara yang tidak pernah selesai. Dalam masyarakat baru itu, ikatan darah dan tanah menjadi sekunder, dan karenanya setiap orang menemukan posisi dan fungsinya berdasarkan bakat dan potensi individunya. Di sini keunggulan-keunggulan individual menemukan tempatnya yang terhormat dalam susunan masyarakat, yang ditata sedemikian rupa untuk meledakkan potensi-potensi besar dari setiap individunya.


 Makna Ummat dan Masyarakat Organisasi

Kata ummat sebenarnya dimaknai dengan cara begitu. Karena apabila kata "ummat" diuraikan secara bahasa, maka kita akan menemukan rangkaian makna yang secara keseluruhan menampakkan makna organisasi dalam dirinya. Kata ummat dalam al-Qur'an mempunyai arti: individu yang memimpin, risalah atau jalan hidup, kelompok pengikut, waktu atau sejarah. Sisanya kata ummat juga digunakan untuk arti kelompok makhluk lain selain manusia.

Jadi kata ummat dapat disimpulkan dalam defenisi seperti ini; pada mulanya ada seorang pemimpin yang membawa risalah tertentu, lalu ada sekelompok orang yang mengikutinya dimana jalan hidup menjadi ikatan sosial mereka, dan mereka kemudian berkipah dalam sejarah dan dikenal karenanya. Apabila jalan hidup itu tidak lagi mengikat mereka, maka mereka tidak lagi menjadi ummat, tapi mereka tetap dikenal dalam sejarah pada potongan sejarah dimana risalah atau jalan hidup itu menyatukan mereka. Ummat, dengan begitu, mempunyai konotasi pada unsur risalah, manusia dan organisasi. Dan ketiga unsur itulah yang membentuk sejarah mereka.

Risalah adalah jalan hidup yang menjelaskan cita-cita sejarah dan sistem kehidupan yang akan mereka jalani. Untuk menjadi bagian dari ummat, setiap orang harus menerima risalah itu sebagai cita-cita dan sistem hidupnya secara sadar, dengan sepenuh akal dan jiwanya. Itu merupakan persyaratan psikologis yang mutlak dipenuhi, karena dasar ikatan sosial masyarakat baru ini adalah iman dan risalah itu. Persyaratan psikologis inilah yang akan mengkondisikan dirinya untuk memiliki kerendahan hati yang memadai, sebagai syarat selanjutnya untuk dapat bekerja sama sebagai sebuah tim. Hanya kerendahan hati yang dapat membuat setiap orang mampu bekerja sama, tapi hanya iman dan keyakinan pada risalah itu yang dapat membantu setiap orang memiliki kerendahan hati yang memadai.

Apabila persyaratan psikologis ini telah terpenuhi, maka langkah selanjutnya adalah mendistribusikan semua pekerjaan yang harus dilakukan dalam rangka mencapai cita-cita luhur mereka. Langkah ini relatif lebih mudah, karena ini merupakan proses fungsionalisasi seluruh potensi yang telah terangkum dalam masyarakat baru itu. Pekerjaan ini lebih mirip menyalurkan air yang telah membanjir dalam sebuah penampungan besar. Begitulah akhirnya kita menyaksikan bagaimana masyarakat Muslim di Madinah mengalir deras dalam sejarah, dari mempertahankan Madinah hingga Fathu Makkah dan selanjutnya melakukan ekspansi ke seluruh jazirah Arab dan bahkan dunia.

Persoalan kita saat ini adalah bahwa persyaratan psikologis itulah yang justru belum terpenuhi, sehingga kita tidak utuh sebagai sebuah ummat. Pekerjaan-pekerjaan besar dan berat yang dihadapi tidak bisa didistribusi dengan merata, karena kerjasama tidak bisa diwujudkan. Organisasi adalah instrumen yang hanya bisa bekerja pada sebuah komunitas yang telah memenuhi persyaratan psikologis itu.

Dan itulah masalah kita. Jadi apa yang apa harus kita kejar sekarang adalah memenuhi persyaratan psikologis tersebut. Maksudnya, bahwa setiap indivividu Muslim saat harus memperbaharui kembali komitmennya kepada risalah dan jalan hidupnya sebagai Muslim. Dari situlah ia mengkondisikan dirinya untuk memiliki kerendahan hati yang memadai untuk dapat bekerjasama dalam sebuah tim. Mendistribusikan pekerjaan selanjutnya adalah perkara teknis.

Setiap da'i harus menjadikan masalah ini sebagai agenda utama dalam da'wahnya, kalau kita ingin menyaksikan ummat ini mengalir dalam sejarah sebagai gelombang yang dahsyat.• (M Anis Matta)

keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik